Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pengelolaan Perilaku Anak Berkebutuhan Khusus pada Tunarungu

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penatalaksanaan Kurative Terbatas IV

Disusun oleh :
ARIFAH USWATUN K (P07125216019)

LUCIA PRABANDARI AJI (P07125216020)

DINDA DESITA (P07125216021)

DANU APRILIANTO (P07125216022)

NADIA PUTRI PALUPI (P07125216023)

NUR FADILA (P07125216024)

MIRATUN SOLEHA (P07125216025)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PRODI SARJANA TERAPAN
2019
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafaatnya
di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya baik itu
berupa sehat fisik Mmupun pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Penatalaksanaan Kuratif Terbatas IV dengan judul
“Tunarungu”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Yogyakarta, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ..................................................................................... 1


b. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
c. Tujuan ................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian ............................................................................................. 4
b. Karakterisitik Tunarungu ................................................................... 5
c. Klasifikasi Tunarungu ......................................................................... 7
d. Masalah Psikologi Anak Tuna Rungu ................................................ 9
e. Peranan Perawat gigi dalam Pemeriksaan Kesehatan Gigi
dan Mulut Pada Anak Berkebetuhuan Khusus................................ 11

F. Penanganan anak tuna rungu pada perawatan kesehatan gigi....... 12

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ........................................................................................... 14
b. Saran ..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Definisi tunarungu bila dilihat dari harfiah berasal dari dua kata yaitu tuna yang
berarti kurang dan rungu yang berarti dengar. Istilah tunarungu mengacu pada pengertian
kurang atau tidak dapat mendengar informasi dari bunyi. Pada umumnya masyarakat
Indonesia menyebut penyandang tunarungu dengan sebutan tuli, bisu, dungu, dan budeg.
Dewasa ini masyarakat lebih memperhalus istilah di atas menjadi tunarungu
Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat mendengar.
Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang dengar atau tidak mendengar
sama sekali. Secara fisik, anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak dengar pada
umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada
saat berbicara, anak tersebut berbicara tanpasuara atau dengan suara yang kurang atau tidak
jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat.
Agar dapat diperoleh pengertian yang lebih jelas tentang anak tunarungu, berikut ini
dikemukakan definisi anak tunarungu oleh beberapa ahli.
Murni Winarsih (2007: 23), menyatakan tunarungu adalah seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama
pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting. Gangguan
mendengar yang dialami anak tunarungu menyebabkan terhambatnya perkebangan bahasa
anak, karena perkembangan tersebut,sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Berkomunikasi dengan orang lain membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau ucapan
yang jelas sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersampaikan dengan baik dan
mempunyai satu makna, sehingga tidak ada salah tafsir makna yang dikomunikasikan.

Sedangkan Iwin Suwarman (Edja Sadjaah. 2005: 75), pakar bidang medik,
memiliki pandangan yang sama bahwa anak tuna rungu dikategorikan menjadi dua
kelompok. Pertama Hard of hearing adalah seseorang yang masih memiliki sisa

1
pendengaran sedemikian rupa sehingga masih cukup untuk digunakan sebagai alat
penangkap proses mendengar sebagai bekal primer penguasaan kemahiran bahasa dan
komunikasi dengan yanglain baik dengan maupun tanpa mengguanakan alatbantu dengar.
Kedua The Deaf adalah seseorang yang tidak memiliki indera dengar sedemikian rendah
sehingga tidak mampu berfungsi sebagai alat penguasaan bahasa dan komunikasi, baik
dengan ataupun tanpa menggunakan alat bantu dengar. Kemampuan anak tunarungu yang
tergolong kurang dengar akan lebih mudah mendapat informasi sehingga kemampuan
bahasanya akan lebih baik. Anak tuli yang sudah tidak mempunyai sisa pendengaran
otomatis untuk mendapat informasi sulit sehingga kemampuan bahasanya kurang baik.
Pendapat yang sama dari Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 27) menyatakan
bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak
terhadap kehidupananya secara kompleks. Dalam hal ini penulis akan membahas terkait
penanganan anak tuna rungu serta cara perawatan dalam kesehatan gigi sebagai bekal
dalam praktik ke Sekolah Luar Biasa nantinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja klasifikasi tuna rungu?
2. Apa karakteristik tuna rungu?
3. Mengetahui masalah psikologis pada anak tuna rungu
4. Apa saja perananan perawat gigi pada anak berkebutuhan khusus?
5. Bagaimana penanganan anak tuna rungu pada perawatan kesehatan gigi?

2
C. Tujuan
1. Mengetahui apa saja klasifikasi tuna rungu
2. Mengetahui karakteristik tuna rungu
3. Mengetahui masalah psikologis pada anak tuna rungu
4. Mengetahui perananan perawat gigi pada anak berkebutuhan khusus.
5. Mengetahui cara penanganan anak tuna rungu pada perawatan kesehatan gigi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu
artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau
kurang mampu mendengar suara.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri,1996: 74)
mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau
kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anakyang indera pendengarannya mengalami
kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan
kurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi
masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat
bantu dengar (hearing aids).
Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah
umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yangkehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas
pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa
melalui pendengaran.
Tin Suharmini (2009: 35) mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai
keadaan dari seorang individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran
sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain
melalui pendengaran.

4
B. Karasteristik Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang khas,
karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai
dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas dari segi
yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan
karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi,bahasa dan bicara, emosi, dan
sosial.
Beberapa karasteristik anak tunarungu:
1. Karakteristik dari segi intelegensi
Anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata dan
rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata.
Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena
dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang
diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki
perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang
rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu
tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang
bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber
pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.
2. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak
normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan
kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka
anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat
dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan
membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga
aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan
berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki
oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang
dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan

5
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari mereka
yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara
terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
3. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan
tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatifseperti: egosentrisme yang melebihi
anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas,
ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya
memiliki
4. Sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat
tersinggung.
a. Egosentrisme yang melebihi anak normal
Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat
interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena mengalami gangguan
dalam pendengaran, anak tunarungu hanya melihat dunia sekitar dengan
penglihatan. Penglihatan hanya melihatapa yang di depannya saja, sedangkan
pendengaran dapat mendengar sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu
mempelajari sekitarnya dengan menggunakan penglihatannya, maka aka timbul
sifat ingin tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, danhal itu
semakin membesarkan egosentrismenya.
b. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
Perasaan takut yang menghinggapi anak tunarungu seringkali disebabkan oleh
kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan dengan
kemampuan berbahasanya yang rendah. Keadaan menjadi tidak jelas karena anak
tunarungu tidak mampu menyatukan dan menguasai situasi yang baik.
c. Ketergantungan terhadap orang lain.
Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah
dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan
selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain.
d. Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

6
Sempitnya kemampuan berbahasa pada anak tunarungu menyebabkan
sempitnya alam fikirannya. Alam fikirannya selamanya terpaku pada hal-hal yang
konkret. Jika sudah berkonsentrasi kepada suatu hal, maka anak tunarungu akan
sulit dialihkan perhatiannya ke hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum
dialaminya. Anak tunarungu lebih miskin akan fantasi.
e. Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.
Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik. Anak
tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya. Perasaan
anak tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
f. Lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Karena banyak merasakan kekecewaan akibat tidak bisa dengan mudah
mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan mengungkapkannya dengan
kemarahan. Semakin luas bahasa yang mereka miliki semakin mudah mereka
mengerti perkataan orang lain, namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki
akan semakin sulit untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu
mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan.
Ketunarunguannya tersebut hal yang menjadi perhatian adalah kemampuan
berkomunikasi anak tunarungu yang rendah. Intelegensi anak tunarungu umumnya
berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan tinggi, namun prestasi anak tunarungu
terkadang lebih rendah karena pengaruh kemampuan berbahasanya yang rendah.

C. Klasifikasi Tunarungu
Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus. Hal ini sangat
menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sisa
pendengarannya dan menunjang lajunya pembelajaran yang efektif. Dalam menentukan
ketunarunguan dan pemilihan alat bantu dengar serta layanan khusus akan menghasilkan
akselerasi secara optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara.
Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan
adalah sebagai berikut.
1. Kelompok I : kehilangan 15-30, mild hearing lossesatau ketunarunguan ringan; daya
tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

7
2. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing lossesatau ketunarunguanatau
ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suaracakapan manusia hanya sebagian.
3. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing lossesatau ketunarunguan berat;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.
4. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing lossesatau ketunarunguan
sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
5. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing lossesatau ketunarunguan
total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
Uden (dalam Murni Winarsih, 2007:26) membagi klasifikasi ketunarunguan
menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan
pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa.
1. Berdasarkan sifat terjadinya.
a. Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/menyandang
tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.
b. Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir
diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.
2. Berdasarkan tempat kerusakanya.
a. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-
bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli Konduktif.
b. Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara,
disebut Tuli Sensoris.
3. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa.
a. Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum
dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal)
tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum
membentuk system lambang.
b. Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah
menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami system lambang yang
berlaku di lingkungan.

8
D. Masalah Psikologi Anak Tuna Rungu
1. Masalah Kognitif Anak Tunarungu
Pada dasarnya, intelegensi anak tunarungu sama dengan anak normal,
namun perkembangannya dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, informasi yang
terbatas dan daya abstraksi yang dapat menghambat proses pengambilan
pengetahuan yang lebih luas. Atau dengan demikian, perkembangan intelegensi
secara fungsional terhambat. Rendahnya tingklat intelegensi anak tunarungu bukan
berasal dari rendahnya intelektual anak tersebut atau kondisi jenis-jenis
kepribadian, namun karena proses perkembangan intelegensi anak tunarungu.
Aspek intelegensi anak tuna rungu yang mengalami hambatan adalah yang
sifatya verbal, seperti merumuskan pengertian, menghubungkan, menarik
kesimpulan dan meramalkan kejadian anak tunarungu sangat mengalami kesulitan
saat mengikuti proses pembelajaran yang menggunakan media lisan dan tulisan
untuk mentrasfer pengetahuan. Bahkan penelitian membuktikan bahwa membaca
adalah salah satu bidang akademik yang paling rendah akibat dari dampak
ketunarunguan anak.
2. Masalah Emosi Anak Tunarungu
Rendahnya pemahaman seorang anak tunarungu terhadap bahsa lisan dan
tulisan membuat anak akan mudah menafsirkan sesuatu dengan anggapan negatif
sehingga berdampak pada tekanan emosi anak. Kemudian, adanya tekanan emosi
ini dapat menghambat perkembangan pribadinya sendiri sehingga anak tunarungu
akan cenderung menutup diri, agresif atau selalu bimbang dan ragu-ragu hingga
gangguan kepribadian menghindar, ciri-ciri depresi ringan atau seperti gangguan
disosiatif.
Ketidakseimbangan emosi anak tunarungu diakibatkan dari rendahnya
pemahaman bahasa lisan dan tulisan serta pada pengaruh lingkungan yang
diterimanya.

9
3. Masalah Bahasa dan Bicara Anak Tunarungu
Seperti kita ketahui bahwa bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya :

 Wahana mengadakan hubungan


 Mengungkapkan perasaan, kebutuhan dan keinginan
 Mengatur dan menguasai perilaku orang lain
 Memberi informasi
 Memperoleh pengetahuan

Oleh karena itu, terbatasnya kemampuan pendengaran terjadi proses


peniruan suara, kemudian beralih ke peniruan visual, lalau berlanjut pada
perkembangan bicara dan bahasa sehingga anak tunarungu membutuhkan
pembinaan khusus sesuai dengan taraf ketunarunguannya. Anak tunarungu total
tentunya tidak bisa menguasai bahasa melalui pendengarannya, melainkan ia
harus menggunakan segala aspek pada dirinya.

4. Masalah Perilaku Anak Tunarungu


Para ahli berpendapat bahwa masalah penyesuaian seseorang ditujukan agar
mengetahui bentuk kepribadiannya. Paada dasarnya, perkembagan kepribadian itu
sendiri adalah tergantung dari hubungan anak dan orang tua terutama seorang ibu
terlebih pada awal masa perkembangannya.
Faktor-faktor yang menyebabkan masalah perilaku pada anak tunarungu
adalah ketidakmampuan untuk menerima rangsang pendengaran, miskin bahasa,
emosi yang tidak tetap, intelegensi yang terbatas dan sikap lingkungan
terhadapnya. Serta perhatikan pula cara memelihara kesehatan mental anak yang
baik dan benar.
5. Masalah Sosial Anak Tunarungu
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa kehilangan pendengaran akan
mengurangi kemamapuan pemahaman bahasa dan komunikasi. Hal ini

10
menyebabkan anak tunarungu memiliki kemampuahn terbatas dalam berinteraksi
sosial dengan orang lain di lingkungan sekitarnya.
Hambatan seperti ini dapat diakibatkan dari rendahnya perkembangan
kepribadian seperti :

 Harga diri kurang


 Malu-malu
 Merasa curiga dna cemburu berlebihan
 Merasa tidak diperlakukan dengan adil
 Sering diasingkan
 Memiliki perasaan depresif

E. Peranan Perawat Gigi Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Anak
Berkebutuhan Khusus
1. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut sedini mungkin. Pemeriksaan Kebersihan
Gigi dan Mulut, merupakan penjaringan atau pemeriksaan secara
sederhana/sepintas dengan tujuan untuk mengumpulkan data dan dijadikan bahan
pertimbangan dalam perencanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam hal ini, seperti : OHI-S,
DMF-T, def-t, dan lain-lain. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada anak
berkebutuhan khusus sebaiknya dilakukan sedini mungkin sehingga dapat
mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut anak dengan efektif dan efisien serta
dapat menghindarkan tindakan yang dapat membahayakan khususnya pada pasien
dengan penyakit yang berat (medically compromised patients) seperti pencabutan
gigi, bedah periodontal dan lain-lain.
Penting untuk selalu melakukan informed consent serta rujukan kepada
dokter yang menangani pasien tersebut untuk mengetahui tindakan apa saja di
bidang kedokteran gigi yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap pasien
tersebut.
2. Melakukan modifikasi diet pada anak berkebutuhan khusus yaitu dengan
mengurangi diet karbohidrat dan snack diantara waktu makan. Selain hal tersebut

11
pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut pada anak berkebutuhan khusus dalam hal ini
meliputi : pembersihan plak dengan cara menyikat gigi, pembersihan karang gigi
supra gingiva, kumur-kumur dengan larutan fluor, pengulasan fluor pada gigi,
pengisian pit dan fisura gigi.
3. Membuat metode pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang realistik bagi tiap
tiap anak berkebutuhan khusus.
Upaya Kuratif Sederhana dalam hal ini yang dapat dilakukan oleh seorang
perawat gigi pada anak berkebutuhan khusus adalah tindakan untuk menghilangkan
rasa sakit, seperti : tindakan kegawatdaruratan, pencabutan gigi susu, penambalan
tanpa merusak jaringan (Atraumatic Restorative Treatment/ ART), penumpatan
dengan glass ionomer, dan penambalan dengan amalgam.

F. Penanganan anak tuna rungu pada perawatan kesehatan gigi


Seperti yang sudah dijelaskan diatas pada dasarnya anak tuna rungu memiliki
masalah pada fungsi pendengarannya saja. Sehingga diperlukan komunikasi yang baik
antara operator dan pasien. Berikut ini adalah cara yang dapat dilakukan untuk
berkomunikasi dengan penyandang tunarungu:

 Cari perhatian: Penting untuk mendapatkan perhatiannya jika berniat untuk


berkomunikasi dengannya. Sentuh atau tepuk pundaknya untuk memberi isyarat.
 Cari tempat yang tenang: Jika memungkinkan, pindah ke tempat yang sunyi atau
kecilkan sumber suara yang ada di dekat .
 Sejajarkan posisi wajah : Saat akan mulai berkomunikasi, sejajarkan letak mata
dengan dirinya. Pastikan tidak berada terlalu dekat dengannya agar dia dapat melihat
semua bahasa tubuh. Pastikan juga agar lokasi pembicaraan cukup terang.
 Kontak mata : Selama berbicara dengan penyandang tunarungu, jangan lepaskan
kontak mata dan fokus dari dirinya. Lepaskan media penghalang apa pun yang bisa
mengganggu jalinan komunikasi, seperti masker atau kacamata hitam. Tidak ada
salahnya untuk menggunakan ekspresi wajah agar dia lebih mudah memahami arah
pembicaraan.

12
 Bicaralah dengan normal dan jelas : Hindari berbicara dengan cara berbisik atau
mengeraskan suara karena dapat menyulitkan penyandang tunarungu dalam membaca
gerakan bibir . Sebaliknya, berbicaralah dengan suara dan kecepatan normal. Hindari
pula berbicara sambil mengunyah atau menutupi mulut.
 Nyatakan topik pembicaraan: Beri tahu topik pembicaraan yang ingin dibahas dan
beri tanda jika ingin mengubah topik.
 Tanya apakah sudah mengerti: Mintalah umpan balik untuk memeriksa apakah dia
sudah mengerti apa yang katakan.
 Ulangi : Ulangi apa yang sampaikan, atau tulis apa yang ingin sampaikan di kertas.

Berkomunikasi dengan penyandang tunarungu mungkin merupakan tantangan


tersendiri. Jika harus berkomunikasi dengan mereka secara rutin, ada baiknya mempelajari
bahasa isyarat yang resmi agar kedua belah pihak dapat saling memahami isi pembicaraan
dengan lebih mudah. Dengan menggunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi,
penyandang tunarungu akan merasa lebih nyaman, dibandingkan harus memerhatikan atau
membaca gerakan bibir lawan bicara.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan
rungu artinya pendengaran. Jadi tuna rungu yaitu apabila tidak mampu mendengar
atau kurang mampu mendengar suara. Karakteristik ketunarunguan dapat dilihat
dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial. Menurut Uden (dalam
Murni Winarsih, 2007:26) membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga, yakni
berdasar saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan pada organ
pendengarannya, dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa.
Pada dasarnya perkembangan intelegensi anak tuna rungu secara fungsional
terhambat. Begitu juga dengan emosi, ketidakseimbangan emosi anak tunarungu
diakibatkan dari rendahnya pemahaman bahasa lisan dan tulisan serta pada
pengaruh lingkungan yang diterimanya. Anak tunarungu total tentunya tidak bisa
menguasai bahasa melalui pendengarannya. Karena kehilangan pendengaran ini
akan mengurangi kemamapuan pemahaman bahasa dan komunikasi. Hal ini
menyebabkan anak tunarungu memiliki kemampuan terbatas dalam berinteraksi
sosial dengan orang lain di lingkungan sekitarnya.
Peranan Perawat Gigi Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada
Anak Berkebutuhan Khusus yaitu dengan melakukan pemeriksaan kebersihan gigi
dan mulut, merupakan penjaringan atau pemeriksaan secara sederhana/sepintas
dengan tujuan untuk mengumpulkan data dan dijadikan bahan pertimbangan dalam
perencanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, melakukan modifikasi diet pada
anak berkebutuhan khusus yaitu dengan mengurangi diet karbohidrat dan snack
diantara waktu makan, melakukan upaya kuratif Sederhana yang dilakukan oleh
seorang perawat gigi pada anak berkebutuhan khusus adalah tindakan untuk
menghilangkan rasa sakit, seperti : tindakan kegawatdaruratan, pencabutan gigi
susu, penambalan tanpa merusak jaringan (Atraumatic Restorative Treatment/
ART), penumpatan dengan glass ionomer, dan penambalan dengan amalgam.

14
Penanganan anak tuna rungu pada perawatan kesehatan gigi pada dasarnya
memiliki masalah pada fungsi pendengarannya saja. Sehingga diperlukan
komunikasi yang baik antara operator dan pasien.

B. SARAN
Sebagai perawat gigi dalam menangani anak berkebutuhan khusus harus
dilakukan dengan berhati-hati dan dengan penanganan yang khusus. Harus
memperhatikan kenyamanan pasien dan yang paling penting komunikasi antara
operator dan pasien berjalan dengan baik

15
DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, Y. S. (2015). PENERAPAN METODE MULTISENSORI UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN PENGUCAPAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK
TUNARUNGU. 50-62.

Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

(n.d.). Retrieved from https://eprints.uny.ac.id/9894/3/BAB%202%20%2008103244025.pdf

(n.d.). Retrieved from https://dosenpsikologi.com/masalah-psikologis-pada-anak-tunarungu

(n.d.). Retrieved from https://www.alodokter.com/teknik-dasar-berkomunikasi-dengan-


penyandang-tunarungu

KENCANA, I. G. (2014, AGUSTUS). JURNAL KESEHATAN GIGI, II.

16

Anda mungkin juga menyukai