Anda di halaman 1dari 84

Pengertian Kreativitas

Pengertian kreativitas adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai (NACCCE/National Advisory Committee on Creative and Cultural Education, dalam Craft, 2005). Selanjutnya Feldman (dalam Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas adalah: the achievement of something remarkable and new, something which transforms and changes a field of endeavor in a significant way . . . the kinds of things that people do that change the world. Menurut Munandar (1985), pengertian kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam Clegg, 2008) menyatakan kreativitas adalah sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru. Rhodes (dalam Munandar, 2009) menganalisis lebih dari 40 pengertian tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, produk, dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Berikut beberapa definisi tentang kreativitas berdasarkan empat P, menurut para pakar: Definisi Pribadi Menurut Hulbeck (dalam Munandar, 2009) Tindakan kreatif merupakan hal muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam three-facet model of creativity oleh Stenberg (dalam Munandar, 2009), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis: inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian. Definisi Proses Definisi proses dikemukakan oleh Torrance (dalam Munandar, 2009) yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu proses merasakan kesulitan, permasalahan, kesenjangan, membuat dugaan dan memformulasikan hipotesis, merevisi dan memeriksa kembali hibgga mengkomunikasikan hasil. Definisi Produk

Baron (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (dalam Munandar, 2009) kreativitas adalah kemampuan membuat kombinasi-kombinasi baru. Rogers (Munandar,2009) menekankan produk kreatif harus bersifat observable, baru, dan merupakan kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi Press Definisi Simpson (dalam Munandar, 2009) merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai inisiatif yang dihasilkan individu dengan kemampuannya untuk mendobrak pemikiran yang biasa. Guilford (dalam Purwanto, 2008) menyatakan bahwa kreativitas merupakan salah satu operasi mental dalam model struktur intelektual yang dinamakan kemampuan berpikir divergen. Oleh karena intelegensi dalam struktur intelektual Guilford mempunyai tiga dimensi yaitu operasi, bahan dan produk: Operasi Proses atau operasi berpikir dalam struktur intelektual Guilford mempunyai lima faktor, yaitu kognisi, memori, berpikir konvergen, berpikir divergen, dan evaluasi. Dari segi operasi, kreativitas berpikir adalah kemampuan menghasilkan secara divergen yang merupakan salah satu operasi mental dalam model struktur intelektual Guilford. Kreativitas melibatkan berpikir divergen yang merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan jawaban baru dan tidak biasa. Kemampuan berpikir divergen merupakan kemampuan berpikir yang mampu menghasilkan jawaban yang bervariasi dari suatu masalah. Dalam berpikir divergen, pemikiran menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya dan mencari variasi. Pemikiran melampaui dari apa yang jelas dan nyata, mempertimbangkan beberapa jawaban yang mungkin ada untuk suatu masalah, bukan hanya satu penyelesaian yang benar. Dalam memecahkan masalah, pemikir divergen mengajukan beberapa solusi. Dengan kemampuan itu, dia mampu menghasilkan sesuatu yang berbeda. Bahan Dalam model struktur intelektual Guilford, intelegensi mengolah bahan berupa figural, simbol, semantik dan perilaku. Proses berpikir divergen hanya mengolah bahan berupa figural dan simbolik, sehingga kreativitas berpikir mempunyai dua jenis konten yaitu figural atau visual dan simbolik atau verbal. Menurut Guilford (dalam Purwanto, 2008), tes untuk mengukur kreativitas berpikir akan berbentuk figural dan simbolik dengan indikator berupa unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan implikasi. Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 2008) kreativitas berpikir merupakan proses berpikir divergen secara figural dan simbolik untuk menghasilkan enam jenis produk. Produk Operasi kemampuan berpikir divergen yang mengolah bahan berupa figural dan simbolik menghasilkan enam jenis produk yaitu unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan implikasi (Guilford dalam Purwanto, 2008). Pertama, unit adalah pertanyaan tugas yang dilakukan dengan memberi bahan dasar yang darinya sebanyak mungkin objek nyata diminta dibuat. Dalam bentuk figural,

pertanyaan dapat dilakukan dengan meminta peserta membuat sebanyak mungkin gambar objek nyata dari sebuah lingkaran dalam waktu tertentu. Dalam bentuk simbolik, kemampuan ini diukur dengan meminta peserta membuat sebanyak mungkin kata dengan aturan tertentu. Misalnya, buatlah sebanyak mungkin kata yang berhuruf awalan P dan berhuruf akhir m dalam waktu satu menit. Kedua, kelas adalah kemampuan membuat perubahan dari satu kelas atau golongan ke kelas atau golongan lain. Secara figural kemampuan ini dapat diukur dengan memberikan dua atau lebih garis dan meminta peserta membuat kombinasi gambar sebanyak mungkin. Dalam bentuk simbol, kemampuan ini diukur dengan memasangkan beberapa hewan atau benda dengan sifat-sifatnya sebanyak mungkin dalam waktu tertentu. Ketiga, hubungan dilakukan dengan melengkapi struktur dan hubungan dari dua hal. Misalnya, dari angka 1, 2, 3, 4 dan 5, kombinasikan dengan sebanyak mungkin cara sehingga hasil jumlahnya 7. Keempat, sistem melibatkan urutan rasional dari langkah- langkah yang bermakna. Untuk mengukur kemampuan ini secara figural dapat dilakukan dengan meminta peserta tes mengorganisasikan beberapa gambar visual sehingga membentuk objek nyata. Misalnya, dari lingkaran, segi empat dan segi tiga, buatlah sebanyak mungkin gambar yang merupakan kombinasi ketiga bangun dan berilah nama. Pengukuran secara simbolik dapat dilakukan dengan meminta peserta tes menyusun kalimat sebanyak mungkin dengan katakata yang ditentukan huruf awalnya. Misalnya, buatlah dalam waktu satu menit sebanyak mungkin kalimat dengan tiga kata yang huruf awalnya M_ E_ P_. Kelima, transformasi melibatkan kemampuan mengubah strategi ketika suatu strategi mengalami jalan buntu. Kemampuan ini dapat diukur dengan meminta peserta memanipulasi objek yang diberikan kepadanya dengan sebanyak mungkin cara. Keenam, implikasi adalah kemampuan membuat antisipasi dan prediksi terhadap keadaan-keadaan tertentu di masa yang akan datang. Implikasi diukur secara figural dengan misalnya meminta peserta tes membuat dekorasi tambahan atas suatu bangun. Secara simbolik, kemampuan implikasi diukur misalnya dengan menghadapkan peserta tes dengan dua persamaan matematika dan memintanya membuat kombinasi sebanyak mungkin dua persamaan itu dalam persamaan baru. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kreativitas adalah kemampuan individu untuk mencipta sesuatu baik yang bersifat baru maupun yang kombinasi, berbeda, unik tergantung dari pengalaman yang diperoleh berbentuk imajinasi yang menjurus prestasi dan dapat memecahkan masalah secara nyata untuk mempertahankan cara berpikir yang asli, kritis, serta mengembangkan sebaik mungkin untuk menciptakan hubungan antara diri individu dan lingkungannya dengan baik.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-kreativitas.html diunduh Jumat,


17 Mei 2013)

KREATIVITAS (Identifikasi & Perkembangan Kreativitas)


Pengertian Kreativitas

Kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan fakta, informasi atau unsur-unsur yang ada.
Berpikir kreatif/berpikir divergen adalah kemampuan --- berdasarkan data atau informasi yang tersedia --- menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. (Clark Moustatis) Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme (Rogers).

Kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya:


1. Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh,

mengejutkan.
2. Berguna (useful): lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. 3. Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. (David Cambell) 4. Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan originalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan (Munandar, S.C.U., 1977).

Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu yang berkaitan dengan:
1. Kemampuan untuk mengkombinasikan 2. Memecahkan/ menjawab masalah 3. Cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Utami Munandar: 1992)

Creativity is

The ability to generate innovative ideals and manifest them from thought into reality.
The process involves original thinking and then producing. The process involves original thinking and then producing.

Ciri Perilaku Kreatif


Perilaku yang tidak biasa (unusual), yang bernilai berdasarkan konvensi atau norma tertentu, dan ditandai oleh originalitas
Ciri utama Kreativitas: Sikap Kreatif Sikap Kreatif: purpose, values, and a number of personality traits that together predispose an individual to think ia an independent, flexible, and imaginative way (Davis 1976). Kreative: Proses yang menghasilkan produk kreatif Kreativitas menghasilkan KEBAHARUAN Creativity result not in imitation, but new, original, independent, and imagination way of thinking about or doing something.

Tahap

Proses

Kreatif

Menurut Graham Wallas (1926), kreativitas merupakan proses 5 tahap:


1. Preparation (Persiapan) 2. 3. 4. 5.

--menginvestasikan masalah.

Proses

pengumpulan

informasi

dan

Incubation (Pengendapan) --- secara tidak sadar memikirkan problem Intimation. Ilumination (iluminasi) --- menyadari cara-cara baru dalam memecahkan masalah. Verification (menguji) --- mengimplementasikan temuan.

Proses kreatif menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunya Quantum Learning mengalir melalui lima tahap, hatap-tahap tersebut sebagai berikut :
1. 2. 3. 4. 5.

Persiapan -- Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.


Inkubasi --- Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran. Iluminasi --- Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan. Verifikasi --- Memastikam apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah. Aplikasi ---- Mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut

Proses Kreatif menurut David Cambell urutannya sebagai berikut


1. Persiapan (preparation): meletakan

dasar, mempelajari latar belakang masalah, seluk beluk dan problematikanya. Meskipun tidak semua ahli kreatif, namun kebanyakan pencipta adalah ahli. Terobosan gemilang dalam suatu bidang hampir selalu dihasilkan oleh orang-orang yang sudah lama berkecimpung dan lama berpikir dalam bidang itu.

2. Konsentrasi (concentration): sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam perkara yang dihadapi. Orang-orang kreatif biasanya serius, perhatiannya tercurah dan pikirannya terpusat pada hal yang mereka kerjakan. 3. Inkubasi (incubation): mengambil waktu untuk meninggalkan perkara, istirahat, waktu santai. Sebuah busur tak dapat direntang terus-menerus untuk jangka panjang tanpa bahaya patah. Maka kita perlu melarika diri dari perkara yang sedang kita selesaikan, masalah yang hendak kita pecahkan. 4. Iluminasi: mendapatkan ide gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, jawaban baru Bagian paling nikmat dalam penciptaan, tahap AHA! Ketika segalanya jelas, hubungan kaitan perkara gambling, dan penerangan untuk pemecahan masalah, jawaban baru tiba-tiba tampak laksana kilat. 5. Verifikasi/ Produksi : memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah. Tahap AHA!, betapa pun memuaskan, barulah merupakan akhir dari suatu awal. Masih ada pekerjaan berat yang harus dikerjakan.

Pendekatan-Pendekatan Pendekatan Psikodinamika


terhadap

Studi

Kreativitas

Kreativitas muncul dari adanya tension antar realita kesadaran dan dorongan ketidaksadaran.
Ada dua proses terbentuknya kreativitas: regresi adaptif (primer) dan elaborasi (sekunder) Adaptive regression: the intrusion of unmodulated thought in consciousness, yang muncul selama problem solving, tetapi lebih sering muncul ketika individu sedang melamun, intoksikasi dari obat-obatan, fantasi atau melamun, atau Psikosis.

Elaborasi: The reworking and transformation of primary proccess material throught reality-oriented, ego- controiled thinking. Kemampuan untuk mengembangkan dan memerinci ide.

Pendekatan Psikometri

Kreativitas dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, pendekatan psikometris yang menggunakan paper and pencil test.
Torrance mengembangkan Tests of Creative teoriGuilford, yaitu: Divergent Thinking. Thinking, yang

dengan
pada

didasarkan

Pendekatan Kognitif

Meneliti tentang representasi mental dan proses terjadinya berpikir kreatif.


Ada dua proses dalam berpikir kreatif, yaitu: fase generative dan fase exploratory. Fase genetative: individu mengkonstruksi representasi mental yang mengacu pada struktur yang telah ada, yang berisi property yang mendorong munculnya temuan kreatif. Fase exploratory: property tersebut digunakan untuk menghasilkan ide-ide kreatif.

Pendekatan Social Personality


Ada tiga variabel pembentuk kreativitas:


Kepribadian: self-actualization (Rogers), Boldness, courage, freedom, spontaneity, self acceptance (Maslow). Motivation: Intrinsic motivation, need for order, need for achievement. Lingkungan sosiokultural: role models, resources, competitors.

Pentingnya Kreativitas

Dengan berkreasi individu dapat mengaktualisasikan diri.


Berpikir kreative memungkinkan individu untuk melihat berbagai kemungkinan jawaban atas penyelesaian masalah (hal ini belum mendapat perhatian dalam dunia pendidikan). Proses kreatif memberi kepuasan kepada seseorang. Proses kreative memungkinkan individu meningkatkan kualitas hidupnya (SCU Munandar, 1992).

Download File Powerpointnya disini....!!!

Daftar

Pustaka

Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius Munandar, Utami. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. www.psychologymania.com
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/07/kreativitas-identifikasi-perkembangan.html diunduh 17 Mei 2013)

ANAK KREATIF
Pada dasarnya sifat manusia itu kreatif, namun perlu diasah secara mandalam lagi. Kreatifitas merupakan kemampuan untuk mencipta atau berkreasi. Dengan memperbanyak mengasah kemapuan yang dimiliki maka kreatifitas seseorang pun akan teraplikasikan secara tepat. Dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung agar kekreativan anak tetap ada. Kecerdasan dan kreatifitas anak tergantung dari faktor genetik, asupan gizi, dan lingkungan. Beberapa asupan gizi yang berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan kratifitasan anak ialah dengan pemberian DHA dan AA. Yang mana DHA dan AA ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel otak, neurotrasmiter, reseptor, dan dendrit. Selain itu anak juga membuthkan vitamin A yang baik untuk mata serta menghindari anak dari rabun senja. Vitamin D juga dibutuhkan guna meningkatkan efensiensi penyerapan kalsium di usus. Yang mana tanpa vitamin D usus manusia hanya mampu menyerap 10-15 % kalsium dalam makanan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan kesehatan, kecerdasan, dan kreatifitas anak, yaitu:

Gizi (30-40 %) asupan gizi yang seimbang serta kaya akan DHA dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak, khususnya otak dan sel syaraf. Adapun peranan DHA meliputi; menambah jumlah cabang nourotransmiter dan reseptor sel syaraf, meningkatkan kemampuan belajar anak, meningkatkan kreatifitas anak, komponenpenting penyusun retina mata anak. Lingkungan (10-20 %) pola asuh yang tepat dan pergaulan yang baik akan menunjang kecerdasan dan kreatifitas anak.

Berdasarkan penelitian mengenai nourologi Universitas Chicago, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50 %, hingga usia 8 tahun mencapai 80 %. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapat rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.sedangkan pada usia 18 tahun perkembangan jaringan otak mencapai 100%. Oleh sebab itu, masa kanakkanak mulai usia 0-8 tahun disebut masa emas (golden age), yang mana pada masa ini sangat penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyedian gizi yang cukup, dan pelayanan pedidikan. Maka melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenngkan bagi anak seperti dengan bermain, deharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk dapat dikembangkan sejak dini. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2005:164) bahwa proses pembelajaran hakekatnaya untuk mengembangkan kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Sedangkan menurut Supradi pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang ada sebelumnya. Dan keberhasilan kreatifitas menurut Amabile (Munandar, 2004:77) merupakan persimpangan antara keterampilan anak dalam bidang tertentu, keterampilan berfikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Cara mempertahankan kreatifitas anak:
1. Membangun kerpribadian anak dengan modal cinta. Dengan cinta orang tua dapat menerima anak apa adanya, terlepas dari kekurangan dan kelebihan anak senara fisik. Karena orang tua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk sama

dengan anak lain. Setiap individu adalah unik, kita dapat membentuk kerpibadian anak, tetapi bukan menyamakan karakter mereka dengan anak lainnya. Seperti Salman Al Farizi penggegas perang parit, Umar bin Khatab penggagas ketertiban lau lintas, Abu Bakar Ash Shidiqi pengagas tegaknya sistem ekonomi islam, dan lain-lain. 2. Menumbuhkan dan mengembangkan motivasi. Individu yang memiliki kepribadian yang kuat cenderung memiliki motivasi yang kuat pula. Namun karena kreatifitas dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka dorongan dari luar diperlukan untuk memunculkan gagasan. Dengan demikian peran orang tua diperlukan dalam hal ini. Adanya komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengrkan, dimengerti, didukung, dilibatkan, dan diterima segala kelemahan dan keterbatasnnya. Hal yang terpenting dalam memotovai anak agar labih kreatif ialah dengan melakukan sesuatu sekreatif mungkin dan hindari kesan-kesan rekonstruktif. 3. Mensistimatisir proses pembentukan anak kreatif. Beberapa hal yang perlu diperhatiakn oleh orang tua dalam membentuk anak yang kreatif, yaitu: (a) Persiapan waktu, tempat, fasilitas yang memadai; kira-kira sekitar 5-30 menit setiap harinya diluangkan waktu untuk mengmbangkan kreatifitas anak. Sedangkan fasilitas penunjang tidak perlu canggih disesuaikan dengan hal apa yang hendak dicapai. (b) Mengatur selang seling kegiatan; dengan pengaturan jadwal sedemikian rupa agar dalam melakukan anak lebih terpola dalam mengerjakan aktifitas, seta memberikan pola yang beraneka ragam seperti meminta mereka untuk melakukan aktivitas secara individual, kalompok, kompetitif, serta kooperatif. (c) Menyediakan waktu khusus untuk anak dalam melakukan aktifitas. (d) Memelihara iklim kreatifitas agar tetap terpelihara, caranya ialah dengan mengoptimalkan poin-poin yang ingin di kembangkan eperti pada no 2 untuk mempertahankan kreatifitas anak. 4. Mengevaluasi hasil kreativitas. Selama ini sering manilai kreatifitas melalui hasil atau produk yang kreativitas. Padahal sesungguhnya yang terpenting ialah proses dibandingkan hasilnya. Pentingnya penilaian proses kreativitas, bukan berarti kita dapat menilai hasil kreativitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan namun mesti ada hal yang mesti diperhatikan, yaitu hendaknya menilai hasil kreativitas tersebut dengan menggunakan kreativitas anak dan bukan meggunaka persepektif atau mencetuskan suatu kreatifitas yang tidak lazim. Yang mana setiap kali melakukan pengevaluasian hasil, sebaiknya selalu memberikan dukungan dan juga penguatan dan juga sebaliknya jauhi celaan dan hukuman agar anak tetap kreatif. Semakin banyak pengetahuan yang didapat oleh kreatif. Kreatifitas tidak berhenti pada imajinasi berbentuk tujuan. Orang tua sangat berperan besar kreatifitas anak, seperti karya seni, musik, ataupun mengungkapkannya dalam belajar, yaitu anak, semakun besar peluang untuk semata, melainkan dalam hal yang dalam memberikan wadah perwujudan kesempatan anak untuk bercerita dan

1. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan unik. Menurut Elizabeth Hurlock, reatifitas merupakan adanya sesuatu yang baru baik dalam bentuk gagasan atau suatu hasil karya. Dalam kreatifitas yang dapat diciptakan adalah sesuatu yang baru, berberda dari yang telah ada, dan sifatnaya unik. Keunikan dekat dengan keaslian (orisinalitas), yaitu kemampuan untuk membuat sesuatu yang orisinil, murni

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

dari ide anak, serta didukung oleh pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh anak sebelumnya. Kemapuan untuk mentransformasikan gagasan lama kedalam benuk-bentuk baru. Jika individu iangn kreatif maka diperlukan pengetahuan yang diterima sebelum dapat menggunakan dengan cara yang baru dan orisinil. Kreatifitas terlihat juga pada kemampuan membuat sesuatu yang umum menjadi sesuatu yang khusus, serta dapat melihat sesuatu dengan cara yang baru. Pengembanganpengembangan ide bisa diawali dengan sesuatu yang sama, sehingga dalam hal ini dapat terlihat ketika seorang anak dengan anak lainnya mengerjakan tugas yang sama, tapi menggunakan cara yang berbeda. Ini berarti anak dapat mengembangkan idenya dengan cara yang lebih kreatif. Kemampuan untuk mengembangkan imajinasi dan fantasi yang terarah. Memiliki daya imajinasi yang tinggi merupakan salah satu ukuran kretifitas anak. Daya imajinasi dapat dikembangkan dengan cara memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif dengan bimbingan dan arahan orang tua. Imjinasi yang terarah bisa ditumbuhkan dalam permainan yang imajinatif yang akan membuat dan mendorong anak untuk berfikir dan berkrasi. Sehingga anak akan terniasa untuk selalu berusaha menghasilkan ide-ide kreatif. Kemampuan untuk melihat berbagai kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah. Cara berfikir yang kreatif ialah dengan memberi kebebasan kapada anak untuk menjajaki berbagai kemungkinan-kemungkinan jawaban yang benar. Hal ini dimungkinkan jika adanya kebebasan psikologis pada anak. Anak dibei kebebasan untuk mengekprsikan secara simbolis pikiran-pikiran tentang perasaaannyaserta memberikan kapada anak kebebasan dalam berfikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada didalam dirinya. Adanya rasa iangin tahu yang luas dan mendalam. Anak yang kreatif tidak puas dengan hanya menerima yang disampaikan orang tua saja tetapi dia akan mencoba untuk mengtahuinya lebah luas dan mendalam lagi. Hal ini ditandai dengan seringnya akan bertanya terkain dengan hal-hal yang masih membuatnya bingung, ia akan mempertanyakan hal itu dengan oang-orang yang ia kenal selain orang tuanya. Adanya minat yang luas dan keinginan bereksplorasi. Minat yang luas ditunjukkan oleh anak yang kreatif dengan adanya kaeinginan untuk mengeksplorasi hal-hal baru. Adanya tingkat energi, spontanitas, dan pertualangan sering tampak pada anak yang kreatif. Anak-anak cenderung memiliki keinganan yang besar untuk mencoba aktifitas-aktifitas baru yang mengasyikan. Adanya perhatian pada proses, bukan sekedar hasil akhir. Yang lebih difokuskan dalam pembentukan kreatif anak ialah prosesnya bukan hasilnya. Melalui proses yang lebih dilihat ialah bagaimana munculnya ide-ide orisinal untuk melakukan sesuatu, dan tidak terpaku pada satu produk akhir yang menjadi bukti kreatif anak. Adanya kesenangna dan kepuasan pribadi dalam melakukan pekerjaan. Anak akan mendapatkan penghargaan atau pujian yang berpengaruh tehadap perkembangan pribadinya jika ia basa tampil beda dengan lingkungannya. Anak akan mersa puas bila dapat menciptakan hal-hal yang beda dari biasa. Adanya penetahuan awal sebagai modal. Kretifitas muncul pada anak karena adanya rangsangan dan sesuatu yang telah diperolehnya.

10. Kepekaan akan keindahan. Anak yang mampu mengekspresikan rasa keindahan yang timbul oleh suatu benda dengan menciptakan gagasan-gagasan baru terhadap

objek tersebut. 11. Kemampuan berfikir asosiatif. Berfikir asosiatif berarti mencoba mengaitkan halhal yang berlainan dalam suatu pamahaman tertentu yang akan menumbuhkan kreatifitas anak. 12. Kepekaan melihat hal unik dalam lingkungan sekitar dan kehidupan seharihari.Anak-anak yang kreatif sering memporoleh ide-ide dan hal-hal yang ada disekitarnya. Hal ini karena alam merupakan sumber inspirasi yang tidak ada habisnya jika digali. 13. Kemampuan mengungkapkan gagasan. 14. Kreatifitas anak dapat Kepekaan melihat hal unik dalam lingkungan sekitar dan kehidupan sehari-hari. Dilihat dari kemampuanya untuk mengungkapkan gagasan atau bercerita, baik dirumah maupun disekolah. Anak perlu dibiasakan dalam mengungkapkan ide-idenya yang juga mesti didorong oleh lingkungan sekitarnya, terutama orang tua.
Referensi

http://andydoanx2525.blog.friendster.com/2008/10/kreativitas-anak http://www.acehforum.com/search/Mengasah+Kreativitas http://www.linartara.co.cc/2009/05/anak-sehat-cerdas-kuat-dan-kreatif.html http://www.indonesiaindonesia.com/f/7927-mensistimatisir-proses-pembentukan-anakkreatif/ http://www.episentrum.com/artikel/pengembangan-kreativitas-anak-melalui-pembelajarankelompok-bermain http://tabe.host56.com/?Agar_Anak_Tetap_Kreatif

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2010/01/anak-kreatif.html diunduh 17 Mei 2013)

KREATIFITAS DAN FAKTOR - FAKTOR YANG TERKAIT


Dalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Kreativitas manusia melahirkan pencipta besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan karya-karya spektakulernya. Seperti Bill Gate si raja microsof, JK Rolling dengan novel Harry Poternya, Ary Ginanjar dengan ESQ (Emotional & Spiritual Question) , penulis Pramudia Anatatur dengan karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu, penyanyi Kris Dayanti, Mely Guslow, Seniman Titik Puspa, dll. Apa yang mereka ciptakan adalah karya orisinil yang luar biasa dan bermakna, sehingga orang terkesan dan memburu karyanya. Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000: 185) dalam buku Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa , Suatu ide adalah kombinasi baru dari unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada hanyalah kombinasikombinasi baru. Orang kreatif yang kami jadikan contoh dalam makalah ini adalah Ary Ginanjar Agustian. Ia sukses dengan bisnis ESQ-nya. Ia memiliki ide kreatif berawal dari apa yang ia renungkan tentang teknologi digital yang muncul di era modern ini, setelah ditemukan bilangan biner yaitu angka nol dan satu sebagai system tranformasi. Sehingga kehidupan manusia sepenuhnya ditunjang dengan perangkat canggih dan serba digital. Menurut dia sangat ironis, ketika semua piranti penunjang segala aktivitas manusia telah begitu canggih dan modern, ternyata mental manusia penggunanya masih analog (baca: tertinggal). Sehingga dapat dibayangkan banyak ketimpangan di sana-sini. Solusinya sudah tentu dengan mengimbangi teknologi digital tersebut dengan manusia digital. Apakah manusia digital itu? Tentunya manusia yang memiliki bilangan biner sebagai system tranformasi atas potensi spiritualnya, yaitu yang berbasis pada angka nol dan satu. Menurutnya apabila hal ini terwujud, maka akan lahir sebuah peradaban manusia tertinggi yang memiliki kemampuan IPTEK DIGITAL dan IMTAK DIGITAL. Saat itulah generasi emas lahir di bumi. Dari renungan itulah ia membuat paradigma baru yang mensinergikan science, sufisme, dan psikologi modern secara Qurani dalam satu kesatuan yang terintegrasi. Ia membahas rasionalitas dunia melalui kacamata spiritual. Selain buku-bukunya menjadi best seller dalam waktu singkat, trainingnya juga sangat diminati, orang tidak berpikir tentang harga yang harus mereka bayar tetapi kepuasan dalam layanan dan makna yang meraka dapatkan dari mengikuti kegiatan ESQ menjadi lebih penting. Dapatkah manusia menjadi kreatif? Tony Buzan (2003: xix) dalam bukunya yang berjudul Head First mengatakan bahwa, Kreativitas dahulu dianggap sebagai anugrah yang ajaib, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa kecerdasan merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan kekuatan kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana melakukannya. Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya. Ary Ginanjar (2002: 139) dalam bukunya ESQ mengatakan bahwa, Dalam God Spot (titik tuhan) bersemayam dorongan (drive) seperti

mencipta, kreatif, inovatif,dll. milik Tuhan. Tetapi potensi-potensi dahsyat spiritual manusia itu sering kali tertutup atau tercover. Itulah yang dimaksud tertutup atau terbelenggu, yakni ketika manusia menutupi dirinya sendiri. Meningkatkan kreativitas merupakan bagian integral dari kebanyakan program untuk anak berbakat. Jika kita tinjau program atau sasaran belajar siswa, kreativitas biasanya disebut sebagai prioritas, kreativitas memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia. Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian kreativitas sebagai sifat yang diturunkan/ diwariskan oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas, disamping bermakna baik untuk pengembangan diri maupun untuk pembangunan masyarakat juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Maslow, 1968). Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas (daya cipta) hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra sekolah. Kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan. Sebagai Negara berkembang Indonesia sangat membutuhkan tenaga-tenaga kreatif yang mampu memberikan sumbangan bermakna kepada ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, serta kepada kesejahteraan bangsa pada umumnya. Sehubungan dengan ini pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan kreativitas peserta didik agar kelak dapat memenuhi kebutuhan pribadi, masyarakat, dan Negara. Berdasarkan uraian di atas dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian kreativitas, kreativitas sebagai multi kecerdasan, delapan kecerdasan Gardner, proses kreativitas, ciri-ciri kreativitas, dan kiat-kiat menjadi kreatif. PENGERTIAN KREATIF MENURUT PARA AHLI Banyak buku yang membahas kreativitas, kelompok kami akan menyampaikan beberapa pendapat para ahli tentang kreativitas. 1. Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta atau daya cipta. (K B B I) 2. Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. (Clark Moustatis) 3. Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam pemecahan masalah. (Conny R. Semiawan). 4. Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang ,kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme (Rogers). 5. Kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: (1) Baru (novel):inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. (2) Berguna(useful): lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, memdidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. (3) Dapat

dimengerti(understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. (David Cambell) Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Utami Munandar: 1992) Teori Pembentukan Pribadi Kreatif 1. Teori Psikoanalisa memandang kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya dimulai sejak di masa anak-anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma. Sigmund Freud: Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Sehingga biasanya mekanisme pertahanan merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, namun justru mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama dari kreativitas. 2. Teori Humanistik lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Dan kreativitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada usia lima tahun pertama. Abraham Maslow: Ia menekankan bahwa manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhankebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki kebutuhan manusia, dari yang terendah hingga yang tertinggi. Carl Rogers: Ia menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi yang kreatif, adalah keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan Patoka pribadi seseorang, kemampuan untuk bereksperiman atau untuk bermain dengan konsep-konsep. 3. Teori Cziksentmihalyi Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas adalah : 1. Predisposisi genetis (genetic predispotition). Contoh seorang yang system sensorisnya peka terhadap warna lebih mudah menjadi pelukis, peka terhadap nada lebih mudah menjadi pemusik. 2. Minat pada usia dini pada ranah tertentu. Minat menyebabkan seseorang terlibat secara mendalam terhadap ranah tertentu, sehingga mencapai kemahiran dan keunggulan kreativitas. 3. Akses terhadap suatu bidang. Adanya sarana dan prasarana serta adanya pembina/mentor dalam bidang yang diminati sangat membantu pengembangan bakat. KREATIFITAS SEBAGAI MULTI KECERDASAN

Proses pemikiran untuk menyelesaikan masalah secara efektif melibatkan otak kiri atau otak kanan . Pemecahan masalah adalah kombinasi dari pemikiran logis dan kreatif. Secara umum, otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan yang disebut pembelajaran akademis. Otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imajinasiyang disebut dengan aktivitas kreatif. Bagan Proses Pimikiran Otak

Otak Kiri

Otak Kanan

Vertikal Kritis Strategis Analistis

Lateral Hasil Kreatif

Keterangan:

Berpikir Vertikal. Suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan Anda, seolah-olah Anda sedang menaiki tangga. Berpikir Lateral. Melihat permasalahan Anda dari beberapa sudut baru, seolah-olah melompat dari satu tangga ke tangga lainnya. Berpikir Kritis. Berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk. Berpikir Analitis. Suatu proses memecahkan masalah atau gagasan Anda menjadi bagian-bagian. Menguji setiap bagian untuk melihat bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru. Berpikir Strategis. Mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari semua sudut yang mungkin. Berpikir tentang Hasil. Meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki. Berpikir Kreatif. Berpikir kreatif adalah pemecahan masalah dengan menggunakan kombinasi dari semua proses.

Delapan Kecerdasan Gardner Gardner dengan Teori Multi Kecerdasan mengatakan bahwa , IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas. (2002: 58) Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, sebagai berikut:

1. Kecerdasan Linguistik (Bahasa). Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak. 2. Kecerdasan Logis-Matematis. Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum. 3. Kecerdasan Visual-Spasial. Kemampuan berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis. 4. Kecerdasan Musikal. Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer, perekayasa rekaman 5. Kecerdasan Kinestik-Tubuh. Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi. 6. Kecerdasan Interpersonal (social). Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba. 7. Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang. Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual. 8. Kecerdasan Naturalis. Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahanpemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktifmisalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi. Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh. Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada banyak jendela menuju satu ruangan yang sama di mana subjek -subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan. FAKTOR FAKTOR YANG TERKAIT DENGAN KREATIVITAS Kreativitas dalam perkembangannya sangat sangat terkait dengan empat aspek, yaitu:

1. Aspek Pribadi. Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan lingkungannya. 2. Aspek Pendorong. Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan. 3. Aspek Proses. Ditinjau sebagai proses, menurut Torrance (1988) kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyaipaikan hasil-hasilnya. 4. Aspek Produk. Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna.Kreativitas tidak timbul serta-merta, tetapi melalui proses. PROSES KREATIF Proses kreatif menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunyaQuantum Learning mengalir melalui lima tahap, hatap-tahap tersebut sebagai berikut : Persiapan , Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan. Inkubasi , Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran. Iluminasi, Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2010/01/kreatifitas-dan-faktor-faktor-yang.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas. Kreativitas dimiliki oleh setiap orang meskipun dalam derajat dan bentuk yang berbeda. Kreativitas harus dipupuk dan diingkatkan karena jika dibiarkan saja maka bakat tidak akan berkembang bahkan bisa terpendam dan tidak dapat terwujud. Tumbuh dan berkembangnya kreasi diciptakan oleh individu, dipengaruhi oleh kebudayaan serta dari masyarakat dimana individu itu hidup dan bekerja. Tumbuh dan berkembangnya kreativitas dipengaruhi pula oleh banyak faktor terutama adalah karakter yang kuat, kecerdasan yang cukup dan lingkungan kultural yang mendukung. Munandar (2009) menyebutkan bahwa perkembangan kreativitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari atau terdapat pada diri individu

yang bersangkutan. Faktor ini meliputi keterbukaan, locus of control yang internal, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. 2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor-faktor ini antara lain meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas terhadap pandangan dan minat yang berbeda, adanya penghargaan bagi orang yang kreatif, adanya waktu bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan untuk melakukan berbagai eksperimen dan kegiatan-kegiatan kreatif, dorongan untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individual. Penelitian menunjukkan bahwa bukan hanya faktor-faktor non-kognitif seperti sifat, sikap, minat dan temperamen yang turut menentukan produksi lintas kreatif. Selain itu latihan dan pengembangan aspek non-kognitif seperti sikap berani mencoba sesuatu, mengambil resiko, usaha meningkatkan minat dan motivasi berkreasi, pandai memanfaatkan waktu serta kepercayaan diri dan harga diri akan sangat menentukan kreativitas (Munandar, 2009). Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:

Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik) Menurut Roger (dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubunganhubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dalam Munandar, 2009). Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan. Menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:
1. Keterbukaan terhadap pengalaman 2. Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang

(internal locus of evaluation) 3. Kemampuan untuk bereksperimen atau bermain dengan konsep - konsep. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik) Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Rogers (dalam Munandar, 2009) menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya: Keamanan psikologis Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu:
1. Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan

keterbatasannya. 2. Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam. 3. Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan, pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut pandang mereka dan menerimanya. Kebebasan psikologis Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaanperasaannya.

Menurut Hurlock (dalam Munandar, 2009) kepribadian merupakan faktor yang penting bagi pengembangan kreativitas. tindakan kreativitas muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu: Jenis kelamin Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas. Status sosial ekonomi Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas. Urutan kelahiran Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta. Ukuran keluarga Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas. Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan pedesaan. Inteligensi Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

Stenberg (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara 3 atribut psikologis yaitu, inteligensi, gaya kognitif dan kepribadian. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses kreativitas seseorang, dari luar diri individu seperti hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan. Sedangkan dari dalam diri individu seperti pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi dan kebiasaan . Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas antara lain faktor kebebasan berpikir, penilaian, kecerdasan, minat terhadap fantasi, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, waktu, penghargaan terhadap fantasi, intellegensi, pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi dan kebiasaan, hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan, kepribadian dan tidak kalah pentingnya adalah lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain itu potensi kreatif pada semua orang tergantung bagaimana cara mengembangkannya secara optimal agar tidak terhambat dan bisa berkembang dengan baik.
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Faktor-faktor yang Menghambat Kreativitas

Faktor-faktor yang menghambat kreativitas adalah hal-hal yang membuat tindakan kreatif tidak bisa dimunculkan. Faktor penghambat krativitas ini, bahkan bisa membunuh kreativitas, jika faktor penghambat tersebut tidak disingkirkan. Menurut Munandar (2009) terdapat beberapa hal yang dapat menghambat pengembangan kreativitas yaitu:
1. Evaluasi,

menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. 2. Hadiah, pemberian hadiah dapat merubah motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas. 3. Persaingan (kompetisi), persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain dan bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini dapat mematikan kreativitas. 4. Lingkungan yang membatasi Kendala lain yang juga diungkapkan oleh Munandar, yang merupakan faktor yang menghambat kreativitas, yaitu: Kendala dari rumah Menurut Amabile (dalam Munandar, 2009) lingkungan keluarga dapat menghambat kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat pembunuh kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi dan pilihan atau lingkungan yang terbatas. Kendala dari sekolah Ada beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas antara lain:
1. Sikap guru, tingkat motivasi instrinsik akan rendah jika guru terlalu banyak

mengontrol, dan lebih tinggi jika guru member lebih banyak otonomi. 2. Belajar dengan hafalan mekanis, hal ini dapat menghambat perkembangan kreativitas siswa karena materi pelajaran hanya cocok untuk menjawab soal pilihan ganda bikan penalaran.

3. Kegagalan, semua siswa pernah mengalami kegagalan dalam kegagalan

mereka tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsic dan kreativitas. 4. Tekanan akan konformitas, anak-anak usia sekolah dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas. 5. Sistem sekolah, bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan kreativitas yang tinggi sekolah bisa sangat membosankan. Kendala konseptual Adams (dalam Munandar, 2009) menggunakan istilah conceptual blocks yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam pengamatan suatu masalah serta pertimbangan cara-cara pemecahannya. Kendala itu memiliki dua sifat yaitu eksternal dan internal. Kendala yang bersifat eksternal antara lain: Kendala kultural Kendala kultural, menurut Adams (Munandar, 2009) ada beberapa contoh kendala kultural yaitu:

Berkhayal atau melamun adalah membuang-buang waktu. Suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak-anak. Kita harus berpikir logis, kritis, analitis dan tidak mengandalkan pada perasaan dan firasat. Setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan dengan uang yang banyak. Ketertarikan pada tradisi. Adanya atau berlakunya tabu.

Kendala lingkungan dekat Kendala lingkungan dekat (fisik dan sosial), contoh kendala lingkungan dekat:

Kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara anggota keluarga atau antara teman sejawat. Majikan (orang tua) yang otokrat dan tidak terbuka terhadap ide- ide bawahannya (anak). Ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan. Gangguan lingkungan, keributan atau kegelisahan. Kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.

Kendala yang bersifat internal antara lain: Kendala perceptual Kendala perceptual, kendala perceptual dapat berupa:

Kesulitan untuk mengisolasi masalah. Kecenderungan untuk terlalu membatasi masalah. Ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang.

Melihat apa yang diharapkan akan dilihat, pengamatan stereotip memberi label terlalu dini. Kejenuhan, sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan. Ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris.

Kendala emosional Kendala emosional, kendala ini mewarnai dan membatasi bagaimana kita melihat, dan bagaimana kita berpikir tentang suatu masalah. Sebagai contoh:

Tidak adanya tantangan, masalah tersebut tidak menarik perhatian kita. Semangat yang berlebih, terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil, hanya dapat melihat satu jalan untuk diikuti. Takut membuat kesalahan, takut gagal, takut mengambil resiko. Tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity) kebutuhan yang berlebih akan keteraturan dan keamanan. Lebih suka menilai gagasan, daripada member gagasan. Tidak dapat rileks atau berinkubasi.

Kendala imajinasi Kendala imajinasi, hal ini menghalangi memanipulasi gagasan-gagasan. Contoh:

kebebasan

dalam

menjajaki

dan

Pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra-sadar atau tidak sadar. Tidak memberi kesempatan pada daya imajinasi. Ketidakmampuan untuk membedakan realitas dari fantasi.

Kendala intelektual Kendala intelektual, hal ini timbul bila informasi dihimpun atau dirumuskan secra tidak benar. Contoh:

Kurang informasi atau informasi yang salah. Tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah. Perumusan masalah tidak tepat.

Kendala dalam ungkapan Kendala dalam ungkapan, misalnya:


Keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan. Kelambatan dalam ungkapan secara tertulis.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menghambat kreativitas terdiri dari kendala dari rumah, kendala dari sekolah dan kendala konseptual.
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/faktor-faktor-yang-menghambat.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Aspek-aspek Kreativitas

Kreativitas bisa di lihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek kreativitas adalah komponen-komponen penyusun tindakan kreatif. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi-potensi untuk kreatif, tergantung bagaimana mengembangkan dan menumbuhkan potensi kreatif tersebut. Ciri individu yang kreatif menurut pendapat para ahli psikologi antara lain adalah imajinatif, mempunyai inisiatif, mempunyai minat luas, bebas dalam berpikir, rasa ingin tahu yang kuat, ingin mendapat pengalaman baru, penuh semangat dan energik, percaya diri, bersedia mengambil resiko serta berani dalam pendapat dan memiliki keyakinan diri. (Munandar, 2009). Perbedaan ciri sifat antara individu satu dengan yang lain akan meyebabkan perbedaan cara penyesuaian terhadap lingkungan, misalnya cara pemecahan masalah. Pada individu yang kreatif akan tampak beberapa ciri sifat yang berbeda dibanding individu yang kurang kreatif, yang pada prinsipnya akan menunjukkan individualitas yang kuat. Ciri sifat tersebut diantaranya adalah sifat mandiri, keberanian mengambil resiko, minat yang luas serta dorongan ingin tahu yang kuat. Dalam kreativitas banyak aspek yang berpengaruh dalam mengembangkan kreativitas yang juga dapat membedakan antara individu satu dengan yang lainnya, seperti yang di kemukakan menurut Guilford (Munandar, 2009; Kauffman & Stenberg, 2006) meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude. Ciri-ciri aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berpikir:
1. Fluency, yaitu kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan

banyak gagasan secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas. 2. Flexibility, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara dalam mengatasi masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacammacam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru. 3. Originality, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau asli.

4. Elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal yang detail. Untuk

melihat gagasan atau detail yang nampak pada objek (respon) disamping gagasan pokok yang muncul, kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam berbuat sesuatu:
1. Rasa ingin tahu 2. Bersifat imajinatif 3. Merasa tertantang oleh kemajemukan 4. Berani mengambil risiko 5. Sifat menghargai.

Menurut Ellis dan Hunt, Woolfolk dan Nicolich, Good dan Brophy, Winkel dan Rakhmat, kreativitas diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor kreativitas adalah skor gabungan dari ketiga unsur tersebut (Purwanto,, 2008). Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat.Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan pemecahan masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama dinyatakan oleh Rakhmat (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menyebutkan sebanyak mungkin. Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah jawaban, tapi juga kesesuaian jawaban dengan masalahnya Menurut Ellis dan Hunt (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah sesuai dengan perangkat yang dipersyaratkan. Keluwesan adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesiapan mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan berhubungan dengan kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan baru. Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 2008), keluwesan dapat mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan, jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama dikemukakan oleh Ellis dan Hunt (dalam Purwanto, 2008) yang menyatakan bahwa keluwesan adalah kemampuan mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah. Di samping itu, keluwesan memungkinkan seseorang melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan. Keaslian membuat seseorang mampu mengajukan usulan yang tidak biasa atau unik dan mampu melakukan pemecahan masalah yang baru atau khusus. Dengan kata lain, keaslian adalah kemampuan untuk menghasilkan jawaban yang jarang diberikan oleh peserta tes. Jawaban original adalah jawaban yang jarang

diberikan oleh anak-anak lain. Keaslian mengukur kemampuan peserta tes dalam membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut Winkel (dalam Purwanto, 2008), jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit orang yang menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (dalam Purwanto, 2008) memberikan kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya diberikan oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons yang diberikan oleh 5% dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons yang hanya diberikan oleh 1% dari kelompok bersifat unik (Purwanto, 2008). Munandar (1999) mengungkapkan bahwa kriteria orisinalitas setidaknya diberikan oleh lebih sedikit dari 9% persen jumlah subjek penelitian. Berdasarkan penjelasan diatas, aspek-aspek kreativitas yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian), dan elaboration (elaborasi).
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/aspek-aspek-kreativitas.html diunduh Jum;at, 17 Mei 2013)

Ciri-ciri Kreativitas

Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri kreativitas antara lain: Kelancaran berpikir (fluency of thinking) Kelancaran berpikir yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas. Keluwesan Berpikir Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda- beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru. Elaborasi Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Originalitas Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/ciri-ciri-kreativitas.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Tahap-tahap Perkembangan Kreativitas

Menurut Cropley (1999), terdapat 3 tahap perkembangan kreativitas diantaranya: Tahap prekonvensional (Preconventional phase) Tahap ini terjadi pada usia 68 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan spontanitas dan emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian mengarah kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan batasan dari luar. Tahap konvensional (Conventional phase) Tahap ini berlangsung pada usia 912 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang dihasilkan menjadi kaku. Selain itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif juga berkembang. Tahap poskonvensional (Postconventional phase) Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional yang ada di lingkungan. (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/tahap-tahap-perkembangan-kreativitas.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Hakikat Kreativitas Siswa

Kreativitas merupakan kemampuan interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Dengan demikian perubahan di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreativitas. Khabibah (2006 : 9) menyatakan bahwa salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri. Abraham Maslaw dan Carl (dalam Khabibah, 2006) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengaktualisasi dirinya apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Menurut Maslaw aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, yaitu suatu potensial yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi sering hilang, terlambat atau terpendam dalam proses pembudayaan. Jadi kreativitas selain sebagai suatu proses dapat juga dipandang sebagai suatu produk, seperti yang dijelaskan oleh Maslaw di atas. Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, bukan merupakan akumulasi ketrampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, akan tetapi ketrampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif yang memang sudah ada di dalam dirinya (Wodfok, 2003 dalam www.depdiknas.go.id). Kreativitas adalah sebuah proses dan produk Kreativitas sebagai Proses

Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (Hurlock, 1978) Proses kreatif sebagai munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, dan keadaan hidupnya dilain pihak (Rogers, 1982). Penekanan pada: Aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan dan aspek interaksi antara individu dan lingkungannya/kebudayaannya

Kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembangunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik (Alvian, 1983). Krativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berpikir (Munandar, 1977). Guilford (1986) menekankan perbedaan berfikir divergen ( disebut juga berfikir kreatif) dan berpikir konvergen. Berfikir Divergen: bentuk pemikiran terbuka, yang menjajagi macam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan/ masalah. Berfikir Konvergen: sebaliknya berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah. Dalam pendidikan formal pada umumnya menekankan berfikir konvergen dan kurang memikirkan berfikir divergen. Torrance (1979) menekankan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi jangan tergantung timbulnya inspirasi

Kreativitas sebagai Produk


Kreativitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kecuali unsur baru, juga terkandung peran faktor lingkungan dan waktu (masa). Produk baru dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh masyarakat pada waktu tertentu (Stein, 1963). Namun menurut ahli lain pertama-tama bukan suatu karya kreatif bermakna bagi umum, tetapi terutama bagi si pencipta sendiri. Kreativitas atau daya kreasi itu dalam masyarakat yang progresif dihargai sedemikian tingginya dan dianggap begitu penting sehingga untuk memupuk dan mengembangkannya dibentuk laboratorium atau bengkel-bengkel khusus yang tersedia tempat, waktu dan fasilitas yang diperlukan (Selo 1983).

Gie (Khabibah, 2006) juga memberikan batasan tentang pemikiran kreatif. Menurut Gie, pemikiran kreatif adalah Suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh orang dengan menggunakan budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman dan pengetahuan. Menurut Khabibah (2006 : 10) definisi tersebut kurang tepat karena mendefinisikan pemikiran dengan tindakan. Definisi tersebut akan tepat jika istilah tindakan diganti dengan istilah aktivitas. Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan aktivitas, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional, atau dapat dilakukan tidak hanya terfokus pada satu cara saja. Oleh karena itu, dalamhttp://www.depdiknas.go.id/jurnal/29/faktor.htm disebutkan aspek-aspek kreativitas, antara lain: (1) memiliki daya imajinasi kuat; (2) memiliki banyak inisiatif; (3) memiliki energi besar; (4) orientasi jangka panjang; (5) memiliki sikap tegas; (6) memiliki minat luas; (7) mempunyai sifat ingin tahu; (8) berani mengambil resiko; (9) berani berpendapat; dan (10) memiliki rasa percaya diri.
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/hakikat-kreativitas-siswa.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Pengaruh Sikap Orangtua Terhadap Kreativitas Anak

Sikap orang tua sangat mempengaruhi krea tivitas anak. Orang tua, adalah individu yang secara intens berhubungan dengan anak, akan menjadi model bagi anak. Selain itu, sikap orang tua terhadap perkembangan kreativitas anak juga memegang peranan penting. Sikap orang tua disini akan dibedakan antara sikap orang tua yang menunjang dan yang tidak menunjang pengembangan kreatif anak. Sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak Munandar (1999) menjelaskan bahwa dari berbagai penelitian diperoleh hasil, bahwa sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak, ialah: Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal. Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri. Mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal. 5. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan. 6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak. 7. Menikmati keberadaannya bersama anak. 8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak. 9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja. 10. Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.
1. 2. 3. 4.

Sikap orang tua yang tidak menunjang kreativitas anak Menurut Munandar (1999), sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak ialah:
1. 2. 3. 4.

Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah. Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua. Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua. Tidak memperbolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak.

5. Anak tidak boleh berisik. 6. Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak. 7. 8. 9. 10. 11.

Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas. Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak. Orang tua tidak sabar dengan anak. Orang tua dan anak adu kekerasan. Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/pengaruh-sikap-orangtua-terhadap.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Kondisi Yang Meningkatkan Kreativitas

Ada kondisi tertentu yang dapat meningkatkan kreativitas. Kondisi-kondisi ini mendukung individu untuk tetap berkreasi tanpa ada hambatan. Kondisi-kondisi yang meningkatkan kreativitas ini akan mendukung jiwa kreatif yang dimiliki seseorang. Menurut Santrock (2007), kondisi yang meningkatkan kreativitas adalah sebagai beriikut: Waktu Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi merek auntuk bermain-main dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisinal. Kesempatan Menyendiri Hanya apabila tidak mendapat tekanan cari kelompok sosial, anak dapat menjadi kreatif. Anak menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya. Dorongan Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa, mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang seringkali dilontarkan pada anak yang kreatif. Sarana Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas. Lingkungan yang merangsang Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan saran yang akan mendorong kreativitas. Ini harus dilakukan sedini mungkin sejak masa bayi dan dilanjutkan hingga masa sekolah dengan menjadikan kreativitas suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara sosial. Hubungan orang tua anak yang tidak posesif Orang tua yang tidak terlalu melindungi atau terlalu posesif terhadap anak, mendorong anak untuk mandi dan percaya diri, dua kualitas yang sangat mendukung kreativitas.

Cara mendidik anak Mendidik anak secara demokratis dan permisif di rumah dan sekolah meningkatkan kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter memadamkannya. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan Kreativitas tidak muncul dalam kehampaan. Semakin banyak pengetahuan yang dapat diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif. (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/kondisi-yang-meningkatkan-kreativitas.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Cara Membimbing Kreativitas Anak

Membimbing kreativitas anak adalah tugas dan tanggung jawab utama orangtua. Cara membimbing kreativitas anak harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan anak dengan anak itu sendiri. Jadi cara membimbing kreativitas anak membutuhkan orangtua dan pengasuh yang cerdas dan kreatif melihat situasi dan kondisi anak. Menurut Santrock (2007), cara membimbing kreativitas anak adalah sebagai berikut: Membuat anak terlibat dalam brainstorming dan memunculkan sebanyak mungkin ide Brainstorming adalah suatu teknik dimana anak diajak terlibat untuk memunculkan ide-ide kreatif yang baru dalam sebuah kelompok, menyoroti ide-ide orang lain, dan mengatakan secara praktis apapun yang muncul dalam pikiran. Akan tetapi, banyak anak lebih kreatif jika bekerja sendiri. Sebuah riset modern tentang brainstorming menyimpulkan bahwa bagi banyak individu, bekerja seorang diri dapat memunculkan lebih banyak ide yang lebih baik dibandingkan ketika bekerja dalam kelompok. Satu alasan untuk hal ini bahwa dalam kelompok, beberapa individu akan bermalas-malasan sedangkan yang lain memikirkan hampir semua pemikiran kreatif tersebut. Meskipun demikian, tetap ada banyak keuntungan dalam brainstorming, seperti dalam pembentukan tim yang penggunaan brainstorming ini. Anak-anak lazimnya diminta untuk tidak mengkritik ide-ide orang lain setidaknya sampai sesi brainstorming selesai. Dalam kelompok ataupun perseorangan, strategi kreativitas yang baik adalah memunculkan sebanyak mungkin ide-ide baru. Semakin banyak ide- ide baru yang dimunculkan anak, semakin baik kesempatan mereka dalam menciptakan sesuatu yang unik. Anak-anak kreatif tidak takut gagal atau melakukan sesuatu yang salah. Menyediakan lingkungan yang menstimulasi kreativitas anak Banyak suasana lingkungan memelihara munculnya kreativitas, namun banyak pula yang menekannya. Orang-orang yang mendorong kreativitas anak seringkali bertumpu pada keingintahuan alami anak. Mereka menyediakan latihan-latihan dan aktivitas yang menstimulasi anak untuk menemukan pemecahan-pemecahan mendalam terhadap masalah, alih-alih menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban hafalan. Jangan mengontrol secara berlebihan Apabila dalam Santrock mengatakan, bahwa memberitahu anak bagaimana melakukan sesuatu secara tepat atau persis akan membuat anak merasa bahwa keaslian adalah kesalahan dan eksplorasi berarti membuang-buang waktu. Orang dewasa dapat mengurangi tindakan merusak keingintahuan alami anak jika mereka membiarkan anak memilih minat-minat mereka sendiri dan mendukung minat tersebut. Ketika anak berada

dalam pengawasan yang konstan, kreativitas mereka beresiko menyusut dan semangat petualangan mereka menurun. Mendorong motivasi internal Penggunaan hadiah yang berlebihan seperti medali, atau mainan dapat melumpuhkan kreativitas dengan meruntuhkan kepuasan intrinsik yang diperoleh anak dari berkreasi. Motivasi yang menggerakkan anak kreatif berupa kepuasan yang muncul dari hasil kerja itu sendiri. Kompetisi memperebutkan hadiah dan evaluasi formal seringkali melumpuhkan intrinsik dan kreativitas. Kenalkan anak dengan orang-orang kreatif Pikirkan tentang identitas orang-orang paling kreatif di komunitas anda. Guru-guru dapat mengundang orang-orang ini ke kelas dan meminta mereka mendiskripsikan apa yang membantu mereka menjadi kreatif atau mendemonstrasikan keahlian kreatif mereka. Penulis, penyair, musisi, ilmuwan, dan beragam tokoh kreatif yang lain dapat memberikan dukungan dan hasil karya mereka kelas, mengubah ruang kelas menjadi arena menstimulasi kreativitas anak. (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/cara-membimbing-kreativitas-anak.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Sikap Sosial Yang Tidak Menguntungkan Perkembangan Kreativitas

Faktor sosial yang sering menghalangi perkembangan kreativitas. Sikap sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kreativitas ini merupakan racun dalam pengembangan kreativitas itu sendiri. Dibeberapa budaya, sikap sosial ini bahkan mengubur kreativitas anak sehingga yang muncul adalah perilaku yang lazim. Sikap sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kreativitas juga banyak dipengaruhi oleh hubungan keluarga dan pola asuh dalam keluarga. Faktor penghambat perkembangan kreativitas ini terwujud dalam dua bentuk umum, yaitu:
1. Sikap yang tidak positif terhadap anak yang kreatif 2. Kurangnya penghargaan sosial bagi kreativitas.

Dalam membahas sikap sosial yang tidak positif, Torrance mengatakan terlepas dari kenyataan bahwa anak- anak ini mempunyai banyak gagasan yang hebat, mereka dengan cepat dikatakan mempunyai gagasan yang aneh, tidak masuk akal, atau nakal. Sulit untuk menentukan apa perkembangan kepribadian, maupun bakat kreatif bagi mereka di masa mendatang. Walaupun humor dan kelincahan mereka mungkin menarik anak lain untuk menjadi teman, sifat-sifat ini tidaklah selalu membuat mereka mudah dalam pergaulan. Kenyataannya sifat -sifat ini mungkin membuat perilaku mereka lebih sulit diramalkan dan ini mungkin membuat kehadiran mereka dalam sebuah kelompok merepotkan. Anak-anak segera melihat bahwa kreativitas kurang penting dibandingkan IQ yang tinggi untuk memenuhi tuntutan sekolah. Mereka juga menyadari bahwa sekolah lebih mendorong dan menghargai cara berpikir konvergen atau konvensional daripada cara berpikir divergen yang potensial kreatif. Dengan demikian, kemungkinannya adalah bahwa potensi masa muda (yang menurut Terman dan Oden kemudian berkembang sepenuhnya pada kelompok ber-IQ tinggi) tidak akan berkembang sepenuhnya pada kelompok yang kreatif (Meitasari, 2000). Sikap sosial yang menghambat dan kurangnya penghargaan tidak saja mengurangi kreativitas, tetapi bahkan lebih buruk lagi, seringkali menunjang perilaku menyimpang dengan mengembangkan konsep diri yang tidak positif pada anak.

Meskipun beberapa anak tertentu yang kreatif mungkin menarik diri dari kelompok sosial yang berpendapat kurang baik tentang diri mereka, anak lain mungkin membalas dengan bersikap menyulitkan atau membalas dendam (Meitasari, 2000).
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/sikap-sosial-yang-tidak-menguntungkan.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Peran Pendidikan dalam Pembangunan

Peran pendidikan dalam pembangunan sangat besar. Salah satu tujuan berdirinya negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat). Untuk mencapai tujuan ini diperlukan pembangunan dunia pendidikan yang berkualitas di Indonesia. Dalam arti sederhana, pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya pendidikan atau paedagogi berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman, 2004). Tujuan utama yang akan dicapai dalam pendidikan adalah membentuk manusia secara utuh (holistic) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual secara optimal serta lifelong learners (pembelajar sejati). Dalam pengembangan pendidikan yang berkualitas terdapat Sembilan (9) pilar karakter yang terkandung dalam nilai-nilai universal, antara lain:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Cinta Tuhan dan Alam Semesta beserta isinya Tanggung jawab Kedisiplinan dan Kemandirian Kejujuran Hormat dan Santun Kasih Sayang, Kepedulian dan Kerjasama Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras dan Pantang Menyerah Keadilan dan Kepemimpinan Baik dan Rendah Hati Toleransi, Cinta Damai dan Persatuan (Megawangi, 2004)

Pendidikan yang berkualitas sangat berperan besar dalam menentukan kualitas individu ataupun masyarakat bangsa secara keseluruhan. Di sini perlu mendudukkan pendidikan sebagai sebuah nilai yang tumbuh di masyarakat. Jika nilai pengetahuan begitu dominan dalam setiap gerak masyarakat, dengan sendirinya masyarakat akan berjuang untuk menuntut ilmu tanpa mengenal kata berhenti. Hal tersebut merupakan cikal bakal terbangunnya semangat toleransi, keinginan untuk saling berbagi (reciprosity) dan semangat kemanusiaan (altruism) untuk membangun keselamatan, muncul perasaan berharga (sense of efficacy),

merangsang keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain (networking) dan saling mempercayai (trust).
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/11/peran-pendidikan-dalam-pembangunan.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Cara Belajar yang Efektif dan Efisien


Cara belajar efektif dan efisien bagi sebagian orang adalah hal yang sulit, bahkan dianggap itu hanyalah sebuah slogan. Hal ini dikarekan, orang tersebut belum menemukan cara belajar yang efektif dan efisien yang sesuai dengan kondisinya secara pribadi. Memang harus diakui bahwa, cara belajar efektif dan efisien bagi sebagian orang, belum tentu efektif dan efisien bagian sebagian lainnya. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai cara belajar yang efektif dan efisien, ada baiknya kita memahami dulu makna cara belajar efektif dan efisien. Cara belajar efektif adalah cara belajar yang sesuai dengan kondisi personal pembelajar, baik dari segi metode, penggunaan tempat, ataupun penggunaan waktu. Sedangkan belajar efesien adalah cara belajar yang meminimalkan usaha tetapi mendapatkan hasil yang maksimal. Yang diminilkan disini juga berupa waktu, tempat, sarana dan prasarana belajar dan lain-lain. Biasanya seseorang belajar tidak terlalu lama, tetapi sangat menguasai materi tersebut, karena orang tersebut kemungkinan mempunyai cara efisien dalam belajar, selain metode yang mereka gunakan dalam belajar. Yang perlu diingat disini adalah, tidak orang pintar atau bodoh dalam belajar, yang ada hanyalah orang malas, dan tak tahu cara belajar yang baik. Dibawah ini adalah cara belajar yang efektif dan efisien. Cara ini sengaja disusun secara berurutan, kapan waktunya belajar, dimana, apa yang akan digunakan dalam pembelajaran tersebut, setelah mempelajari materi ini apa kira-kira yang akan didapat dari materi tersebut, apakah materi ini berhubungan dengan materi lainnya, bagaimana pemahaman orang lain terhadap materi ini, dan membuat kesimpulan terhadap materi yang dipelajari.
Mengatur waktu belajar

Penentuan waktu belajar memegang peranan yang sangat sentral. Sebaiknya, waktu belajar ini disusun dalam bentuk daily activity. Penempatan waktu belajar dalam kegiatan sehari-hari juga harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dan kondisi fisik dan fisiologis. Kondisi lingkungan (baik rumah maupun sekolah) harus menjadi pertimbangan. Kondisi fisik dan fisiologis juga harus menjadi prioritas. Biasanya, dimalam hari, kondisi tubuh kita terasa capek, penat karena aktivitas keseharian, sehingga tidak mendukung belajar yang efektif. Kami menyarankan belajar di pagi hari (kalau bisa, biasakan bangun lebih awal). Kalau bisa, waktu malam, tidurlah lebih cepat, untuk menyegarkan kondisi tubuh kembali, sehingga bisa bangun lebih awal. Belajar dipagi hari lebih menguntungkan, dimana otak dalam kondisi freshkembali, juga kondisi lingkungan biasanya tidak terlalu mengganggu (tenang).
Memilih tempat belajar

Tempat belajar juga sangat mendukung efektivitas belajar. Kondisi tempat belajar yang tenang, sejuk, luas, dan pewarnaan dalam ruangan belajar yang bisa memanipulasi ingatan lebih kuat (misalnya penggunaan cat), kondisi tempat duduk, meja dan penataan buku-buku pada tempat belajar sangat membantu dalam mengefektifkan belajar. Biasanya tempat belajar juga tergantung dengan waktunya, karena biasanya ada tempat-tempat tertentu yang bising disiang hari misalnya, tetapi cukup tenang dimalam hari atau dipagi hari. Silahkan sesuaikan antara tempat belajar dengan waktu belajar.
Penggunaan sarana dan prasarana belajar

Sarana dan prasarana belajar disini hanya sebuah alat. Jika tersedia silahkan digunakan, tetapi bukan merupakan prasyarat utama. Sarana belajar disini bisa berupa video pendukung dengan apa yang sedang dipelajari, ataupun alat-alat lainnya. Biasanya, ada orang yang merasa rileks dengan adanya musik jika sedang belajar, silahkan gunakan alat-alat ini jika mendukung. Tetapi penggunaan music ini bersifat personal, artinya tidak semua orang menyukainya jika sedang belajar, bahkan ada yang merasa teganggu dengan adanya bunyi musik jika sedang belajar. Silahkan menggunakan fasilitasfasilitas yang ada untuk mendukung belajar yang efektif.
Membuat review materi

Membuat review materi sangat penting dalam belajar. Review disini digunakan untuk memanggil kembali (recall) apa yang sudah dipelajari. Dengan mereview materi, kita dapat melihat secara sistematis apa-apa yang sudah kita pelajari. Dengan review pula, kita bisa merencanakan apa yang masih kurang dari materi yang sudah kita pelajari, sehingga dapat menentukan langkah dan memilih buku lain yang tepat untuk melengkapi materi yang sedang kita pelajari.
Mengembangkan Materi

Pengembangan materi ini adalah system pembelajaran lanjutan. Pengembangan materi dengan melihat hubungan materi yang sedang kita pelajari dengan materi-materi lain. Materi yang kita pelajari kemungkinan sama dengan materi yang sudah kita pelajari ataupun bertentangan. Dengan membandingkan materi-materi ini, kita bisa membuat sebuah kesimpulan-kesimpulan awal. Kalau bisa, kesimpulan-kesimpulan awal ini dibuat dalam bentuk list (catatan) untuk didiskusikan dengan teman-teman atau guru (tutor).
Mengadakan diskusi

Mendiskusikan materi sangat penting untuk melihat bagaimana orang lain memahami materi yang sedang dipelajari. Diskusi ini merupakan alat ukur pemahaman dan menyamakan persepsi. Kalaupun merupakan materi-materi sulit, alangkah baiknya dimediasi oleh seorang tutor (guru).
Membuat kesimpulan

Pembuatan kesimpulan adalah hal yang sangat penting sebagai hasil dari apa yang kita pelajari selama ini. Sebaiknya kesimpulan akhir ini ditulis secantik mungkin, agar dapat dibaca dan dijadikan referensi jika kita sedang mempelelajari hal yang sama dikemudian hari. Bahkan kesimpulan bisa merupakan kisi-kisi/intisari dari sebuah materi. (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/cara-belajar-yang-efektif-dan-efisien.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Kurikulum Gonta-ganti, Apa Dampaknya?


Kurikulum sebagai panduan pendidikan,

memegang peranan sentral dalam menentukan arah penddidikan. Kurikulum yang menentukan kualitas baik buruknya suatu program pendidikan. Dia adalah panduan pokok, yang menjadi kiblat bagaimana suatu pendidikan pengajaran, dilaksanakan, evaluasi, baik dalam metode perencaan pengajaran,

pengadaan dan evaluasi buku-buku teks dan lain-lain. Dengan sehingga, dalam melihat pentingnya sebuah kurikulum, kurikulum

penyusunan

bukanlah hal yang mudah, membutuhkan kajian yang mendalam dari berbagai disiplin ilmu. Pendidikan, terutama penyusunan kurikulum harus jauh dari kepentingan kelompok/golongan ataupun kepentingan politik tertentu. Kurikulum seharusnya berada pada posisi yang netral, ilmiah, dan tepat guna (sesuai dengan umur dan tingkatan pendidikan), serta metode-metode pendidikan yang mutakhir. Tetapi bagaimana dengan kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini? salah satu bukti nyata bahwa penyusunan kurikulum digunakan untuk kepentingan politik tertentu adalah penyusunan buku sejarah disaat Orde Baru. Sejarah di Interpretasikan secara sepihak oleh penguasa orde baru, dan kemudian dimasukkan kedalam kurikulum. ini adalah sebuah pembodohan dan kebohongan. Dengan memasuki masa reformasi, kurikulum pun diganti, bahkan terlalu sering mengalami pergantian. Sehingga, penerapan sebuah kurikulum belum tuntas diterapkan, sudah datang kurikulum baru. Ini dapat membuat ketimpangan pada para pendidik maupun anak didik yang merupakan tonggak terakhir pendidikan. Dengan seringnya gonta-ganti kurikulum, anak didik dan guru diharuskan beradaptasi dengan sebuah system yang baru. Hal ini membuat tidak efisien dalam system pendidikan. Sebenarnya, pergantian kurikulum harus melalui perencanaan yang sangat matang. Bahkan tidak terlalu sesaui jika disebut pergantian kurikulum, tetapi up-grade/perbaikan kurikulum. Artinya, kurikulum lama tetap berjalan, hanya beberapa sisi saja yang mengalami perbaikan, yang dianggap diperlukan. Yang menjadi masalah adalah, tidak ada standar waktu, sampai kapan dan berapa lama sebuah kurikulum diterapkan, kemudian diganti atau di up-grade/perbaikan. Seharusnya ini harus ada dalam perencanaan pendidikan nasional, sehingga pendidikan nasional itu berkesinambungan, tidak terikat dengan situasi politik. Dengan pergantian Menteri Pendidikan, bergantipula system pendidikan/kurikulum.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/kurikulum-ganti-ganti-apa-dampaknya.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Pendidikan Karakter pada Anak Didik

Pedidikan karakter merupakan bagian dari tugas pendidikan. Karakter dalam ilmu psikologi lebih familiar dengan nama kepribadian. Sehingga kata pendidikan karakter lebih pas dengan kata pendidikan kepribadian. Tetapi, secara eksplisit, kata pendidikan karakter mengandung unsur makna kepribadian yang positif, kuat, ketahanan, penyesuaian diri, pembentukan nili-nilai dan lainlain. Seorang anak didik yang memiliki karakter, adalah bibit unggul. Pada dasarnya, filosofi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Hanya melalui pendidikan, harkat dan martabat manusia akan terangkat. Dari manusia yang tak beradab, menjadi manusia yang bijak. Dari manusia yang bodoh dan buta menjadi menjadi manusia yang dapat melihat eksistensi diri dan fungsinya dalam kehidupan. Sehingga, keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya berfokus pada nilai-nilai diatas keras, tetapi jauh dari itu, pendidikan berfungsi membentuk karakter anak sebagai manusia yang utuh dan sempurna.
Mengapa pendidikan karakter sangat penting bagi anak didik? Pada sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skilldan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting. Pengetahuan matematika, pengetahan fisika, tanpa pengetahaun soft skill (pengatahuan karakter) menjadi tidak berfungsi dan bermamfaat dalam ranah umum (masyarakat), bahkan akan merusak tatanam kehidupan yang sudah ada. Bagaimana membentuk karakter anak didik? Membentuk sebuah karakter bukanlah hal yang instan. Dia membutuhkan waktu dan kesabaran, ketelatenan, kontinuitas dan ketersediaan model yang akan di contoh.

Secara garis besar, hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter anak didik adalah sebagai berikut:
Orang Tua dan Guru sebagai Model

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan karakter membutuhkan ketersediaan model yang akan di contoh oleh anak didik. Salah satu model yang paling sering berinteraksi dengan anak didik adalah orang tua sendiri dan guru. Kedua orang ini adalah model ideal dan sangat mempengaruhi karakter anak. Sehingga diharapkan pada orang tua dan guru selalu memunculkan perilaku yang positif sehingga patut dijadikan model. Orang tua dan guru yang tidak memunculkan karakter yang positif merupakan malapetaka pada pembentukan karakter anak.
Lingkungan yang Kondusit

Lingkungan yang kondusif mempengaruhi pendidikan karakter anak. Lingkungan itu antara antara lain, lingkungan sekolah (pergaulan dengan teman sebaya), rumah (orang tua dan keluarga lainnya), dan masyarakat. Lingkungan bagi anak merupakan tempat belajar dan memilah-milah perilaku yang adaptif dan dapat diterima. Apa jadinya, jika lingkungan tersebut lebih banyak memunculkan perilaku yang maldaptif (seperti kekerasan, pelanggaran, tindak susila dan lain-lain)? Kemungkinan besar, anak memiliki karakter yang menyimpang pula.
Media yang Mendidik

Peranan media dalam pembentukan karakter anak juga sangat besar. Bahkan saat ini, kebanyakan anak terpengarh media, baik itu televisi, video games, surat kabar, jejaring sosial dan lain-lain. Anak akan memunculkan perilaku seusai dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Saat ini, interaksi anak dengan media diatas bahkan sangat besar, sehingga pengaruh media juga bagi anak sangat besar dalam mempengaruhi dan membentuk karakternya. Tapi apa yang terjadi saat ini, media sangat tidak mendidik, baik itu televisi, games, jejaring sosial lebih banyak menampilkan kekerasan dan pornografi. Ini adalah sebuah malapetaka. Bahkan sebaiknya anak didik di jauhkan dengan media yang tidak mendidik ini.
Kurikulum yang Terintegrasi

Kurikulum pendidikan juga menentukan dalam pembentukan karakter anak didik. Penyusunan kerukulum yang sitematis dengan menerapkan paralelitas antara hard skill dan soft skill. Hard skill dan soft skill adalah dua hal yang bukan berbeda, tetapi penerapan keduanya sejalan dalam sistem pendidikan. Pendidikan bukan hanya soal nilai hard skill semata, tetapi dia adalah complement antara hard skill dan soft skill. Kalau bisa, penerapan keduanya adalahfifty-fitty dalam pengambilan penilaian. (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/pendidikan-karakter-pada-anak-didik.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Pengaruh Lingkungan Belajar terhadap Minat Belajar Siswa

Lingkungan belajar sangat mempengaruhi minat belajar siswa. Lingkungan memberikan stimulasi kepada siswa untuk berkonsentrasi, menumbuhkan motivasi ataupun menumbuhkan sikap dan daya bersaing dengan teman-teman sebayanya. Seperti diketahui bahwa kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat belajar siswa sangat bergantung pada lingkungan belajar. Lingkungan belajar dalam konteks pendidikan mempunyai peranan penting yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan karena lingkungan adalah tempat interaksi langsung dalam belajar Contoh-contoh kondisi lingkungan belajar anak yang efektif:
Lingkungan yang menumbuhkan daya saing (kompetitif)

Lingkungan yang menumbukan daya saing (kompetitif) bagi akan menumbuhkan minat belajar untuk mendapatkan performa (tampilan) yang terbaik. Dengan adanya daya saing dari lingkungan, anak akan terpicu untuk belajar lebih giat. Biasanya, ukuran keberhasilan siswa diambil dari nilai tertinggi yang ada. Jika nilai tertinggi disekolah tersebut rendah, dibandingkan dengan nilai di sekolah lain, bisa diartikan bahwa lingkungan sekolah tersebut kurang kompetitif. Yang menjadi masalahnya adalah, biasanya guru mengambil nilai berdasarkan rata-rata kelas. Sehingga, siswa yang terpintar disuatu sekolah belum tentu pintar di sekolah lain. Untuk menyiasati hal ini, diharapkan kepada guru untuk menumbuhkan jiwa kompetisi kepada siswanya.
Lingkungan yang aman, nyaman dan kondusif

Lingkungan yang aman, nyaman dan kondusif juga sangat mempengaruhi minat belajar siswa. Bahkan dalam sebuah penelitian, penggunaan cat dalam lingkungan kelas mempengaruhi minat dan konsentrasi siswa. Lingkungan yang bebas dari kebisingan, tempat belajar yang baik dan didukung peralatan yang memadai akan mempengaruhi minat siswa dalam belajar.
Lingkungan yang memberikan stimulasi dan menumbuhkan kreasi

Lingkungan yang kaya dengan stimulasi akan menumbuhkan minat yang besar pada siswa. Dengan besarnya stimulasi dari lingkungan, siswa akan merespon stimulasi tersebut dengan menciptakan sesuatu yang berbeda. Lingkungan sekolah yang mempunyai kegiatan ekstrakurikuler yang banyak misalnya, akan mengeksplorasi minat/bakat siswa sesuai dengan keinginannya. Jadi minat siswa akan tersalurkan pada kegiatan-kegiatan sekolah yang ada dan sesuai. Stimulasi yang positif dan banyak dari lingkungan, akan memperkaya siswa untuk menumbuhkan kreasi yang beragam.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/pengaruh-lingkungan-belajar-terhadap.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Metode Pengajaran Guru yang Efektif


Metode mengajar sangat penting, bahkan lebih penting bagi pelajaran itu sendiri. Bagaimana tidak, metode mengajar menentukan sampai dimana siswa memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan oleh guru. Bagaimanapun hebatnya seorang guru, dan bagaimanapun pentingnya pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, akan sia-sia jika siswa tidak mampu memahami pelajaran yang diberikan. Guru yang efektif adalah mereka yang selalu memperdalam keahliannya dalam bidang pengajaran agar pengajaran yang dilakukannya bermamfaat untuk anak didiknya. Keefektifan mengajar seorang guru dapat dilihat dari dua aspek, yaitu banyaknya tujuan pembelajaran yang berhasil dicapai oleh siswa dan pola pembelajaran yang berhubungan dengan dengannya seperti efektivitas waktu, tenaga dan usaha yang dicurahkan oleh guru. Keefektifan pengajaran juga dapat dilihat dari perkembangan sosialisasi dan kemandirian siswa. Semakin banyak yang dicapai oleh siswa, semakin efektif metode pengajaran yang diberikan oleh guru yang bersangkutan. Jadi keberhasilan sebuah metode yang diterapkan oleh guru, diukur dari pencapaian siswa yang dihadapinya. Menurut Oliva dkk (1980) keefektifan pengajaran guru dalam mengajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Guru mempunyai konsep konsep kemandirian yang tinggi dalam mengajar Mempunyai pendidikan yang baik Mempunyai pengetahuan dan minat dalam bidang yang diajar Memiliki prinsip dasar dalam proses pembelajaran Mementingkan keberhasilan siswa Bersikap adil pada semua siswa Menjelaskan suatu hal dengan terperinci dengan jelas Berpikiran terbuka Mampu membuat siswa senang dalam mengikuti sesi pembelajaran Menggunakan teknik dan metode pembelajaran yang efektif Dapat menjaga jalannya proses pembelajaran dalam kelas.

Berdasarkan ciri-ciri ini, jelaslah bahwa metode pengajaran yang efektif adalah hal yang penting dalam menjadikan guru seorang yang efisien dan efektif. Walaupun begitu, keefektifan pengajaran juga bergantung pada respons siswa terhadap arahan guru, juga kondisi lingkungan pembelajaran, sarana dan prasarana belajar dan hal yang menunjang pembelajaran lainnya, sangat menentukan efektivitas pengajaran.
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/metode-pengajaran-guru-yang-efektif.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Anak Genius dan Anak Berbakat


Anak genius dan anak berbakat adalah anak-anak yang memiliki potensi dan kemampun yang tinggi dalam bidang akademik, dengan membuat kreasi yang unik, kreatif, dan mengangungkan. Anak-anak genius dan berbakat juga membutuhkan pendekatan khusus dalam pengajaran dan pembelajaran untuk menghindarinya dari rasa bosan terhadap mata pelajaran dan guru yang monoton. Mereka sering salah dianggap sebagai murid yang nakal karena tidak menunjukkan perhatian pada pelajaran dalam kelas, padahal mereka memahami dan menguasai dengan baik semua pelajaran yang diberikan kepadanya. Sistem pendidikan yang tradisional, yang menekankan bahwa guru adalah sumber segalanya, dan anak-anak harus mengikuti arahan guru, akan menghambat perkembangan anak yang genius dan berbakat ini. Mereka sebenarnya butuh tempat yang sesuai dengan tingkat kegeniusannya, sehingga tidak cocok pada sekolah-sekolah anak-anak normal pada umumnya. Biasanya anak genius dan berbakat ini, terkadang terlihat bodoh dan nakal dalam kelas, karena mereka tidak menyukai dan bahkan sudah menguasai pelajaran yang hendak diberikan kepadanya. Anak genius dan berbakat membutuhkan tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang biasanya. Anak genius dan berbakat berada diluar kurva normal, tetapi keberadaanya berada disebelah kanan kurva, sedangkan anak yang mengalami retardasi mental berada disebelah kiri kurva normal. Karena anak genius adalah a nak yang tidak normal sehingga membutuhkan perlakuan khusus yang harus diberikan kepadanya. Salah satu program pendidikan yang menunjang perkembangan anak genius dan berbakat ini adalah dengan disediakannya program kelas ekselerasi, dimana anak diberikan kebebasan untuk mempelajari pelajaran yang sebenarnya untuk umur diatasnya. Tidak heran, jika seorang anak yang genius dan berbakat dalam bidang akademik, bisa menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya dan sekolah menengahnya lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Untuk membantu anak yang dengan tingkat kegeniusan dan keberbakatan yang tinggi, perlu identifikasi sejak dini oleh orang dan guru, agar anak dapat menyesuaikan diri dengan tantangan yang seharusnya dihadapi dengan tingkat intelegensinya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/anak-genius-dan-anak-berbakat.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Pendidikan Usia Dini


Pendidikan usia dini atau biasa disebut dengan PAUD, adalah salah satu program pendidikan yang sangat penting diawal-awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan usia dini terkadang terlupakan, sehingga anak-anak usia dini tidak mendapatkan perhatian pendidikan yang maksimal di usia yang paling menentukan ini. Anak-anak biasanya baru mengenyam pendidikan ketika berusia 5-6 tahun dalam taman kanak-kanak, sehingga usia dari 0-5 tahun tidak tersentuh pendidikan. Pendidikan di usia ini (0-5 tahun), hanya mengandalkan pendidikan keluarga yang biasanya lebih berorientasi budaya, yang terkadang tidak lagi efektif untuk meng-upgrade dan mengeksplorasi kemampuan anak dari awal pertumbuhan dan perkembangannya. Jika melihat teori perkembangan, terutama teori psikoanalisa, usia dini (0-5) biasa disebut dengan usia-usia emas. Usia emas ini adalah usia dimana kepribadian anak terbentuk yang akan mempengaruhi kepribadian anak selanjutnya. Bisa dibayangkan, jika pendidikan anak pada usia emas terbengkalai, maka akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Secara teoritis, yang termasuk kelompok anak usia dini adalah anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun. Menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Yang termasuk pendidikan anak usia dini ini antara lain, pembinaan di Posyandu, pendidikan pra-TK (play group), pendidikan TK (Taman Kanak-kanak). Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu:
1. 2. 3. 4. Infant (0-1 tahun) Toddler (2-3 tahun) Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun) Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Penyelenggara pendidikan anak usia dini antara lain Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain/play group (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), Satuan PAUD Sejenis (SPS), Bina Keluarga Balita, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan lain-lain. Pendidikan anak usia dini adalah program pendidikan untuk mempersipakan anak memasuki pendidikan formal selanjutnya. Pendidikan ini lebih menitik beratkan pada perkembangan fisik (motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Referensi:

Carol Wide & Carol Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga John Santrock. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini Kompas:http://edukasi.kompas.com/read/2009/05/15/20340696/Fokuskan.Pendidikan.Usia. Dini.ke.Anak.Usia.0-6.Tahun
(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/pendidikan-usia-dini.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Dilema Dunia Pendidikan: Membunuh Kreativitas, Menumbuhkan Mental Budak


Usia yang dihabiskan dalam bangku sekolah adalah waktu yang terlama dalam sebuah siklus kehidupan seseorang. Jika dihitung, waktu yang dihabiskan dalam sekolah sekitar 14 tahun. 2 tahun di TK, 6 tahun di SD, 3 tahun di SLTP, 3 tahun di SLTA . Ditambah dengan 4 tahun di peguruan tinggi, bagi yang sempat melanjutkan, berarti waktu yang dihabiskan semuanya dari TK hingga lulus di Perguruan Tinggi sekitar 18 tahun. Begitu lama, sehingga sebagian besar waktu dalam usia-usia perkembangan dan pembentukan kepribadian habis di bangku pendidikan. Menurut sebagian besar teori perkembangan, waktu-waktu inilah yang merupakan usia yang paling mempengaruhi kepribadian seseorang. Menurut teori psikoanalisia, usia tahapan perkembangan bahkan sudah tuntas jika seseorang sudah memasuki masa genital (ramaja/dewasa) sekitar usia 11 13 tahun. Menurut teori psikoseksual Erick Erikson, pada usia ini sudah melewati masa pencarian identitas (Identity vs Identity Confusio). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, usia dan waktu yang dihabiskan dalam bangku pendidikan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa lulusan-lulusan dari lembaga pendidikan sebagian besar tidak bisa berfungsi sebagai pribadi dewasa, sehingga menambah jumlah pengangguran. Ataupun sebagian besar, lulusan lembaga pendidikan (menurut beberapa survey) lebih menyukai menjadi PNS (dengan alasan lebih terjamin) daripada usaha-usaha lain yang lebih menjanjikan. Lulusan lembaga pendidikan tidak mampu bersaing ataupun menciptakan ide-ide dan kreativitas baru yang dapat menjadi tulang punggung penghasilan mereka? Jika kita menelaah lebih jauh, dan mengingat masa-masa dibangku sekolah, ada tiga penyebab yang merupakan sumber masalah ini. dibangku sekolah ada statement dari guru/pengajar yang menekankan pada siswanya, agar selalu membenarkan perkataan/ucapan guru, Jangan menyelisihi guru, dan jangan menyimpang dari text book. Statement inilah yang merupakan sumber malapetaka, membunuh kreativitas siswa dan menumbuhkan mental budak. Seorang siswa yang keluar di jalur ini, dianggap siswa yang susah diatur, tidak taat, tidak disiplin dan lain-lain. Sehingga siswa tersebut terkadang mendapatkan hukuman (yang biasanya juga tidak mendidik), Tidak mendapatkan perhatian dan dukungan yang sesuai dengan keinginan (minat dan bakat) siswa tersebut. Siswa diarahkan sesuai dengan keinginan guru yang biasanya pola pikirnya juga masih budak (karena juga lahir dari system sekolah perbudakan). Siswa dilarang membuat kreativitas, menekan minat mereka sehingga bakat-bakat mereka terpendam sangat dalam. Bayangkan saja, seorang siswa dari SD hingga SLTA, harus dipaksa belajar sebuah mata pelajaran yang mereka tidak sukai, dan harus meninggalkan bakatnya untuk mejadi siswa yang baik dimata guru (penurut). Ini adalah sebuah musibah dalam dunia pendidikan. Pendidikan bukan lagi mengajar dan memanusiakan manusia, tetapi memperbudak manusia. Sebuah system pendidikan yang harus dibenahi.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/dilema-dunia-pendidikan-membunuh.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Tujuan Pengukuran Psikologis dalam Bimbingan Karir pada Siswa

Bimbingan karir adalah sebuah hal yang paling penting untuk mengarahkan siswa-siswa sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya. Pemilihan karir yang tepat pada siswa, akan memberikan kepuasan dan akan meraih hasil yang maksimal. Kekeliruan pada pemilihan karir, akan berdampak secara luas pada kehidupan seseorang selanjutnya, yang kemungkinan akan menurunkan prestasi bahkan frustasi dan gangguan psikologis, karena ketidakmampuan beradaptasi, hasil yang diperoleh tidak maksimal, tertutupinya bakat-bakat bawaan yang sebenarnya lebih dominan dan lain-lain. Salah satu tempat yang paling tepat dalam pengarahan dan pencerahan pemilihan minat dan bakat (bimbingan karir) adalah pada saat usia remaja, sekitar usia sekolah menengah atas. Bahkan dirasakan, pemilihan karir pada usia ini adalah sebuah kewajiban untuk membantu siswa-siswa menentukan karirnya kedepan. Usia ini, merupakan pangkal dari masalah seseorang yang akan dijalaninya pada usia perkembangan selanjutnya. Salah satu cara untuk mengarahkan dan membantu siswa memberikan bimbingan ini adalah dengan menggunakan tes psikologi. Tes psikologi untuk bimbingan karir, biasanya tidak hanya satu alat tes, tetapi beberapa tes yang akan di compare, untuk menentukan dan mengarahkan langkah apa yang seharusnya diambil oleh siswa dengan karirnya kedepan. Diharapkan dengan bimbingan karir ini, siswa lebih terfokus pada sesuatu yang memang diminatinya, berbakat dibidangnya dan mempunyai kemampuan tentangnya. Adapun tujuan bimbingan karir pada siswa adalah sebagai berikut (dalam Sukardi, hal 8): 1. Agar siswa mampu mengenal aspek-aspek dirinya (kemampuan, potensi, bakat, kepribadian, sikap dan sebagainya). 2. Dengan mengenal aspek-aspek dirinya, siswa diharapkan dapat menerima keadaan dirinya secara objektif. 3. Membantu siswa untuk dapat mengemukakan berbagai aspek yang dimilikinya. 4. Membantu siswa untuk dapat mengelola informasi dirinya. 5. Membantu siswa agar dapat mengemukakan informasi dirinya sebagai dasar perencanaan dan pembuatan keputusan dimasa depan. Melihat begitu pentingnya bimbingan karir ini, sehingga diharapkan setiap anak (siswa) terutama pada usia sekolah menengah harus mendapatkannya. Bantuan yang diberikan akan

membatu mereka menjalani hidup mereka penuh dengan penerimaan, sesuai dengan minat dan bakatnya, dan diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal, karena karir yang dipilihnya merupakan potensi yang dimilikinya. Sehingga tidak ada lagi kata-kata, bakat yang terpendam.

Referensi: Dewa Ketut Sukardi. 2003. Analisis Tes Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta Ki Fudyartama. 2004. Pengantar Psikodiagnostik. Yogkarta:Pustaka Pelajar

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/tujuan-pengukuran-psikologis-dalam.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Tujuan Bimbingan dan Konseling Karir di Sekolah

Sekolah adalah tempat yang ideal dan sangat penting untuk perkembangan yang sehat secara psikologis. Sekolah melatih anak berinteraksi dengan lingkungan sosial, menambah pengetahuan dan skill serta sebagai sarana pendewasaan. Dilihat dari lamanya jenjang pendidikan di sekolah, waktu yang yang dihabiskan cukup panjang. Mulai dari TK hingga SMA, sekitar 12 tahun. Bahkan sebagian besar waktu keseharian anak lebih banyak terfokus pada sekolah. Karena pentingnya sekolah ini, sehingga sudah selayaknya sekolah memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak (siswa) yang bersangkutan, termasuk pemilihan karir mereka kedepan, apalagi jika seorang anak (siswa) akan menginjak masa dewasa (sekitar sekolah menengah atas). Di sekolah-sekolah saat ini, pada umumnya sudah tersedia layanan bimbingan dan konseling, yang biasanya diasuh oleh guru dengan profesionalisme khusus. Hanya saja, profesionalis seorang konselor di sekolah belum merata disetiap sekolah, sehingga hasilnya pun belum memuaskan. Khususnya pada sekolah menengah atas, seharusnya sudah memiliki layanan bimbingan dan konseling karir, yang akan membantu siswa memilih karirnya kedepan. Tentunya hal ini harus bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari pihak konselor, sekolah, orang tua, ataupun psikolog. Pengenalan dunia kerja pada masa sekolah menengah ini, akan menuntun anak (siswa) memilih karir sesuai dengan kemampuan, minat dan bakatnya. Secara garis besar, bimbingan dan konseling karir di sekolah memiliki dua tujuan pokok, yaitu: Membantu siswa dalam memahami dirinya dan dunia kerja secara khusus yang menjadi sasaran Bimbingan Konseling tentang karier di sekolah diantaranya 1. Para siswa dapat memahami dan menilai dirinya, terutama yang berkaitan dengan segi potensi yang ada dalam dirinya, mengenai kemampuan, minat, bakat, sikap dan citacitanya. 2. Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dalam dirinya, serta ada dalam masyarakat. 3. Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis pendidikan dan latihan yang diperlukan bagi suatu bagian tertentu, memahami hubungan usaha dirinya yang sekarang dengan masa depannya. 4. Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari jalan untuk dapat mengatasi hambatanhambatan tersebut. 5. Para siswa dapat merencanakan masa depannya serta menemukan karier dan kehidupannya yang serasi, yang sesuai.

Membantu peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri dan dunia kerjanya, sehingga dapat memilih, merencanakan, memutuskan dan memecahkan masalah Menurut W.S. Winkel, tujuan bimbingan ada 2 yaitu:

Tujuan sementara dari bimbingan, agar orang bersikap dan bertindak sendiri dalam situasi hidupnya sekarang. Tujuan akhir dari bimbingan adalah supaya orang mampu mengatur kehidupan sendiri. Mempunyai pandangan sendiri dan menanggung sendiri konsekuensi atau resiko dari tindakan-tindakan yang diambil.

Sedangkan secara umum bimbingan konseling tentang karir diantaranya:

Mengerti dirinya dan lingkungan, mengerti diri meliputi pengenalan kemampuan dan nilai-nilai hidup yang dimiliki untuk perkembangan dirinya. Mengerti lingkungan meliputi pengenalan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, informasi, lingkungan ( informasi, pendidikan, karier dan sosial pribadi). Mampu memilih, memutuskan, merencanakan hidupnya dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan sosial pribadi. Mengembangkan kemampuannya dan kesanggupannya secara maksimal. Memecahkan masalah pribadi secara bijaksana. Memahami dan mengarahkan dirinya dalam bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan lingkungan.

Dapat disimpulkan bahwa, tujuan bimbingan konseling karir di sekolah untuk mengarahkan dan memberikan referensi bagi siswa tentang dunia kerja, mensinkronisasikan dengan kemampuan yang dimilikinya, serta dapat menyesuaikan dengan minat dan bakatnya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/tujuan-bimbingan-dan-konseling-karirdi.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Minat Belajar Siswa

Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989:45). Menurut Surya (2005:47) guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai guru peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Menurut Rice dan Bishoprick (1971:5) guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi disini dipandang sebagai satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain(other directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas, dan dievaluasi secara objektif. Sebab lahirnya seorang profesional tidak bisa hanya melalui bentuk penataran dalam waktu enam hari, supervise dalam sekali atau dua kali, dan studi banding selama dua atau tiga hari. Sikap seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, antara lain: memiliki kualitas pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus (countinuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar dan semacamnya (Sidi, 2003:50). Mewujudkan proses kegiatan pendidikan dan pengajaran, maka unsur yang terpenting antara lain adalah bagaimana guru dapat merangsang dan mengarahkan siswa dalam belajar, yang pada gilirannya dapat mendorong siswa dalam pencapaian hasil belajar secara optimal. Mengajar dapat merangsang dan membimbing dengan berbagai pendekatan, dimana setiap pendekatan dapat mengarah pada pencapai tujuan belajar yang berbeda. Tetapi apapun subyeknya mengajar pada hakekatnya adalah menolong siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan ide serta apresiasi yang mengarah pada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa. Realita yang terjadi juga pada saat ini, keberadaan guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasi secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia khususnya di Kabupaten

Karimun. Hal ini menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademisi, akan tetapi orang awam juga ikut mengomentari menurunnya pendidikan dan tenaga pengajar yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademisi, sehingga mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan sikap profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 (S1). Guru yang memiliki kemampuan profesional sangat di butuhkan dikalangan masyarakat khususnya di lingkungan sekolah. Karena guru merupakan orang tua yang kedua bagi siswa. Dengan guru siswa akan mendapatkan pelajaran dan ilmu, sehingga siswa bisa termotivasi dan tertarik dengan proses belajar mengajar di sekolah. Sebaliknya apabila guru tidak memiliki kemampuan profesional, maka akan berdampak negatif dengan minat belajarnya. Ciri-Ciri Guru yang Profesional Menurut Hamalik (dalam Kunandar, 2007:61-62) ada lima ciri-ciri guru yang dikatakan profesional yaitu:

Guru yang waspada secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda. Mereka yakin akan nilai dan manfaat pekerjaannya. Mereka terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaannya. Mereka tidak mudah tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubungannya dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara psikologis lebih matang, sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir. Mereka memiliki seni dalam hubungan-hubungan manusiawi yang diperolehnya dari pengamatannya tentang bekerjanya psikologi, biologi, dan antropologi cultural di dalam kelas.Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh. Mereka sadar bahwa di bawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah nasibnya.

Syarat-Syarat yang Guru Profesional Menurut Dian Maya Shofiana (2008:27), guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi:

Memiliki bakat sebagai guru. Memiliki keahlian sebagai guru. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. Memiliki mental yang sehat. Berbadan sehat. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. Guru adalah manusia berjiwa pancasila. Guru adalah seorang warga negara yang baik.

Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Minat Belajar Siswa Kehadiran guru profesional tentunya akan berakibat positif terhadap perkembangan siswa, baik dalam pengetahuan maupun dalam keterampilan. Oleh sebab itu, siswa akan

antusias dengan apa yang disampaikan oleh guru yang bertindak sebagai fasilitator dalam proses kegiatan belajar mengajar. Bila hal itu terlaksana dengan baik, maka apa yang disampaikan oleh guru akan berpengaruh terhadap minat belajar siswa, sehingga siswa tertarik untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya. Ketertarikan akan menghasilkan minat belajar pada siswa. Minat itu sendiri dipengaruhi oleh faktor psikis, fisik, dan lingkungan yang ketiganya ini saling melengkapi. Minat menjadi sumber yang kuat untuk suatu aktivitas, karena minat siswa dalam belajarnya bergantung pada kemampuan seorang guru dalam proses belajar mengajarnya. Apabila guru memiliki kemampuan sesuai dengan kriteria guru profesional maka minat belajar siswa akan meningkat, dan apabila guru tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan kriteria guru profesional maka minat belajar siswa rendah. Kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat belajar seseorang sangat bergantung dan berpengaruh pada guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan penting yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Guru juga yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Tetapi fakta yang terjadi pada saat ini, guru kurang mengoptimalkan dirinya sebagai fasilitator dan pendidik. Akibatnya para peserta didik mengalami penurunan minat belajarnya. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional sangat erat kaitannya untuk meningkatkan minat belajar pada siswa, dimana guru merupakan fasilitator sekaligus mendidik siswa dalam meningkatkan minat belajar siswa sehingga memperoleh prestasi yang memuaskan. Tanpa adanya guru yang profesional maka siswa akan mengalami kendala dalam meningkatkan minat dalam belajarnya dan otomatis prestasi belajarnya akan menurun.

Daftar Pustaka: Bafadal, Ibrahim, 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Dajamarah, Syaiful Bahri, 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Danim, Sudarwan, 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Darmadi, Hamid, 2010. Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Alfabeta, Cet, Ke-2 Hamalik, Oemar, 2010. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet, Ke-7 Kunandar, 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Mulyasa, Enco, 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet, Ke-8 Muslich, Masnur, 2007. Sertifikasi Guru munuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Suryabrata, Sumadi, 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Usman, Uzer, 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/10/pengaruh-profesionalisme-guruterhadap.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Keuntungan dan Kerugian Program Akselerasi pada Siswa di Dunia Pendidikan


Program askselerasi di dunia pendidikan diberlakukan pada beberapa sekolah untuk menjawab dan memberikan perhatian kepada siswa-siswa yang mengalami bakat pada bidang tertentu. Menurut Pressey akselerasi adalah sebuah kemajuan yang diperoleh di dalam program pengajaran dalam kecepatan yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional. Sedangkan dalam program percepatan belajar untuk siswa SD, SLTP dan SLTA yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefenisikan sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan (Depdiknas, 2001). Tidak bisa di kesampingkan, bahwa semua program mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Program akselerasi dalam dunia pendidikan, memiliki efek positif dan negatif secara langsung pada perkembangan anak didik. Keuntungan Program Akselerasi. Southeren & Jones (1991) menyebutkan beberapa keuntungan siswa yang ikut dalam program akselerasi yaitu: 1. Efesiensi dalam belajar meningkat 2. 3. 4. 5. Efektivitas dalam belajar meningkat Adanya rekognisi terhadap prestasi yang dimiliki Waktu untuk meniti karir lebih banyak Produkstivitas meningkat

6. Pilihan eksplorasi dalam pendidikan meningkat 7. Siswa diperkenalkan dalam kelompok teman yang baru. Kerugian Program Akselerasi Terlepas dari keuntungan yang dikemukakan diatas, beberapa hal yang menjadi keberatan terhadap program akselerasi. Keberatan itu menyangkut bidang akademis, bidang penyesuaian diri sosial, bidang aktivitas ekstrakurikuler, dan bidang penyesuaian diri emosional. a. Bidang Akademis 1. Mungkin saja bahan ajar yang diberikan terlalu jauh bagi siswa sehingga ia tidak mampu beradaptasi dalam lingkungan yang baru, dan akhirnya menjadi orang yang sedangsedang saja (mediocre) bahkan mungkin juga siswa akan mengalami kegagalan. 2. Kemungkinan terjadi yang ditampilkan siswa pada waktu proses identifikasi merupakan gejala seseaat saja. 3. Siswa akselerasi meskipun mmenuhi kualifikasi secara akademis, tetapi kurang matang secara sosial, fisik dan juga emosional untuk berada pada tempat yang tinggi. 4. Siswa akselerasi dituntut untuk lebih cepat memutuskan karirnya, sedangkan pada perkembangan usianya saat itu belum dibekali kemampuan untuk mengambil pilihan yang tepat. 5. Pengetahuan siswa akselerasi dikembangkan dengan cepat tetapi belum pada waktunya karena dia belum memiliki pengalaman yang cukup. 6. Pengalaman yang mungkin cocok pada aksleleran bisa saja tidak diperolehnya dari kurikulum di sekolah.

7. Tuntutan anak untuk program akselerasi sangat besar sehingga kemampuan kreativitas berpikir divergen kurang mendapat perhatian. b. Penyesuaian Diri Sosial 1. Siswa akselerasi didorong prestasinya secara akademis, dalam hal ini mengurangi waktunya untuk melakukan aktivitas yang lain. 2. Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas dalam masa-masa hubungan sosial yang penting pada usianya. 3. Siswa akselerasi kemungkinan akan ditolak oleh kakak kelasnya, sedangkan kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan kawan sebayanya hanya sedikit sekali. c. Aktivitas Ekstrakurikuler 1. Kebanyakan aktivitas kurikuler berkaitan dengan usia dan siswa kurang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas penting di luar kurikulum yang normal (yang sesuai dengan usianya). Hal ini juga akan mengurangi jumlah waktu untuk memperkenalkan masalah karir kepada mereka. 2. Prestosi dalam berbagai kegiatan atletik adalah penting untuk setiap siswa dan kegiatan dalam program akselerasi tidak mungkin menyaingi mereka yang mengikuti program sekolah secara normal, yang lebih kuat dan lebih terampil. d. Penyesuaian Diri Emosional 1. Siswa akselerasi mungkin saja akan mengalami frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan yang ada dan pada akhirnya merasa sangat lelah sehingga akan menurunkan tingkat prestasinya dan bisa terjadi ia menjadi siswa yang underachiever atau drop out. 2. Siswa Akselerasi yang memiliki kesempatan dalam masa kanak-kanaknya dan masa remajanya, akan terisolasi atau bersikap agresif terhadap orang lain. Suatu saat mereka mungkin saja menjadi orang yang antisocial karena mereka tidak mampu memiliki hubungan sebagaimana layaknya orang dewasa lainnya untuk berkencan, menikah dan membina kehidupan rumah tangga. 3. Mereka akan kurang mampu untuk menyesuaikan diri dalam karirnya karena mereka menempati karir yang kurang tepat dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan yang ada sepanjang hidup mereka, atau mereka tidak akan mampu bekerja secara efektif dengan orang lain. 4. Tekanan yang terbentuk sejak kecil, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan halhal yang cocok dalam bentuk kreativitas atau hobi dan adanya potensi untuk dikucilkan dari orang lain, akan mengakibatkan kesulitan dalam kehidupan perkawinannya kelak atau bahkan bunuh diri.

Referensi: Yustinus Samiun. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius

(sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/keuntungan-dan-kerugian-program.html
diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

INTELEGENSI MANUSIA
Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah budaya. Budaya dihasilkan dari hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Cipta rasa dan karsa berkembang berkat kemampuan intelligence manusia. Tetapi, tingkat intelegensi setiap individu sangat berbeda. Dibawah ini akan dijelaskan secara mendetail. PENGETIAN INTELEGENSI Claparde dan Stern mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru. K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangantantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alatalat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang. Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa:
1. Intelegensi itu ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga

mempengaruhi intelegensi seseorang). 2. Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung melalui kelakuan intelegensinya. 3. Bagi suatu perbuatan intelegensi bukan hanya kemapuan yang dibawa sejak lahir saja, yang penting faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan. 4. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu. TEORI TEORI INTELEGENSI Teori Teori mengenai intelegensi ada beberapa macam, diantaranya: 1. Teori Two- Faktor Inteligensi terdiri dari faktor G (general factor) kecerdasan umum yang berfungsi dalam setiap aktivitas mental & faktor S (specific factors) kemampuan khusus seseorang: verbal, numerikal, mekanikal, perhatian, imajinasi, dll.(Charles Spearman) 2. Teori Primary Mental Abilities

Inteligensi terdiri sekelompok faktor (primary Mental Abilities): verbal comprehension, numerical, spasial visualization, perseptual ability, memory, reasoning & word fluency. (L.L Thurstone). 3. Teori Triarchis Menggambarkan proses berpikir sebagai komponen yang diklasifikasikan menurut fungsi & sifat:

Meta component: mengidentifikasi masalah, merencanakan, menunjukan perhatian dan memantau sejauh mana strategi yang dipilih tersebut bekerja. Performance component: melaksanakan strategi yang telah dipilih. Knowledge acquisition component : menyangkut perolehan pengetahuan (Sternberg).

PENGUKURAN INTELEGENSI Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911. Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat. Validitas dan Reliabilitas Test intelegensi kebanyakan menggunakan prestasi sekolah sebagai promotor atau kriteria utamanya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tes intelegensi memang mempunyai korelasi yang amat tinggi dengan prestasi sekolah. Jadi dalam hal ini tes tersebut valid. Pertanyaan validitas, dan khususnya reliabilitas tes intelegensi menyangkut pada pengaruh budaya. Bila tes dapat dibuat sama sekali tidak dipengaruhi oleh budaya (Culture Fair atau Culture Free) maka tes tersebut dapat diharapkan reliabel (dapat dipakai di mana saja). Jenis-Jenis Tes Intelegensi

Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu : 1) Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya: a. Stanford Binet Intelegence Scale. b. Wechster Bellevue Intelegence Scale (WBIS) c. Wechster Intelegence Scale For Children (WISC) d. Wechster Adult Intelegence Scale (WAIS) e. Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI) 2) Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya: a. Pintner Cunningham Prymary Test b. The California Test of Mental Makurity c. The Henmon Nelson Test Mental Ability d. Otis Lennon Mental Ability Test e. Progassive Matrices 3) Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan= Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes intelegensi kelompok berupa:
1. The California Test of Mental Maturity (CTMM) 2. The Henmon Nelson Test Mental Ability 3. Otis Lennon Mental Ability Test, and 4. Progassive Matrices. (22)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTELEGENSI Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda. Hal ini seperti yang disebutkan diatas ada pandangan yang menekankan pada bawaan (pandangan kualitatif) dan ada yang menekankan pada proses belajar (pandangan kuantitatif) sehingga dengan adanya perbedaan pandangan tersebut dapat diketahui bahwa intelegensi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebgai berikut. 1. Pengaruh faktor bawaan Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 + 0,20 ). 2. Pengaruh faktor lingkungan Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari

lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka). 3. Stabilitas intelegensi dan IQ Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak. 4. Pengaruh faktor kematangan Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya. 5. Pengaruh faktor pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. 6. Minat dan pembawaan yang khas Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. 7. Kebebasan Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang. DINAMIKA INTELEGENSI Dalam bahasan ini akan dijelaskan beberapa poin tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan intelegensi 1. Hubungan intelegensi dengan tingkat kelompok jabatan Super dan Cities menyimpulkan bahwa makin tinggi tingkat kelompok jabatan, makin tinggi rata-rata IQ-nya. 2. Hubungan intelegensi anak-anak dengan intelegensi orang tua mereka. Schienfield menyatakan tentang hereditas intelegensi (apa yang diwariskan oran tua kepada anaknya) selain adanya pengaruh tingkat pendidikan orang tua dengan perkembangan intelegensi anak (stimulasi orang tua) seperti yang dikemukakan olehFitzegerald dan McKinney. 3. Hubungan kondisi jasmani terhadap intelegensi seseorang.

Berdasarkan penelitian, ternyata orang-orang yang ber-IQ tinggi cenderung lebih sehat jasmaninya dan pertumbuhannya lebih subur dibandingkan dengan orang-orang yang berIQ rendah. 4. Pengaruh pendidikan pada tingkat intelegensi. Prof.Irving Lorge (1945) dari universitas California menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula skor IQ-nya, disamping adanya faktor lain seperti lingkungan keluarga, sosial, minat belajar, keperibadian, dan sebagainya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/intelegensi-manusia.html diunduh Jumat,


17 Mei 2013)

PERAN PSIKOLOG DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Dunia belajar mengajar (dunia pendidikan) merupakan salah satu lahan dari psikologi secara umum. Psikologi pendidikan berperan penting dalam peningkatan mutu siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi kedalam dunia pendidikan. Psikologi dengan objek manusia (tingkah laku), sedangkan pendidikan berorientasi pada perubahan perilaku siswa, cocok untuk dipadukan dengan harapan mendapatkan perilaku siswa yang diinginkan. Peran Psikolog Sekolah Pelaksanaan psikologi dalam hal diagnostik disekolah:

Pelaksanaan tes Melakukan wawancara dengan siswa, guru, orangtua, serta orang-orang yang terlibat dalam pendidikan siswa Observasi siswa di kelas, tempat bermain, serta dalam kegiatan sekolah lainnya Mempelajari data kumulatif prestasi belajar siswa.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerumitan dan Luasnya Peran Psikolog di Sekolah 1. tingkat pelayanan (Jack I. Baron (1982),)

Tingkat I (psikodiagnostik); meliputi pelayanan tes kecerdasan, kemudian pemberian laporan tertulis yang memberi gambaran kelemahan dan kekuatan yang terungkap oleh tes tersebut. Tingkat II (klinis dan konseling); perhatian psikolog sekolah terhadap anak didik bersifat menyeluruh, yang mana membantu pihak sekolah dalam menyelesaikan berbagai masalah kesmen yang dihadapi anak. Pada tingkat ini peran psikolog erat dengan masalah kelompok dalam kelas dan masalah yang berkaitan dengan kelas. Tingkat III (indusrti dan organisasi); dalam hal ini psikolog ikut terlibat dalm tindakan yang menyangkut kebijakan dan prosedur sekolah, dalam pengembangan dan evaluasi program serta pelayanan sekolah,dapat berupa; supervisi, pendidikan, konsulatan bagi kariawan edukatif maupun nonedukatif (membantu malakukan seleksi, penempatan, serta urusan-urusan personalia lain), dan bekarja sama dengan ahli-ahli lain dalam masyarakat.

2. Kegiatan professional Berpartisipasi dalam diagnosis, intervensi langsung, konsultasi, pendidikan, evaluasi dan pelacakan kembali terhadap hasil penanganan. Semakin tinggi tingkat fungsi pelayanan, maka semakin banyak tugas-tugas pokok dilaksanakan, sedangkan tingkat rendah hanya sibuk dengan pengukuran/ diagnosis, tingkat tertinggi lebih bervariasi fungsinya dan membutuhkan kegiatan professional yang bervariasi juga, berdasar kebutuhan sekolah, bergantung pada kompetensi dan minat psikolognya. 3. Klien langsung Berhadapan dengan:

Murid secara perorangan, kelompok murid, murid per kelas Guru secara perorangan, kelompok guru

Tenaga administrasi

4. Tingkat program pendidikan Terdapat kesulitan dan kerumitan dalam setiap tingkat pendidikan yang ditinjau dari aspek kognisi,bentuk tugas-tugas mengajar, organisasi sekolah dan pengelompokan murid-murid, serta ciri-ciri khas perkembangan dalam masyarakat, berinteraksi dan menghasilkan klien-klien yang berbeda kebutuhan psikologiknya, serta perbedaan harapan dan peran pelayanan psikologik yang diinginkan. 5. Kekhasan lingkungan masyarakat dan sekolah Bentuk lain dari fungsi dan tanggung jawab seorang psikolog sekolah bergantung pada ciri-ciri khas, formal-nonformal, sumber dana sekolah, daerah lokasi sekolah, suku/agama/ ras/ golongan tang memanfaatkan jasa psikolog sekolah. Psikolog Masyarakat Dalam hal ini psikolog masyarakat berfungsi sebagai konsultan luar yang membantu mengembangkan, menyusun program, mendirikan, dan mengevaluasi program pendidikan, bekerjasama dengan personalia sekolah. Psikolog Pendidikan Seorang psikolog pendidikan harus tahu dan memahami kondisi siswanya, memahami perbedaan individual, implikasi perbedaan fisikdan psikologik antara lakilaki dan perempuan, dan perbedaan peran dan harapan antar keduanya. Selain itu psikolog pendidikan perlu terlibat dalam perencanaan kurikulum dan prosedur mengajar-belajar yang didasari ilmu mengenai belajar dan perlu penelitian-penelitian untuk menguji evektifitas prosedur didalam situasi sekolah. Peran Dalam Pengukuran dan Evaluasi a. Pengukuran kesiapan pendidikan; meliputi kemampuan dan keterampilan sebagai prasyaratan yang memungkinkan fasilitas pendidikan pada tingkat pelajaran dengan tes potensi akademik atau tes kemampuan belajar. b. Pengukuran prestasi belajar, berfungsi:

Fungsi instruksinal, sebagai umpan balik bagi guru dan siswa, atas keberhasilan atau kegagalan dalam pelajaran atau keperluan perbaikan proses pengajaran. Fungsi adminisrtatif, meliputi; seleksi dan penempatan sebagai sarana untuk menaring siswa dalam memenuhi prasyarat yang dibutuhkan atau memasukkan siswa dalam tingkat kelas tertentu,. Fungsi bimbingan,tes juga dapat dijadikan sebagai alat diagnostic psikoedukasional dalam bentuk bimbingan,yang dapat digunakan saat memilih jurusan diperguruan tinggi, menemukan kemampuan-kemampuan yang belum tampak sebelumnya.

Psikologi Proses Mengajar-Belajar a. Agar mempermudah dan mengarahkan proses belajar bagi siswa b. Tugas-tugas diatur dalam urutan yang optimal yang membentuk hirarki belajar.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/peran-psikolog-dalam-duniapendidikan.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Desain Pelatihan Pemecahan Masalah pada Remaja


Latar Belakang Usia remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa menuju kedewasaan. Pada masa ini remaja dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang datang dari dalam dirinya (Perubahan postur tubuh yang dapat mempengaruhi sosialisasi pada remaja), maupun masalah yang datang dari luar (Keluarga, teman pergaulan, dan rasa ingin diterima didalam kelompok). Masalah yang dihadapi pada diri remaja ini nantinya akan membentuk kepribadian yang khas dan memecahkan masalah dengan khas remaja pula. Apakah remaja ini akan mempu menghadapi masalah dan meyelesaikan masalahnya dengan baik sehingga terbentuk diri remaja yang utuh dan menemukan dirinya sebagai suatu pribadi yang utuh. Masalah-masalah yang dihadapi remaja sangat kompleks, dan pemecahan masalahnya pun tergantung pada remaja itu sendiri. Referensi pemecahan masalah bisa didapat dari pengalaman sehari-hari, sikap yang didapat dari hasil belajar, dan informasi yang diterima oleh remaja serta budaya atau nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang menuntut remaja untuk konform. Pemecahan masalah pada remaja hendaknya diselesaikan dengan bijak oleh remaja. Kebijakan pada diri remaja bisa didapat dari proses belajar. Remaja harus bisa bekerja sama dan dapat menghargai pendapat orang lain dengan menunjukkan sikap kooperatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Tujuan Pelatihan Pelatihan ini bertujuan untuk: 1. Melatih remaja bersikap objektif dalam menghadapi berbagai masalah. 2. Melatih remaja memandang suatu permasalahan sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dan merupakan bagian dari proses pembelajaran. 3. Melatih kebersamaan pada diri remaja dan mengedepankan diskusi dalam menghadapi permasalahan bersama. 4. Menciptakan rasa percaya diri dan optimisme kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi berbagai problem. 5. Melatih sikap kebijaksaan pada remaja dalam mematuhi nilai-nilai budaya. Sasaran Pelatihan a. Remaja menyadari fungsi dan tanggungjawabnya dalam keluarga dan masyarakat, sebagai konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. b. Remaja menyadari pentingnya kerjasama dan diskusi dalam menyelesaikan permasalahan bersama. c. Remaja menyadari pentingnya mematuhi nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat. d. Remaja mendapatkan sikap optimisme dan dapat berkonform dengan lingkungan. Peserta Pelatihan

Peserta pelatihan adalah siswa SLTA (Laki-laki dan perempuan dengan rentang umur 15 19 tahun) dengan jumlah peserta 100 orang. Waktu dan Materi Pelatihan Pelatihan dilaksanakan pada hari Sabtu. Jadwal Pelatihan tertera pada tabel dibawah ini:

No 1. 2.

Pukul 08.00 09.30 09.30 11.30

Materi Pelatihan Opening Ceremonial Remaja dan permasalahannya, pembentukan sikap positif Isterahat, Sholat, Makan Remaja dan tantangan, pentingnya conform dan kerjasama Isterahat, Snack, Shalat Games / Out Bond Isterahat, Shalat Api Unggun + Muhasabah Penutupan

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

11.30 13.00 13.00 15.00 15.00 16.00 16.00 18.00 18.00 19.00 19.00 20.30 20.30 21.00

Metode Pelatihan 1. Remaja dan permasalahannya, pembentukan sikap positif: Kuliah + Diskusi + Games in door (melatih kebijaksaan dan sikap positif: seorang raja yang bijak dan 3 orang anaknya). 2. Remaja dan tantangan, pentingnya conform dan kerjasama: Studi kasus + diskusi + role playing. 3. Games (outbond): Kegiatan diadakan diluar ruangan dengan games (terlampir pada desain games) 4. Games (outbond): Kegiatan diadakan diluar ruangan (gemes terlampir) a. Toss a Name b. Bottle Neils c. Toxic Waste d. Horizontal Web 5. Api Unggun dan Muhasabah Peserta berdiri di pinggir api, dengan saling berpegangan tangan dengan erat (tidak ada yang lepas), dan diberikan games yang dapat menggugah nuansa keakraban, atau menampilkan kreativitas peserta. Kemudian peserta duduk melingkar disekitar disekitar api, dengan duduk rileks. Lutut peserta saling bersentuhan. Suasana harus gelap, dan hanya api

yang menyinari sekitar (api unggung sebagai pusat). Ketika api sudah mulai redup, muhasabah mulai laksanakan. Peralatan Perlatan yang digunakan selama kegiatan dilaksanakan: Perlatan yang digunakan pada materi In door 1. Sound + 2 buah Micropon. 2. Spidol, papan tulis, penghapus 3. Leptop + LCD + Layar LCD 4. Alat tulis (kertas dan pena) Perlatan yang digunakan pada materi out door 1. Toss Name: Sebuah bola kecil (bola pingpong) 2. Bottle Neil: Botol, tali/benang dengan panjang 3 meter 9 buah, Paku yang panjang 1 buah. 3. Toxic Waste: Ember kecil, ember sedang, tali cord, tali rafia, maerial (air/pasir/bola pingpong) 4. Horizontal Web: Tali rafia, penutup mata Perlatan yang digunakan pada saat muhasabah Kayu bakar dan api (membuat api unggung)

Desain Materi/Games

Materi I

Materi Tujuan

Remaja dan Permasalahannya, Pembentukan sikap positif Untuk mengetahui sekitar permasalahan remaja, tugas-tugas yang seharusnya dilaksanakan pada fase perkembangan ini, agar remaja membuka cakrawala berpikirnya dalam memandang suatu masalah untuk memecahkan masalahnya secara bijak dan positif dalam memenuhi kebutuhan dan dorongan-dorongan yang lahir dari dalam maupun dari lingkungannya dengan tetap berstandar pada nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. 100 orang 2 jam (9.30 11.30) In door (aula)

Jumlah Peserta Waktu Tempat

Alat dan Bahan Langkahlangkah/ pelaksanaan

Sound, LCD, Papan Tulis, Layar LCD, Spidol, penghapus, leptop, Mikropon 2 buah Materi diberikan didalam ruangan tertutup (aula). Materi ditransfer dengan metode kuliah, diskusi dan pemberian games in door (seorang raja dan 3 orang anaknya). Games diberikan pada akhir sesi acara ini berlangsung. Diberikan dalam bentuk tertulis di layar LCD.

Materi II

Materi Tujuan

Remaja dan tantangannya, conform dan kerjasama

pentingnya

Untuk mengembangkan problem solving remaja. Dengan mengadakan studi kasus, dan diskusi, remaja akan memiliki referensi dan cara pemecahan masalah yang ideal. Permainan peran, akan memperkaya pemahaman karena peserta akan membandingkan mana karakter yang seharusnya dijadikan tokoh yang ideal. Pemecahan masalah akan dirasa lebih penting jika ada conform dan kerjasama. 100 orang 2 jam (13.00 15.00) In door (aula) Sound, LCD, Papan Tulis, Layar LCD, Spidol, penghapus, leptop, mikropon 2 buah Materi diberikan dengan metode Studi kasus + diskusi + role playing. Membahas tantangan-tangan yang dihadapi remaja, dan memecahkan tantangan itu dengan mempelajari secara mendalam, diskusi dan memerankannya.

Jumlah Peserta Waktu Tempat Alat dan Bahan Langkahlangkah/ pelaksanaan

Materi III (Games) Peserta yang berjumlah 100 dibagi kedalam 10 kelompok (satu kelompok 10 orang) dengan setiap kelompok satu instruktur. Pembagian kelompok secara acak oleh chief instruktur. Sesi ini berlangsung selama 2 jam (16.00 18.00). 1. Toss a Name

Materi Tujuan

Toss a Name Melatih remaja untuk memperkenalkan nama dan memahami makna dibalik apaapa yang dibenci selama ini. Membuang jauh-jauh prasangka negatif, dan berlatih menerima orang. 10 orang 15 menit Out door (lapangan outbond) Sebuah bola kecil (bola pingpong) Peserta dipandu oleh Instruktur kelompok masing-masing. Duduk rileks dengan melingkar, memperkenalkan nama dengan menggunakan bola pingpong bergiliran. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kata-kata terimah kasih (nama sebelum urutan dia), nama saya (namanya) silahkan . (nama teman sesudahnya). Kemudian peserta disuruh menyebut apa-apa saja yang paling dibenci didunia ini secara bergiliran. Kemudian merangkai nama dengan apa yang dibenci itu seperti urutan instruksi diatas.

Jumlah Peserta Waktu Tempat Alat dan Bahan Langkahlangkah/ pelaksanaan

2.

Bottle Neils

Materi Tujuan

Bottle Neils Melatih kerja sama, patuh pada instruksi pemimpin, dan kepercayaan kepada orang lain. 10 orang 25 menit Out door (lapangan outbond) Botol, paku, tali/benang 9 buah (panjang 3 meter) Peserta masing-masing memegang tali yang telah disediakan dan diikatkan pada paku. Peserta saling membelakangi. Salah seorang dari peserta bertindak sebagai seorang leader untuk mengarahkan jalan teman-tamannya. Peserta yang memegang tali tidak boleh melihat kebelakang. Tugas kelompok adalah memasukkan paku kedalam botol yang jaraknya sekitar 3

Jumlah Peserta Waktu Tempat Alat dan Bahan Langkahlangkah/ pelaksanaan

meter.

3.

Toxic Waste

Materi Tujuan

Toxic Waste Melatih kebercamaan gerakan dalam kelompok, melatih pemecahan masalah, dan membuat keputusan yang tepat. 10 orang 30 menit Out door (lapangan outbond) Ember kecil, ember sedang, tali cord, tali rafia, maerial (air/pasir/bola pingpong) Tali rafia disetting berbentuk lingkaran dengan 2 buah ember berada ditengahnya. Instrktur games menarangkan tujuan games ini, yaitu memasukkan limbah beracun yang berada diember kecil (ember penampungan). Syaratnya tidak boleh menginjak area yang berada didalam lingkaran kecil tali rafia (areal radiasi) dan peserta juga tidak diperbolehkan menyentuh/memegang ember. Hanya diperkenankan menggunakan tali saja. Permainan berjalan sampai seluruh limbah dapat dimasukkan kedalam ember penampungan.

Jumlah Peserta Waktu Tempat Alat dan Bahan Langkahlangkah/ pelaksanaan

4.

Horizontal Web

Materi Tujuan

Horizontal Web Melatih kepercayaan yang penuh kepada orang lain, dan memahami begitu sulit menjadi seorang pemimpin yang harus mengarahkan yang dipimpinnya. 10 orang 30 menit Out door (lapangan outbond) Tali rafia, penutup matas Kelompok harus melewati sarang laba-laba dengan menutup mata. Untuk mengarahkan, diminta seorang leader.

Jumlah Peserta Waktu Tempat Alat dan Bahan Langkahlangkah/ pelaksanaan

Dilema Dunia Pendidikan: Membunuh Kreativitas, Menumbuhkan Mental Budak


Usia yang dihabiskan dalam bangku sekolah adalah waktu yang terlama dalam sebuah siklus kehidupan seseorang. Jika dihitung, waktu yang dihabiskan dalam sekolah sekitar 14 tahun. 2 tahun di TK, 6 tahun di SD, 3 tahun di SLTP, 3 tahun di SLTA . Ditambah dengan 4 tahun di peguruan tinggi, bagi yang sempat melanjutkan, berarti waktu yang dihabiskan semuanya dari TK hingga lulus di Perguruan Tinggi sekitar 18 tahun. Begitu lama, sehingga sebagian besar waktu dalam usia-usia perkembangan dan pembentukan kepribadian habis di bangku pendidikan. Menurut sebagian besar teori perkembangan, waktu-waktu inilah yang merupakan usia yang paling mempengaruhi kepribadian seseorang. Menurut teori psikoanalisia, usia tahapan perkembangan bahkan sudah tuntas jika seseorang sudah memasuki masa genital (ramaja/dewasa) sekitar usia 11 13 tahun. Menurut teori psikoseksual Erick Erikson, pada usia ini sudah melewati masa pencarian identitas (Identity vs Identity Confusio). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, usia dan waktu yang dihabiskan dalam bangku pendidikan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa lulusan-lulusan dari lembaga pendidikan sebagian besar tidak bisa berfungsi sebagai pribadi dewasa, sehingga menambah jumlah pengangguran. Ataupun sebagian besar, lulusan lembaga pendidikan (menurut beberapa survey) lebih menyukai menjadi PNS (dengan alasan lebih terjamin) daripada usaha-usaha lain yang lebih menjanjikan. Lulusan lembaga pendidikan tidak mampu bersaing ataupun menciptakan ide-ide dan kreativitas baru yang dapat menjadi tulang punggung penghasilan mereka? Jika kita menelaah lebih jauh, dan mengingat masa-masa dibangku sekolah, ada tiga penyebab yang merupakan sumber masalah ini. dibangku sekolah ada statement dari guru/pengajar yang menekankan pada siswanya, agar selalu membenarkan perkataan/ucapan guru, Jangan menyelisihi guru, dan jangan menyimpang dari text book. Statement inilah yang merupakan sumber malapetaka, membunuh kreativitas siswa dan menumbuhkan mental budak. Seorang siswa yang keluar di jalur ini, dianggap siswa yang susah diatur, tidak taat, tidak disiplin dan lain-lain. Sehingga siswa tersebut terkadang mendapatkan hukuman (yang biasanya juga tidak mendidik), Tidak mendapatkan perhatian dan dukungan yang sesuai dengan keinginan (minat dan bakat) siswa tersebut. Siswa diarahkan sesuai dengan keinginan guru yang biasanya pola pikirnya juga masih budak (karena juga lahir dari system sekolah perbudakan). Siswa dilarang membuat kreativitas, menekan minat mereka sehingga bakat-bakat mereka terpendam sangat dalam. Bayangkan saja, seorang siswa dari SD hingga SLTA, harus dipaksa belajar sebuah mata pelajaran yang mereka tidak sukai, dan harus meninggalkan bakatnya untuk mejadi siswa yang baik dimata guru (penurut). Ini adalah sebuah musibah dalam dunia pendidikan. Pendidikan bukan lagi mengajar dan memanusiakan manusia, tetapi memperbudak manusia. Sebuah system pendidikan yang harus dibenahi.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/dilema-dunia-pendidikan-membunuh.html
diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Keuntungan dan Kerugian Program Akselerasi pada Siswa di Dunia Pendidikan


Program askselerasi di dunia pendidikan diberlakukan pada beberapa sekolah untuk menjawab dan memberikan perhatian kepada siswa-siswa yang mengalami bakat pada bidang tertentu. Menurut Pressey akselerasi adalah sebuah kemajuan yang diperoleh di dalam program pengajaran dalam kecepatan yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional. Sedangkan dalam program percepatan belajar untuk siswa SD, SLTP dan SLTA yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefenisikan sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan (Depdiknas, 2001). Tidak bisa di kesampingkan, bahwa semua program mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Program akselerasi dalam dunia pendidikan, memiliki efek positif dan negatif secara langsung pada perkembangan anak didik. Keuntungan Program Akselerasi. Southeren & Jones (1991) menyebutkan beberapa keuntungan siswa yang ikut dalam program akselerasi yaitu: 1. Efesiensi dalam belajar meningkat 2. 3. 4. 5. Efektivitas dalam belajar meningkat Adanya rekognisi terhadap prestasi yang dimiliki Waktu untuk meniti karir lebih banyak Produkstivitas meningkat

6. Pilihan eksplorasi dalam pendidikan meningkat 7. Siswa diperkenalkan dalam kelompok teman yang baru. Kerugian Program Akselerasi Terlepas dari keuntungan yang dikemukakan diatas, beberapa hal yang menjadi keberatan terhadap program akselerasi. Keberatan itu menyangkut bidang akademis, bidang penyesuaian diri sosial, bidang aktivitas ekstrakurikuler, dan bidang penyesuaian diri emosional. a. Bidang Akademis 1. Mungkin saja bahan ajar yang diberikan terlalu jauh bagi siswa sehingga ia tidak mampu beradaptasi dalam lingkungan yang baru, dan akhirnya menjadi orang yang sedangsedang saja (mediocre) bahkan mungkin juga siswa akan mengalami kegagalan. 2. Kemungkinan terjadi yang ditampilkan siswa pada waktu proses identifikasi merupakan gejala seseaat saja. 3. Siswa akselerasi meskipun mmenuhi kualifikasi secara akademis, tetapi kurang matang secara sosial, fisik dan juga emosional untuk berada pada tempat yang tinggi. 4. Siswa akselerasi dituntut untuk lebih cepat memutuskan karirnya, sedangkan pada perkembangan usianya saat itu belum dibekali kemampuan untuk mengambil pilihan yang tepat. 5. Pengetahuan siswa akselerasi dikembangkan dengan cepat tetapi belum pada waktunya karena dia belum memiliki pengalaman yang cukup. 6. Pengalaman yang mungkin cocok pada aksleleran bisa saja tidak diperolehnya dari kurikulum di sekolah.

7. Tuntutan anak untuk program akselerasi sangat besar sehingga kemampuan kreativitas berpikir divergen kurang mendapat perhatian. b. Penyesuaian Diri Sosial 1. Siswa akselerasi didorong prestasinya secara akademis, dalam hal ini mengurangi waktunya untuk melakukan aktivitas yang lain. 2. Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas dalam masa-masa hubungan sosial yang penting pada usianya. 3. Siswa akselerasi kemungkinan akan ditolak oleh kakak kelasnya, sedangkan kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan kawan sebayanya hanya sedikit sekali. c. Aktivitas Ekstrakurikuler 1. Kebanyakan aktivitas kurikuler berkaitan dengan usia dan siswa kurang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas penting di luar kurikulum yang normal (yang sesuai dengan usianya). Hal ini juga akan mengurangi jumlah waktu untuk memperkenalkan masalah karir kepada mereka. 2. Prestosi dalam berbagai kegiatan atletik adalah penting untuk setiap siswa dan kegiatan dalam program akselerasi tidak mungkin menyaingi mereka yang mengikuti program sekolah secara normal, yang lebih kuat dan lebih terampil. d. Penyesuaian Diri Emosional 1. Siswa akselerasi mungkin saja akan mengalami frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan yang ada dan pada akhirnya merasa sangat lelah sehingga akan menurunkan tingkat prestasinya dan bisa terjadi ia menjadi siswa yang underachiever atau drop out. 2. Siswa Akselerasi yang memiliki kesempatan dalam masa kanak-kanaknya dan masa remajanya, akan terisolasi atau bersikap agresif terhadap orang lain. Suatu saat mereka mungkin saja menjadi orang yang antisocial karena mereka tidak mampu memiliki hubungan sebagaimana layaknya orang dewasa lainnya untuk berkencan, menikah dan membina kehidupan rumah tangga. 3. Mereka akan kurang mampu untuk menyesuaikan diri dalam karirnya karena mereka menempati karir yang kurang tepat dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan yang ada sepanjang hidup mereka, atau mereka tidak akan mampu bekerja secara efektif dengan orang lain. 4. Tekanan yang terbentuk sejak kecil, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan halhal yang cocok dalam bentuk kreativitas atau hobi dan adanya potensi untuk dikucilkan dari orang lain, akan mengakibatkan kesulitan dalam kehidupan perkawinannya kelak atau bahkan bunuh diri.

Referensi: Yustinus Samiun. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/keuntungan-dan-kerugian-program.html
diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Anda mungkin juga menyukai