Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“LAYANAN PENDIDIKAN ANAK TUNARUNGU”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengantar Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
PDGK 4407

Oleh:

Nama : HARUN SAYITNO


NIM : 857661294
Program Studi : S1 PGSD – BI
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pokjar : Semarang

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM S1 PGSD (BI) UNIVERSITAS TERBUKA
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH SEMARANG
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang  Maha kuasa, atas
segala bimbingan, kuasa dan rahmatNya, penulis diberikan kesehatan dan
kemampuan sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
”PELAYANAN PENDIDIKAN ANAK TUNARUNGU”.
Penulis menyadari betul, tanpa bantuan berbagai pihak tugas ini tidak
mungkin dapat di selesaikan, melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini sehingga dapat menghasilkan sebuah
tugas yang sederhana.
Di sadari sepenuhnya bahwa makalah ini  masih banyak kesalahan dan
kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun bahasanya. Untuk itu di
harapkan apabila ada kesalahan atau ketidaksesuaian bahasa dalam penulisan ini
diharapkan koreksi yang konstruktif dari penyempurnaan makalah ini. Terakhir
diharapkan semoga makalah ini dapat di terima dan bermanfaat bagi pihak-pihak
lain.

Pegandon, 10 November 2019


Mahasiswa Penyusun

HARUN SAYITNO
NIM 857661294

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.      Latar Belakang.............................................................................................1
B.      Rumusan Masalah........................................................................................2
C.      Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A.    Pengertian Anak Tunarungu............................................................................. 3

B.    Pelayanan Anak Tunarungu..............................................................................8

BAB III SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................13


A. SIMPULAN...................................................................................................13
B. SARAN ........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Selama ini cara pandang terhadap anak berkebutuhan khusus masih
negatif, maka pemenuhan layanan anak berkebutuhan khusus juga belum
dapat memperoleh hak yang sama dengan anak-anak lainnya. Sehubungan
dengan itu, maka guru sebagai ujung tombak pendidikan formal perlu
memberikan layanan secara optimal bagi semua siswa termasuk anak
berkebutuhan khusus. Karena dalam jenjang sekolah umum, termasik
sekolah dasar, terkadang ditemui siswa yang termasuk anak berkebutuhan
khusus yang memerlukan perhatian dan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhannya. Sebab anak-anak tersebut tidak serta
merta dapat dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal
pada umumnya.
            Guru di sekolah dasar diharapkan mampu memberikan layanan
pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus. Namun masih banyak
guru yang belum memahami tentang anak berkebutuhan khusus. Sehingga
mereka tidak dapat memberikan layanan pendidikan yang optimal
terhadap anak berkebutuhan khusus. Apalagi anak berkebutuhan khusus
mencakup berbagai jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Padahal
setiap anak memiliki keunikannya masing-masing yang berbeda dengan
anak lainnya, dimana setiap anak perlu mendapatkan penanganan yang
berbeda sesuai dengan karakternya.
            Makalah ini akan memaparkan langkah-langkah dan tindak lanjut
yang harus dilakukan guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Guru
terlebih dahulu harus dapat menemukan siswa yang termasuk anak
berkebutuhan khusus, untuk kemudian dapat mengambil tindakan yang
tepat terhadap anak tersebut. Sehingga anak berkebutuhan khusus dapat
mengembangkan potensinya seperti anak-anak lain untuk membekali
hidupnya serta dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, dan
lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan pendengaran ?
2. Bagaimana layanan pendidikan bagi anak tunarungu di Sekolah Dasar?
C. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik anak dengan hambatan pendengaran.

iv
2. Mengetahui layanan pendidikan bagi anak tunarungu di Sekolah
Dasar?
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil dari laporan ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukan bagi perkembangan anak berkebutuhan khusus,
menambah kajian anak berkebutuhan khusus anak dengan hambatan
pendengaran dan untuk mengetahui karakteristik dan karakteristik
sosial anak dengan hambatan pendengaran.
2. Manfaat praktis
Hasil dari laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru
dan sekolah dalam mengidentifikasi anak dengan hambatan
pendengaran. Dan bagi masyarakat juga diharapkan dapat membantu
dalam mengetahui secara umum karakteristik anak dengan hambatan
pendengaran dan karakteristik sosialnya.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Tunarungu

Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian


organ pendengaran atau telinga seseorang. Kondisi ini menyebabkan orang
tersebut mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespons bunyi-bunyi
yang ada di sekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan
mendengar, yaitu ada yang khusus dan umum. Anak penderita tunarungu yang
menunjukkan ketidakfungsian organ pendengaran terkadang menyebabkannya
memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan anak normal pada umumnya.
Tunarungu merupakan kondisi seseorang mengalami kendala untuk
mendengar. Kendala tersebut berarti tidak bisa mendengar secara total atau hanya
sebagian saja. Sungguh sangat disayangkan juga apabila kondisi menjadi
tunarungu sudah dialami sejak usia dini. Padahal anak-anak adalah generasi
penerus bangsa.
 Terdapat kecenderungan bahwa seseorang yang mengalami tunarungu
seringkali diikuti pula dengan tunawicara. Kondisi ini dapat menjadi suatu
rangkaian sebab dan akibat. Seseorang penderita tunarungu dapat dipastikan
bahwa akibat yang akan terjadi pada diri penderita adalah kelainan bicara
(tunawicara). Namun, tidak demikian halnya seseorang yang menderita tunarungu
kekacauan artikulasi adalah contoh-contoh kelainan bicara yang sebenarnya kecil
kemungkinannya berkaitan dengan kondisi ketunarunguan.

1. Klasifikasi Anak Tunarungu


a. Klasifikasi menuru Bothroyd tunarungu dapat diklasifikasikan
berdasarkan empat kelompok :
1. Kehilangan 15dB-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan
ringan.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal atau
kemampuan mendengar untuk bicara dan membedakan suara-suara
atau sumber bunyi dalam taraf normal. Cara belajar menggunakan
auditory dan alat bantu dengar.
2. Kehilangan 31 dB – 60 dB, moderate hearing losses atau
ketunarunguan sedang.

vi
Daya tangkap terhadap suara percakapan manusia hanya sebagian
atau kemampuan mendengar dan kapasitas untuk bicara hampir
normal. Cara belajar menggunakan auditori dengan bantuan visual.
Jika menggunakan alat bentu dengar kemampuan mendengar untuk
bicaranya menjadi normal.
3. Kehilangan 61 dB – 80 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan
berat.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada atau
kemampuan mendengar dan kapasitas membedakan suara tidak ada.
Cara belajarnya menggunakan visual. Jika menggunakan alat bantu
dengar kemampuan mendengar dapat menjadi normal dan kapassitas
membedakan suara dapat menjadi baik.
4. Kehilanggan 91 db – 120 db, profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat.
Daya tangkap terhadap percakapan manusia tidak ada sama sekali,
kapasitas membedakan suara bunyi dan kemampuan bicara sudah
tidak ada. Cara belajar dengan visual. Jika menggunakan alat bantu
dengar kemampuan mendengar untuk bicaranya normal, sedangkan
kapasitas membedakan suara buruk. Pada derajad ini masih mampu
mengenal irama dan intonasi sehingga cara belajar dapat
menggunakan auditori dengan bantuan penglihatan.
5. Kehilangan lebih dari120 db, total hearing losses atau ketunarunguan
total. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama
sekali (tidak mampu mendengar). Kemampuan mendengar dan
kapasitas untuk bicara tidak ada, walaupun dengan bantuan alat
dengar. Cara belajarnya hanya mengandalkan pada alat bantu dengar.
b. Berdasarkan saat terjadinya kehilangan, yaitu :
1. Tunarungu bawaan
Ketika lahir anak sudah mengalami atau menyandang tunarungu dan
indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.
2. Tunarungu setelah lahir
Terjadinya tunaringu setelah anak lahir yang diakibatkan oleh
kecelakaan atau suatu penyakit.
c. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa
1. Tuli pra bahasa ( prelingually deaf)
Mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasainya bahasa (usia 1,6
tahun) artinya anak menyamakan tanda tertentu seperti mengamati,

vii
menunjuk, meraih dan sebagainya, tetapi belum membentuk sistem
lambang.
2. Tuli purna bahasa (post lingually deaf)
Mereka yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah
menerapkan dann memahami sistem lambang yang berlaku di
lingkungan.

2. Karakteristik Anak Tunarungu


Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan
anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa
sehingga mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak
tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus
untuk mengatasi masalah ketunarunguan.Karakteristik yang khas dari anak
tunarungu adalah sebagai berikut:
Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti
tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka
mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati
(1990 : 1) sebagai berikut :
1). Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak
tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat
keseimbangannya.
2). Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai
lingkungan sekitarnya.
3). Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
4). Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan
terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg
merupakan masa perkembangan bahasa.
Bahasa dan bicara
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan
mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu
proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran.
Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa
sebagai berikut:
1). Fase motorik yang tidak teratur.

viii
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya :
a)   Gerakan tangan.
b)   Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi
yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan
selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah
melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
2). Fase meraban (babbling)
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase meraba 
ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara. Mula-mula
bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh bayi
dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang menjadi proses terpenting dalam
pembinaan    bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan
bunyinya sendiri, karena  anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya.
Dengan demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
3). Fase penyesuaian diri. 
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian
ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak
tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu
gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran
(auditif) tidak terjadi karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Ciri-ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya
adalah miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit
mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak
tunarungu  berkenaan dengan bicaranya adalah nada bicaranya tidak
beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang
terbatas, dalam bicara cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta
sulit menguasai warna dan gaya bahasa.
Intelegensi
            Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian.:
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal
(YukeSiregar, 1981 : 2 )
b. Kedua, dianggap bahwa  intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari
anak normal .
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada
segi non verbal.

ix
Emosi
            Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan
yang di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit
didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan
ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang
dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang diperoleh
dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi
anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa terasing dan
terisolasi dari lingkungannya. Beberapa sifat yang terjadi pada anak
tunarungu akibat dari kekurangannya  adalah :
a.  Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia
penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya
sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
1)   Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan
orang  lain.
2)   Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran
sendiri   mereka sulit menyusuaikan diri.
b.  Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c.  Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d.  Perhatian yang sukar di alihkan.
e.  Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f.  Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g.  Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h.  Lekas marah dan cepat tersinggung.
i.   Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
Sosial
            Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk
dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan
kematangan sosial. Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit
untuk mencapai kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan
memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan
mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan
tidak aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri,
menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa
disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan
diri sendiri.

x
B. Layanan pendidikan Bagi Anak Tunarungu di Sekolah Dasar
1. Identifikasi Kebutuhan Pendidikan
Langkah awal dalam pemberian layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus di sedolah dasar adalah melakukan identifikasi dan
asesmen terhadap kebutuhan pendidikan dari siswa yang bersangkutan.
Temukan terlebih dahulu anak-anak yang diduga mengalami kelainan atau
berkebutuhan khusus, dengan beberapa teknik identifikasi dan asesmen yang
telah saudara pelajari sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan,
mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
sangatlah spesifik, dengan berbagai keunikan yang dimiliki. Melalui asesmen
permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan
diketahui, dalam bidang apa, dan rentang persoalan yang dihadapinya.
Untuk memperoleh informasi yang obyektif guna menentukan
kebutuhan dan aspek persoalan khusus yang dihadapi siswa di sekolah dasar,
dapat ditempuh langkah-langkah sebagaimana yang telah dibahas pada kajian
identifikasi dan asesmen. Setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa teknik
yang dapat dilakukan guru di sekolah;
1. Observasi, dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi
umum dan perkembangan belajar seorang siswa di sekolah.
2. Tes informal dan formal untuk memperoleh informasi mengenai
keterampilan-keterampilan bidang tertentu yang mampu atau belum
mampu dilakukan oleh seorang siswa.
Dengan melakukan identifikasi dan asesmen terhadap siswa, guru
akan dapat mengetahui dan menentukan kondisi permasalahan yang dihadapi
anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah. Langkah selanjutnya adalah
merencanakan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.
2. Pengembangan Program
Salah satu program pembelajaran yang dirancang untuk anak-anak
berkebutuhan khusus adalah program pembelajaran individual, yaitu program
yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan
pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka
panjang. Istilah program pembelajaran individual (PPI), merupakan
terjemahan dari Bahasa Inggris, The Individualized Educational Program
(IEP), yang menurut Hallahan (1991:25) dalam persiapannya harus
merumuskan tingkat kemampuan siswa saat ini, yang memiliki tujuan jangka
pendek ataupun jangka panjang. Sedang pmemberian layanan diberikan
dengan menyusun rencana, aktivitas kegiatan dan melakukan evaluasi. Semua

xi
program yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus tersebut haruslah
memperoleh persetujuan dari orangtua murid.
Mengenai program dan pelaksanaannya, amat penting adanya
persetujuan dan kesepakatan dengan orangtua, yang menurut Hallahan
(1991:30) menyangkut ketentuan-ketentuan;
(1) tingkat kemampuan akademik siswa pada saat ini,
(2) tujuan tahunan untuk setiap siswa,
(3) hubungan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang,
(4) hubungan antara pendidikan khusus dan pelayanan yang diberikan,
serta memberikan kesempatan kepada tiap anak yang berhasil untuk
turut serta dalam program pendidikan umum,
(5) rencana untuk memulai layanan dan mengantisipasi lamanya
pelayanan, dan
(6) prosedur evaluasi untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan
program.
Berikut ini adalah contoh format untuk program pembelajaran
individual bagi anak berkebutuhan khusus:
PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL
Hari/Tgl/Bln/Thn :
Nama Siswa               :
Alamat                       :
Nama Sekolah           :
Kelas                          :
Bidang Kesulitan       :
Guru                         :
Kompetensi Siswa Saat Ini   :

Kompetensi Siswa yang Harus Dikuasai    :

Media
Materi Kegiatan Jenis Peng.
No Tujuan dan
Pembelajaran Pembelajaran Evaluasi Jawab
Sumber

3. Pelaksanaan
Setelah program pembelajaran dibuat, selanjutnya adalah
implementasinya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini,
guru harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam pelaksanaannya, yang
memungkinkan program dapat berjalan secara efektif. Selain itu, perlu pula
dipersiapkan beberapa hal penting yang terkait dengan program, diantaranya:

xii
1. Mencermati tujuan dan sasaran program yang akan dicapai, baik
secara umum ataupun khusus berkenaan dengan pembelajaran baik
anak berkebutuhan khusus di sekolah.
2. Materi dan lembar kegiatan, yang diperlukan selama pelaksanaan
program berlangsung di sekolah. Materi pembelajaran merupakan
bagian penting yang harus dipersiapkan, dengan memperhatikan
kompetensi yang akan dicapai, serta struktur dan ranah kurikulum
yang dikembangkan.
3. Fasilitas dan sumber belajar, yaitu berupa media atau ruang sumber
untuk kegiatan pembelajaran. Media haruslah dapat dimanfaatkan
secara optimal dalam mendukung pencapaian tujuan, dan harus
dibuat secara kreatif sesuai dengan karakateristik kebutuhan siswa,
misalnya untuk penyandang tunarungu media yang berwarna-warni
akan lebih menarik bagi anak yang mengandalkan persepsi
visualnya. Sedang ruang sumber merupakan satu kebutuhan
pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah
umum (SD), yang dapat dijadikan tempat layanan pendidikan
khusus.
4. Kalender pembelajaran. Selain memperhatikan kalender pendidikan
secara umum secara nasional dan tingkat daerah, kalender
pelaksanaan program pembelajaran individual dapat dikembangkan
sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah masing-masing.
Kegiatan dapat dilakukan pada siang hari, atau pada waktu-waktu
luang yang memungkinkan program dapat berlangsung. Mungkin
tidak harus tiap hari dilakukan, tetapi hanya dua atau tiga hari dalam
seminggu, pada hari-hari tertentu saja.
5. Sebelum pelaksanaan program dilakukan, maka perlu terlebih dahulu
dilakukan rapat koordinasi tim yang melibatkan berbagai unsur
sekolah, komite, dan orangtua siswa yang bersangkutan. Ini
dilakukan terutama untuk persiapan dan penentuan agenda kegiatan
program.
Dengan mempersiapkan pelaksanaan program dengan sebaik-baiknya,
maka kompetensi yang diharapkan untuk mengatasi kesulitan akan lebih
mudah dicapai. Selama kegiatan berlangsung, guru bukan hanya berperan
sebagai pengajar, lebih dari itu adalah sebagai fasilitator dan motivator dalam
pelaksanaan program. Kegiatan juga harus dimonitor dan dievaluasi setiap
saat untuk melihat perkembangan atau kemajuan yang dicapai siswa, melalui

xiii
observasi ataupun tes. Secara periodic dapat dilakukan tes informal guna
memberikan umpan balikan dalam pelaksanaan program yang lebih baik.
4. Evaluasi
Evaluasi diberikan pada setiap akhir kegiatan pembelajaran atau
dalam periode waktu tertentu dalam bentuk tes informal maupun tes formal.
Hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat kemajuan dan prestasi belajar yang
telah dicapai siswa. Jenisnya berupa tes tertulis, lisan ataupun perbuatan yang
merupakan rangkaian penyelesaian tugas-tugas pembelajaran yang
disampaiakan dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya evaluasi dapat
dilakukan dengan portofolio, melalui serangkaian kegiatan atau tugas-tugas
yang telah dilakukan atau dibuat siswa. Aktivitas atau pekerjaan anak selama
kegiatan pembelajaran yang mencerminkan performans anak selama kegiatan
menjadi dasar penilaian.
Program yang telah dilaksanakan haruslah dinilai keefektifannya.
Keefektifan pelaksanaan suatu program dapat dinilai melalui kegiatan
evaluasi. Evaluasi atau penilaian diberikan pada setiap akhir kegiatan
pembelajaran atau dalam periode waktu tertentu dalam bentuk tes informal
maupun tes formal.
Evaluasi dilakukan untuk mengukur tingkat kemajuan dan prestasi
belajar yang telah dicapai oleh siswa. Jenisnya dapat berupa tes tertulis, tes
lisan, maupun tes perbuatan yang merupakan rangkaian penyelesaian tugas-
tugas pembelajaran yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran.
Penilaian harus didasarkan pada hasil observasi atau catatan setiap
latihan dan hasil tes yang dilaksanakan. Untuk anak-anak berkebutuhan
khusus, evaluasi dapat dilakukan dengan portofolio melalui serangkaian
kegiatan atau tugas-tugas yang telah dilakukan atau dibuat oleh siswa.
Aktivitas atau pekerjaan siswa selama kegiatan pembelajaran yang
mencerminkan performans siswa selama kegiatan menjadi dasar penilaian.
Hasil tes akhir selanjutnya dibandingkan dengan tujuan yang harus
dikuasai. Apabila tujuan tersebut belum dapat dikuasai, maka setiap
komponen program harus dinilai sumbangannya terhadap pencapaian tujuan
tersebut. Guru harus melihat kembali berbagai kemungkinan yang dapat
menyebabkan belum tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Kemungkinan penilaian atau pertimbangan yang dapat dilakukan
untuk setiap komponen program antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kemungkinan tujuan yang ditetapkan terlalu tinggi.

xiv
2. Kemungkinan materi yang disiapkan kurang menarik atau kurang
relevan dengan tujuan yang akan dicapai.
3. Kemungkinan kesesuaian antara latihan atau kegiatan belajar dengan
kemampuan siswa terlalu berat.
4. Kemungkinan tes diberikan tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Dengan mengajukan pertimbangan seperti di atas dan menelaah hasil
obseravasi dan catatan pada setiap penelitian, kita dapat menetapkan
keefektivan program. Sebenarnya, apabila pada akhir setiap latihan hasil
observasi dan catatan guru dimanfaatkan guru untuk memperbaikai latihan,
maka keefektivan program sudah dinilai sejak awal dan sudah dilakukan
perbaikan langsung.
Perbaikan langsung yang dilakukan tersebut tentu mencakup materi dan
media yang digunakan, kegiatan pembelajaran, seperti jenis dan frekuensi
latihan yang diberikan, serta perbaikan suasana latihan. Perbaikan langsung
ini jauh lebih baik daripada penilaian yang hanya dilakukan pada akhir
program. Dan pada akhirnya yang harus dilakukan adalah melaporkan hasil
pelayanan program tersebut kepada anggota tim dan orang tua siswa.

xv
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang unik, dengan


berbagai ragam permasalahan belajar yang dihadapi di sekolah. Untuk
mengobtimalkan potensinya, maka perlu dirancang program khusus yang sesuai
dengan kebutuhan pendidikan masing-masing individu, yang mungkin selama ini
masih mengikuti program umum di sekolahnya.
Program pembelajaran individual (PPI) merupakan salah satu program
yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan
pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka panjang
Langkah awal untuk mengembangkan program pembelajaran individu adalah
dengan melakukan identifikasi dan asesmen untuk mengetahui kompetensi dan
bidang kesulitan yang dialami oleh seorang anak. Informasi tersebut sangat
diperlukan, terutama untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai.
Pelaksanaan program dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi
dengan tim, dan mempersiapkan materi dan lembar kegiatan, fasilitas dan sumber,
serta kalender akademik yang akan digunakan. Selama pelaksanaan, kegiatan
harus selalu dipantau dan dievaluasi untuk melihat perkembangan dan kemajuan
yang telah dicapai siswa.

B. Saran

Sebagai seorang calon guru, kita sebaiknya memahami makalah mengenai


pemberian layanan pendidikan ABK dengai baik. Hal ini bertujuan agar jika
nantinya kita menemukan anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran,
maka kita mampu memberikan layanan yang tepat dan sesuai dengan jenis
kebutuhan khusus yang dialaminya, sehingga dia dapat mengembangkan potensi
dalam dirinya.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Makalah Layanan Pendidikan ABK di Sekolah

Dasar. http://kampungwolle.blogspot.co.id/2013/06/layanan-

pendidikan-abk-di-sekolah-dasar.html . Diakses pada 9 November

2019 pukul 19.30

Hainudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan kusus Tunarungu.

Jakarta Timur: PT Luxima Metro Media.

Siti Rohmaniyah. 2014. Makalah Pemberian Layan Pendidikan Bagi

ABK. http://sitirohmaniyah-nia.blogspot.co.id/2014/06/pemberian-

layanan-pendidikan-bagi-anak.html . Diakses pada 9 November

2019 pukul 20.00

Suparno, dkk. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional

Wasita, Ahmad. 2013. Seluk Beluk Tunarungu Dan Tunawicara.

Jogjakarta : Javalitera.

xvii

Anda mungkin juga menyukai