Anda di halaman 1dari 15

“Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Pembelajaran IPA Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu:

Dewi Ekasari Kusumastuti, M.Pd

Oleh

Dina Tiffani Salniah (A01) 1910127220003

Indriyani Widya Putri (A01) 1910127120004

Muhammad (A01) 1910127310002

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FALKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS

BANJARMASIN

2020
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus” ini dengan tepat waktu. Serta shalawat
dan salam terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran IPA
Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, khususnya kepada:

1. Ibu Dewi Ekasari Kusumastuti, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah
Pembelajaran IPA Anak Berkebutuhan Khusus.
2. Semua pihak yang terlibat dan telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan didalamnya. Baik dari teknis penulisan maupun materi didalamnya. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, sehingga makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Dan penulis memohon maaf apabila masih terdapat
kesalahan pada makalah ini.

Atas Perhatian, penulis ucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 10 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus............................3


B. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunanetra.....................................................5
C. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunarungu...................................................6
D. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunagrahita.................................................7
E. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunadaksa....................................................8
F. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Autis..............................................................8

BAB III PENUTUP...........................................................................................................10

A. Kesimpulan.............................................................................................................10
B. Saran.......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................11

DESKRIPSI TUGAS ANGGOTA KELOMPOK..........................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan /penyimpangan
(phisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Akan tetapi, meskipun seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak
signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak
tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Pelayanan pendidikan anak yang memberikan pelayanan bersama-sama antara
anak yang tidak mengalami hambatan dan anak berkebutuhan khusus disebut pendidikan
inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu sistem pendidikan yang menyertakan semua
anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak secara
bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang
layak dan sesuai kebutuhan individu siswa tanpa membedakan anak dari latar belakang
suku, ras, status sosial, kemampuan ekonomi,status politik, bahasa, geografis, jenis
kelamin, agama/kepercayaan, dan perbedaan kondisi fisik atau mental (UNESCO 2004,
dikutip dari Sri muji Rahayu, 2014).
Anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai warga negara Indonesia mempunyai
hak dan kewajiban yang sama dengan anak normal, termasuk berhak memperoleh
pendidikan dan belajar bersama anak normal di sekolah umum. Pengintegrasian anak
berkebutuhan khusus dengan anak normal di sekolah umum memerlukan ruangan khusus
serta peralatannya, perlu modifikasi kurikulum, perlu bimbingan khusus, kesiapan
dari guru kelas, kesiapan anak -anak normal dan anak berkebutuhan khusus itu sendiri.
Selain itu juga diperlukan perencanaan yang matang dan sikap kepala sekolah serta guru
-guru yang positif mendukung untuk keberhasilan pendidikan anak berkebutuhan khusus

1
di sekolah umum. Kenyataannya hal-hal tersebut belum sepenuhnya ada di sekolah
umum dikarenakan oleh berbagai faktor penyebab seperti keterbatasan dana, tenaga, serta
waktu dan keterampilan guru dalam mengajar anak berkebutuhan khusus.
Dari permasalahan di atas maka penulis ingin memberikan pemahaman tentang
prinsip-prinsip pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus, sehingga diharapkan orang
tua, guru atau pembimbing mampu mendampingi dalam proses pembelajarannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Bagaimana Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunanetra?
3. Bagaimana Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunarungu?
4. Bagaimana Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunagrahita?
5. Bagaimana Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunadaksa?
6. Bagaimana Prinsip Pembelajaran Pada Anak Autis?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.
2. Untuk Mengetahui Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunanetra.
3. Untuk Mengetahui Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunarungu.
4. Untuk Mengetahui Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunagrahita.
5. Untuk Mengetahui Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunadaksa.
6. Untuk Mengetahui Prinsip Pembelajaran Pada Anak Autis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus


Kegiatan belaiar-mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik
menuju keperkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar
dimaksudkan sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan
sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22).
Menurut Hamalik (1983: 28) bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau
perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku baru
berkat pengalaman dan latihan.
Dalam proses pembelajaran selain bertugas mengajar, guru juga dituntut
melakukan bimbingan kepada siswanya. Adapun bimbingan yang perlu dilakukan oleh
guru dalam proses belajar mengajar sebagai berikut (Miller, 1961 dikutip dari Sulaiman
Samad dkk, 2008:99):
a) Proses belajar mengajar efektif, apabila bahan yang dipelajari dikaitkan dengan
tujuan-tujuan pribadi siswa.
b) Guru-guru yang memahami siswa dan masalah-masalah yang dihadapinya, lebih
peka terhadap hal-hal yang memperlancar dan mengganggu kelancaran kegiatan
kelas.
c) Guru mempunyai kelebihan lain dibanding dengan petugas pendidikan lainnya,
yaitu didalam proses belajar mengajar, guru dapat memperhatikan perkembangan
masalah atau kesulitan siswa secara nyata, terutama dalam waktu belajar dalam
mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan.
Untuk pembelajaran di kelas inklusif secara umum sama dengan prinsip- prinsip
pembelajaran yang berlaku bagi anak pada umumnya. Namun demikian, karena didalam
kelas inklusif terdapat anak berkelainan yang mengalami kelainan/penyimpangan baik
fisik, intelektual, sosial, emosional dan/atau sensoris neurologis dibanding dengan anak
pada umumnya, maka guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan
prinsip-prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip

3
khusus sesuai dengan kelainan anak. Adapun prinsip-prinsip pembelajaran pada individu
berkebutuhan khusus menurut Direktorat PLB ( 2004) sebagai berikut (dikutip dari
Somantri Sutjihati, 2006 ) :
1) Prinsip Motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada sisa agar tetap
memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar-
mengajar.
2) Prinsip Latar/Koteks
Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh,
memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal
mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang
sebenarnya tidak terlalu penuh bagi anak.
3) Prinsip Keterarahan
Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan
tujuan secara jelas. Menerapkan bahan dan alat yang sesuai serta
mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.
4) Prinsip Hubungan Sosial
Dalam kegiatan belajar-mengajar guru perlu mengembangkan strategi
pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa,
siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak
arah.
5) Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan
kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan atau menemukan sesuatu
melalui pengamatan, penelitian, dan sebagainya.
6) Prinsip Individualisasi
Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak
secara mendalam baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya
dalam menyerap materi pelajaran. Kecepatan maupun kelambatannya dalam
belajar, dan perilakunya, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing
anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.

4
7) Prinsip Menemukan
Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu
memancing anak untuk terlihat secara aktif baik fisik, mental, sosial,
dan/atau emosional.
8) Prinsip Pemecahan Masalah
Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/problem yang ada
di lingkungan sekitar, dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data,
menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan kemampuan.

B. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunanetra


1) Prinsip Kekonkretan
Anak tunanetra belajar terutama melalui pendengaran dan perabaan. Bagi mereka
untuk mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-benda konkret yang
dapat diraba dan dapat dimanipulasikan melalui observasi perabaan benda-benda
riil, dalam tempatnya yang alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran, berat,
kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan, suhu, dan sebagainya.
Dengan menyadari kondisi seperti ini, maka dalam proses belajar-mengajar
guru dituntut semaksimal mungkin dapat menggunakan benda-benda konkret
(baik asli maupun tiruan) sebagai alat bantu atau media dan sumber belajar
dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran.
2) Prinsip Pengalaman yang Menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi. Seorang anak normal
yang masuk ke toko, tidak saja dapat melihat rak-rak dan benda-benda riil,
tetapi juga dalam sekejap mampu melihat hubungan antara rak-rak dengan
benda-benda di ruangan. Anak tunanetra tidak mengerti hubungan-hubungan ini
kecuali jika guru menyajikannya dengan mengajar anak untuk “mengalami” suasana
tersebut secara nyata dan menerangkan hubungan-hubungan tersebut.
3) Prinsip Belajar Sambil Melakukan
Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip belajar sambil bekerja.
Perbedaannya adalah, bagi anak tunanetra, melakukan sesuatu adalah
pengalamannya nyata yang tidak mudah terlupakan seperti anak normal

5
melihat sesuatu sebagai kebutuhan utama dalam menangkap informasi. Anak
normal belajar mengenai keindahan lingkungan cukup hanya dengan melihat
gambar atau foto. Anak tunanetra menuntut penjelasan dan penjelajahan secara
langsung di lingkungan nyata. Prinsip ini menuntut guru agar dalam proses
belajar-mengajar tidak hanya bersifat informatif akan tetapi semaksimal
mungkin anak diajak ke dalam situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang
ingin dicapai dan bahan yang diajarkannya.

C. Mengetahui Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunarungu


1) Prinsip Keterarahanwajah
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengarannya
(kurang dengar atau bahkan tuli), sehingga organ pendengarannya kurang/tidak
berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi
dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya.
Oleh karena itu, ada yang menyebut anak tunarungu dengan istilah “pemata’, karena
matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip
ini menuntut guru ketika memberi penjelasan hendaknya menghadap ke anak
(face to face) sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru. Demikian pula halnya
dengan anak yang mengalami gangguan komunikasi, karena organ bicaranya
kurang berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena kurang
sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapat memahaminya, maka anak diminta
menghadap guru (face to face) ketika berbicara.
2) Prinsip Keterarahansuara
Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/bunyinya. Dengan sisa
pendengarannya, anak hendaknya dibiasakan mengonsentrasikan sisa
pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi, sehingga anak dapat merasakan
adanya getaran suara, Suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses
belajar-mengajar anak terutama dalam pembentukan sikap, pribadi, tingkah
laku, dan perkembangan bahasanya. Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara
guru hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah
suaranya dapat dikenali anak. Demikian pula, bagi anak yang mengalami gangguan

6
komunikasi, agar bicaranya dapat dipahami oleh lawan bicaranva maka anak
hendaknya ketika berbicara selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya
terarah.
3) Prinsip Keperagaan
Anak tunarungu karena mengalami gangguan organ pendengarannya maka
mereka lebih banyak menggunakan indera penglihatannya dalam belajar. Oleh
karena itu, proses belajar-mengajar hendaknya disertai peragaan (menggunakan
alat peragaan) agar lebih mudah dipahami anak. Disamping dapat menarik
perhatian anak.

D. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunagrahita


1) Prinsip Kasih Sayang
Tunagrahita/anak lamban belajar adalah anak yang mengalami
kelainan/penyimpangan dalam segi intelektual (inteligensi), yakni inteligensinya di
bawah rata-rata anak seusianya (di bawah normal). Akibatnya, dalam tugas-tugas
akademik yang menggunakan intelektual, mereka senang mengalami kesulitan.
Oleh karena itu, Kadang-kadang guru merasa jengkel karena diberi tugas yang
menurut perkiraan guru sangat mudah sekalipun, tetapi untuk mereka tetap saja
kesulitan dalam menyelesaikannya. Untuk itu, mengajar anak tunagrahita/lamban
belajar membutuhkan kasih sayang yang tulus dan guru. Guru hendaknva berbahasa
yang lembut, tercapai sabar, rela berkorban, dan memberi contoh perilaku
yang baik ramah, dan supel, sehingga siswa tertarik dan timbul kepercayaan
yang pada akhirnya bersemangat untuk melakukan saran-saran dan guru.
2) Prinsip Keperagaan
Kelemahan anak Tunagrahita/lamban belajar antara lain adalah dalam
hal kemampuan berpikir abstrak, mereka sulit membayangkan sesuatu. Dengan
segala keterbatasannya itu, siswa tunagrahita/lamban belajar akan lebih mudah
tertarik perhatiannya apabila dalam kegiatan belajar-mengajar menggunakan benda-
benda konkret maupun berbagai alat peraga (model) yang sesuai. Hal ini menuntut
guru agar dalam kegiatan belajar mengajar selalu mengaitkan relevansinya dengan
kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, anak perlu di bawa ke lingkungan

7
nyata, baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan alam. Bila
tidak memungkinkan, guru dapat membawa berbagai alat peraga.
3) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi
Meskipun dalam bidang akademik anak tunagrahita memiliki kemampuan yang
terbatas, namun dalam bidang-bidang lainnya mereka masih memiliki kemampuan
atau potensi yang masih dapat dikembangkan. Habilitasi adalah usaha yang
dilakukan seseorang agar anak menyadari bahwa mereka masih memiliki
kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan meski kemampuan atau potensi
tersebut terbatas. Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan berbagai macam
bentuk dan cara, sedikit demi sedikit mengembalikan kemampuan yang hilang
atau belum berfungsi optimal. Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru hendaknya
berusaha mengembangkan kemampuan atau potensi anak seoptimal mungkin melalui
berbagai cara yang dapat ditempuh.

E. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Tunadaksa


Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bagi anak tunadaksa
tidak lepas dan juga bentuk pelayanan, yaitu: (1) pelayanan medik, (2) pelayanan
pendidikan. dan (3) pelayanan sosial, yang pada dasarnya juga tidak dapat lepas dengan
prinsip habilitasi dan rehabilitasi di atas.

F. Prinsip Pembelajaran Pada Anak Autis


Pada dasarnya pelaksanaan pembelajaran anak autis memiliki prinsip-prinsip
tertentu, seperti yang telah digariskan oleh Hermansyah (2009) dalam artikelnya
mengenai pendidikan dan pengajaran anak autis yang pada umumnya dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip adalah yang antara lain terstruktur, terpola, terprogram,
konsisten dan kontinyu.
Pengajaran bagi anak autis diterapkan prinsip terstruktur, artinya dalam
pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi yang paling
mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai,
ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian
yang tidak terpisah dari materi sebelumnya. Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak

8
mengerti dan memahami makna dari instruksi “klik pada panel brush merah”. Maka
materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata “klik”,
“bursh” dan “merah”. Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah
selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi “klik pada panel brush merah” kedalam
perbuatan kongkrit atau baru mulai mempraktekan.
Pembelajaran anak autis juga selalu terpola dan terprogram karena kebiasaan
maupun ketrampilan anak autistik biasanya juga terbentuk dari rutinitas yang terpola dan
terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali. Oleh karena itu, dalam pendidikannya harus dikondisikan atau
dibiasakan dengan pola yang teratur. Oleh karena itu, setiap memulai pembelajaran TIK
harus dirutinkan dengan pengoperasian penyalaan komputer hingga membuka aplikasi
maupun program agar anak selalu mengingat keterampilan tersebut. Pendidikan dan
pengajaran bagi anak autis sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak
diperlukan bagi anak autis. Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar
pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan
pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di
rumah dan lingkungan sekitar anak.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan adanya pembahasan diatas dapat kita simpulkan, bahwa dalam prinsip-
prinsip pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus memilki masing-masing prinsip
pembelajaran yang berbeda sesuai dengan hambatan yang anak miliki. Dengan adanya
prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus sangat membantu mereka
dalam belajar, dan membantu mencapai tujuan dalam prinsip-prinsip pembelajaran
tersebut yaitu pasti tidak lain tidak bukan untuk membuat proses pembelajaran yang lebih
efektif bagi anak berkebutuhan khusus.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Somantri Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Reika Aditama.

Rahman, M. M. (2014). Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal


Elementary. 2(1).

Sulistiyaningsih, M. P. (2017). Efektivitas Model Pembelajaran Discerete Trial Training untuk


Siswa Penyandang Autisme. Journal of Curriculum and Educational Technology Studies. 5(1).
49-56.

11
DESKRIPSI TUGAS ANGGOTA KELOMPOK

1. Dina Tiffani Salniah (A01_1910127220003)


- Membuat dan Mengedit Video
- Menjelaskan Materi
- Membuat Power Point
2. Indriyani Widya Putri (A01_1910127120004)
- Membuat dan Mengedit Video
- Menjelaskan Materi
- Membuat Makalah
3. Muhammad (A01_1910127310002)
- Membuat Video Bagian Pembuka dan Penutup

12

Anda mungkin juga menyukai