Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TUNARUNGU (Gangguan Pendengaran)

Program Pendidikan Bagi Individu Anak Hambatan Pendengaran Dan Peranan


Sekolah Bagi Anak Hambatan Pendengaran.

Dosen pengampu: Rila Muspita, M.Pd


Disusun Oleh :
1. Khilna Fira Yanti : 23003106
2. Mardita Amelia : 23003057
3. Marshella Angraini : 2300311
4. Pandan Nur Fadilah : 23003130
5. Yahya Alva Rossi : 23003217

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “TUNARUNGU (Gangguan Pendengaran) tentang program pendidikan
bagi individu anak hambatan pendengaran dan peranan sekolah bagi anak
hambatan pendengaran. ” ini dengan tepat waktu. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Rila Muspita, M.Pd selaku dosen pengampu. Dengan mata
kuliah

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pengembangan Kurikulum. Semoga Allah Swt,
memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan penulis. Akhir kata
penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Namun,
jika masih ada kekurangan kami bersedia menerima saran perbaikan.

Padang, 20 Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….2

BAB I PENDAHULUAN………...……………………………………….4

A. Latar Belakang………………………………………………………4

B. rumusan masalah…………………………………………………….5

C. tujuan………………………………………………………………...6

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………...7

A. Definisi Tunarungu (Gangguan Pendengaran) 7


B. Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran …………………………………..8
C. Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan
Pendengaran …………………………………………………………10
D. Penyebab Gangguan Pendengaran ……………………………………11
E. Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anak
yang Mengalami Gangguan Pendengaran 12
F. Peranan sekolah bagi anak hambatan gangguan pendengaran...............13
BAB III PENUTUP………………………………………………………….14
A. Kesimpulan…………………………………………………………...14
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kegiatan sadar dalam upaya untuk mencapai
tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah proses dari tidak tahu
menjadi tahu. Pendidikan merupakan suatu proses yang sistematik untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peserta didiknya. Pendidikan
kepada anak-anak atau peserta didik dilalui dari beberapa jenjang pendidikan.
Peserta didik dalam pendidikan bukan hanya seseorang yang berintelegensi
normal dan berfisik normal, namun juga seluruh individu berhak memperoleh
pendidikan yang layak. Begitu pula dengan anak-anak yang tergolong anak
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkanlayanan
pendidikan yang layak sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kekhususan.
Salah satu bentuk layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus adalah
terselenggaranya program pendidikan bagi anak tunarungu.
Tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna.
Tunarungu mempunyai keterbatasan dalam fungsi pendengarannya, oleh
karena itu anak tunarungu sangat terhambat dalam aspek bahasa dan
komunikasi. Namun demikian, tunarungu masih memiliki potensi untuk
mengembangkan kemampuan akademik lain yang akan mempengaruhi
kemampuan berbahasa dan berkomunikasi salah satunya adalah kemampuan
membaca pemahaman.
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu
(SDLB-B) bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual,
sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan
dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan
membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
dan mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan

4
kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik
secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya
kesastraan manusia indonesia.
Kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu sangat penting
dikuasai karena berhubungan dengan keterampilan berkomunikasi di
lingkungan sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Hal ini dapat
dikaitkan dengan keterampilan akademik dalam memahami bacaan singkat,
sederhana dan kompleks. Membaca pemahaman dapat meningkatkan
kemampuan memahami pesan yang terdapat dalam bacaan. Jika kemampuan
membaca pemahaman tunarungu meningkat maka kemampuan berkomunikasi
anak tunarungu akan baik dan selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan
yang lain seperti kemampuan akademik dalam semua mata pelajaran.Sehingga
sangat diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dan menarik siswa, salah
satunya adalah metode mind map.
Metode mind map adalah salah satu solusi kreatif berupa teknik
pembelajaran membaca yang diperkenalkan oleh Tony Buzan dan telah
dipergunakan oleh jutaan orang pintar di dunia. Metode ini juga dipandang
sesuai dengan anak tunarungu dalam upaya meningkatkan kemampuan
membaca pemahamannya. Karena metode ini menggunakan gambar visual
yang menyediakan warna, gambar, dan kata-kata sehingga sangat menarik
bagi anak tunarungu. Metode mind map dapat meningkatkan kemampuan
membaca pemahaman anak tunarungu. Kemampuan anak tunarungu masih
jauh lebih rendah sehingga penggunaan mind map untuk memahami bacaan
yang sederhana dengan menggunakan gambar, warna dan kata-kata dalam
penelitian ini lebih difokuskan.

5
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah:
1) ketidaksesuaian materi pelajaran yang diberikan kepada siswa,
2) ketidaksesuaian metode komunikasi kepada anak tunarungu yang
digunakan,
3) artikulasi yang dimiliki siswa tunarungu belum matang,
4) anak tunarungu sudah dapat membaca, namun belum memahami kata
yang ada dalam bacaan tersebut, dan
5) kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu masih rendah.

Agar permasalahhan ini dpat lebih terarah,maka perlu adanya rumusan


masalah. Permasalahn ini adalah bagaimanakah peningkatan kemampuan
pemahaman anak.
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalaah unutuk memenuhi salah satu
tugas kuliah pendidikan yang bertema program pendidikan bagi individu anak
hambatan pendengaran dan peranan sekolah bagi anak hambatan pendengaran
anak tunarungu.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tunarungu (Gangguan Pendengaran)


Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai
rangsangan, terutama melalui pendengarannya. Batasan pengertian anak
tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada
dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini dikemukakan
beberapa definisi anak tunarungu.
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang
yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu.
Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengaran tidak berfungsi
lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik
dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Selain itu, Mufti Salim (1984: 8) menyimpulkan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Memperlihatkan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian
(hard of hearing) maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan
pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-
hari. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baiksebagian atau seluruhnya yag
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

7
pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya
secara kompleks.

B. Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran


Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama
ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan
pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya
gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat
kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang
mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.
(Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke dalam kategori ini.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf
pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan
memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang
spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan
pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang
normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami
kesulitan memahami apa yang didengarnya.

Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan


dari 0dB-91 dB ke atas. Setiap tingkatan kehilangan pendengaran
mempunyai pada kemampuan mendengar suara atau bunyi yang
berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kemampauan komunikasi anak
tunarungu. Terutama, pada kemampuan anak berbicara dengan artikulasi
yang tepat dan jelas. Semakin tinggi kehilangan pendengarannya, maka
semakin lemah kemampuan artikulasinya.

8
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi,
Ashman dan Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam
empat kategori, yaitu:
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana
orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB
(desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara,
mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di
mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.
Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan
wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana
gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana
orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka
sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah
pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak
mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi
di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB
atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya,
sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu,
ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan
kekuatan yang sangat tinggi (superpower).

Sedangkan menurut Bambang Putranto (2015 : 227), tunarungu dapat


dibedakan berdasarkan beberapa tingkat kerusakan dan tempat terjadinya
kerusakan. Apabila dilihat dari tingkat kerusakan maka tunarungu dapat
dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu sangat ringan (27-40 desibel),
ringan (41-55 desibel), sedang (56-70 desibel), berat (71-90 desibel), serta
ekstrem/tuli (91 desibel atau lebih tinggi).

9
Adapun jika ditinjau berdasarkan tempat terjadinya maka tunarungu
dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kerusakan pada bagian telinga luar
dan tengah sehingga menghambat bunyi/suara yang hendak masuk ke telinga.
Ganggun tersebut disebut juga tuli konduktif. Kedua, kerusakan pada telingan
bagian dalam sehingga mengganggu hubungan ke saraf otak. Hal itu disebut
juga tuli sensoris.

C. Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran


Heri Purwanto (1998 : 58-59) menyatakan karakteristik anak tunarungu
wicara pada umumnya memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa
wicara bila dibandingkan dengan perkembangan bicara anak-anak
normal, bahkan anak tunarungu total (tuli) cenderung tidak dapat berbicara
(bisu).
Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak
tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa
(mendapatkan bahasa). Bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang
lain. Sedangkan, Anak tunarungu mempunyai permasalahan dalam
wicaranya untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena wicara
sebagai alat yang sangat penting dalam komunikasi. Dalam berbicara pun
harus menggunakan artikulasi yang jelas agar pesan mudah diterima oleh
orang lain, maka dari itu anak harus dilatih secara berulang-ulang
sehingga anak terampil mengucapkan kata-kata dengan arti kulasi yang tepat
dan jelas.
Menurut Sardjono, ciri-ciri anak yang mengalami gangguan tunarungu
dapat dikenali melalui beberapa tanda berikut ini.
1. Kemampuan verbal (verbal IQ), anak tunarungu lebih rendah dibanding
pada anak dengan pendengaran normal.
2. Performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dibanding anak
mendengar, terutama pada informasi yang bersifat berurutan.

10
4. Pada informasi serempak, anak tunarungu dan anak dengan
pendengaran normal tidak terdapat perbedaan yang berarti.
5. Hampir tidak terdapat perbedaan dalam hal daya ingat jangka panjang,
sekalipun prestasi akhir anak tunarungu biasanya lebih rendah.

D. Penyebab Gangguan Pendengaran


Ada beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak. Berikut beberapa
diantaranya :
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), meliputi keturunan,
cacar air, campak (rubella, gueman measles), toxaemia (keracunan
darah), penggunaan pil kina atau obat-obatan dalam jumlah yang sangat
besar, kekurangan oksigen (anoxia), serta kelainan organ pendengaran
sejak lahir.
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), yaitu rheus (Rh) ibu da anak
yang sejenis, kelahiran secara premature, kelahiran menggunakan forcep
(alat bantu tang), serta proses bersalinyang terlalu lama.
3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal), diantaranya infeksi,
meningitis (radang selaput otak), tunarungu perspektif yang bersifat
keturunan, serta otitis media yang kronis.
Namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum
nikah (pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran
(post natal), yang masing- masing dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Upaya yang dapat dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah)
a. Menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara
dekat, terutama pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu.
b. Melakukan pemeriksaan darah.
c. Melakukan konseling genetika.
2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil (prenatal)
a. Menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur
kepada dokter kadungan atau bidan.

11
b. Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang serta
menghindari makanan yang mengandung bahan berbahaya.
c. Tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebabkan
keracunan pada janin.
d. Melakukan imunisasi anti tetanus.
3. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu melahirkan (natal)
a. Pada saat melahirkan diupayakaan tidak menggunakan alat
penyedot.
b. Apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah
vaginanya, maka kelahiran harus melalui operasi Caesar.
4. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu setelah melahirkan (post natal)
a. Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat
penting, terutama bagi wanita.
b. Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga/ diobati jangan
sampai terlalu lamakarena virusnya dapat masuk kerongga telinga
tengah melalui saluran eustaschius, dan dapat menyebabkan
peradangan (otitis media).
c. Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung
telinga bagi para pekerja di pabrik.

E. Bentuk program Pendidikan bagi individu Anak yang Mengalami


Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak
yang tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya
lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya. Banyak anak yang
memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan diluar
kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya
masalah pendengaran terdiri dari dua kategori :
1. Pendekatan oral, pendekatan ini menggunakan metode membaca gerak
bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar
membaca), dan sejenisnya.

12
2. Pendekatan manual adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan
kata. Bahasa isyarat adalah system gerakan tangan yang melambangkan
kata. Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai
setiap huruf dari satu kata.

Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang
mengalami gangguan pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000). Beberapa
kemajuan medis dan tekhnologi, seperti yang disebutkan di sini, juga telah
meningkatkan kemampuan belajar anak yang menderita masalah pendengaran
(Boyles & Contadino, 1997) :
1. Pemasangan cochlear (dengan prosedur pembedahan). Ini adalah cara
kontroversial karena banyak komunitas orang tuli menentangnya, sebab
menganggapnya intrusive dan melukai kultur orang tuli. Yang lainnya
beranggapan bahwa pemasangan cochlear ini bisa meningkatkan kualitas
hidup banyak anak yang menderita problem pendengaran (Hallahann &
Kauffman, 2003).
2. Menempatkan semacam alat di telinga (prosedur pembedahan untuk
disfungsi telinga tingkat menengah). Ini bukan prosedur permanen.
3. System hearing aids dan amplifikasi.
4. Perangkat telekomunikasi, teletypewriter – telephone, dan RadioMail
(menggunkan internet).

F. PERANAN SEKOLAH BAGI ANAK HAMBATAN PENDENGARAN


Sekolah memegang peran penting bagi anak dengan hambatan
pendengaran.Berikut beberapa poin peran penting:
1. Guru di sekolah dapat membantu anak dengan hambatan
pendengaran berinteraksi dengan teman-temannya dan menjelaskan
pemakaian faisilitas sekolah atau media pembelajaran. Mereka juga
melibatkan anak tersebut dalam kegiatan bernyanyi,mendengarkan
musik, dan kegiatan lainnya.

13
2. Anak-anak yang mengalami hambatan pendengaran membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus agar bisa mengembangkan
kemampuan yang dimiliki secara optimal.
3. hambatan pendengaran dapat menyebabkan permasalahan dalam
perkembangan bahasa dan belajar. Untuk mengatasi hal ini,
intervensi edukatif berupa program bimbingan orang tua sangat
diperlukan.
4. sekolah penyelenggaraan pendidikan inklisif memiliki kurikulim
khusus, program pembelajaran individual,perencanaan
pembelajaran, proses, hingga evaluasi pembelajaran yang di
sesuaikan untuk siswa dengan hambatan pendengaran.

secara keseluruhan sekolah dapat memberikan lingkungan yang


mendukung bagi anak dengan hambatan pendengaran untuk belajar
dan berkembang.

14
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian


(hard of hearing) maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya
tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Easterbrooks
(1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut
lokasi ganguannya yakni Conductive loss, Sensorineural loss dan Central auditory
processing disorder. Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat
diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas.

Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak


tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa
(mendapatkan bahasa). Ada beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak yaitu
faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), faktor saat anak dilahirkan (natal), dan
faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal). Namun ada beberapa cara yang dapat
dilakukan sebagai upaya pencegahan tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat
dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal),
dan setelah kelahiran (post natal).

Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan


pengajaran tambahan diluar kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk
membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori yakni
pendekatan oral dan manual.

15
DAFTAR PUSTAKA

Putranto, Bambang, S.Pd. 2015. Tips Menangani Murid yang Membutuhkan


Perhatian Khusus. Jakarta : Diva Press
Santrock, John W. 2015. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta : PT. Kencana.
Somantri, Dr. T. Sutjihati, M.Si., psi. 2012. PSIKOLOGI ANAK LUAR BIASA.
Bandung : PT. Refika Aditama.
Thompson,Jenny. 2010. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta :
Erlangga

16

Anda mungkin juga menyukai