Anda di halaman 1dari 12

MATA KULIAH

PRESPEKTIF PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ANAK TUNARUNGU

DOSEN PEMBIMBING :
Zulmiyetri, M. Pd

DISUSUN OLEH:

1. Adhitya Jarot ( 23003222 )


2. Adnan Tri Andono ( 23003223 )
3. Eka Trimurti ( 23003237 )
4. Tuti Sismonita ( 23003281 )

PENDIDIKAN LUAR BISA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang,
penulis ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah-Nya kepada penulis, sehinga penulis dapat menyelesaikan Makalah mata kuliah “
Prespektif Pendidikan Dan Pembelajaran Anak Tunarungu ”
Dalam hal ini penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penyelesaian makalah
ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dari semua pihak, baik moril maupun materil.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari
pembaca agar kami memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai sumber
referensi dan penambahan nilai dalam pelajaran mata kuliah “ Prespektif Pendidikan Dan
Pembelajaran Anak Tunarungu ”

Padang, Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Definisi Tunarungu (Gangguan Pendengaran) .......................................................... 2
B. Pengertian Anak Dengan Hambatan Pendengaran................................................... 2
C. Penyebab Gangguan Pendengaran ............................................................................. 4
D. Karakteristik dan Problem Penyerta Anak dengan Hambatan Pendengaran........ 5
BAB III ...................................................................................................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................................. 8
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 8
B. Saran .............................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial dalam bersosialisasi manusia membutuhkan
komunikasi yang merupakan sarana berinteraksi dengan masyarakat luas baik sekedar
saling bertukar informasi maupun saling bekerja sama. Komunikasi diartikan sebagai
bentuk penyampaian maksud, ide, dan keinginan dari pengirim kepada penerima pesan agar
terjadi sikap saling memahami dan dipahami. Kemampuan-kemampuan tersebut sangat
dibutuhkan untuk terjadinya kesepahaman di antara keduanya.
Komunikasi pada umumnya terbagi menjadi komunikasi verbal dan nonverbal.
Komunikasi verbal dalam hal ini seperti berbicara, menyimak (dengan memanfaatkan sisa
pendengaran dan membaca ujaran / speechreading), membaca dan menulis. Sedangkan
komunikasi nonverbal dalam hal ini seperti berisyarat, membaca isyarat, mimik muka,
gesture tubuh.
Komunikasi dapat berjalan efektif apabila kedua belah pihak tidak mengalami
gangguan ataupun hambatan tak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) salah
satunya terhadap anak tunarungu.
Pendidikan luar biasa yaitu pendidikan yang ditujukan kepada anak yang
mempunyai kelainan, baik itu kelainan fisik, mental maupun kelainan emosi. Salah satu
dari kelainan fisik adalah tunarungu. Seseorang dikatakan tunarungu apabila orang tersebut
mengalami kelainan dalam pendengarannya. Akibat dari kelainan pendengaran, maka
dapat menghambat perkembangan bicara dan bahasanya. Untuk membantu
mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan bantuan
pelayanan pendidikan secara hkhusus, artinya bantuan yang disesuaikan dengan
kelainannya.
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui
pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para
ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian hambatan pendengaran ?
2. Apakah pengertian anak dengan hambatan pendengaran ?
3. Apa saja faktor penyebab dengan hambatan pendengaran ?
4. Apa saja karakteristik anak dengan hambatan pendengaran ?

C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan pengertian hambatan pendengaran
2. Mampu menjelaskan pengertian anak dengan hambatan pendengaran
3. Mampu menjelaskan faktor penyebab dengan hambatan pendengaran
4. Mampu menjelaskan karakteristik anak dengan hambatan pendengaran

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tunarungu (Gangguan Pendengaran)


Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak
dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian
yang sama. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi anak tunarungu.
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak
atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan
menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah
mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga
pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar,
baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Selain itu, Mufti Salim (1984: 8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah
anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin
yang layak.
Memperlihatkan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing)
maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai
fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Tunarungu adalah seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baiksebagian atau
seluruhnya yag diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam
kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara
kompleks.

B. Pengertian Anak Dengan Hambatan Pendengaran


Salim dalam Somantri (1996, hlm. 74) mengemukakan definisi anak dengan
hambatan pendengaran, yaitu: Anak dengan hambatan pendengaran adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Senada dengan pendapat ahli diatas, Dwidjosumarto dalam Somantri (1996,
hlm. 74) mengemukakan bahwa:
“Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan anak
dengan hambatan pendengaran. Hambatan Pendengaran dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah mereka yang

2
indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga
pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang
indera pedengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk
mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).”
Pendapat yang hampir sama dikemukakan juga oleh Somad dan Hernawati
(1995, hlm. 27) bahwa Anak dengan hambatan pendengaran adalah seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.
Sehubungan dengan itu, Yunita (2012, hlm. 226) mengemukakan definisi
senada mengenai anak dengan hambatan pendengaran, yaitu “keadaan dari seorang
individu yang mengalami kerusakan pada indra pendengaran sehingga menyebabkan
tidak bisa menangkap berbagai rangsangan suara, atau rangsangan lain melalui
pendengaran”.
Sejalan dengan pendapat di atas, Efendi (2008, hlm. 57) mengemukakan bahwa:
Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar,
organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau
kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui
sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan
tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu.
Sama halnya dengan ahli lain, Aziz (2015, hlm. 70-71) mengemukakan
pendapat senada bahwa: Suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan
seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera
pendengarannya. Ditambahkan lagi bahwa anak dengan hambatan pendengaran adalah
yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard ofhearing) maupun seluruhnya
(deaf) yang menyebabkan pendengaran tidak memiliki nilai fungsional dalam
kehidupan sehari-hari sehingga pengalaman dari alam sekitar diperoleh hanya dari
penglihatannya.
Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak
dengan hambatan pendengaran adalah seseorang yang mengalami hambatan dalam
pendengarannya akibat ketidakberfungsian sebagian atau seluruh alat pendengaran.
Kondisi tersebut berdampak pada perkembangan bahasanya sehingga memerlukan
bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Jadi, orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang
mampu mendengar suara. Berikut Klasifikasi Anak Dengan Hambatan Pendengaran
a. Klasifikasi menuru Bothroyd tunarungu dapat diklasifikasikan berdasarkan empat
kelompok :
1. Kehilangan 15dB-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal atau kemampuan
mendengar untuk bicara dan membedakan suara-suara atau sumber bunyi dalam
taraf normal. Cara belajar menggunakan auditory dan alat bantu dengar.
2. Kehilangan 31 dB – 60 dB, moderate hearing losses atau ketunarunguan sedang.
Daya tangkap terhadap suara percakapan manusia hanya sebagian atau

3
kemampuan mendengar dan kapasitas untuk bicara hampir normal. Cara belajar
menggunakan auditori dengan bantuan visual. Jika menggunakan alat bentu
dengar kemampuan mendengar untuk bicaranya menjadi normal.
3. Kehilangan 61 dB – 80 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada atau kemampuan
mendengar dan kapasitas membedakan suara tidak ada. Cara belajarnya
menggunakan visual. Jika menggunakan alat bantu dengar kemampuan
mendengar dapat menjadi normal dan kapassitas membedakan suara dapat
menjadi baik.
4. Kehilanggan 91 db – 120 db, profound hearing losses atau ketunarunguan
sangat berat.
daya tangkap terhadap percakapan manusia tidak ada sama sekali, kapasitas
membedakan suara bunyi dan kemampuan bicara sudah tidak ada. Cara belajar
dengan visual. Jika menggunakan alat bantu dengar kemampuan mendengar
untuk bicaranya normal, sedangkan kapasitas membedakan suara buruk. Pada
derajad ini masih mampu mengenal irama dan intonasi sehingga cara belajar
dapat menggunakan auditori dengan bantuan penglihatan.
5. Kehilangan lebih dari120 db, total hearing losses atau ketunarunguan total.
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali (tidak
mampu mendengar). Kemampuan mendengar dan kapasitas untuk bicara tidak
ada, walaupun dengan bantuan alat dengar. Cara belajarnya hanya
mengandalkan pada alat bantu dengar.
b. Berdasarkan saat terjadinya kehilangan, yaitu :
1. Tunarungu bawaan
Ketika lahir anak sudah mengalami atau menyandang tunarungu dan indera
pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.
2. Tunarungu setelah lahir
Terjadinya tunaringu setelah anak lahir yang diakibatkan oleh kecelakaan atau
suatu penyakit.
c. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa
1. Tuli pra bahasa ( prelingually deaf)
Mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasainya bahasa (usia 1,6 tahun) artinya
anak menyamakan tanda tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan
sebagainya, tetapi belum membentuk sistem lambang.
2. Tuli purna bahasa (post lingually deaf)
Mereka yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan
dann memahami sistem lambang yang berlaku di lingkungan.

C. Penyebab Gangguan Pendengaran


Ada beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak. Berikut beberapa diantaranya :
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), meliputi keturunan, cacar air,
campak (rubella, gueman measles), toxaemia (keracunan darah), penggunaan pil
kina atau obat-obatan dalam jumlah yang sangat besar, kekurangan oksigen
(anoxia), serta kelainan organ pendengaran sejak lahir.

4
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), yaitu rheus (Rh) ibu da anak yang
sejenis, kelahiran secara premature, kelahiran menggunakan forcep (alat bantu
tang), serta proses bersalinyang terlalu lama.
3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal), diantaranya infeksi, meningitis
(radang selaput otak), tunarungu perspektif yang bersifat keturunan, serta otitis
media yang kronis.
Namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum nikah
(pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal), yang
masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Upaya yang dapat dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah)
a. Menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat, terutama
pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu.
b. Melakukan pemeriksaan darah.
c. Melakukan konseling genetika.
2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil (prenatal)
a. Menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur kepada dokter
kadungan atau bidan.
b. Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang serta menghindari makanan
yang mengandung bahan berbahaya.
c. Tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebabkan keracunan pada
janin.
d. Melakukan imunisasi anti tetanus.
3. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu melahirkan (natal)
a. Pada saat melahirkan diupayakaan tidak menggunakan alat penyedot.
b. Apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya, maka
kelahiran harus melalui operasi Caesar.
4. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu setelah melahirkan (post natal)
a. Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting, terutama
bagi wanita.
b. Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga/ diobati jangan sampai
terlalu lamakarena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui saluran
eustaschius, dan dapat menyebabkan peradangan (otitis media).
c. Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi
para pekerja di pabrik.

D. Karakteristik dan Problem Penyerta Anak dengan Hambatan Pendengaran


1. Karakteristik Anak dengan Hambatan Pendengaran
Karakteristik tunarungu/hambatan pendengaran menurut Van Uden dan Meadow
(Kemdikbud, 2019) adalah sifat atau ciri-ciri yang sering ditemukan pada peserta didik
tunarungu/hambatan pendengaran sering menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1) Sifat ego-sentris yang lebih besar daripada anak mendengar
Sifat ini menunjukkan bahwa peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran akan
lebih terarah kepada dirinya sendiri yang membuat mereka sukar menempatkan diri

5
pada cara berpikir dan perasaan orang lain, dan kurang menyadari atau peduli efek
perilakunya terhadap orang lain. Dalam tindakannya dikuasai oleh perasaan dan
pemikiran yang berlebihan sehingga sulit menyesuaikan diri. Hal ini disebabkan karena
kemampuan Bahasa yang terbatas sehingga akan membatasi pula kemampuan untuk
mengintegrasikan pengalaman dan akan semakin memperkuat sifat egosentrisnya.
2) Memiliki sifat impulsif
Sifat ini menunjukan bahwa peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran dalam
tindakannya tidak didasarkan pada perencanaan yang hati-hati dan jelas, serta tanpa
mengantisipasi akibat yang mungkin ditimbulkan oleh perbuatannya. Apa yang mereka
inginkan biasanya perlu segera dipenuhi karena sulit bagi mereka untuk merencanakan
atau menunda suatu pemuasan kebutuhannya dalam jangka Panjang.
3) Sifat kaku (rigidity)
Sifat ini menunjuk pada sikap kaku atau kurang luwes dalam memandang dunia dan
tugas-tugas dalam kehidupan sehari-hari. Karena miskin bahasa mengakibatkan suatu
kekakuan dalam menerapkan suatu suatu aturan (yang pernah dipelajari) tanpa melihat
situasi atau kondisi yang dihadapinya.
4) Sifat Lekas Marah danTersinggung
Sifat ini merujuk pada kemiskinan bahasa yang dialami oleh tunarungu yang
mengakibatkan tidak dapat menjelaskan maksudnya dengan baik dan sebaliknya
kurang dapat memahami apa yang dikatakan orang lain. Keadaan ini menyebabkan
kekecewaan, ketegangan, dan frustasi pada akhirnya menyebabkan ledakan kemarahan.
5) Perasaan ragu-ragu dan khawatir
Sifat ini terjadi seiring dengan makin banyaknya pengalaman yang dialami anak secara
terus-menerus. Mereka juga memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Sehingga dibutuhkan kemampuan bahasa agar anak dapat termotivasi untuk
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar sehingga kepercayaan diri anak dapat
tumbuh.
Karakteristik tunarungu tidak terbatas pada 5 (lima) yang telah dijelaskan di atas, akan
tetapi bisa saja peserta didik hambatan pendengaran/ tunarungu memiliki karakteristik
lainnya yang muncul dan menjadi ciri khas dari individu tersebut. Namun demikian ciri-
ciri lainnya hanyalah kasusistik saja tidak dapat disamakan untuk semua peserta didik
hambatan pendengaran, misalnya individu peserta didik hambatan pendengaran /tunarungu
yang pembawaannnya tenang, tidak mudah tersinggung dan percaya diri, hal ini disebabkan
karena pengaruh pola asuh keluarga yang sudah mendidik dengan nilai-nilai yang positif.
2. Problem Penyerta Anak dengan Hambatan Pendengaran
Terdapat beberapa masalah yang sering menyertai anak dengan hambatan pendengaran,
yaitu :
1) Masalah dalam Persepsi Auditif
Peserta didik hambatan pendengaran/tunarungu akibat ketunarunguan yang
dialaminya mengalami kesulitan dalam mempersepsi bunyi yang didengarnya, bahkan
sering salah dalam menanggapi percakapan dari lawan bicaranya.
2) Masalah dalam Bahasa dan Komunikasi
Peserta didik tunarungu mengalami hambatan dalam berbahasa dan berkomunikasi
disebabkan mereka tidak mengalami pemerolehan bahasa, sehingga miskin kosakata

6
dan tidak mampu berkomunikasi secara verbal/oral.
3) Masalah dalam kognisi dan intelektual
Peserta didik tunarungu miskin kosakata yang menyebabkan miskin dalam mengakses
segala informasi dari luar dirinya, sehingga berdampak pada kemampuan kognisi dan
intelektual tunarungu, bukan karena tunarungu tersebut bodoh namun karena bahasa
yang digunakan sebagai alat utama dalam memperoleh pengetahuan tidak dimiliki
oleh peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran. Namun jika peserta didik
tunarungu/hambatan pendengaran sudah diberikan bahasa yang cukup, besar
kemungkinan kognisi dan intelektual tunarungu sama dan bisa melebihi kemampuan
anak pada umumnya.
4) Masalah dalam Pendidikan
Peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran dikarenakan miskin bahasa maka
dalam mengikuti pendidikan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran apabila
pendidik di sekolah menggunakan bahasa verbal tanpa artikulasi yang baik, terlebih
jika guru tidak memahami tentang karakteristik tunarungu/hambatan pendengaran.
5) Masalah dalam Vokasional
Peserta didik tunarungu mengalami kesulitan dalam mendapatkan kesempatan bekerja
dikarenakan adanya keterbatasan dalam berbahasa dan peluang untuk memperoleh
pekerjaan hanya terbatas kepada jenis pekerjaan yang sifatnya keterampilan (tidak
banyak menggunakan verbal).
6) Masalah dalam Keluarga dan Masyarakat
Peserta didik tunarungu/ hambatan pendengaran terkadang menjadi masalah dalam
keluarga, seperti sikap keluarga yang belum bisa menerima kondisi yang
ketunarunguan yang dialami anak, dikucilkan dan bahkan disembunyikan/dibuang
dari lingkungan keluarga. Di masyarakat individu hambatan pendengaran/tunarungu
dianggap sebagai beban dan bagian dari orang yang tidak berguna yang tidak dapat
berperan membantu lingkungan, bahkan dianggap sampah masyarakat.
7) Masalah sosial
Peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran dalam lingkungan sosial sering
menjadi bahan ledekan/ejekan dan dimanfaatkan oleh orang/sekelompok orang yang
tidak bertanggungjawab karena ketidakmampuan peserta didik tunarungu/hambatan
pendengaran dalam berbicara secara verbal, tidak jarang menjadi korban pelecehan
seksual serta korban kekerasan.
8) Masalah emosi
Ketidakmampuan dalam berbahasa dan berkomunikasi membuat peserta didik
hamabatan pendengaran/tunarungu tidak mampu dalam menyikapi berbagai
keadaan/suasana yang mengaitkan perasaan dan emosi, seperti rasa senang, sedih,
bahagia, marah, dan gembira, baik yang terjadi dalam lingkungan disekitarnya maupun
dalam dirinya, untuk itu perlu dilatihkan/dibiasakan/diajarkan bagaimana menyikapi
hal-hal tersebut.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui pendengarannya
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak
atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan
dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of
hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan
dalam taraf berat sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang
dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi
masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan
alat bantu dengar (hearing aids).
Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak tunarungu
mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa(mendapatkan bahasa). Ada
beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak yaitu faktor sebelum anak
dilahirkan (prenatal), faktor saat anak dilahirkan (natal), danfaktor sesudah anak
dilahirkan (postnatal). Namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai
upaya pencegahan tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapatdilakukan pada saat
sebelum nikah (pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal),dan setelah kelahiran
(post natal).

B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak sekali
kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda
baca, tata bahasa maupun isi. Oleh karena itu kami secara terbuka menerima kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E211ID714G0&p=Pengertian+anak+de
ngan+hambatan+pendengaran

https://www.suryadisabilitas.com/2020/08/pengertian-tunarungu-hambatan-disabilitas-
pendengaran-klasifikasi-karakteristik-ciri-ciri-bisu-tuli.html

Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:


Bumi Aksara.
Putri, Rezky. (2012). Makalah Anak Berkebutuhan Khusus.http://chiechie-
rezkyq.blogspot.com/2012/06/makalah-anak-berkebutuhan-khusus.html tanggal
akses 18 November 2013
Bambang Nugroho. (2002). Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Jakarta: UNJModul 3 Pendidikan
Anak Dengan Hambatan Pendengaran. (2019). Jakarta : Kemdikbud

Anda mungkin juga menyukai