Anda di halaman 1dari 26

Terapi Eksistensial

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Model-model Konseling

Dosen Pengampu:
Dr. Ani Wardah, M.Pd

Oleh:
Kelompok 3
Ayu Normaulita NPM 2102020029
Hayaturrahmah NPM 2102020069

KELAS REGULER A BANJARBARU


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Ani Wardah, M.Pd sebagai dosen
pengampu mata kuliah model-model konseling yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Banjarbaru,

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 6
2.1 biografi viktor frankl dan rollo moy.............................................................................. 6
2.2 konsep kunci terapi eksistensial.................................................................................... 9
2.3 asumsi sehat dan asumsi bermasalah terapi eksistensial............................................... 17
2.4 tujuan konseling terapi eksistensial............................................................................... 17
2.5 peran konselor dan konseli terapi eksistensial.............................................................. 18
2.6 tahap-tahap konseling terapi eksistensial....................................................................... 22
2.7 Teknik spesifik konseling eksistensial ......................................................................... 23

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 24


3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


teori dan Pendekatan Konseling Eksistensial berfokus pada diri manusia.Pendekatan ini
mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Terapi
eksistensial berpijak pada premis bahwa manusiatidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa
kebebasan dan tanggung jawab berkaitan.Pendekatan Eksisteneial dalam konseling
menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli.
Pendekatan terapi eksistensial bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu
pendekatan yang mencakupterapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.Pendekatan ini Berfokus pada sifat
dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untukmenyadari diri, bebas memilih
untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab,kecemasan sebagai suatu
unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada
sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain keterhinggaan dankematian, dan
kecenderungan mengaktualkan diri. Pendekatan ini memberikan kontribusi yang besar
dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas manusia
terhadapmanusia yang lain dalam proses teurapeutik. Terapi eksistensial-humanistik
menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan menekankan kesadaran diri sebelum
bertindak. Kesadaran diri berkembang sejak bayi. Perkembangan kepribadian yang
normal berlandaskan keunikan masing-masing individu. Berfokus pada saat sekarang dan
akan menjadi apa seseorang itu, yang berartimemiliki orientasi ke masa depan. Maka dari
itu, akan lebih meningkatkan kebebasan konselingdalam mengambil keputusan serta
bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang di ambilnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi viktor frankl dan rollo moy?
2. Bagaimana konsep kunci terapi eksistensial?
3. Bagaimana asumsi sehat dan asumsi bermasalah terapi eksistensial?
4. Bagaimana tujuan konseling terapi eksistensial?
5. Bagaimana peran konselor dan konseli terapi eksistensial?
6. Bagaimana tahap-tahap konseling terapi eksistensial?
7. Bagaimana Teknik spesifik konseling eksistensial?

4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi viktor frankl dan rollo moy
2. Mengetahui konsep kunci terapi eksistensial
3. Mengetahui asumsi sehat dan asumsi bermasalah terapi eksistensial
4. Mengetahui tujuan konseling terapi eksistensial
5. Mengetahui peran konselor dan konseli terapi eksistensial
6. Mengetahui tahap-tahap konseling terapi eksistensial
7. Mengetahui Teknik spesifik konseling eksistensial

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi
a. viktor frankl
VIKTOR FRANKL (lah. 1905) lahir dan men- dapatkan pendidikan di Viena. Dia
mendirikan Pusat Penasehat Remaja di sana pada tahun 1928 dan memimpinnya sampai
tahun 1938, Dia juga menjabat sebagai anggota staf dari berbagai klinik dan rumah sakit Dari
tahun 1942 sampai 1945 Frankl menjadi tawanan di kamp konsentrasi Jerman Auschwitz dan
Dachau, di mana orang tuanya, saudara laki lakinya, isteri dan anak-anaknya mati.
Pengalaman yang mengerikan di kamp konsentrasi tidak pernah hilang dari ingatannya, tetapi
dia bisa menggunakan kenangan mengerikan itų secara konstruktif dan tidak mau kenangan
itu memudarkan rasa cintanya dan kegairahannya untuk hidup. Pada paro akhir tahun 40-han
isterinya yang sekarang ini Elleonara dinikahinya, dan pada saat ini tinggal dengannya di
Austria. Pada usia 80 tahun ia masih melakukan hiking di pegunungan Alpen, dan
kegairahannya untuk hidup. Pada paro akhir tahun 40-han isterinya yang sekarang ini
Elleonara dinikahinya, dan pada saat ini tinggal dengannya di Austria. Pada usia 80 tahun ia
masih melakukan hiking di pegunungan Alpen, dan bahkan sampai sekarang ia tetap aktif
secara pribadi dan secara profesional. Dia telah mengadakan perjalanan berkeliling dunia dan
masih memberi kuliah Eropa, Amerika Latin, Asia Tenggara, dan Amerika Serikat.Gelar
dokter (M.D.) diterimanya tahun 1930, dan Ph.D pada tahun 1949, keduanya dari Universitas
Viena. Di samping itu, dia mendapatkan juga ge doktor honoris kausa dari universitas di
seluruh dunia yang jumlahnya lebih dari 120. Dia menjadi profesor di Universitas Viena dan
kemudian menjadi Pembicara Terhormat pada United States International University di San
Diego. Dia juga telah menjadi profesor tamu dari Harvard, Stanford, dan universitas Southern
Karya-karya Frankl telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa, dan ia masih tetap
meninggalkan dampak pada perkembangan terapi eksistensial. Bukunya yang sangat
menarik, Man's Search for Meaning telah menjadi · bestseller di seantero dunia.Meskipun
Frankl mulai mengembangkan pendekatan eksistensial untuk praktek klinis sejak sebelum
tahun-tahun mengerikan di kamp-kamp maut Nazi, pengalamannya dalam kamp itu telah
mempertegas pandangannya. Dia mengamati dan secara pribadi mengalami kebenaran yang
diungkapkan oleh penulis-penulis dan filsuf-filsuf eksistensial, termasuk didalamnya
pandangan yang mengatakan bahwa cinta kasih adalah sasaran paling tinggi yang bisa
menjadi ambisi manusia dan bahwa pengejawantahannya juga melalui cinta kasih (1963, hlm.
59)Bahwa kita punya pilihan-pilihan pada setiap situasi adalah kenyataan yang diperkuat oleh

6
pengalaman- pengalamannya di kamp konsentrasi.Bahkan dalam situasi yang paling
menakutkan sekali pun, dia percaya, kita masih bisa melestarikan bayangan yang
tersembunyi tentang kemerdekaan spiritual, dan kebebasan berpikir. Lewat pengalamannya ia
belajar bahwa apa pun bisa direnggut dari seseorang kecuali "kemerdekaan yang terakhir
yang dimiliki manusia memilih sikap dalam situasi macam apapun, menentukan pilihannya
sendiri" (1963, hlm. 104). Frankl percaya bahwa esensi seorang manusia adalah pencariannya
akan makna dan tujuan. Kita bisa menemukan makna ini melalui Tindakan serta perbuatan
yang kita lakukan, mengalami suatu nilai (seperti cinta Kasih atau keberhasilan melalui
karya), an melalui penderitaan.Seperti yang akan Anda lihat nanti, pendekatan eksistensial
tidak dicipta- kan nya oleh seorang saja, oleh karena akar adalah gerakan-gerakan yang
beraneka ragam. Saya telah mengambil Frankl sebagai salah satu dari tokoh kunci oleh
karena teori-teorinya secara dramatis diuji oleh tragedi kehidupannya. Hidupnya menjadi
ilustrasi teori- nya, oleh karena dia hidup seperti apa didukung oleh teorinya. Meskipun orang
lain telah menulis tentang konsep eksis- tensial, mereka tidak bisa menyaingi popularitas
Frankl.

b. Rollo May
ROLLO MAY (1. 1909) pertama tinggal di Ohio, kemudian pindah ke Michigan waktu
dia masih kanak-kanak bersama lima orang saudara laki-lakinya dan seorang saudara perem-
puan. Kenangan masa hidupnya dikatakannya sebagai tidak berbahagia, suatu hal yang
membuatnya meminati psikologi dan konseling. Dalam hidupnya May telah bergulat dengan
kepeduliannya pada eksistensi dirinya. sendiri dan dua perkawinannya yang gagal. Namun,
peristiwa-peristiwa itu tidak memberinya pandangan hidup yang negatifPada usia 78 tahun
dia berkata bahwa dia bisa lebih mendapatkan kegembiraan hidup daripada waktu berusia 58
dan tentu saja lebih daripada waktu berusia 38 (Rabinowitz, Good, & Cozad, 1989). Pada
masa belia May untuk beberapa lama belajar kebudayaan Yunani, yang menurut pendapatnya
bisa memberinya perspektif pada sifat-sifat manusia. Kemudian ia pergi ke Viena dan belajar
pada Alfred Adler. Pada tahun 1938 ia meraih gelar master teologi dari Union Theological
Seminary. Pada tahun 1949 dia meraih gelar Ph.D, bidang psikologi klinis, dari Columbia
University. Pada saat kegiatannya untuk menyelesaikan program doktoral, ia terserang
tuberkulosis yang berakibat dirawatnya di sanatorium selama dua tahun. Selama masa
kesembuhannya dia menyempatkan dirinya untuk membaca dan belajar dari tangan pertama
tentang kecemasan. Hasil dari studi itu adalah diselesaikannya penulisan buku berjudul The
Meaning of Anxiety (Makna dari Kecemasan (1950), yang disebutnya sebagai persediaan air

7
dari karirnya (Rabinowitz et al., 1989). Dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1953, Man's
Search for Himself (Pencarian Manusia pada Dirinya), yang berbicara soal makna kesepian
eksistensial dan kecemasan yang menjadi ciri dari orang masa kini. Buku ini menye- babkan
dirinya men- duduki tempat terhor mat sebagai tokoh kunci dari penulis eksis- tensialis dan
psiko- analitik Amerika. Dia juga menyunting Existential Psychology (1961), yang
membuatnya menjadi pemimpin gerak an potensi manusia pada tahun 60-an. Bukunya yang
populer Love and Will (Cinta kasih dan Kemauan) (1969) memantulkan perjuangan
pribadinya sendiri dengan cinta kasih dan hubungan: akrab dan mencerminkan apa yang
dipertanyakan oleh masyarakat Barat tentang nilai seks dan perkawinan. Menurut catatan
May telah menulis atau pun menjadi parner penulisan 1 buah buku Yang secara pribadi
berpengaruh terbesar pada May adalah filsuf Jerman Paul Tillich (penulis The Courage to Be
(Keberanian untuk Berada), (1952), yang banyak meluangkan waktu dengannya untuk
mendiskusikan topik-topik falsafah, agama, dan psikologi. Sebagian besar dari tulisan
memantulkan kepeduliannya pada sifat dari pengalaman manusia, seperti misalnya mengenali
serta menangani kekuasaan, mau me- nerima kemerdekaan dan tanggung jawab, dan
menemukan identitas se- seorang. Semua itu diambil dari kekaya- an pengetahuannya yang
didasarkan pada pandangan klasik dan pandangan eksistensialnya. May adalah salah seorang
Pendukung pendekatan humanistik pada psikoterapi, dan ia merupakan juru bicara utama
bagi pemikiran eksistensial Eropa yang diaplikasikan pada psikoterapi. Dia percaya bahwa
psikoterapi seharusnya diarahkan pada menolong orang agar bisa menemukan makna
hidupnya dan peduli pada problema berada dan bukan pada menyelesaikan problema.
Memper- tanyakan keberadaan mencakup belajar untuk menangani isu seperti seks dan
keintiman, beranjak tua, dan meng- hadapi kematian. Menurut May, tantangan yang
sebenarnya adalah agar manusia mampu hidup di dunia di mana mereka sendirian dan di
mana mereka pada akhirnya harus menghadapi maut. Dia berpendapat bahwa individualisme
kita haruslah diimbangi oleh apa yang disebut Adler sebagai minat sosial. May percaya
bahwa terlalu banyak kepeduli- an diberikan pada diri pribadi dan tidak cukup bagi
kepedulian terhadap masya- rakat dan budaya (Rabinowitz et al., 1989). Terapis perlu
menolong pribadi-pribadi mencari jalan untuk bisa memberikan sumbangan demi tercapainya
masyarakat di mana ia hidup menjadi lebih baik. Dia percaya bahwa terapis seharusnya
mengarahkan perhatiannya pada aspirasi yang lebih tinggi dalam diri umat manusia, termasuk
didalam- nya nilai-nilai yang membuat hidup ini menjadi bermakna. Apabila pribadi- pribadi
itu kandas dalam menghayati nilai-nilai ini terapis bisa dikatakan sebagai orang yang gagal
melakukan misinya. Saat ini May tinggal di Tiburon, California. Di sana ia masih menjalani

8
jadwal yang aktif yang mencakup melakukan kegiatan selama kurang lebih empat jam sehari
untuk menyelesaikan bukunya yang segera diterbitkan, The Cry for Myth (Panggilan pada
Mitos). Klien privatnya ditemuinya pada siang hari, dan dia menyediakan waktu untuk
bersantai.

2.2 Konsep Kunci


PANDANGAN TENTANG SIFAT HAKIKI MANUSIA
Arti penting yang krusial dari gerakan eksistensial bagi psikoterapi adalah bahwa gerakan ini
memberikan reaksi terhadap tendensi untuk mengidentifikasikan terapi sebagai suatu
perangkat rancang bangun. Melainkan, gerakan itu mendasari praktek psikoterapi
pemahaman terhadap apa yang membuat orang itu umat manusia. Gerakan eksistensial berarti
rasa hormat pada seseorang, menggali aspek baru dari peri laku manusia, dan metode
memahami manusia yang beraneka macam. Pendekatan terapi yang digunakan banyak
jumlahnya dan semua berdasarkan pada asumsinya pada sifat-sifat manusia.
PANDANGAN 1: KAPASITAS UNTUK SADAR AKAN DIRINYA
Sebagai umat manusia kita bisa mengenang kembali dan menentukan pilihan oleh karena kita
mampu menyadari diri kita sendiri. Makin tebal kesadaran kita itu, makin besar kemungkinan
kita untuk mendapatkan kebebasan (lihat Pandangan 2). Oleh karena itu mengembangkan
kesadaran kita adalah meningkatkan kemampuan kita untuk bisa hidup secara penuh Kita
menjadi sadar bahwa:
1. Kita ini serba terbatas, dan waktu yang kita miliki untuk berbuat sesuatu yang kita
inginkan dalam hidup ini adalah terbatas.
2. Kita ada potensi untuk bertindak atau tidak bertindak; tidak mengambil tidakan adalah
sebuah keputusan.
3. Kita memilih tindakan yang kita ambil, dan oleh karenanya, kita menentukan
sebagian dari nasib kita.
4. Makna bukan secara otomatis dipersembahkan kepada kita melainkan merupakan
hasil dari usaha kita mencari dan menciptakan suatu tujuan yang unik.
5. Kecemasan eksistensial, yang pada dasarnya suatu kesadaran akan kebebasan kita
sendiri, merupakan bagian hidup yang esensiil; pada saat kita meningkatkan
kesadaran kita akan tersedianya pilihan yang bisa kita ambil maka kitapun juga telah
meningkatkan rasa tanggungjawab kita akan konsekuensi yang akan kita tanggung
dari penentuan pilihan itu.

9
6. Rasa kesepianketidakbermanaan, kekosongan, rasa bersalah, dan rasa terasing adalah
hal-hal yang selalu bisa kita alami.
7. Pada dasarnya kita ini adalah sendiri, namun kita ada kesempatan untuk berhubungan
dengan orang lain.

PANDANGAN 2: KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB


Tema khas yang selalu ada dalam literatur eksistensial adalah bahwa orang itu bebas untuk
menentukan pilihan di antara alternatif-alternatif yang ada dan oleh karenanya mengambil
peranan yang besar dalam menentukan nasibnya sendiri Meskipun kita dulu tidak ada pilihan
untuk dilahirkan atau tidak, cara kita hidup dan menjadi apa kita ini merupakan hasil dari
pilihan-pilihan yang telah kita tentukan. Oleh karena realitas dari kebebasan yang esensiil ini,
kita harus menerima tanggung jawab dari arah hidup yang telah kita tentukan sendiri itu.
Namun, ada kemungkinan untuk menghindari kenyataan itu dengan mengemukakan dalih
mengapa kita menjadi seperti yang sekarang ini. Tentang "nasib buruk", Sartre (1971)
menunjuk ke tidak otentiknya kenyataan adanya pengingkaran terhadap tanggung jawab
pribadi Contoh-contoh tentang pernyataan tentang nasib buruk adalah "Oleh karena memang
sudah suratan nasib, saya terpaksa harus berbuat seperti ini"Atau "Tentu saja saya harus
seperti ini, oleh karena saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga pemabuk". Menurut Satre
kita selalu dikonfrontasikan dengan pilihan tentang manusia seperti apa kita nanti, dan berada
tidak pernah diakhiri oleh jenis pilihan seperti ini. Kita sepenuhnya bertanggungjawab
terhadap hidup kita, tindaka kita, dan kegagalan kita untuk bertindak. Dari sudut pandang
Satr manusia itu dihukum bebas. Dia menuntut adanya komitmen untu mengambil pilihan
untuk diri kita sendiri Dosa eksistensial adalah kesadaran akan tindakan menghindar dari
komitmen, atau tela memilih untuk tidak menentukan pilihan. Inilah kesalahan yang kit alami
apabila kita tidak hidup secara otentik. Hal ini adalah akibatny kalau kita menyuruh orang
lain untuk menentukan kita atau untul memilihkan untuk kitaSartre berkata "Kita ini adalah
hasil pilihat kita". Modus eksistensi yang tidak otentik terdiri dari tidak adany kesadaran akan
tanggung jawab pribadi akan hidup kita dan secara pasi berasumsi bahwa keberadaan kita
sebagian besar dikontrol oleh kekuatan eksternal. Kebalikannya, dengan hidup secara otentik
melibatkan sikap tidak mau mengingkari pernilaian terhadap diri sendiri yang telah kita buat
sendiri tentang apa yang merupakan eksistensi yang berharga bagi diri kita sendiri. Oleh
karena itu bagi kaum eksistensialis hidup bebas dan menjadi manusia adalah identik.
Kebebasan dan tanggungjawab berjalan seiring Kita pencipta hidup kita sendiri dalam arti
bahwa kita cipta nasib kita, situasi hidup kita, dan problema kita (Russel, 1978)Memikul

10
tanggung jawab merupakan kondisi dasar adanya perubahan. Klien yang tidak mau mengakui
tanggung jawab dirinya dengan selalu menyalahkanj orang lain karena problema yang ia
derita tidak akan mendapatkan manfaat dari terapi. Frankl (1978) juga menggabungkan
kebebasan dengan tanggung jawab. Disarankan olehnya untuk mendirikan Patung Tanggung
Jawab di pantai barat Amerika sebagai imbangan dari Patung Kemerdekaan di pantai timur.
Premis dasarnya adalah bahwa kebebasan itu diikat oleh keterbatasan tertentu, karena kita
tidak bisa bebas dari kondisi. Tetapi kebebasan kita terdiri dari melawan pembatasan-
pembatasan seperti itu. Akhirnya kondisi- kondisi itu akan tergantung dari keputusan yang
kita ambil. Kita bertanggungjawab.

PANDANGAN 3: USAHA UNTUK MENDAPATKAN IDENTITAS DAN BISA


BERHUBUNGANNYA DENGAN ORANG LAIN.
Orang menaruh perhatian pada keunikan mereka dan posisi sentral mereka, namun pada saat
yang sama mereka ada minat untuk pergi keluar dari diri mereka untuk berhubungan dengan
orang lain dan alam. Kita masing-masing ingin menemukan diri sendiri yaitu mendapatkan
(atau menciptakan ) identitas diri kita. Ini bukanlah suatu proses otomatis, dan diperlukan
keberanian. Karena kita ini makhluk rasional, kita juga berusaha untuk bisa terkait dengan
orang lain. Kita harus melepas diri kita kepada orang lain dan peduli dengan merekaBanyak
penulis eksistensial membicarakan kesendirian, peri hal tidak berakar pada sesuatu, dan
keterasingan, yang bisa dilihat sebagai kegagalan untuk mengembangkan ikatan dengan
orang lain dan alam: Masalahnya adalah bahwa banyak diantara kita yang mencari arah,
jawaban, nilai, dan kepercayaan dari orang penting dalam dunia kitaDaripada menaruh
kepercayaan pada diri kita sendiri untuk mencari dalam diri kita sendiri dan mencari jawaban
kita sendiri terhadap konflik dalam hidup kita, kita menjual diri dengan menjadi orang seperti
yang diharapkan orang lain. Keberadaan kita menjadi berakar pada keberadaan mereka, dan
kita menjadi orang asing bagi diri kita sendiri. Keberanian untuk ada. Memang untuk
menemukan inti kita dan belajar bagaimana caranya hidup dari dalam diri kita memerlukan
keberanian (Tillich, 1952). Kita berjuang untuk bisa menemukan, menciptakan, dan tetap
mempertahankan inti yang berada jauh dalam diri kita. Salah satu dari rasa takut yang amat
sangat dari klien adalah bahwa mereka ketahui inti itu tidak ada, tidak ada jati diri, dan tidak
ada substansi dan bahwa mereka hanyalah pantulan dari pribadi yang diharapkan oleh setiap
orang dari mereka, Seorang klien mungkin berkata "Yang saya takutkan adalah bahwa nanti
saya akan menemukan diri saya sebagai bukan siapa-siapa, bahwa memang saya ini tidak ada

11
apa-apanya. Ternyata saya nanti hanyalah bak tong kosong, yang dalamnya kosong
melompong, dan tidak ada apa pun jika saya buka kedok saja".

Terapis eksistensial mungkin mulai dengan meminta kliennya untuk membiarkan dirinya
memberi tekanan pada perasaan mereka tidak lebih dari jumlah dari apa yang diharapkan
oleh orang lain dan bahwa mereka itu hanyalah introjeksi dari orang tua dan pengganti orang
tua. Bagaimana perasaan mereka sekarang? Apakah mereka mendapat kutukan untuk tetap
seperti sekarang ini selamanya? Adakah jalan keluarnya? Dapatkah mereka membentuk
pribadinya apabila mereka sendiri tahu bahwa mereka tidak memilikinya? Dari mana mereka
akan mulai? Demikian si klien telah mendemonstrasikan keberanian dengan hanya mengakui
rasa takut ini dengan mengungkap- kannya dalam bentuk kata-kata, maka tidak akan nampak
terlalu berlebihan. Menurut saya, sebaiknya memulai kegiatan dengan mengundang klien
untuk menerima cara-cara mereka hidup di luar diri mereka dan menggali cara-cara di mana
mereka di luar pusat dari mereka sendiri. Mengalami kesendirian. Kaum eksistensialis merasa
yakin bahwa sebagian dari kondisi manusia adalah mengalami kesendirian. Tetapi mereka
tambahkan bahwa kita bisa mendapatkan kekuatan yang berasal dari pengalaman melihat
pada diri sendiri dan memahami keterasingan kita ituRasa terasing datang mana kala kita
mengakui bahwa kita tidak bisa tergantung pada orang lain untuk menentukan konformasi,
yaitu bahwa kita, tanpa bantuan orang lain, harus menentukan makna hidup kita, dan kita
sendirian harus menentukan seberapa baiknya kita akan menjalani hidup. Kalau kita tidak
mampu untuk mentoleransi apabila kita sendirian, bagaimana kita bisa berharap orang lain
bisa diperkaya dengan kehadliran kita bersama mereka? Sebelum kita menikmati hubungan
yang erat dengan orang lain, kita harus ada hubungan dengan diri sendiri. Kita harus belajar
mendengarkan diri kita sendiri. Kita harus mampu berdiri sendirian sebelum kita benar-benar
bisa berdiri di sisi orang lain. Ada paradoks dalam gagasan bahwa manusia itu dalam sifat
eksistensialnya adalah sendiri dan sekaligus terkait, tetapi paradoksnya itu sendiri melukiskan
kondisi manusianya. Mengira bahwa kita bisa menyembuhkan kondisi itu, atau bahwa
kondisi itu sebaiknya disembuh. kan, merupakan suatu kekeliruan. Akhirnya nanti kita
memang sendirian. Mengalami keterkaitan. Kita, umat manusia, tergantung pada hubungan
dengan orang lain. Kita ingin bermakna di dunia orang lain, dan kita ingin merasa bahwa
kehadliran orang lain di dunia kita adalah penting. Manakala kita mampu berdiri sendiri dan
mencari kekuatan dari diri kita sendiri maka hubungan kita dengan orang lain berdasar pada
apa yang berhasil kita lakukan dan bukan pada kekurangan kita. Namun, apabila kita merasa
adanya kekurangan dalam diri kita maka kita terpaksa mengharapkan sedikit hubungan

12
dengan orang lain yang sifatnya menggantungkan diri, sebagai parasit, dan simbiotik.
Mungkin salah satu fungsi terapi adalah menolong klien untuk melihat perbedaan antara
keterkaitan dengan orang lain yang sifatnya tergantung secara neurotik dengan hubungan
terapeutik di mana kedua orang akan mendapatkan hikmah. Terapis bisa menantang klien
untuk meneliti apa yang telah mereka dapat dari hubungan itu, betapa mereka menghindari
kontak intim, betapa mereka mencegah diri mereka dari menjalin hubungan yang sejajar, dan
betapa mereka mungkin bisa menciptakan hubungan antar manusia yang sifatnya terapeutik,
sehat, dan matang.

PANDANGAN 4: PENCARIAN MAKNA


Karakteristik manusia yang khas adalah perjuangan demi rasa signifikan dan adanya tujuan
dalam hidup ini. Dari pengalaman saya, penyebab adanya konflik yang akhirnya mendorong
orang untuk minta konseling dan terapi adalah terpusat pada pertanyaan eksistensial
"Mengapa saya di sini? Apa yang saya inginkan dari hidup ini? Apa yang memberi hidup
saya ini suatu tujuan? Di mana sumber makna saya dalam hidup?" Terapi eksistensial bisa
memberikan kerangka konseptual untuk menolong klien menantang makna dalam hidupnya.
Pertanyaan yang mungkin diajukan oleh terapis adalah "Apakah Anda senang dengan arah
hidup Anda? Apakah Anda merasa senang dengan keadaan Anda sekarang dan nanti?
Apakah secara aktif Anda berbuat sesuatu untuk dapat lebih dekat dengan ideal-diri Anda
sendiri? Apakah Andapun tahu akan apa yang Anda inginkan? Apabila Anda tidak tahu pasti
akan siapa Anda itu sebenarnya dan apa yang Anda inginkan untuk diri Anda, apa yang Anda
lakukan untuk mendapatkan kejelasan?" Problema membuang nilai lama. Salah satu dari
problema dalam terapi adalah bahwa klien mungkin membuang nilai tradisional (serta nilai
yang dipaksakan) tanpa bisa menemukan nilai lain yang cocok untuk menggantikannya. Apa
yang dilakukan terapis apabila klien dalam keadaan vakum nilai karena telah tidak lagi
memeluk suatu sistem nilai yang pada kenyataannya tidak pernah merupakan suatu tantangan
bagi mereka serta tidak pernah mereka hayati? Mereka melaporkan bahwa mereka itu tak
ubahnya sebagai perahu tanpa kemudi. Mereka mencari panduan serta nilai baru yang cocok
bagi faset dari diri mereka yang baru saja ditemukan namun untuk sementara belum mereka
rasakan. Mungkin tugas dari proses terapeutik adalah membantu klien menciptakan sistem
nilai yang didasarkan pada cara hidup yang konsisten dengan cara mereka berada.. Tugas
terapis mungkin berupa usaha menaruh kepercayaan pada kapasitas klien untuk pada
akhirnya bisa menemukan sistem nilai yang berasal dari dalam dirinya yang benar-benar
memberikan kehidupan yang bermaknaTak ayal lagi bahwa mereka untuk sementara akan

13
berjalan tertatih-tatih dan mengalami kecemasan karena hilangnya nilai yang sudah siap
dianut. Kepercayaan yang diberikan oleh terapis kepadanya penting untuk bisa mengajar
mereka mempercayai kapasitas mereka sendiri dalam hal menemukan sebuah sumber nilai
yang baru. Ketidakbermaknaan. Manakala klien berpendapat bahwa dunia tempat ia hidup
nampak tidak bermakna, maka iapun akan bertanya- tanya apakah masih pantas untuk terus
berjuang, bahkan untuk hidupDihadapkan pada prospek bahwa kita akan mati nanti, maka
kita pun akan bertanya: "Apakah apa yang saya kerjakan sekarang ini ada artinya, oleh karena
pada akhirnya saya tidak bisa bebas dari maut? Apakah apa yang saya lakukan akan
dilupakan demikian saya sudah tiada? Dengan fakta bahwa kita akhirnya akan mati nanti,
mengapa saya bersusah payah berbuat sesuatu?" Salah seorang dari anggauta salah satu
kelompok saya bisa dengan tepat menangkap makna dari nilai pentingnya diri pribadi dengan
ucapannya: "Rasanya saya seperti halaman berikutnya dari sebuah buku yang dibalik sangat
cepat, dan tak seorangpun yang sudi membaca halaman itu"Bagi Frankl (1978) perasaan
ketidakbermaknaan seperti itu merupakan neurosis eksis- tensial utama dalam kehidupan
moderen. Menciptakan makna baru. Logoterapi dirancangbangun untuk me- nolong
seseorang menemukan makna dalam hidupMenantang makna dalam hidup merupakan ciri
dari manusia. "Kemauan mendapatkan makna" merupakan perjuangan utama seorang
individu. Hidup ini tidak dengan sendirinya bermakna; si individu harus menciptakan dan
menemukan makna (Frankl, 1978). Proyek pencarian makna kita sendiri tidak pernah
sempurna selama kita berada. Fungsi terapis bukanlah mengatakan kepada klien harus seperti
apa makna hidup itu melainkan menunjelaskan bahwa mereka bisa menemukan makna,
bahkan pada saat menderita (Frankl, 1979). Pandangan ini tidak sejalan dengan watak
pesimis yang ditemukan orang dalam falsafah eksistensial. Pandangan ini menganggap
penderitaan manusia (aspek negatif dan tragis dari hidup) dapat diubah menjadi keberhasilan
manusia oleh sikap seseorang dalam menghadapi penderitaan itu. Frankl juga berpendapat
bahwa orang bisa menghadapi kepedihan, rasa bersalah, keputusasaan dan maut dan, dalam
ber- konfrontasi, menantang keputusasaan itu dan oleh karenanya mencapai kemenangan.
Namun makna bukanlah sesuatu yang yang bisa secara langsung kita cari dan kita dapatkan.
Secara paradoksal makin rasional kita mencarinya makin besar kemungkinan untuk tidak
mendapat- kannya, Yalom (1980) dan Frankl mencapai kesepatan yang mendasar, yaitu
bahwa, seperti halnya dengan kenikmatan, makna harus dicari secara tidak langsung.
Menemukan makna dalam hidup merupakan produk samping dari usaha, yang berupa
komitmen untuk berkreasi, cinta kasih, bekerja, dan membangun.

14
PANDANGAN 5: KECEMASAN SEBAGAI SUATU KONDISI DALAM HIDUP
Bermula dari usaha seseorang untuk tetap hidup dan untuk memper- tahankan dan tetap
menekankan arti pada keberadaannya, maka ia harus berkonfrontasi dengan kecemasan
sebagai bagian dari kondisi manusia yang tidak terelakkan. Terapis eksistensial membedakan
antara kecemasan biasa dan kecemasan neurotik dan mereka anggap kecemasan sebagai
sumber pertumbuhan yang potensial. Kecemasan biasa merupakan tanggapan yang cukup
wajar terhadap peristiwa yang sedang dihadapi. Selanjutnya, kecemasan semacam ini tidak
perlu ditumpas, dan ini digunakan sebagai motivasi ke arah perubahan. Kecemasan neurotik,
sebaliknya, keluar dari proporsi situasi yang ada. Biasanya kecemasan jenis ini terjadi di luar
kesadaran dan cenderung untuk menjadikan orang tidak memiliki mobilitas. Oleh karena kita
tidak bisa bertahan hidup tanpa kecemasan maka bukan tugas terapeutik untuk mengurangi
kecemasan biasa. Kondisi yang secara psikologis sehat merupakan konsekuensi dari hidup
dengan sesedikit mungkin gangguan kecemasan neurotik dengan mau menerima serta
bergelut bersama kecemasan biasa yang memang merupakan bagian dari hidup. Orang tidak
bisa hidup dan mautpun tidak akan bisa dihadapi tanpa hadlirnya kecemasan (May & Yalom,
1989) Salah satu bentuk kecemasan biasa, kecemasan eksistensial, yang konstruktif bisa
merupakan stimulus untuk pertumbuhan dalam arti bahwa kita mengalami itu pada saat kita
menjadi makin sadar tentang kebebasan yang kita miliki dan konsekuensi untuk menerima
atau menolak kebebasan itu. Pada hakikatnya, manakala kita mengambil keputusan yang
menyangkut pembangunan kembali hidup kita, kecemasan yang menyertainya adalah bisa
merupakan pertanda bahwa kita sudah siap untuk mengubah pribadi kita. Pertanda itu
konstruktif, oleh karena kita diberi tahu bahwa semua kurang beres. Apabila kita
mendengarkan pesan-pesan yang diberikan oleh kecemasan, kita akan berani mengambil
langkah yang perlu untuk mengubah jalan hidup kita Banyak klien kounseling ingin
mendapatkan penyelesaian yang akan membuat mereka bisa menghilangkan kecemasan.
Meskipun usaha untuk menghindari kecemasan dengan jalan menciptakan suatu illusi seolah-
olah hidup ini semuanya aman-aman saja bisa membantu kita untuk menangani apa yang
tidak diketahui, keta sebenarnya tahu pada jenjang tertentu bahwa kita menipu diri sendiri
manakala kita menganggap telah menemukan keamanan yang pasti. Kita bisa menumpulkan
kecemasan dengan jalan memgecilkan tuntutan hidup kita sehingga mengurangi jumlah
pilihan. Namun membuka lembaran baru dalam hidup berarti memberi peluang masuknya
kecemasan, dan kita pun membayar mahal manakala kita meng-arus-pendekkan kecemasan.
Meskipun demikian, orang yang memiliki keberanian untuk menatap diri sendiri akan
ketakutan juga. Saya merasa yakin bahwa mereka yang ada kemauan untuk hidup dengan

15
segala kecemasan- kecemasannya untuk sementara adalah mereka yang bisa mengambil
keuntungan dari terapi perseorangan. Mereka yang terlalu cepat melarikan diri ke pola yang
nyaman bisa mendapatkan pembebasan sementara tetapi di masa mendatang nampak
mengalami frustasi karena terjebak lagi dalam kehidupan lama. Menurut May (1981)
kebebasan dan kecemasan adalah dua sisi dari sekeping mata uang; kecemasan dikaitkan
dengan kegembiraan yang menyertai lahirnya ide baru. Maka, kita mengalami kecemasan
pada waktu kita gunakan kebebasan kita untuk beranjak keluar dari yang diketahui ke
kawasan tidak diketahui. Dikarenakan rasa takut banyak di antara kita yang mencoba untuk
tidak mau melompat ke kawasan tidak diketahui. Seperti yang dikatakan oleh May: "Kita bisa
menghindar dari kecemasan hanya dengan jalan tidak berusaha yaitu, dengan mengorbankan
kebebasan kita. Saya merasa yakin bahwa banyak orang yang tidak pernah sadar akan
gagasan-gagasan yang paling kreatif yang mereka miliki oleh karena inspirasi mereka
dihalangi oleh kecemasan ini sebelum gagasan-gagasan itu mencapai tingkat kesadaran"
(1981, hlm. 191).

PANDANGAN 6: KESADARAN AKAN KEMATIAN DAN KETIADAAN


Kaum eksistensialis tidak memandang kematian sebagai hal yangnegatif tetapi beranggapan
bahwa kesadaran akan datangnya mau sebagai kondisi manusia itu memberi arti yang penting
pada hidup Karakteristik manusia yang menonjol adalah kemampuannya untu menangkap
realitas dari apa yang akan terjadi dan kenyataan bahw maut adalah hal yang tidak bisa
dihindari. Apabila kita haru memikirkan tentang hidup secara signifikan maka kita perlu
berpiki tentang maut. Kalau kita mempertahankan diri dari realitas akan datangnya maut yang
tak terhindarkan itu maka hidup ini akan menjemukan dan tidak bermakna. Tetapi kalau kita
melihat kenyataan bahwa kita itu pasti akan mati maka kitapun tahu bahwa kita tidak
memiliki keabadian untuk bisa menyelesaikan proyek kita dan bahwa masa kini adalah
krusial. Kesadaran kita akan maut merupakan sumber semangat kehidupan dan kreatifitas
(May, 1981) Maut dan kehidupan adalah saling bergantung, dan meskipun kematian ragawi
menghancur. kan kita, gagasan tentang maut menyelamatkan kita (Yalom, 1980).
Pengakuan akan datangnya maut memainkan peranan yang penting dalam psikoterapi, oleh
karena ini bisa menjadi faktor yang bisa membantu kita mentransformasikan suatu modus
hidup yang basi menjadi sesuatu yang lebih otentik (Yalom, 1980). Maka salah satu fokus
pada terapi eksistensial adalah pada menggali untuk mengetahui sampai tingkat apa klien
melakukan sesuatu yang dianggapnya bernilai. Tanpa harus selalu dihantui oleh ancaman
yang selalu ada di sekeliling. nya akan ketidakberadaan, klien dapat mengembangkan

16
kesadaran yang sehat akan datangnya maut sebagai suatu jalan untuk meng- evaluasi
seberapa lurus jalan hidupnya dan perubahan apa yang ingin mereka lakukan dalam hidup
mereka. Kengerian akan datangnya maut dan ketakutan akan hidup adalah bertautan.
Perasaan takut akan kematian selalu menghantui mereka yang takut untuk mereguk
kehidupan. Namun, apabila kita menekan- kan makna hidup dan berusaha untuk hidup di
masa kini dengan sepenuh-penuhnya maka kita tidak akan terobsesi dengan akhir hayat.
Mereka yang takut mati juga takut hidup, seolah-olah kita berkata "Saya takut mati oleh
karena sebenarnya saya tidak pernah hidup". Oleh karena beberapa orang diantara kita takut
menghadapi realitas dari kematian kita sendiri, kita ada kemungkinan untuk lari dari fakta
ketidakberadaan kita sendiri yang tidak bisa kita hindariNamun, manakala kita memang
berusaha untuk lari dari konfrontasi denga ketidakberadaan kita harus membayar bea. Seperti
yang dikatakan olel: May, "Bea untuk mengingkari maut adalah kecemasan yang tidak
jelaujung-pangkalnya, menjadikan diri sendiri barang asing"

2.3 Asumsi pribadi sehat dan pribadi bermasalah


a. Pribadi sehat Pribadi yang sehat menurut pandangan eksistensial yaitu mampu
memfungsikan dimensi-dimensi dasar yang dimiliki manusia, sehingga kesadaran bisa
berfungsi secara penuh.
b. Pribadi yang bermasalah menurut pandangan eksistensial yaitu tidak
mampumemfungsikan dimensi-dimensi dasar yang dimiliki manusia, sehingga
kesadaran tidak berfungsisecara penuh. Diantaranya; inkongruen, negatif, tidak dapat
dipercaya, tidak dapat memahami dirisendiri, bermusuhan dan kurang produktif.

2.4 Tujuan konseling


a. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkankemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai
eksistensial pokok”.
Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik
1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3) Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya,
yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.

17
c. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
memilihdiri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-
kekuatandeterministic di luar dirinya.

2.5 Peran konselor dan konseli


Bimbingan konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan intensif kepada
siswa dalam rangka pengembangan pribadi, sosial, studi dan kariernya demi masa depannya
yang dilakukan oleh konselor yang telah memiliki ketrampilan khusus dibidangnya.
Depdiknas (2007) menegaskan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah,
antara lain bertujuan agar siswa dapat memahami dan menerima diri sendiri, serta
merencanakan masa depan atas kekuatannya sendiri. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut
maka diperlukan berbagai peran yang semestinya dilakukan oleh guru pembimbing/konselor.
Barruth dan Robinson (1987: 143-145) menjelaskan beberapa peran yang lazim dilakukan
oleh seorang konselor:
a. Konselor sebagai seorang konselor
Maksud dari konselor sebagai konselor adalah guru pembimbing yang utama tugasnya adalah
sebagai konselor. Sebagai konselor maka guru pembimbing harus siap membantu. Hal ini
sebagai syarat dasar dari guru pembimbing untuk memiliki sifat dan keinginan selalu
membantu orang lain. Kategori yang pertama ini dapat disebut konselor sebagai terapis (“the
counselor as therapist” or ” the counselor as an interviewer”). Artinya melalui suatu proses
wawancara konseling usaha membantu (menyembuhkan) oranglain dilakukan konselor.
Inilah mengapa ada sementara orang yang menyatakan bahwa konseling merupakan jantung
dari bimbingan, sehingga ketidakmampuan konselor melakukan proses konseling akan
menghilangkan ciri khas atau keunggulan dari profesi bimbingan konseling. Oleh karena itu,
pemaknaan konseling sebagai suatu layanan bagi siapapun juga yang mencari bantuan dari
seseorang yang terlatih secara professional (konselor-guru pembimbing), dan layanan yang
diberikan bisa secara individu atau kelompok dengan cara mengarahkan konseli untuk
memahami dan menghadapi situasi kehidupan nyata sehingga bisa membuat
suatu keputusan berdasarkan pemahaman tersebut untuk kebahagiaan hidupnya adalah
peranan kunci bagi konselor professional di semua seting layanan. Dalam seting sekolah
maka kemampuan guru pembimbing untuk melaksanakan kegiatan konseling secara
profesional tidak dapat ditawar-tawar. Kompetensi untuk melaksanakan konseling secara

18
singkat namun efektif sangat diperlukan (Lines, 2006: 57). Namun demikian, tidak semua
kegiatan wawancara yang dilakukan oleh guru pembimbing kepada siswa di sekolah dapat
dikategorikan sebagai kegiatan konseling. Ada banyak ragam kategori kegiatan wawancara
yang mungkin dilakukan oleh seorang guru pembimbing, mulai dari wawancara dalam
rangka mengumpulkan data semata sampai dengan wawancara dalam rangka membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi oleh siswa. Kategori yang terakhir ini memerlukan
persyaratan tertentu untuk dapat disebut sebagai kegiatan wawancara konseling.
Fokus konseling dalam pengertian tradisional ini bermakna membantu individu atau
sekelompok individu untuk
(a) mencapai tujuan-tujuan intrapersonal dan interpersonal,
(b) mengatasi kekurangan-kekurangan pribadi dan kesulitan-kesulitan perkembangan,
(c)membuat keputusan, dan membuat perencanaan untuk perubahan dan perkembangan,
(d) meningkatkan kesehatan fisik maupun mental dan kebahagian mencapai kebahagiaan
secara kolektif. Peran tersebut mengimplikasikan perlunya keahlian dalam pertumbuhan dan
perkembangan manusia, ketrampilan interpersonal, ketrampilan
pembuatan keputusan dan pemecahaman masalah, ketrampilan sosial, intervensi krisis
perkembangan, orientasi teoritis untuk membantu. Untuk itu fungsi yang dilakukan antara
lain melakukan wawancara, penilaian, evaluasi, diagnosis.

b. Konselor sebagai seorang konsultan


Peran yang kedua yang harus dilakukan oleh seorang konselor/guru pembimbing adalah
sebagai konsultan. Untuk dapat dipercaya sebagai seorang konsultan yang baik tidaklah
mudah, hal itu karena tidak sembarang orang akan mampu melakukannya, serta oleh
karenanya tidak sembarang orang boleh melaksanakan tugas dan peran konselor sebagai
konsultan ini. Ada beberapa karakteristik dan kompetensi yang harus
dikuasai oleh seorang konsultan. Dinkmeyer dan Calrson (2006: 24) menjelaskan hal tersebut
sebagai berikut:
1) Bersikap empatik dan memahami bagaimana oranglain merasa dan mengalami dunianya
2) Mampu berhubungan dengan siswa dan guru (orang dewasa lainnya) dalam suatu
hubungan yang bertujuan/bermakna.
3) Sensitif terhadap kebutuhan oranglain.
4) Menyadari tentang adanya dinamika psikologis, motivasi, tujuan dari tingkah laku
manusia.

19
5) Memahami dinamika kelompok dan kebermaknaanya bagi pelaksanaan pendidikan. 6)
Mampu membangun hubungan yang ditandai dengan saling mempercayai dan saling
menghormati.
7) Mampu mempertanggungjawabkan atas masalah-masalah yang penting.
8) Mampu menetapkan penting tidaknya dan persyaratan bagi suatu hubungan yang
menolong
9) Mampu memberikan inspirasi bagi sejumlah tingkat kepemimpinan.
Kompetensi tersebut perlu dipikirkan ulang oleh konselor. Berbagai kompetensi tersebut
menjadikan konselor yang efektif, sehingga dia akan membangun atau memiliki jalinan kerja
sama dengan berbagai pihak demi kepentingan konseli, sehingga peran yang dilakukan tidak
hanya terbatas pada “konselor sebagai konselor” saja. Apalagi dalam masa keterbukaan
sekarang ini peran “konselor sebagai konsultan” menjadi tuntutan yang harus dipenuhi.
Konselor diharapkan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak lain yang dapat
mempengaruhi diri siswa seperti kepala sekolah, orang tua, guru, dan sebagainya yang
kesemuanya tersebut dapat ikut menentukan atau mempengaruhi kehidupan konseli.
Kenyataan ini berimplikasi bukan hanya ketrampilan sebagai konselor semata yang
diperlukan melainkan juga keahlian dalam proses pengkonsultasian (consulting process).
Elemen consulting (Dougherty dalam Sciarra, 2004: 55) ada tiga:
1) Consulting is tripartite.
2) The goal of consulting is to solve problem.
3) Another goal of consulting is to improve the consultee’s work with the client and, in turn,
improve the welfare of client.
Dari hal tersebut nampak bahwa konsultasi melibatkan tiga pihak (konselor, konseli, dan
pihak lain yang diajak konsultasi, misal guru atau orangtua) dengan tujuan utama untuk
memecahkan masalah konseli, di samping itu dengan kegiatan konsultasi tersebut diharapkan
dapat meningkatkan “kinerja” pihak yang diajak konsultasi untuk meningkatkan
kesejahteraan atau memenuhi kebutuhan konseli. Hal yang senada disampaikan oleh Brown,
Pryzwansky, dan Schulte (20001: 5-6): konsultasi adalah suatu proses pemecahan masalah
secara sukarela yang dapat dimulai atau diakhiri oleh consultant maupun consultee.
Hal itu terjadi dengan tujuan membantu consultee mengembangkan sikap dan ketrampilan
yang memungkinkan consultee berfungsi lebih efektif dengan konseli, yang dapat secara
individual, kelompok, atau organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi, tujuan dari
proses ini memiliki beberapa sisi: pertama, meningkatkan pelayanan kepada konseli; kedua,
memperbaiki pelayanan pada pihak ketiga (guru atau orangtua);

20
ketiga, memfasiliitasi consultee sehingga dapat meningkatkan kemampuan consultee untuk
melakukan tugasnya dalam hiubungan dengan konseli. Fungsi yang perlu dilakukan konselor
atau guru pembimbing antara lain melakukan evaluasi, fasilitasi, informasi, negosiasi, alih
tangan, hubungan masyarakat.

c. Konselor sebagai agen perubahan


Peran yang hampir serupa dengan peran sebagai konsultan adalah peran sebagai agen
perubahan. Peran sebagai agen perbahan bermakna bahwa keseluruhan lingkungan dari
konseli harus dapat berfungsi sehingga dapat mempengaruhi kesehatan mental menjadi lebih
baik, dan konselor dapat mempengunakan lingkungan tersebut untuk memperkuat atau
mempertinggi berfungsinya konseli. Dalam hubungan ini maka perlu keahlian pemahaman
tentang sistem lingkungan dan sosial, dan mengembangkan ketrampilan tersebut untuk
merencanakan dan menerapkan perubahan dalam lembaga, masyarakat, atau sistem. Untuk
dapat melaksanakan peran sebagai agen perubahan guru pembimbing harus menjalin
hubungan dan kerja sama yang baik dengan guru, orangtua, kepala sekolah, komite sekolah,
dan masyarakat sekitar. Bentuk kerja sama tersebut adalah dialog yang serius untuk
menciptakan sistem pendidikan yang efektif sebelum merancang program bimbingan dan
konseling yang dapat merubah keadaan (Taylor dan Adelman, 2000). Berbekal dengan
jalinan kerja sama dengan berbagai
pihak memungkinkan guru pembimbing merancang program kegiatan yang melibatkan
banyak pihak. Keterlibatan berbagai pihak dalam suatu kegiatan akan memungkinkan
terjadinya suatu kesepahaman akan suatu keadaan yang memerlukan intervensi
secara integral dari berbagai pihak. Kesediaan semua pihak untuk terlibat dalam suatu proses
kegiatan memungkinkan untuk menterjadikan kondisi perubahan yang didukung oleh banyak
pihak. Fungsi yang berkaitan dengan peran ini antara lain analisis
sistem, testing dan evaluasi, perencaaan program, perlindungan klien (client advocacy),
pengembangan jaringan kerja sama (networking).

d. Konselor sebagai seorang agen pencegahan utama (a primary prevention agent)


Sebagai agen pencegah yang utama, peranan guru pembimbing yang ditekankan di sini
adalah sebagai agen untuk mencegah perkembangan yang salah dan atau mengulang kembali
kesulitan. Peranan sebagai agen pencegah ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan

21
program yang bersifat antisipatif, minimal usaha-usaha yang bersifat preventif. Oleh karena
itu, ketrampilan mengembangkan program yang dapat memfasilitasi perkembangan dan
kebutuhan siswa sangat diperlukan. Penekanan dilakukan terutama dengan memberikan
strategi dan pelatihan pendidikan sebagai cara untuk memperoleh
atau meningkatkan ketrampilan interpersonal. Untuk itu guru pembimbing perlu antara lain
pemahaman dan keahlian tentang dinamika kelompok, normal human development, psikologi
belajar, teknologi pembelajaran dan sebagainya. Fungsi konselor dalam hal ini misalnya
keterlibatan konselor dalam merancang kurikulum.

e. Konselor sebagai menejer


Konselor selalu memiliki sisi peran selaku administrator. Sehubungan dengan itu konselor
harus sanggup menangani berbagai segi program pelayanan yang memiliki ragam variasi
pengharapan dan peran yang beragam seperti telah dikemukakan di atas. Untuk itu perlu
keahlian dalam perencanaan program, penilaian kebutuhan, strategi evaluasi program,
penetapan tujuan, pembiayaan, dan pembuatan keputusan. Oleh karena itu beberapa fungsi
konselor yang terkait dengan hal tersebut adalah menjadwalkan kegiatan, melakukan testing,
penelitian, melakukan penilaian kebutuhan, sampai dengan menata file data. Berbagai peran
yang ditanggung atau disandang seorang konselor dapat menjadi sesuatu yang berakibat
konstruktif atau sebaliknya negatif. Berakibat negatif jika peran yang seharusnya dilakukan
oleh konselor dipandang sebagai beban, sehingga justru menurunkan kinerja dan
penghargaan dari pihak lain. Bermakna konstruktif apabila konselor dapat melaksanakan
peran-peran tersebut secara tepat sesuai dengan kebutuhan dan konteks tugasnya sehingga
menjadikan kinerjanya semakin efektif baik dalam arti prestasi sesuai keinginan (artinya
antara keinginan awal dengan hasil yang diperoleh sesuai) ataupun dalam persepsi pihak lain
atau sesuai dengan kebutuhan dari para pemangku kepentingan (stake holder). Dari perspektif
ini berarti kemampuan konselor untuk mengatur perannya menjadi sangat penting. Oleh
karena itu, kemampuan mengatur diri dalam konteks menjalankan tugas profesi sangat
diperlukan.

2.6 Tahap-tahap konseling


Tahap-tahap konseling Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam
terapi eksistensial antara lain:
1) Tahap pendahuluan Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan
mengklarifikasiasumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan

22
menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa
diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, sertaasumsi untuk menentukan
kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu
awalnya merekamemaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka
bagaimana caranyauntuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan
mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
2) Pada tahap tengah dari konseling eksistensial Konseli didorong semangatnya untuk lebih
dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistemnilai mereka. Proses eksplorasi diri ini
biasanyamembawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap
mereka.Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang
mereka anggap pantas. Merekamengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian
nilai internal mereka.
3) Tahap terakhir dari Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa
melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi
adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara mengaplikasikan nilai hasil penelitian
dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanyakonseli menemukan jalan mereka untuk
menggunakankekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.

2.7 Teknik spesifik konseling eksistensial


Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial humanistik, yaitu :
1. Penerimaan
2. Rasa hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi dorongan
6. Pertanyaan terbatas
7. Memantulkan pertanyaan dan perasaan client
8. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna
9. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut merasakan apa yang dirasakan client

23
BAB I
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut catatan May telah menulis atau pun menjadi parner penulisan 1 buah buku Yang
secara pribadi berpengaruh terbesar pada May adalah filsuf Jerman Paul Tillich (penulis The
Courage to Be (Keberanian untuk Berada), (1952), yang banyak meluangkan waktu
dengannya untuk mendiskusikan topik-topik falsafah, agama, dan psikologi.Dia percaya
bahwa psikoterapi seharusnya diarahkan pada menolong orang agar bisa menemukan makna
hidupnya dan peduli pada problema berada dan bukan pada menyelesaikan problema.

PANDANGAN TENTANG SIFAT HAKIKI MANUSIA


Arti penting yang krusial dari gerakan eksistensial bagi psikoterapi adalah bahwa gerakan ini
memberikan reaksi terhadap tendensi untuk mengidentifikasikan terapi sebagai suatu
perangkat rancang bangun. Gerakan eksistensial berarti rasa hormat pada seseorang,
menggali aspek baru dari peri laku manusia, dan metode memahami manusia yang beraneka
macam. Pendekatan terapi yang digunakan banyak jumlahnya dan emua berdasarkan pada
asumsinya pada sifat-sifat manusia.
Pribadi sehat Pribadi yang sehat menurut pandangan eksistensial yaitu mampu memfungsikan
dimensi-dimensi dasar yang dimiliki manusia, sehingga kesadaran bisa berfungsi secara
penuh.
Pribadi bermasalah Pribadi yang bermasalah menurut pandangan eksistensial yaitu tidak
mampumemfungsikan dimensi-dimensi dasar yang dimiliki manusia, sehingga kesadaran
tidak berfungsisecara penuh.
Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan
dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkankemampuannya.
Bimbingan konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan intensif kepada
siswa dalam rangka pengembangan pribadi, sosial, studi dan kariernya demi masa depannya
yang dilakukan oleh konselor yang telah memiliki ketrampilan khusus dibidangnya.
Depdiknas (2007) menegaskan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah,
antara lain bertujuan agar siswa dapat memahami dan menerima diri sendiri, serta
merencanakan masa depan atas kekuatannya sendiri.
beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi eksistensial antara lain:

24
1) Tahap pendahuluan Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan
mengklarifikasiasumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan
danmenayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensimereka
bisa diterima.
2) Pada tahap tengah dari konseling eksistensial Konseli didorong semangatnya untuk
lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistemnilai mereka
3) Tahap terakhir dari Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk
bisamelaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial humanistik, yaitu :
Penerimaan, Rasa hormat, Memahami, Menentramkan, Memberi dorongan, Pertanyaan
terbatas, Memantulkan pertanyaan dan perasaan client, Bersikap mengijinkan untuk apa
saja yang bermakna, Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut merasakan apa yang
dirasakan client

25
DAFTAR PUSTAKA

26

Anda mungkin juga menyukai