- Putri Andriyani
- Melan Susiana
- Ratna K Wijayanti
- Selviana Nuboba
- Yandoris Enthong
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha kuasa, atas segala
bimbingan, kuasa dan penyertaanNya, penulis dapat beroleh kesehatan dan kemampuan
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”ANAK TUNARUNGU”.
Penulis menyadari betul, tanpa bantuan berbagai pihak tugas ini tidak mungkin dapat
di selesaikan, melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini
sehingga dapat menghasilkan sebuah tugas yang sederhana.
Di sadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan
baik dari segi penyusunan kalimat maupun bahasanya. Untuk itu di harapkan apabila ada
kesalahan atau ketidaksesuaian bahasa dalam penulisan ini diharapkan koreksi yang
konstruktif dari penyempurnaan makalah ini. Terakhir diharapkan semoga makalah ini dapat
di terima dan bermanfaat bagi pihak-pihak lain.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan .....................................................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
A. Pengertian........................................................................................................................3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak yang
lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga
diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, bahasa dan bicara, intelegensi, emosi
dan sosial sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus.
Istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus. Menurut World
Health Organization (WHO), disability adalah keterbatasan atau kurangnya kemampuan
(yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau
masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
Orang tuli dan sulit mendengar yang berada di masyarakat sangat beragam, sangat
berbeda penyebab dan tingkatan gangguan pendengarannya. Penanganan untuk berinteraksi
dengan anak tunarungu juga berbeda-beda, tergantung pada tingkatan usia yang berbeda, latar
belakang pendidikan, metode komunikasi, dan bagaimana perasaan mereka tentang gangguan
pendengaran mereka. Bagaimana seseorang “melabeli” diri mereka sendiri dalam hal
gangguan pendengaran tersebut mencerminkan identifikasi dari masyarakat mengenai tuli.
Dengan demikian, hal itu akan terklasifikasi apakah mereka tuli atau Tuli.
Sebagaimana anak-anak normal pada umumnya, anak tunarugu tentu menginginkan
kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini,
berarti peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan anak
tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini, diharapkan potensi-potensi dari
anak tunarungu dapat dikembangkan sebaik mungkin sehingga prestasi yang gemilang dapat
terwujud dan turut membanggakan Indonesia.
1
Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya?
2. Apa yang terjadinya tunarungu dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
ketunarunguan tersebut?
3. Apa yang penyebab tunarungu?
4. Bagaimana klasifikasi tunarungu?
5. Bagaiman layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu dan
assesmen seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu?
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Untuk menjelaskan dan mengetahui pengertian anak tunarungu dan bagaimana
karakteristiknya.
2. Untuk menjelaskan dan mengetahui terjadinya tunarungu dan upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut.
3. Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang penyebab tunarungu
4. Untuk menjelaskan dan mengetahui klasifikasi tunarungu.
5. Untuk menjelaskan dan mengetahui layanan bimbingan yang dapat diberikan pada
penderita tunarungu dan assesment seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seseorang. Kondisi ini menyebabkan orang tersebut mengalami
hambatan atau keterbatasan dalam merespons bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu
terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yaitu ada yang khusus dan umum.
Anak penderita tunarungu yang menunjukkan ketidakfungsian organ pendengaran terkadang
menyebabkannya memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan anak normal pada
umumnya.
Tunarungu merupakan kondisi seseorang mengalami kendala untuk mendengar.
Kendala tersebut berarti tidak bisa mendengar secara total atau hanya sebagian saja. Sungguh
sangat disayangkan juga apabila kondisi menjadi tunarungu sudah dialami sejak usia dini.
Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa.
Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan berbicara. Hal ini dapat
disebabkan oleh kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut, lidah,
langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada system saraf dan struktur otot, serta
ktidakmampuan dalam control gerak juga dapat mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara
Terdapat kecenderungan bahwa seseorang yang mengalami tunarungu seringkali
diikuti pula dengan tunawicara. Kondisi ini dapat menjadi suatu rangkaian sebab dan akibat.
Seseorang penderita tunarungu dapat dipastikan bahwa akibat yang akan terjadi pada diri
penderita adalah kelainan bicara (tunawicara). Namun, tidak demikian halnya seseorang yang
menderita tunarungu kekacauan artikulasi adalah contoh-contoh kelainan bicara yang
sebenarnya kecil kemungkinannya berkaitan dengan kondisi ketunarunguan.
3
sebagai berikut:
Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat
kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik seperti yang
dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang
mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b. Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan
sekitarnya.
c. Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
d. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak
terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.
4
1. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat suara.
2. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.
3. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.
Ciri-ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam
kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung
arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu berkenaan dengan bicaranya adalah nada
bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang
terbatas, dalam bicara cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai
warna dan gaya bahasa.
Intelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di klasifikasikan
menjadi tiga bagian.:
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal (YukeSiregar, 1981 : 2 )
b. Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal .
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi non
verbal.
Emosi
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di tempati.
tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan oleh anak tunarungu
karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda
dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang
diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak
tunarungu. Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari
lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi
mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya
dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian. Beberapa sifat yang terjadi pada anak
tunarungu akibat dari kekurangannya adalah :
a. Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia penghayatan mereka
lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
1) Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan orang lain.
2) Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran sendiri mereka
sulit menyusuaikan diri.
b. Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c. Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d. Perhatian yang sukar di alihkan.
e. Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h. Lekas marah dan cepat tersinggung.
i. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
5
Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan sosial. Yuke R
Siregar (1986 : 26) mengemukakan tentang saran untuk mencapai kematangan sosial, yaitu:
a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat.
b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya.
c. Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e. Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai kematangan
oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini
akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki
perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri,
menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan,
kurang mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan diri sendiri.
6
b. Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga atau diobati jangan sampai
terlalu lama karena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui saluran
eustachius, dan dapat menyebabkan peradangan ( otitis media ).
c. Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi para
pekerja di pabrik.
9. Anak terlahir dengan disedot, vakum, atau cesar. Hal ini juga bisa merusak saraf
pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya
bisa dibantu dengan alat bantu dengar semata.
10. Sementara tuli konduktif yang disebabkan karena infeksi dapat disembuhkan, tetapi
ketuliannya belum tentu sembuh secara sempurna. Apalagi kalau tuli saraf, karena
yang mengalami kerusakan adalah saraf di dalam labirin yang sangat kecil, maka
tidak bisa dioperasi dan tidak bisa disembuhkan.
7
D. Klasifikasi Tunarungu
Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat
kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (hard of hearing).Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan
Hernawati ( 1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
1. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang
memiliki ciri- ciri:
a. Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b. Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang
kesulitannya.
c. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan
penguasaan perbendaharaan kata.
2. Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang
memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
a. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
b. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak
normal dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan
menangkap percakapan kelompok.
c. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata
yang terbatas.
d. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,
penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan
perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.
3. Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b. Perbendaharaan kata terbatas
4. Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki
ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat
misalnya klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar
dalam suatu kelas khusus untuk anak-anak tunarungu. Diperlukan
latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat mengembangkan
bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5. Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB
keatas.Memiliki ciri:
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak
mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.
8
Menurut buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru
Pendidikan Luar Biasa ( SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna
runguan yang didasarkan klasifikasi umum, klasifikasi etiologis, klasifikasi
anatomos fisiologis,dan menurut nada yang tak dapat didengar, Depdikbud
( 1977 : 8 ).
1. Klasifikasi etilogis
a. Tuna rungu endogen adalah suatu ketunarunguan yang
diturunkan oleh orang tuanya
b. Tuna rungu eksogen adalah ketunarunguan yang diakibatkan
suatu penyakit atau kecelakaan.
2. Klasifikasi anatomis-fisikologis
a. Tuna rungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang
disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat penghantar
getaran pada telinga bagian bawah.
b. Tuna rungu syaraf (perseptif) adalah ketunarunguan sebagai
akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya alat pendengarn
telinga bagian dalam.
3. Menurut nada yang tak dapat di dengar
a. Tuna rungu nada rendah
b. Tuna rungu nada tinggi
c. Tuna rungu total.
9
2) Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak tunarungu dalam
mengurangi dampak ketunarunguannya atau melatih kemampuan yang masih ada, yang
meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.
2. Layanan bina bicara
Layanan bina bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak
tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat
dimengerti atau diinterpretasika oleh orang yang mengajak atau diajak bicara.Latihan bina
bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki dasar ucapan yang benar sehingga
dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau
suara yang yang diproduksi melalui organ bicaranya harus mempunyai makna,
membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta memfungsikan organ-
organ bicaranya yang kaku.
3. Layanan bina persepsi bunyi dan irama
Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan
terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi)
bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
a. Tempat atau sistem layanan
1) Tempat khusus atau sistem segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari
sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak tunarungu melalui sistem segregasi,
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan di tempat khusus dan
terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untk anak mendengar atau anak normal dengan
memiliki kurikulum sendiri. Tempat pendidikan melalui sistem segregasi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Ø Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B ).
Ø Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB )
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti
anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tuna daksa dalam satu sekolah.
Ø Kelas jauh atau kelas kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari
SLB/SDLB.
b. Sekolah umum atau sistem integrasi
Sistem pendidikan integrasi merupakan sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama-sama dengan anak mendengar atau
normal di sekolah umum atau sekolah biasa. Depdiknas ( 1986 ) mengelompokkan bentuk-
bentuk keterpaduan tersebut menjadi :
Ø Bentuk kelas biasa
10
Ø Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Ø Bentuk kelas khusus
c. Metode komunikasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak
tunarungu, yaitu :
1) Metode oral
adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan oleh orang yang
mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
2) Metode membaca ujaran
Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan melalui
pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan penglihatnnya untuk memahami
pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik si pembicara.
11
Ø Strategi modifikasi perilaku.
Strategi ini bertujuan untuk mengubah perilku siswa ke arah yang lebih positif
melalui conditioning ( pengondisian ) dan membantunya agar lebih produktif sehingga
menjadi individu yang mandiri.
2) Media pembelajaran
Media yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak tunarungu, lebih menekankan
pada media yang bersifat visual. Bagi anak tunarungu yang tergolong kurang dengar, dapat
digunakan pula media audio dan audiovisual, tetapi keterserapan pada unsur audionya
terbatas.
Anak Tuna Rungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, media
pembelajaran yang cocok untuk Anak Tuna Rungu adalah media visual dan cara
menerangkannyadengan bahasa bibir/gerak bibir.
Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk Anak Tuna Rungu dalam sebuah makalah
yang berjudul “Media Pembelajaran” Bina Komunikasi Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI)
adalah sebagai berikut:
12
F. Kisah-kisah motivasi untuk ABK Tunarungu
Bagian kalian yang termasuk anak berkebutuhan khusus terutama tuanrungu, jangan
dulu berkecil hati. Banyak kisah sukses yang diraih oleh teman-teman para penyandang
tunarungu. Meskipun mereka mempunyai keterbatasan, namun terbukti dapat membuahkan
suatu karya yang luar biasa, dan tidak kalah dengan anak normal pada umumnya.
Oleh karena itulah buku ini hadir memberikan angin segar bagi anak ABK khususnya
tunarungu, untuk dapat bangkit mewujudkan lainnya. Banyak seorang yang tak kalah sukses
dengan anak-anak lainnya. Banyak kisah motivasi dihadirkan di sini, seperti Helen Keller
(Sang Motivator), Angkie Yudistia (Sang Penulis), Amanda Farliany Faishal (Artis Sinetron
& Model) dan Rachmita Maun Harahap (Kemandirian Insinyur).
13
Enterprise. Perusahaan yang didirikan bersama rekannya itu fokus pada misi sosial,
khususnya membantu orang yang memiliki keterbatasan fisik alias difable (Different Ability
People).
Dikisahkan Angkie, menyadari keterbatasannya sebagai penyandang tunarungu sejak
usia 10 tahun tak membuatnya pasrah menjalani hidup. Meski berat, ia mampu
menyelesaikan pendidikannya di sekolah umum sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah
menengah atas (SMA). Angkie kemudian menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di
London School of Public Relations (LSPR), Jakarta, dan lulus dengan indeks prestasi
komulatif 3.5. Di kampus yang sama, Angkie bahkan telah meraih gelar master setelah lulus
dari bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi.Semasa kuliah, Angkie pun
selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Ia merupakan finalis Abang None mewakili wilayah
Jakarta Barat pada 2008. Selain itu ia juga berhasil terpilih sebagai The Most Fearless Female
Cosmopolitan 2008, serta Miss Congeniality dari Natur-e, serta berbagai prestasi lainnya.
Bungsu dari dua bersaudara itu pernah pula berkarier sebagai humas di berbagai
perusahaan. Berbagai prestasi dan semangatnya itulah yang pada akhirnya membuat Angkie
tergerak untuk memotivasi para penyandang difable lainnya. Angkie mulai terlibat dengan
kegiatan sosial saat bergabung dengan Yayasan Tunarungu Sehijara pada 2009. Sejak saat itu
hingga kini, ia pun kerap jadi pembicara dan menjadi delegasi Indonesia di berbagai kegiatan
Internasional di manca negara yang berkaitan dengan kaum difable.Kepedulian pemilik tinggi
170cm dan berat 53kg itu pun terus berlanjut dengan meluncurkan buku berjudul ‘Invaluable
Experience to Pursue Dream’ (Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas) akhir 2011 lalu.
Pengalaman hidup dan pemikirannya dituangkan lewat karyanya itu.
Angkie mengaku ingin memotivasi para penyandang difable agar bangkit dan
melawan keterbatasan fisik mereka. Ia pun berharap buku itu menyadarkan setiap orang agar
jangan mendiskriminasi orang sepertinya. “Di balik keterbatasan pasti ada kelebihan.
Walaupun aku terbatas mendengar, bukan berarti harus terbatas melakukan apapun. Aku
ingin menunjukkan semua batas harus ditembus, karena setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya
14
Koes Endang, Yusuf Faishal), sungguh bahagia. Apalagi setelah kami dikarunia tiga anak,
Amanda Farliany Faishal (Amanda), Maulana Alifan Faishal (Ifan), dan Rani Ramadhany
Faishal (Rani). Ketika hamil anak pertama, apapun yang saya inginkan selalu dituruti suami.
Beruntung ngidam saya gak aneh-aneh dan gampang dicari. Misalnya, martabak manis. Mas
Faishal juga rajin membelikan majalah, buku dan apa saja yang bisa menambah
pengetahuanku tentang kehamilan dan persiapan menyambut kelahiran bayi. Akhirnya waktu
yang ditunggupun tiba. Karena letak rumah orang tua di Sunter, mereka menyarankan saya
melahirkan di Rumah Sakit Angkatan Laut yang tak jauh dari rumah. Tanpa melewati proses
sulit, persalinan saya termasuk cepat. Beberapa jam setelah masuk ke kamar persalinan
langsung melahirkan dengan alamiah 14 Agustus 1983. Plong hati ini ketika dokter
mengatakan anak kami lahir dengan sempurna dengan berat 2.9 kg serta tinggi 50 cm. soal
kelamin anak bukan masalah, karena saya dan suami dan mempersoalkan anak pertama
perempuan atau laki-laki. Oleh keluarga, anak pertama kami itu diberi nama Amanda.
Singkatan dari anak Mamad dan Linda. Sedangkan Farliany juga singkatan dari nama orang
tua kami. Betapa sayang keluarga kami, terutama keluarga saya yang baru mendapatkan cucu
pertama. Saya melihat sejak Amanda lahir perkembangan motoriknya normal. Namun di saat
usia 6 bulan, persisnya ketika saya bermain dengan Amanda, tiba-tiba saya merasa ada yang
mencutigakan. Mata Amanda tidak pernah melirik ke arah bunyi mainan. Pada suami saya
menceritakan kekhawatiran itu. Kami pun membawa Amanda ke dokter Hendarto
Hendarmin. Setelah diperiksa, dokter bilang Amanda mengalami kelainan di
pendengarannya. Terpukul hati saya mendengar penjelasan dokter itu. Bahkan, saya sempat
protes, dan menganggap mungkin diagnosanya keliru. Kami bawa ke dokter lain. Ternyata
tiga dokter memberi diagnosa berbeda. Kesimpulan dari para dokter itu, di usia Amanda
belum dapat dipastikan adanya cacat pendengaran. Dan saya baru bisa yakin Amanda
memiliki kekurangsempurnaan pada pendengaran ketika kami berlibur ke Singapura.
Ahli THT di Rumah Sakit Mount Elizabeth di sana yakin kalau anak saya tuli (tuna
rungu). Rasanya hanya mukjizat yang dapat menyembuhkan cacat Amanda. Gendang telinga
kanan hampir rusak total (110 desibel) sedangkan gendang telinga kirinya (90 desibel) masih
dimungkinkan dapat mendengar walau dengan alat bantu pendengaran.
15
anak-anaknya yang tunarungu. Aku salut sama Ayah dan Mama yang selalu mengenalkan
anak-anaknya pada siapa aja, walaupun kami tunarungu.
Pekerjaan sang ayah menuntut keluarga tersebut sering berpindah-pindah tempat
tinggal, dari satu kota ke kota yang lain. Karena itu, sejak kecil Mita dan saudara-saudaranya
pun terbiasa berpindah-pindah sekolah. Mita sendiri sempat bersekolah di SLB, namun
kurikulum SLB yang lebih banyak mengajarkan keterampilan daripada akademis,
membuatnya tidak puas. Aku merengek minta dipindahin ke SD umum.Kelas 6 SD, Mita
pindah ke sekolah umum. Meski awalnya sang ibu sempat khawatir putrinya itu tidak bisa
mengikuti pelajaran, toh nyatanya Mita berhasil membuktikan kesungguhannya. Ia mampu
lulus dengan hasil memuaskan di SMPN 6 Surabaya, kemudian dilanjutkan ke SMAN 1
Serang, di mana keduanya merupakan sekolah favorit saat itu.
Mita semakin percaya diri. Berbagai kegiatan ia ikuti, mulai dari les Bahasa Inggris,
renang, tenis, sampai marching band. Suatu ketika, guru Mita mengajaknya ikut serta dalam
sebuah kompetisi marching band. Aku kaget. guru itu tahu kalau aku punya kekurangan, tapi
aku diajak ikut serta dalam lomba. Tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan sang guru, Mita
pun giat berlatih bersama teman-temannya. Tanpa disangka, wanita tunarungu itu berhasil
meraih gelar mayoret terbaik dalam lomba Marching Band se-Jawa Barat tersebut.
Seperti layaknya lulusan SMA, Mita pun ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Tes seleksi masuk jurusan Arsitektur Lingkungan IPB dan Kodokteran Gigi Universitas
Indonesia gagal ia lalui. Mita sempat berpikir untuk berwirausaha, ia mencoba mengikuti
kursus salon dan menjahit. Akan tetapi harapan sang ayah agar putrinya itu menjadi seorang
sarjana, membuat Mita kembali ke jalur akademis.
Tahun 1990, Mita memilih universitas swasta Mercu Buana untuk meneruskan
studinya. Mita yang mengambil jurusan Teknik Arsitektur kembali menikmati masa
belajarnya. Terkadang, ia kurang memahami pelajaran karena penjelasan dosen di kelas yang
tidak bisa ditangkap pendengarannya. Namun, teman-teman Mita bersedia membantu
kesulitan belajarnya dengan meminjamkan buku catatan. Mita tetap mampu mengikuti
pelajaran. “Ayah, aku pengen ngelanjutin kuliah sampai S2.” Itulah sebuah permintaan yang
pernah Mita utarakan pada ayahnya. Kondisi sang ayah yang sudah mendekati masa pensiun,
ditambah lagi adik-adik Mita yang masih butuh biaya, membuat Mita harus memendam
mimpinya. Namun, siapa sangka, rupanya Tuhan telah menyiapkan skenario indah untuknya.
Seorang anak tunarungu-wicara, berhasil lulus tepat waktu, meraih predikat cum
laude dengan menyandang gelar mahasiswa terbaik. Itulah sepenggal kalimat yang terlontar
dari mulut sang rector pada upacara wisuda. Tentu saja, Mita dan kedua orang tuanya
terkejut, Bagaimana tidak, hanya Mita satu-satunya mahasiswa Mercu Buana yang
menyandang tunarungu-wicara saat itu. Lebih terkejut lagi ketika ia diberitahukan bahwa
prestasinya itu membuahkan tiket beasiswa S2. Mita bebas memilih universitas yang dia
inginkan. Ayah kan udah mau pensiun, tidak ada biaya. Eh, tahu-tahu aku dapat beasiswa.
Kebanggaan pun terpancar jelas pada ekspresi Masniari, ibunda Mita, saat mengingat
peristiwa tak terduga itu. Waktu itu tidak tahu lagi deh perasaannya gimana. Bayangkan,
dipersilakan ambil S2, ke mana saja boleh!
Lantas, tahun 1997, Mita pun resmi menjadi mahasiswa program Magister jurusan
Desain Interior, ITB. Bukan hal mudah menempuh pendidikan di kampus favorit itu. Tidak
16
seperti saat S1, teman-teman Mita di program Magister tampaknya enggan membantu dirinya
yang tunarungu. “Gengsi kali ya, banyak saingan,” komentarnya. Tidak ada uluran tangan
bukan berarti Mita patah arang. Ia tetap berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan tugas
dan melewati ujian. Usahanya berbuah manis, Mita lulus Magister Desain Interior di tahun
2000.
Perjalanan hidupnya memang tak pernah lepas dari dunia pendidikan. Pasca
kelulusannya dari ITB, Mita kembali ke almamaternya, Mercu Buana. Ia menjadi dosen pada
jurusan Desain Interior. Aku satu-satunya dosen Desain Interior di sana. Aku yang usulkan
pada rektorat supaya jurusan itu dibuka.” Ujar ibu dengan satu anak itu.
Meski menyandang tunarungu-wicara, Mita tidak menemui hambatan berarti dalam
mengajar mahasiswanya yang nondisabilitas. Penjelasan Mita yang disampaikan dengan
intonasi bicaranya yang tersendat, terbantu dengan multi media. Sehingga materi yang ia
sampaikan dapat diterima dengan baik oleh mahasiswanya. “Ya, kalau memang rezekinya
begitu, tentu tidak akan ada masalah,” komentar Masniari tentang pekerjaan putrinya.
Lima tahun Mita mengajar. Beberapa kawan Mita yang sama-sama bergelar Master telah
diangkat menjadi pegawai tetap, tapi Mita masih menjadi pegawai kontrak. Mita memang
telah memenuhi persyaratan, ia juga sudah lulus psikotes. Namun, pada hasil psikotes
terlampir kalimat, “Komunikasi diragukan”. Wanita 43 tahun itu merasa ada diskriminasi.
Dengan dorongan dari PPCI, Departemen Sosial, dan Komnasham, Mita terus mengupayakan
haknya. Sejumlah peraturan perundang-undangan penyandang cacat ia kumpulkan untuk
mendorong sang rektor agar mengangkatnya menjadi pegawai tetap.
Beberapa bulan berlalu, belum juga ada tanggapan. Mita mulai kehabisan kesabaran.
Kembali ia datangi sang rektor, lantas berujar, “Bapak harus segera ambil keputusan. Kalau
tidak, saya akan menempuh jalur hukum karena Bapak sudah melanggar undang-undang No.
4/1997 tentang penyandang cacat dan bisa dikenai denda Rp 200 juta.” Hasilnya? Satu
minggu kemudian, ia diangkat menjadi pegaawai tetap.
Kemandirian wanita kelahiran Padang Sidempuan itu dalam hidup tidak membuatnya
melupakan kaum tunarungu. Meski bekerja sebagai dosen, di akhir pekan Mita tetap aktif
dalam kegiatan sosial bersama para tunarungu. Banyak tunarungu yang tak seberuntung
dirinya dalam hal memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Rasa ingin membantu sesama,
membuat Mita memutuskan untuk mendirikan Yayasan Sehjira pada 5 Desember 2001.
Berbagai program ia jalankan di Sehjira. Mulai dari pengajaran bahasa isyarat, terapi
wicara, pelatihan pembuatan CV, teknik wawancara kerja, dan sebagainya. Mita berupaya
memotivasi tunarungu agar dapat memiliki rasa percaya diri untuk berbaur dalam
masyarakat. Sehingga merepa dapat menjadi manusia yang mandiri.
Menurut Mita, pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mengingat masih
minimnya kualitas kurikulum di SLB, Mita selalu mendorong teman-teman tunarungu untuk
masuk sekolah umum. Ia tak pernah lelah menerapkan terapi wicara agar para tunarungu-
wicara dapat berkomunikasi dengan masyarakat, sehingga dapat diterima di sekolah umum,
baik itu sekolah inklusi maupun sekolah terpadu. Sebuah cita-cita pun tertanam dalam hati
Mita. Ia ingin suatu hari nanti mendirikan sekolah ufntuk tunarungu, mulai dari TK sampai
perguruan tinggi.
17
18
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa
atau bicaranya akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengarannya, yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangannya terutama
hambatan dalam berbahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain, sehingga memerlukan
bimbingan dan pelayanan khusus.Kisah-kisah motivasibagi anak ABK khususnya tunarungu.
Anak tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang
dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk
membantu mengarahkan anak tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini,
diharapkan potensi-potensi.
19
DAFTARPUSTAKA
http://koepoe2biroe.blogspot.com/2013/07/makalah-tuna-rungu.html
http://kantingembira.blogspot.com/2012/10/media-pembelajaran-untuk-anak-tuna-
rungu.html
http://fast-blogger.blogspot.com/2012/02/pembelajaran-bagi-anak-tunarungu.html
http://tunarunguindonesia.blogspot,com/
http://alatbantudengarku.wordpress.com/2011/10/09/anak-tunarungu/
http://id.wikipedia.org/wiki/Helen_Keller
http://www.sergapntt.com/angkie-yudistia-wanita-tunarungu-yang-sukses-jadi-ceo/
http://www.mimiinstitute.com/content/amanda-model-tuna-rungu
http://www.kartunet.or.id/rachmita-tunarungu-raih-gelar-master-itb-1113
20