Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


“GANGGUAN PENDENGARAN PADA SISWA / TUNARUNGU”

Dosen Pengampu :
Nurul Annisa Dewantari Nasution, S.Psi, M.Pd

Disusun Oleh :
Ainun jariah ( 1712000067 )
Aina Safitri ( 1712000060 )
Nurwidia Ningsih ( 1712000063 )

SEMESTER V( LIMA)
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT , yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus ini yang berjudul “Gangguan Pendengaran Pada Siswa /
Tunarungu”.
Melalui makalah ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian untuk makalah ini, yaitu keada teman-teman
satu kelompok, dan terutama dengan Dosen yang membimbing dan pengarahannya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari apabila dalam makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ibi di masa yang akan datang semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Jambi, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tunarungu (Gangguan Pendengaran) ........................................................ 3
B. Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran ............................................................................. 4
C. Karakteristik anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran ..................................... 5
D. Penyebab Gangguan Pendengaran ............................................................................... 6
E. Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu dan Gangguan Komunikasi ........................ 6
F. Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anka yang Mengalami Gangguan
Pendengaran ................................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................................. 9
B. Saran ............................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak
yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil
di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (ABK)
juga diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, bahasa dan bicara,
intelegensi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus.
Sebagaimana anak-anak normal pada umumnya, anak tunarugu tentu
menginginkan kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya.
Dalam hal ini, berarti peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu
mengarahkan anak tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini,
diharapkan potensi-potensi dari anak tunarungu dapat dikembangkan sebaik mungkin
sehingga prestasi yang gemilang dapat terwujud dan turut membanggakan Indonesia.
Beranjak dari masalah diatas maka penulis akan membahas hal-hal yang
mengenai anak tunarungu. Adapun ruang lingkup dalam makalah ini adalah sebagai
berikut: pengertian anak dengan gangguan tunarungu, klasifikasi anak dengan gangguan
tunarungu, penyebab anak dengan gangguan tunarungu, cara pencegahan terjadinya
tunarungu dan gangguan komunikas, dampak tunarungu dan gangguan komunikasi bagi
perkembangan anak, kebutuhan khusus dan profil pendidikan anak tunarungu dan
gangguan komunikasi.
Kemudian yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pribadi mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus, kemudian bertujuan
untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang anak tunarungu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tunarungu (Gangguan Pendengaran) ?
2. Apa jenis-jenis gangguan pendengaran ?
3. Bagaimanakah Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran ?
4. Apa penyebab gangguan pendengaran ?
5. Bagaimanakah Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu dan Gangguan Komunikasi ?
6. Bagaimanakah Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anak yang Mengalami
Gangguan Pendengaran ?

1
2

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Tunarungu (Gangguan Pendengaran)
2. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran
3. Untuk mengethaui Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran
4. Untuk mengetahui penyebab gangguan pendengaran
5. Untuk mengetahui Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu dan Gangguan
Komunikasi
6. Untuk mengetahui Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anak yang Mengalami
Gangguan Pendengaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunarungu (Gangguan Pendengaran)


Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui
pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh
para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di
bawah ini dikemukakan beberapa definisi anak tunarungu.
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak
atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan
menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah
mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga
pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar,
baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Selain itu, Mufti Salim (1984: 8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah
anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin
yang layak.
Memperlihatkan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing)
maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai
fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baiksebagian atau seluruhnya yag
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga
ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang
membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.1

1 Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara (Jokyakarta: Javalitera, 2013), hlm. 34

3
4

B. Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran


Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan
menurut lokasi ganguannya:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada
bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi
ke bagian dalam telinga.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada
bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya
pengiriman pesan bunyi ke otak. (Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke
dalam kategori ini.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat
proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa
yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu
sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin
memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka
sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.2
Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91
dB ke atas. Setiap tingkatan kehilangan pendengaran mempunyai pada kemampuan
mendengar suara atau bunyi yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi
kemampauan komunikasi anak tunarungu. Terutama, pada kemampuan anak
berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas. Semakin tinggi kehilangan
pendengarannya, maka semakin lemah kemampuan artikulasinya.
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi ada 4 kategori
ketunarunguan yaitu:
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang
masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering
tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam
percakapan.
2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana
orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami
kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar

2 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 93.
5

dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu
dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang
hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit
memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan
suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi
dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi di
mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.
Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat
tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan
alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower).

Tunarungu dapat dibedakan berdasarkan beberapa tingkat kerusakan dan tempat


terjadinya kerusakan. Apabila dilihat dari tingkat kerusakan maka tunarungu dapat
dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu sangat ringan (27-40 desibel), ringan (41-55
desibel), sedang (56-70 desibel), berat (71-90 desibel), serta ekstrem/tuli (91 desibel atau
lebih tinggi).
Adapun jika ditinjau berdasarkan tempat terjadinya maka tunarungu dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah sehingga
menghambat bunyi/suara yang hendak masuk ke telinga. Ganggun tersebut disebut juga
tuli konduktif. Kedua, kerusakan pada telingan bagian dalam sehingga mengganggu
hubungan ke saraf otak. Hal itu disebut juga tuli sensoris.3

C. Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran


Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak tunarungu
mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan bahasa).
Bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Sedangkan, Anak tunarungu
mempunyai permasalahan dalam wicaranya untuk berkomunikasi dengan orang lain,
karena wicara sebagai alat yang sangat penting dalam komunikasi. Dalam berbicara
pun harus menggunakan artikulasi yang jelas agar pesan mudah diterima oleh orang

3 Hainudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khsusus Tunarungu, (Jakarta: PT. Luxima Metro Media, 2013),
hlm. 2.
6

lain, maka dari itu anak harus dilatih secara berulang-ulang sehingga anak terampil
mengucapkan kata-kata dengan arti kulasi yang tepat dan jelas.
Menurut Sardjono, ciri-ciri anak yang mengalami gangguan tunarungu dapat
dikenali melalui beberapa tanda berikut ini.
1. Kemampuan verbal (verbal IQ), anak tunarungu lebih rendah dibanding pada anak
dengan pendengaran normal.
2. Performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dibanding anak mendengar,
terutama pada informasi yang bersifat berurutan.
4. Pada informasi serempak, anak tunarungu dan anak dengan pendengaran normal
tidak terdapat perbedaan yang berarti.
5. Hampir tidak terdapat perbedaan dalam hal daya ingat jangka panjang, sekalipun
prestasi akhir anak tunarungu biasanya lebih rendah.4

D. Penyebab Gangguan Pendengaran


Ada beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak. Berikut beberapa diantaranya :
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), meliputi keturunan, cacar air,
campak (rubella, gueman measles), toxaemia (keracunan darah), penggunaan pil
kina atau obat-obatan dalam jumlah yang sangat besar, kekurangan oksigen (anoxia),
serta kelainan organ pendengaran sejak lahir.
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), yaitu rheus (Rh) ibu da anak yang sejenis,
kelahiran secara premature, kelahiran menggunakan forcep (alat bantu tang), serta
proses bersalinyang terlalu lama.
3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal), diantaranya infeksi, meningitis
(radang selaput otak), tunarungu perspektif yang bersifat keturunan, serta otitis
media yang kronis.5

E. Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu Dan Gangguan Komunikasi


Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upya pencegahan terjadinya
tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum nikah ( pranikah), hamil
(prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal) yang masing-masing
dapat dijelaskan sebagai berikut:

4 Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara, (Jokyakarta: Javalitera, 2013), hlm. 12.
5 Anton Subarto, Cara Perawatan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Kali Bagus, 2009), hlm. 24.
7

1. Upaya yang dapat dilakukan sebelum nikah ( pranikah )


a. Menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat, terutama
pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu
b. melakukan pemeriksaan darah
c. melakukan konseling genetika
2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil
a. menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur pada dokter
kandungan atau bidan
b. mengonsumsi gizi yang baik atau seimbang
c. tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebbkan keracunan pada
janin
d. melakukan imunisasi anti tetanus
3. Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan
a. pada saat melahirkan diupayakan tidak menggunakan alat penyedot
b. apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya maka
kelahiran harus melalui operasi caesar.
4. Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir
a. Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting, terutama
bagi wanita.
b. Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga atau diobati jangan sampai
terlalu lama karena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui saluran
eustachius, dan dapat menyebabkan peradangan ( otitis media ).
c. Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi para
pekerja di pabrik6

F. Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anak yang Mengalami Gangguan


Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli
secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan
berbicara dan bahasanya. Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran
mendapatkan pengajaran tambahan diluar kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk
membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori :

6 T. Sutjihati Somantri, Op. Cit., hlm. 94.


8

1. Pendekatan oral, pendekatan ini menggunakan metode membaca gerak bibir,


speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan
sejenisnya.
2. Pendekatan manual adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata.
Bahasa isyarat adalah system gerakan tangan yang melambangkan kata. Pengejaan
jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari satu kata.7
Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang mengalami
gangguan pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000). Beberapa kemajuan medis dan
tekhnologi, seperti yang disebutkan di sini, juga telah meningkatkan kemampuan belajar
anak yang menderita masalah pendengaran (Boyles & Contadino, 1997) :
1. Pemasangan cochlear (dengan prosedur pembedahan). Ini adalah cara kontroversial
karena banyak komunitas orang tuli menentangnya, sebab menganggapnya intrusive
dan melukai kultur orang tuli. Yang lainnya beranggapan bahwa pemasangan
cochlear ini bisa meningkatkan kualitas hidup banyak anak yang menderita problem
pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2003).
2. Menempatkan semacam alat di telinga (prosedur pembedahan untuk disfungsi
telinga tingkat menengah). Ini bukan prosedur permanen.
3. System hearing aids dan amplifikasi.
4. Perangkat telekomunikasi, teletypewriter – telephone, dan RadioMail (menggunkan
internet).8

7 Mohammad Effendi, Pengantar Psikopaedogogik Anak Berkelainan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 42
8 IG. A. K. Wardani, Dkk, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: UT, 2008), hlm. 12.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of
hearing) maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki
nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Easterbrooks (1997) mengemukakan
bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya yakni
Conductive loss, Sensorineural loss dan Central auditory processing disorder. Kehilangan
pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas.
Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak tunarungu
mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan bahasa). Ada
beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak yaitu faktor sebelum anak dilahirkan
(prenatal), faktor saat anak dilahirkan (natal), dan faktor sesudah anak dilahirkan
(postnatal). Namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum nikah
(pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal).
Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran
tambahan diluar kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya
masalah pendengaran terdiri dari dua kategori yakni pendekatan oral dan manual.

B. Saran
Sebaiknya guru melakukan terapi wicara pada anak agar kemampuan berbahasa
anak dapat berkembang sehingga apa yang diingikan anak dapat diketahui dan dipenuhi
oleh guru atauorang tua. Jikahal tersebut dapat terlaksana dengan baik maka akan
meminimalisir ata menghilangkan perilaku anak yang mudah marah dan mudah
tersinggung.
Selain melakukan terapi wicara, sebaiknya guru juga melakukan terapi akademik.
Hal tersebut dilakukan agar kemampuan akademik anak meningkat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Wasita, 2013, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara, Jokyakarta: Javalitera
T. Sutjihati Somantri, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama
Hainudin, 2013, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khsusus Tunarungu, Jakartas: PT. Luxima
Metro Media
Ahmad Wasita, 2013, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara, Jokyakarta: Javalitera, 2013
Anton Subarto, 2009, Cara Perawatan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Kali Bagus
Mohammad Effendi, 2006, Pengantar Psikopaedogogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi
Aksara
IG. A. K. Wardani, Dkk, 2008, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: UT, 2008

Anda mungkin juga menyukai