Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENELITIAN

PERMASALAHAN ANAK PEMALU DI DESA KEDUNGRINGIN UTARA

KABUPATEN PASURUAN

Untuk Memenuhi Tugas Bimbingan dan Permasalahan Anak Usia Dini

Dosen Pengampu :Mallevi Agustin Ningrum S.Pd.,M.Pd.

Oleh :

Melly Nia

18010684016

2018B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini guna memenuhi tugas akhir mata kuliah
Bimbingan dan Permasalah Anak Usia Dini, dengan pokok bahasan permasalahan
anak pemalu di desa Kedungringin Utara Kabupaten Pasuruan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini tidak


lepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran, dan
kritik sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis
miliki.

Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi


motivasi bagi mahasiswa lain yang akan melakukan penelitian studi kasus
mengenai permasalahan anak pemalu dan penanganannya nantinya. Kritik dan
saran dari dosen mata kuliah Permasalahan dan Bimbingan Anak Usia Dini dan
juga teman-teman diharapkan oleh penulis untuk perbaikan dan penyempurnaan
pada masa yang akan datang.

Surabaya, 09 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
LANDASAN TEORI.........................................................................................................3
A. Pengertian Pemalu..................................................................................................3
B. Ciri-ciri Anak Pemalu............................................................................................4
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anak Pemalu..................................................6
D. Cara Menangani Anak Pemalu...............................................................................7
BAB III............................................................................................................................10
METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................................10
A. Jenis Penelitian.....................................................................................................10
B. Subjek Penelitian..................................................................................................10
C. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................10
D. Instrumen Pengumpulan Data..............................................................................10
BAB IV............................................................................................................................12
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................................12
A. Hasil Penelitian....................................................................................................12
B. Pembahasan..........................................................................................................12
BAB V.............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
A. Simpulan..............................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
LAMPIRAN.....................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak Anak Usia Dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun, dimana
anak berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting.
Menurut Mursid (dalam Hasanah, 2016) Usia dini merupakan kesempatan
emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (golden age). Pada
usia ini, anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa. Beberapa
aspek perkembangan anak usia dini yang mencakup perkembangan motorik
anak, perkembangan sensorik anak, perkembangan kemampuan berbahasa
anak, perkembangan kemampuan sosial anak, perkembangan kemampuan
emosional anak, dan perkembangan kemampuan kognitif pada anak. Keenam
aspek perkembangan ini merupakan faktor-faktor penilaian terhadap tumbuh
kembang fisik dan otak anak yang dapat dilihat melalui berbagai aktivitas
yang dilakukan oleh anak daam kehidupan sehari-harinya.keenam aspek
tersebut juga saling berkaitan dan harus berjalan seimbang.

Jika salah satu dari aspek perkembangan anak usia dini ini mengalami
hambatan, maka akan mempengaruhi apek-aspek lainnya. Setiap anak
memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda. Selama proses
perkembangannya, tidak menutup kemungkinan anak menghadapi berbagai
masalah yang akan menghambat proses perkembangan selanjutnya. Oleh
karena itu sangat penting bagi orangtua dan guru untuk memahami
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh anak, agar dapat
meminimalisir dan mencegah kemunculan dan dampak permasalahan
tersebut. Selain itu orangtua juga dapat memberikan upaya bantuan yang
tepat.

Anak yang dilahirkan ke dunia sangat rentan dengan berbagai


permasalahan. Permasalahan yang dihadapi oleh anak usia dini biasanya
berkaitan dengan proses tumbuh kembangnya, dan dapat dilihat melalui
tingkah laku anak pada saat mengikuti proses pembelajaran di kelas atau pada

1
2

saat anak bermain. Berbagai faktor yang menyebabkan permasalahan


perkembangan anak tidak hanya menghambat perkembangan emosi dan
sosialnya, akan tetapi juga menghambat perkembangan fisik, intelektual,
kognitif dan bahasa (Izzaty: 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan pemalu pada anak usia 3 tahun di keluarga Desa
Kedungringin Utara?
2. Bagaimana penanganan permasalahan pemalu pada anak usia dini?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan permasalahan pemalu pada anak usia 3 tahun di
keluarga Desa Kedungringin Utara.
2. Untuk mendeskripsikan penanganan permasalahan pemalu pada anak usia
dini.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pemalu
Menurut Prayitno (dalam Ningrum 2017:77) bahwa malu adalah
bentuk yang lebih ringan dari rasa takut yang ditandai oleh sikap
mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang belum
di kenal. Gejalanya adalah wajah yang memerah, bicara dengan gagap, suara
lemah, meremas-remas jari dan sembunyi serta mencari perlindungan. Sifat
pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang diberi sejak lahir.
Menurut Swallow (dalam Supriyo 2008:32) mendefinisikan sifat pemalu
sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat
peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa takut atau
cemas karena penilaian tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri.
Selain itu, menurut Derver (dalam Anggarani: 2017) Rasa malu adalah satu
kondisi kegelisahan, kecemasan, tidak menyenangkan dan terhambat,
disebabkan oleh kehadiran orang lain. Rasa malu juga dapat berupa
ketidaknyamanan dalam kehadiran orang lain, yanng timbul dari kesadaran
diri yang kuat.
Menurut Handayani (dalam Ningrum 2017:78) bahwa anak yang
pemalu secara stimulus baru cepat membangkitkan amygada (struktur otak
atau inner brain structure yang mengontrol reaksi menghindar) dan
hubungannya cerebal cortex dan sistem syaraf simpatis, yang membuat tubuh
bersiap-siap untuk bertindak menghadapi ancaman. Gunarsih (dalam
Ningrum 2017:78) mengemukakan bahwa perasaan malu adalah rasa gelisah
yang dialami seseorang terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya.
Banyak cara untuk mengenali atau mengidentifikasi anak pemalu. Mulanya
anak akan bersembunyi dibelakang teman atau hanya menunduk dengan
menghisap jempol jika mendapat giliran maju di depan kelas (Ningrum
2017:78-79).
Menurut kak Seto (dalam Ningrum 2017:79) bahwa anak pemalu yaitu
anak yang selalu menghindar dari keramaian dan tidak dapat secara aktif

3
4

bergaul dengan teman dan lingkungannya. Definisi ini menyatakan bahwa


anak dengan sifat pemalu dapat mengalami masalah yang serius sebabkan
menghambat kehidupan anak misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan harga
diri, kemampuan dasar dan penyesuaian diri. Para ahli mengatakan bahwa
pemalu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar atau respon terhadap
suatu kondisi tertentu. Pemalu juga sering disebut sebagai suatu keadaan
dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian
orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial
tersebut, sehingga cenderung untuk menaik diri (Ningrum 2017:79).
Menurut Kelly (dalam Ningrum 2017:79) bahwa perilaku pemalu adalah
perilaku yang ditunjukkan oleh anak pada saat memasuki situasi baru, cemas,
takut, ragu-ragu, merasa tak enak ketika mencoba sesuatu atau memasuki
kelompok baru. Guru tidak hanya menerima perilaku dan keteampilan yang
dibawa anak ke sekolah, tetapi guru juga menjamin bahwa setiap anak
mendapat penerimaan tertentu dalam kelompok. Guru meminta anak-anak
membuat ruang kelas mereka menjadi tempat yang membuat anak-anak akan
merasa di terima, disukai, nyaman, dan aman.
Dari pendapat para ahli tersebut, maka pemalu adalah suatu sifat yang
menutup diri dari masyarakat dan tidak dapat berinteraksi dengan teman-
temannya yang mengakibatkan suatu masalah, misalnya kurangnya sosialisasi
dengan lingkungan dan masyarakat.

B. Ciri-ciri Anak Pemalu


Menurut Swallow (dalam Ningrum 2017:81) Sifat pemalu memiliki
ciri-ciri seperti menghindari kontak mata, tidak mau melakukan apa-apa,
terkadang memperlihatkan perilaku mengamuk yang dilakukan untuk
menghilangkan kecemasannya, tidak banyak bicara, tidak mau mengikuti
kegiatan-kegiatan di kelas, tidak mau meminta pertolongan dan bertanya pada
orang yang tidak di kenal, mengalami demam panggung (pipi meah, tangan
berkeringat, keringat dingin, bibir terasa kering) disaat-saat tertentu,
menggunakan alasan sakit atau tidak berhubungan dengan orang lain
(misalnya agar tidak perlu ke sekolah), mengalami psikomotoris dan merasa
tidak ada yang menyukainya dan beberapa situasi dimana seseorang merasa
5

malu yang wajar dan dapat diterima adalah saat bertemu dengan orang yang
baru dikenal, tampil di depan orang banyak dan pada situasi baru misalnya
sekolah baru atau pindah rumah.
Menurut Farida (2010), bahwa ciri-ciri anak pemalu yaitu:
a. Anak cenderung menghindari hubungan sosial dengan orang lain dan
lingkungan sekitar.
b. Bersikap segan, ragu-ragu dan tidak mudah melibatkan diri dengan
orang lain dan lingkungannya.
c. Anak yang pemalu tidak berani mengambil resiko, takut, dan ragu-
ragu.
Selain itu, menurut Dewi (dalam Ningrum 2017:81), ciri-ciri anak
pemalu sebagai berikut:

a. Kurang berani berbicara dengan guru dan teman lain. Anak yang
pemalu, selalu gugup dalam berkata-kata sehingga cenderung jadi
seorang pendiam dan kurang berbicara dengan orang lain yang
dikenalnya.
b. Sifat pemalu anak juga dapat dilihat dari keberaniannya mengadakan
kontak dengan orang lain. Anak pemalu selalu berusaha menghindari
bertatapan mata dengan lawan bicaranya. Saat berkomunikasi dengan
orang lain, anak tersebut memilih untuk menunduk atau mengalihkan
pandangan ke arah lain
c. Situasi di sekolah terkadang mengharuskan anak untuk melakukan
sesuatu yang diperintahkan gurunya, misalnya bernyanyi, bercerita,
atau mengucap syair. Anak yang pemalu cenderung besikap pasif atau
menolak perintah yang mengharuskan dia menjadi objek perhatian,
sehingga dia selalu menolak ketika mendapat giliran untuk tampil di
depan kelas.
d. Karena merasa diri banyak kekurangan seorang yang pemalu memilih
untuk melakukan aktifitas sendiri. Kecenderungan ini menyebabkan
dia selalu menolak ajakan orang lain untuk bergabung bersama.
6

e. Anak yang memiliki sifat pemalu, tidak suka bertutur panjang lebar
dalam berkomunikasi dengan orang lain, ia lebih suka berbicara
seperlunya saja.

Sifat pemalu dapat pula disebabkan oleh rasa kurang percaya diri
atau merasa dirinya sangat jauh dari kesempurnaan. Hal ini menyebabkan
dia takut untuk berterus terang atau terbuka dengan masalah yang
dihadapinya. Sehingga segala sesuatu yang menjadi beban pikirannya
seringkali disimpannya dalam hati, atau dipecahkannya sendiri.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anak Pemalu


Menurut Gunarsah (dalam Ningrum 2017:83) bahwa faktor-faktor
yang menyebabkan sifat pemalu yakni:
a. Keadaan Fisik
Keadaan fisik menyebabkan sifat pemalu sebab anak yang sering sakit
kurang mempunyai peluang melakukan berbagai aktivitas. Baik
aktivitas dalam gerak motorik, sosial maupun aktivitas lainnya.
Keadaan fisik anak sering sakit tentu saja membuat ruang gerak akan
menjadi terbatas dan anak tidak bebas bermain seperti anak yang sehat
lainnya. Kelainan fisik juga dapat menumbuhkan rasa malu pada anak
misalnya kelainan pada bentuk atau tangan anak.
b. Kesulitan dalam Berbicara
Faktor penyebab kedua yang dapat menyebabkan sifat pemalu adalah
kesulitan dalam berbicara. Anak yang tidak jelas mengungkapkan
bahasanya sering mengalami kesulitan dalm bergaul dengan teman
atau orang dewasa lain. Semua ini merupakan gejala anak mengalami
kesulitan bergabung dalam kelompok lain.
c. Kurang Terampil dalam Berteman
Kurang terampil dalam berteman juga dapat menyebabkan sifat
pemalu sebab kurang teampil dalam membina hubungan maksudnya
anak belum berhasil melakukan tata cara berteman yang dapat
diterima anak seusianya, hal ini disebabkan karena keadaan
lingkungan tempat tinggal atau pola asuh orangtua.
7

d. Harapan Orangtua Terlalu Tinggi


Faktor ini juga dapat mempengaruhi sifat pemalu anak sebab harapan
orangtua yang terlalu tinggi menuntut pada anak tentang teman-
temannya. Orangtua hanya mengizinkan anaknya berteman dengan
anak-anak yang memiliki status ekonomi yang tinggi.
e. Perilaku Kurang Bermasyarakat
Anak yang hidup dengan latar belakang dimana ia diabaikanoleh
orangtuanya atau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
mengasingkan diri, terlalu dikekang sehingga mereka tidak dapat
mengalami hubungan sosial yang normal dengan masyarakat.
f. Sikap Rendah Diri
Sikap rendah diri ini dapat menyebabkan sikap pemalu. Mungkin
perasaan pemalu itu timbul karena kurang rasa percaya diri dan
beranggapan dirinya tidak sebanding dengan orang lain, ia tidak suka
memperlihatkan diri di keramaian.
g. Pandangan Orang Lain
Banyak anak yang menjadi pemalu karena pandangan orang lain yang
telah merasuk dalam dirinya sejak kecil. Mungkin orang dewasa
sering mengatakan bahwa ia pemalu, bahkan guru dan teman-
temannya juga berpendapat sama, sehingga akhirnya ia benar-benar
menjadi seorang pemalu.

D. Cara Menangani Anak Pemalu


1. Cara orangtua
Hasan (dalam Ningrum 2017: 86-88) mengemukakan bahwa ada
beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak
mengatasi rasa malu, yaitu sebagai berikut:
a. Orangtua tidak mengolok–ngolok sifat pealu anak atau
memperbincangkan sifat pemalunya di depan anak tersebut. Misalnya,
dengan mengatakan, “kamu sih pemalu. Iya lho, Bu Joko. Anak saya
ini pemalu sekali.” Dengan mengatakan hal ini, anak merasa tidak
diterima sebagai dia adanya.
8

b. Mengetahui kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk


berani melakukan hal–hal tertentu, melalui media hobi dan potensi
diri. Misalnya, anak suka mobil–mobilan. Ketika berada di toko ia
menginginkan mobil berwarna merah, sementara yang tersedia
berwarna biru maka anak bisa didorong untuk mengatakan mobil yang
berwarna biru, maka anak didorong untuk mengatakan kepada pelayan
bahwa ia menginginkan mobil yang berwarna biru.
c. Secara rutin orangtua mengajak anak untuk berkunjung ke rumah
teman, tetangga atau kerabat, dan teman bermain di sana. Kunjungan
dilakukan pada teman–teman yang berbeda. Selain secara rutin
berkunjung sebaiknya juga mengundang anak–anak tetangga atau
teman–teman sekolah untuk bermain di rumah. Lakukan role-playing
bersama anak. Misalnya, anak belum tentu berani berbicara pada
pelayan toko meskipun didampingi. Oleh karena itu, ketika berada di
rumah, orang tua dan anak bisa bermain peran seolah–olah sedang
berada di tokodan anak pura–pura berbicara dengan pelayan. Role-
playing dapat dilakukan pada berbagai situasi.
d. Jadilah contoh untuk anak. Orangtua tidak hanya mendorong anak
untuk percaya diri, tetapi juga menjadi model dari perilaku yang
percaya diri. Anak biasanya mengamati dan belajar dari perilaku
orangtuanya sendiri.
2. Cara pendidik
Dewi (dalam Ningrum 2017:88-91) menjelaskan cara penanganan guru
pada anak yang pemalu sebagai berikut :
a. Melibatkan anak pada kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan yang
menyenangkan diantaranya adalah anak diikutsertakan dalam kegiatan
bermain dan pembelajaran yang menyenangkan.
b. Belajar bergabung melalui permainan bagi anak yang memiliki
kesempatan bergaul keluar rumah maka sekolah TK merupakan satu –
satunya wadah untuk anak belajar bergabung dengan anak lain dengan
berbagai karakteristik dan latar belakangnya. Guru dapat membantu
anak untuk memulai berteman melalui permainan dalam kelompok
9

misalnya, “menari menggunakan simpai” diikuti irama lagu. Dengan


suasana menari diiringi musik, anak gembira dan senang untuk
melakukan aktivitas, seperti : langkah bersama, angkat simpai
bersama, kumpul melingkar, aktivitas bersama merangsang anak
melakukan kontak dengan anak lain.
c. Mengajar cara memulai berteman, guru bercerita di depan kelas
dengan dibantu gambar, dengan langkah – langkah kegiatannya
sebagai berikut : guru menyatakan : bahwa kita lihat gambar di papan
tulis ini, lihatlah pada gambar ketika murid – murid baru masuk TK.
Anak – anak itu belum saling mengenal. Ali murid baru masuk TK
(guru sambil menunjukkan gambar anak yang mengulurkan
tangannya) berusaha bergabung dengan anak lainnya dengan
bersalaman dan menyebut namanya. Kemudian guru bertanya : “apa
yang dilakukan Ali”. Guru menunggu jawaban anak. Selanjutnya guru
membantu jawaban anak “ali ingin mengenalkan namanya kepada
teman – temannya yang baru”, jika murid tidak menjawab.
Pertanyaan guru selanjutnya: “Apa yang harus dilakukan oleh teman
Ali selanjutnya?” Guru menunggu jawaban anak. “Teman-teman Ali
menyebutkan namanya satu per satu”. Selanjutnya guru mengatakan
“Dengan demikian mereka akan mudah bermain bersama dan
bertambahlah teman kita”.
d. Dorong anak untuk berpartisipasi dalam kelompok. Anak pemalu
harus di dorong untuk bergabung dengan teman.
Salah satu caranya memasangkan anak yang pemalu dengan teman
sekelasnya yang popular. Guru menyiapkan alat-alat permainan yang
melibatkan beberapa anak dalam satu kelompok. Cara lain anak
pemalu diizinkan untuk memilih teman yang disenanginya dalam
kelompok. Dengan suasana yang demikian anak pemalu terdorong
untuk melakukan aktivitas bersama.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif menurut Gunawan (2013) merupakan metode penelitian yang
berusaha memehami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah
laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Yang
memiliki tujuan untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam.

B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini yaitu Anak usia 3 tahun di desa
Kedungringin Utara, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, yang bernama
Affaf Dzikra Fahma (Affaf).

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi penelitian : Dirumah Ibu Devi Irawati, Desa Kedungringin Utara,
Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan.
2. Waktu Penelitian : Hari Jum’at sampai Minggu tanggal 8-10 November
2019.

D. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti
untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan
3 instrumen pengumpulan data yaitu :
1. Observasi: Menurut Purnomo (dalam Kurniawan 2011:10) Observasi ialah
pengamatan langsung menggunakan alat indera atau instrumen sebagai
alat bantu untuk penginderaan suatu subjek atau objek yang juga
merupakan basis sains. Pengamatan dilaksanakan selama 3 hari, peneliti
mengamati jenis permasalahan pada anak melalui ciri-ciri yang
ditunjukkan dan kebiasaan yang dilakukan anak setiap hari. Peneliti
mengamati setiap perkataan dan tingkah laku subjek yang diamati.
2. Wawancara: Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2012) wawancara
merupakan bertemunya dua orang yang memiliki tujuan untuk saling
bertukar informasi melalui Tanya jawab sehingga menghasilkan suatu

10
11

topik tertentu. Peneliti memberikan beberapa pertanyaan mengenai


aktifitas-aktifitas yang dilakukan anak, dan sikap anak ketika berhadapan
dengan orang lain, terutama orang yang tidak dikenalnya.
3. Dokumentasi : peneliti mendokumentasi hasil yang mendukung penelitian.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan anak dalam
keluarga Ibu Devi Irawati di Desa Kedungringin Utara, Kecamatan Beji,
Kabupaten Pasuruan.
Narasumber:
1. Nama : Ibu Devi Irawati
2. Status : Pegawai Swasta

B. Pembahasan
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di keluarga Ibu Devi
Irawati, Desa Kedungringin Utara, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan,
permasalahan anak yang bernama Affaf yaitu permasalahan pemalu. Hal
tersebut dapat terlihat bagaimana respon Affaf ketika bertemu dengan orang
baru. Jika Affaf bertemu dengan orang baru atau orang yang tidak di kenal,
maka Affaf akan bersembunyi di belakang orang terdekatnya, baik ibu atau
ayahnya. Affaf akan salah tingkah ketika ada orang yang mendekatinya.
Selain respon Affaf ketika bertemu dengan orang baru, sifat pemalu
yang terlihat dari Affaf yaitu saat observasi berlangsung, Affaf selalu
menghindari kontak mata ketika ditanya nama, ketika diajak bermain, dan
ketika diajak foto bersama. Affaf juga tidak mau melakukan apa-apa, bahkan
sempat mengamuk karena Ibunya mengajak foto bersama dengan orang yang
tidak dikenalnya. Hal tersebut Affaf lakukan mungkin untuk menghilangkan
kecemasannya, sebab ia takut dan tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang
lain selain keluarganya. Affaf juga tidak banyak bicara, padahal orangtuanya
bercerita biasanya Affaf sangat aktif ketika berada di rumah dengan
keluarganya.
Seperti yang diceritakan oleh narasumber (Ibu Devi) bahwa sifat
pemalu yang dimiliki Affaf memang sudah terlihat, hal tersebut dikarenakan
Affaf lebih sering menghabiskan waktu dengan neneknya, karena Ibu dan
Ayahnya Affaf bekerja, dan Affaf di asuh oleh neneknya. Bu Devi menyadari

12
13

bahwa cara nenek Affaf (Ibu Sulami) mengasuh yang membuat Affaf
memiliki sifat pemalu seperti sekarang ini. Ibu Sulami yang sudah cukup
berumur lebih sering mengajak Affaf untuk bermain di dalam rumah saja
bersama sepupu-sepupu Affaf, karena Bu Sulami tidak hanya mengasuh Affaf
saja. Ia juga mengasuh anak lain, yang bernama Bima.
Sifat pemalu yang dimiliki Affaf hanya ditunjukkan ketika dengan
orang yang tidak di kenal saja. Pada observasi hari kedua, terlihat Affaf
sangat ceria ketika bermain dengan sepupunya, akan tetapi, Affaf akan
murung dan lebih memilih untuk bermain sendiri daripada bermain dengan
orang lain yang tidak dikenalnya. Karena hal tersebut, Bu Devi ingin sekali
untuk mengasuh Affaf sendiri, akan tetapi nenek Affaf (Bu Sulami) selalu
menuntut Bu Devi untuk bekerja saja, melihat usianya yang masih muda
sekaligus sarjana. Hal tersebut membuat Bu Devi tidak dapat melakukan apa-
apa selain menuruti orangtua. Namun, Bu Devi mengimbangi hal tersebut
dengan cara selalu mengajak Affaf untuk pergi bermain ke Taman Bermain
setiap hari Minggu.
Kondisi lingkungan kelurga terutama neneknya Affaf (Ibu Sulami)
yang selalu memanjakan dan tidak pernah mengajak Affaf untuk
bersosialisasi dengan orang lain atau anak-anak lain yang menyebabkan Affaf
memiliki sifat pemalu. Namun, sifat pemalu yang dimiliki anak usia dini
sangatlah wajar. Anak usia dini jika tidak dibiasakan untuk berkomunikasi
dengan orang lain akan memiliki sifat pemalu bahkan dapat mengakibatkan
demam panggung nantinya, yang lebih parah juga anak dapat menjadi korban
bullying ketika tidak memiliki teman dan tidak dapat bersosialisasi dengan
baik.
Melihat kondisi tersebut, maka penangan yang dapat dilakukan oleh
orangtua maupun neneknya yaitu dengan mengajak Affaf untuk bermain di
luar rumah berkunjung ke umah tetangga-tetangga agar Affaf dapat
bersosialisasi dengan baik, meskipun tidak dapat dilakukan hanya sekali saja.
Namun jika Affaf masih belum berani untuk berbicara, mulailah mengajak
anak untuk bermain role-playing, seperti bermain peran antara dokter dengan
pasien, atau pembeli dengan penjual. Permainan tersebut juga sekaligus dapat
14

mengenalkan tentang profesi kepada anak. Selain cara tersebut, orangtua


Affaf juga harus memahami potensi yang dimiliki oleh Affaf agar dapat
melatih dan lebih terfokus pada bakat atau hobi Affaf.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Permasalahan anak usia dini di keluarga Desa Kedungringin Utara,
Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan yaitu keluarga Ibu Devi permasalahan
anaknya memiliki sifat pemalu. Hal tersebut terlihat dari bagaimana respon
anak ketika bertemu dengan orang-orang baru yang tidak dikenalnya. Hal
tersebut terjadi karena sang anak lebih sering menghabiskan waktu bersama
neneknya daripada bersama orangtuanya. Sedangkan neneknya hanya
mengajak anak untk bermain di dalam rumah saja dengan sepupu-sepupunya.
Sifat pemalu yang dimiliki anak di Desa Kedungringin Utara,
Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan ini memang masih dalam batas wajar
karena sang anak masih berumur 3 tahun, akan tetapi orangtuanya selalu
memikirkan cara agar anaknya lebih percaya diri dan bisa bersosialisasi
dengan orang lain, tidak hanya orang yang dikenalnya saja. Hal tersebut
dilakukan dengan mengajak anak untuk pergi di Taman Bermain setiap hari
Minggu.

B. Saran
Sebaiknya untuk para orangtua lebih memahami sifat yang dimiliki
oleh anak, dan dapat menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak. Karena
jika anak memiliki waktu lebih banyak dengan orang lain atau pengasuhnya,
maka anak akan mengikuti pola pengasuhan yang diberikan untuknya.
Orangtua yang lebih peduli dengan anak, maka lebih meminimalisir
permasalahan yang dimiliki oleh anak, seperti halnya permasalahan pemalu di
Desa Kedungringin Utara, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Anggarani, Y. 2017. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga dengan Perilaku
Kenakalan Remaja di SMK Cendana Padang Panjang Tahun 2016. Menara
Ilmu. Volume 11, No 76. Hal 155 (online). Dari
https://junal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/292 diakses
pada 11 November 2019.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara
(online) dari https://fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/3_Metpen-
Kualtatif.pdf diakses pada 13 November 2019.

Hasanah, U. 2016. Pengembangan Kemampuan Fisik Motorik Melalui Permainan


Tradisional Bagi AUD. Jurnal Pendidikan Anak, (online) 5(1). Dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/view/12368. Diakses pada
11 November 2019.

Izzaty, Rita Eka. 2005. Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak Usia TK.
Jakarta. Depdiknas Dikti Dirjen Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan perguruan Tinggi, (Online). Dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/dr-rita-eka-izzaty-spsi-
msi/buku%20ajar-final.pdf. Diakses pada 13 November 2019.

Kurniawan, D. 2011. Pembelajaran Terpadu. Pustaka Cendikia Utama.


Ningrum, Mallevi Agustin. 2017. Permasalahan dan Bimbingan AUD. Surabaya:
Unesa University Press.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan dan Konseling. Semarang: Nieuw Setapak.
Ronald. 2006. Seri Psikologi Anak Peran Orangtua dalam Meningkatkan
Kualitas Hidup, Mendidik dan Mengembangkan Moral Anak. Bandung:
Yrama Widya.
Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

16
LAMPIRAN

Foto dengan Narasumber Ibu


Devi dan Affaf.

Affaf hanya diam saja ketika


diajak berbicara dengan orang
yang tidak di kenal.

Affaf hanya sembunyi ketika di


sapa oleh orang yang tidak
dikenalnya.

17
Affaf terlihat ceria dan
tidak malu jika bertemu
dengan orang yang sudah
di kenal.

Affaf tidak mau di ajak


foto dengan orang yang
tidak dikenal, tanpa
Ibunya.

18
Lampiran Wawancara

Permasalahan Anak Usia Dini

Nama :..................................................

Status :..................................................

No Pernyataan Pilihan
.
SL SR J TP
R
1 Orangtua membatasi jam bermain anak.        
2 Orangtua memperhatikan setiap perkembangan        
yang terjadi pada anak.
3 Orangtua jarang memperhatikan keinginan anak.        
4 Orangtua menghukum atau marah pada anak        
ketika ia melakukan kesalahan.
5 Orangtua memperbolehkan anak bermain namun        
tatap dalam pengawasan.
6 Orangtua memberi pujian ketika anak berbuat        
baik.
7 Orangtua selalu memotivasi semua kegiatan        
anak.
8 Orangtua memperbolehkan anak bermain        
dengan teman-temannya.
9 Orangtua selalu menuruti kemauan anak.        
10 Orangtua selalu mengajak anak untuk main di        
rumah saja.

Keterangan. :

a. Selalu (SL)
b. Sering (SR)
c. Jarang (JR)
d. Tidak Pernah (TP)

19

Anda mungkin juga menyukai