Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA TERHADAP PROSES TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL

MAHASANTRI DI KAMAR 43 MABNA FATIMAH AZ-ZAHRA

LAPORAN HASIL OBSERVASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi yang dibina oleh Drs. H. Yahya, M.A.

Oleh:

Yumna Mumtaza (220401110153)

Sosiologi D

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pengaruh Perbedaan Budaya Terhadap Proses Terjadinya
Interaksi Sosial Mahasantri Di Kamar 43 Mabna Fatimah Az-Zahra.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan, pertama, Drs. H. Yahya,
M.A, Dosen mata kuliah yang telah berkenan meluangkan waktu dengan sabar memberikan bimbingan,
motivasi dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini. Kedua, keluarga besar teman-teman Psikologi
angkatan 2022 Kelas D, yang selalu bersemangat, berkerja sama dengan baik, dan kekompakan kita
semua yang akhirnya membuat penulis bersemangat menyelesaikan tugas ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan mengharapkan saran, kritik dari
pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dunia psikologi. Amin.

Malang, 3 Desember 2022

Penulis

Yumna Mumtaza

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................2
1.3 Tujuan Observasi................................................................................................................................2
BAB II REVIEW TEORI SOSIOLOGI............................................................................................................3
2.1 Pengertian Proses dan Interaksi Sosial...............................................................................................3
2.2 Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial............................................................................................4
2.3 Bentuk-bentuk Proses Interaksi Sosial................................................................................................4
2.4 Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial............................................................................................7
2.5 Kelompok Sosial.................................................................................................................................8
2.6 Struktur Sosial....................................................................................................................................9
2.7 Kebudayaan......................................................................................................................................10
2.8 Konflik Sosial.....................................................................................................................................10
2.9 Metode Pengumpulan Data.............................................................................................................11
BAB III LAPORAN OBSERVASI................................................................................................................12
3.1 Setting Lingkungan Sosial.................................................................................................................12
3.2 Gambaran Latar Belakang Kehidupan Sosial Subjek.........................................................................13
3.3 Gambaran Realitas Sosial yang Terjadi.............................................................................................17
3.4 Bentuk-bentuk Permasalahan Sosial................................................................................................18
3.5 Penyebab Munculnya Masalah Sosial...............................................................................................18
3.6 Dampak Riil Masalah Sosial Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat....................................................19
BAB IV ANALISA PEMBAHASAN DAN SOLUSI........................................................................................20
BAB V PENUTUP....................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lain.
Dalam kehidupan bersama tersebut terciptalah sebuah “hubungan” untuk saling memenuhi kebutuhan
hidupnya, karena melalui hubungan tersebut manusia bisa menyampaikan maksud dan keinginannya
masing-masing. Untuk mewujudkan maksud dan keinginan mereka masing-masing, manusia harus
melakukan sebuah tindakan berupa hubungan timbal balik yang disebut dengan interaksi. Interaksi bisa
terjadi apabila seorang individu melakukan tindakan sehingga memunculkan reaksi dari individu-individu
yang lain.

Universitas Islam Negeri Malang merupakan satu-satunya universitas yang mewajibkan seluruh
mahasiswa baru untuk tinggal di asrama kampus, yang disebut ma’had selama satu tahun. Mahasiswa
yang tinggal di ma’had mendapat sebutan mahasantri, karena mereka adalah mahasiswa-mahasiswa
yang tinggal di ma’had yang sistemnya sama seperti mondok di pondok pesantren. Selama tinggal di
ma’had seluruh mahasiswa berkewajiban untuk menaati seluruh peraturan ma’had dan berkewajiban
untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang ada di ma’had. Di Mabna Fatimah Az-Zahra terdapat
enam puluh kamar yang setiap kamarnya beranggotakan sepuluh mahasantri dan masing-masing mereka
berasal dari daerah yang berbeda-beda.

Tentunya setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan
tersebut memiliki pengaruh terhadap terjadinya proses interaksi sosial yang terjadi di antara mahasantri
kamar 43 Mabna Fatimah Az-Zahra. Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan menggunakan metode
observasi partisipatif yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa fenomena sosial di kamar 43
Mabna Fatimah Az-Zahra. Beberapa fenomena sosial tersebut muncul karena interkasi yang berlangsung
secara terus-menerus sehingga membentuk struktur dan peraturan dalam kelompok, menguatkan
kedekatan kelompok, mempermudah mahasantri untuk saling mengenal kepribadian satu sama lain,
mempererat rasa kekeluargaan, dan menciptakan kerja sama antar mahasantri. Namun perbedaan
budaya dan bahasa juga bisa menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik ketika
mahasantri melakukan interaksi satu sama lain.

1
Berdasarkan beberapa fenomena yang ditemukan, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai masalah sosial berupa interaksi sosial yang terjalin antar mahasantri yang memiliki perbedaan
kebudayaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana proses interaksi antar mahasantri yang berbeda daerah?

2) Mengapa kebudayaan berpengaruh besar terhadap interaksi sosial?

3) Apa dampak yang timbul jika terjadi interaksi antar mahasantri yang berbeda daerah asal?

1.3 Tujuan Observasi


1) Menjelaskan proses interaksi antar mahasantri yang berbeda daerah

2) Menjelaskan alasan besarnya pengaruh kebudayaan terhadap interaksi sosial

3) Menjelaskan dampak yang timbul jika terjadi interaksi antar mahasantri yang berbeda daerah asal

2
BAB II

REVIEW TEORI SOSIOLOGI


Dalam bab ini penulis akan memaparkan reveiew teori sosiologi mengenai 1) pengertian proses
dan interaksi sosial, 2) syarat-syarat terjadinya interaksi sosial, 3) bentuk-bentuk interaksi sosial, 4)
kelompok sosial, 5) faktor-faktor terjadinya interaksi sosial, 6) struktur sosial, 7) kebudayaan, 8) konflik
sosial, dan 9) metode pengumpulan data.

2.1 Pengertian Proses dan Interaksi Sosial


Menurut Gllin dan Gillin,1 proses sosial adalah cara berhubungan yang bisa dilihat apabila orang
perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-
bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang
menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.

Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat
suatu proses hubungan sosial antara manusia satu dengan manusia yang lain. Bentuk umum proses
sosial berupa interaksi sosial yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi
sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antar kedua belah pihak, yaitu antara individu dengan
individu atau antara individu dengan kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya proses
sosial merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial yang merupakan aspek dinamis dalam
kehidupan masyarakat.2

Menurut H. Bonner3 dalam bukunya social psycology, interaksi sosial merupakan hubungan
antara dua atau lebih individu, di mana perilaku seorang individu bisa memengaruhi, mengubah, bahkan
memperbaiki kelakuan individu yang lain, begitupun sebaliknya.

Dari seluruh pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan
dinamis yang mempertemukan individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, maupun individu
dengan kelompok. Interaksi bukan hanya berupa kerja sama, tapi juga bisa berbentuk persaingan,
pertikaian, dan sejenisnya.4 Interaksi sosial juga dapat diartikan sebagai kontak atau hubungan timbal
balik dan respons antar individu dan kelompok.

1
Gillin & Gillin, Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi (New York: The Macmillan Company,
1954).
2
Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan (Bandar Lampung: PT Bumi Aksara, 2007).
3
Gerungan, Psikologi Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 1964).
4
Basrowi, Pengantar Sosiologi (Depok: Ghalia Indonesia, 2005).
3
2.2 Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin 5 ada dua syarat terjadinya interaksi sosial, yaitu:

1) Kontak Sosial

Menurut Syani, kontak sosial merupakan hubungan yang terjalin melalui percakapan antar
individu satu dengan yang lain dengan maksud dan tujuan tertentu yang dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Kontak sosial secara langsung dilakukan dengan tatap muka dan dialog yang dilakukan
antar individu. Sedangkan kontak sosial tidak langsung dilakukan melalui perantara, seperti telepon,
radio, surat, dan sebagainya. Dalam proses berlangsungnya kontak sosial, harus ada reaksi (tanggapan)
dari pihak lain sebagai lawan kontak sosial. 6

Kontak sosial bisa menghasilkan hubungan yang positif dan negatif. Hubungan yang positif
terjadi jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak yang saling menguntungkan satu sama lain,
sehingga hubungan tersebut bisa bertahan lama dan menciptakan sebuah kerja sama. Sedangkan
hubungan yang negatif terjadi karena tidak adanya kesepakatan antara kedua belah pihak atau
kesepakatan tersebut merugikan salah satu pihak, sehingga menimbulkan perselisihan.

2) Komunikasi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto, komunikasi adalah pemberian tafsiran seseorang pada perilaku
orang lain yang ditunjukkan melalui pembicaraan, gerak gerik, dan sikap yang bertujuan untuk
mengungkapkan perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Kemudian orang lain
yang bersangkutan akan memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang
tersebut.7

2.3 Bentuk-bentuk Proses Interaksi Sosial


Menurut Gillin dan Gillin, 8 ada dua bentuk proses interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan
disosiatif. Proses asosiatif terdiri dari akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Sedangkan proses disosiatif
terdiri dari persaingan dan pertentangan.

1) Proses Asosiatif

5
Gillin & Gillin, Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi.
6
Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan.
7
Soekanto & Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2015).
8
Gillin & Gillin, Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi.
4
Proses asosiatif merupakan merupakan proses sosial yang di dalam realitas sosial anggota-
anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-pola kerja sama. 9

a) Kerja Sama (Cooperation)

Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial berupa aktivitas tertentu dengan tujuan untuk
mencapai tujuan bersama yang dilakukan dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas
masing-masing. Kerja sama berupa pembagian tugas, di mana setiap orang yang terlibat menjadikan
tugas tersebut sebagai tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Charles Hurton Cooley,10 kerja sama timbul apabila manusia menyadari bahwa mereka
memiliki kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan memiliki cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.

b) Akomodasi (Accomodation)

Menurut Gillin dan Gillin, 11 akomodasi merupakan suatu pengertian yang digunakan oleh para
sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya
dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang digunakan oleh para ahli biologi untuk menunjuk pada
suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.

Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa akomodasi merupakan suatu proses di mana
antar individu-individu maupun antar kelompok-kelompok yang sedang mengalami pertentangan sama-
sama mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan yang ada.

Berikut ini bentuk-bentuk akomodasi:

(1) Coersion, merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh adanya paksaan karena
salah satu pihak berada di posisi yang lemah.
(2) Compromise, merupakan suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian atas perselisihan yang ada.
(3) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai kompromi apabila pihak-pihak yang berselisih
tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
9
Setiadi & Kolip, Pengantar Sosiologi, 1st ed. (Jakarta: Prenada Media Group, 2011).
10
Cooley, Sociological Theory and Social Research (New York: Henry Holt and Company, 1930).
11
Gillin & Gillin, Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi.
5
(4) Mediation, merupakan bentuk akomodasi dengan mendatangkan orang ketiga, tetapi orang ketiga
tersebut hanya berperan sebagai penasihat belaka (berbeda dengan arbitrasi).
(5) Conciliation, merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak
yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
(6) Adjudication, merupakan penyelesaian sengketa di pengadilan.
(7) Toleration, merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan formal.
(8) Stalemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang bertentangan memiliki kekuatan
yang seimbang dan berhenti pada suatu titik tertentu dalam pertentangannya, karena dirasa sudah
tidak ada kemungkinan untuk maju maupun mundur bagi kedua belah pihak.

c) Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk mengurangi
perbedaan-perbedaan yang ada antar individu maupun antar kelompok sosial yang diikuti dengan usaha-
usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan
kepentingan bersama.

2) Proses Disosiatif

Proses disosiatif merupakan keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni yang disebabkan
oleh adanya pertentangan antar anggota masyarakatnya. 12

a) Persaingan (Competition)

Persaingan merupakan usaha seseorang untuk mencapai sesuatu (berupa benda maupun
popularitas) yang lebih dari yang lain dan saling berebut untuk memperoleh keuntungan melaalui
bidang-bidang kehidupan yang pada masa tertentu menjadi pusat perhatian publik. Hal tersebut
dilakukan dengan cara mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau
kekerasan.13

b) Pertentangan (Conflict)

Konflik merupakan proses sosial di mana masing-masing pihak yang berinteraksi berusaha untuk
saling menyingkirkan atau menghancurkan satu sama lain yang disebabkan oleh rasa benci atau
permusuhan.14
12
Setiadi & Kolip, Pengantar Sosiologi.
13
Ibid.
14
Ibid.
6
2.4 Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Sitorus, berlangsungnya suatu interaksi sosial bisa didasarkan oleh berbagai faktor,
antara lain sugesti, imitasi, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut bisa bergarak dengan saling
berkaitan maupun bergerak secara terpisah (Sitorus, 2000 seperti dikutip dalam Basrowi, 2005).

1) Imitasi

Imitasi merupakan suatu proses belajar dengan cara meniru atau mengikuti perilaku orang lain.
Imitasi bisa bersifat positif dan negatif. Imitasi dapat bersifat positif apabila yang ditiru adalah hal-hal
yang baik, akan tetapi imitasi juga bisa bersifat negatif apabila yang dicomtoh adalah perilaku-perilaku
yang menyimpang.

2) Sugesti

Sugesti merupakan cara seseorang untuk memberikan pengaruh oleh seseorang kepada orang
lain dengan cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa
berpikir panjang. Sugesti lebih mudah terjadi apabila pihak yang memberikan sugesti adalah orang yang
memiliki wibawa dan bersifat otoriter.

3) Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama
dengan orang lain. Identifikasi bersifat lebih mendalam dari imitasi, karena identifikasi berarti seseorang
mencoba menempatkan diri dalam keadaan orang lain, mengidentikkan dirinya dengan orang lain,
bahkan menjadikan nilai dan kepercayaan orang lain menjadi nilai dan kepercayaannya sendiri.

4) Simpati

Simpati merupakan perasaan yang timbul dalam diri seseorang dan membuat mereka seolah-
olah berada dalam keadaan yang sama dengan orang lain, sehingga mereka ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Misalnya, seseorang ikut sedih ketika menyaksikan orang lain terkena
musibah, karena itu timbul keinginan mereka untuk membantu orang tersebut.

2.5 Kelompok Sosial


1) Pengertian Kelompok Sosial

7
Menurut Lewin (1948), secara sosiologis, kelompok adalah sekumpulan orang yang melakukan
hubungan sosial dan berinteraksi secara teratur berdasarkan minat yang sama dan mengembangkan rasa
saling memiliki yang membedakan mereka dengan kelompok lain. 15

Menurut Roucek & Warren (1984), kelompok sosial terdiri dari dua atau lebih manusia yang di
antara mereka terjadi pola interaksi yang bisa dipahami oleh anggota kelompoknya atau orang lain
secara keseluruhan. Sedangkan menurut Wila Huky (1982), kelompok merupakan suatu unit yang terdiri
dua orang atau lebih, yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi. 16

2) Jenis-jenis Kelompok Sosial

a) Kelompok Sosial Primer

Menurut Charles H. Cooley, kelompok sosial primer adalah kelompok yang ditandai dengan ciri-
ciri saling mengenal antar anggota-anggotanya serta kerja sama erat yang bersifat pribadi. Hubungan
yang erat tersebut menghasilkan peleburan individu-individu dalam kelompok, sehingga tujuan individu
juga menjadi tujuan kelompok.17

Menurut Cooley, ada beberapa syarat kelompok sosial primer, di antaranya:

(1) Anggota-anggota kelompok saling berdekatan satu sama lain secara fisik

(2) Jumlah anggota kelompok sedikit

(3) Hubungan antar anggota kelompok bersifat langgeng

b) Kelompok Sosial Sekunder

Kelompok sekunder adalah kelompok yang memiliki anggota yang lebih banyak, tidak terlalu
saling mengenal, tidak langsung (tidak ada kedekatan fisik), fungsional, rasional dan lebih banyak
ditujukan pada tujuan pribadi, sedangkan anggota-anggota dan usaha kelompok merupakan alat.

Meskipun ada kelenggangan dalam kelompok tersebut, tapi kelanggengan itu bersifat
sementara. Hubungan yang terjadi pada kelompok sekunder tidak ditujukan pada pribadi-pribadi, tetapi
terhadap nama kelompok dengan sistem kontrak.

15
Stolley, Basic of Sociology (London: Greenwood Press, 2005).
16
Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan.
17
Ibid.
8
2.6 Struktur Sosial
1) Pengertian Struktur Sosial

Menurut Soerjono Soekanto, struktur sosial merupakan hubungan timbal balik antara posisi-
posisi dan antara peranan-peranan. 18 Sedangkan Parson memandang struktur sosial sebagai aspek yang
relatif lebih statis daripada aspek fungsional dalam suatu sistem sosial. 19

Dari penertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa struktur sosial merupakan tatanan
sosial dalam kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara status dan
peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial yang menunjuk pada suatu keteraturan
perilaku, sehingga dapat memberikan bentuk sebagai suatu masyarakat.

b) Fungsi Struktur Sosial

Menurut Mayor Polak, struktur sosial berfungsi sebagai pengawasan sosial, yaitu sebagai
penekan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran terhadap norma, nilai, dan peraturan yang berlaku,
sehingga kedisiplinan dalam kelompok cenderung dipertahankan. 20

Struktur sosial juga bisa berfungsi sebagai dasar untuk menampakakan suatu disiplin sosial,
karena aturan disiplinnya berasal dari dalam kelompok sendiri, maka perlakuan pengawasan dalam
kelompok sendiri. Sehingga bisa lebih mudah diterima, karena aturan itu juga merupakan kepentingan
sendiri. Dengan begitu anggota kelompok bisa mengetahui bagaimana cara bersikap dan bertindak yang
sesuai dengan ketentuan dan harapan kelompoknya sehingga perbedaan paham bisa sedikit dikurangi. 21

2.7 Kebudayaan
Kebudayan (culture) merupakan suatu komponen penting dalam kehidupan masyarakat,
khususnya struktur sosial. Secara sederhana, kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu cara hidup (ways
of life) yang meliputi cara berpikir kita, cara kita bertindak, apa yang kita hargai, cara kita berbicara,
organisasi yang kita buat, ritual yang kita pegang, hukum yang kita buat, apa yang kita sembah dan
bagaimana cara kita beribadah, apa yang kita pakai, apa yang kita makan, serta apa yang kita anggap baik
atau buruk.22

18
Soekanto & Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar.
19
Hadikusumo & Peter, Talcott Parsons Dan Pemikirannya : Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990).
20
Polak, Sosiologi : Suatu Buku Pengantar Ringkas (Jakarta: Ichtiar Baru, 1966).
21
Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan.
22
Stolley, Basic of Sociology.
9
Kebudayaan mencakup konsep yang sangat luas. Menurut para sosilog, budaya tercipta dari
semua ide, keyakinan, perilaku, dan produk yang umum yang mendefinisikan cara hidup sebuah
kelompok. Budaya mencakup segala sesuatu yang diciptakan dan dimiliki manusia saat mereka
berinteraksi bersama.23

Setiap manusia yang hidup memiliki kebudayaan, karena kebudayaan adalah sarana bagi
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Roucek dan Warren, kebudayaan bukan hanya
berupa seni dalam hidup, tetapi budaya juga bisa berupa benda-benda yang ada di sekeliling manusia
yang dibuat oleh manusia itu sendiri. 24

2.8 Konflik Sosial


1) Pengertian konflik Sosial

Menurut Karl Max, masyarakat terbagi menjadi dua kelas yaitu kelas borjuis dan kelas proletar.
Kelas borjuis merupakan pemilik sarana dan alat produksi yang dalam hal ini berupa perusahaan yang
berperan sebagai modal usaha. Sedangkan kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan
alat produksi, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya mereka menjual tenaganya kepada
kaum borjuis. Konflik antar kelas tersebut terjadi ketika kelas borjuis melakukan eksploitasi terhadap
kelompok ploretar yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial. Oleh karena itu, menurut Marx
konflik sosial akibat ketimpangan sosial bisa dilselesaikan apabila telah muncul masyarakat tanpa kelas. 25

Teori konflik sosial berfokus pada persaingan antar kelompok maupun antar individu yang
memandang bahwa hubungan masyarakat mengalami ketidaksetaraan dan perubahan. Menurut teori
ini, baik kelompok maupun individu terus menerus bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang tidak
terdistribusi secara merata, seperti kekayaan dan kekuasaan di mana masing-masing individu maupun
kelompok berusaha untuk mendapatkan keuntungan demi kepentingannya sendiri. Dalam hal ini, satu
individu atau kelompok mengontrol sumber daya ini dengan menjatuhkan yang lain. Apabila konflik
berlangsung secara terus-menerus, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan sosial.

2) Penyebab Konflik Sosial

a) Perbedaan Antar Individu

23
Ibid.
24
Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan.
25
Setiadi & Kolip, Pengantar Sosiologi.
10
Perbedaan antar individu bisa berupa perbedaan pendapat, tujuan, keinginan, dan pendirian
mengenai objek yang dipertentangkan, karena dalam realitas sosial, setiap individu selalu memiliki
karakter yang berbeda, sehingga perbedaan karakter tersebut menimbulkan konflik. 26

b) Perubahan Sosial

Perubahan sosial yang terjadi secara mendadak bisa memicu terjadinya konflik sosial, karena
perubahan sosial yang mendadak biasanya diwarnai dengan perubahan tatanan sosial di mana peraturan
yang lama sudah tidak berlaku dan diganti dengan peraturan-peraturan baru yang masih simpang siur.
Hal tersebut menyebabkan banyak orang kehilangan arah dan pedoman perilaku, sehingga mereka
bertindak seenaknya.27

c) Perbedaan Kebudayaan

Perbedaan kebudayaan mengakibatkan adanya perasaan in group dan out group yang diikuti
oleh sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sikap yang ditunjukkan oleh suatu kelompok kepada
kelompok lain bahwa kelompoknya adalah yang terbaik dibandingkan kelompom-kelompok yang lain. 28

2.9 Metode Pengumpulan Data


Penulis mengumpulkan data menggunakan metode observasi partisipatif, di mana penulis ikut
terlibat di dalam lingkungan penelitiannya sambil mengamati fenomena sosial yang terjadi. Menurut
Marshal dan Rossman, metode kualitatif ini melibatkan pengumpulan data tentang fenomena sosial
secara hati-hati dengan mengamati dan mencatat proses, peristiwa, kegiatan, perilaku, dan tindakan
sosial.29

BAB III

LAPORAN OBSERVASI

3.1 Setting Lingkungan Sosial


Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang di sana ada beberapa
universitas favorit yang diminati para mahasiswa untuk menuntuk illmu, sehingga Malang dijuluki
sebagai kota pendidikan. Selain karena memiliki banyak pilihan universitas, kota Malang memiliki suhu
yang dingin, hal ini menyebabkan banyak mahasiswa yang rela merantau jauh-jauh untuk belajar dan

26
Ibid.
27
Ibid.
28
Ibid.
29
Henslin, Sosiologi: Dengan Pendekatan Membumi (Jakarta: Erlangga, 2006).
11
menuntut ilmu di kota ini. Ada tiga universitas negeri yang memiliki cukup banyak peminat, yaitu
Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Islam Negeri Malang. Observasi yang
dilakukan penulis saat ini dilakukan di ma’had Universitas Islam negeri Malang.

Universitas Islam negeri Malang memiliki peraturan yang mewajibkan seluruh mahasiswa baru
untuk tinggal di asrama kampus yang disebut ma’had selama satu tahun pertama. Kewajiban untuk
tinggal di ma’had bersifat mutlak, karena program ini merupakan program kampus untuk meningkatkan
skill mahasiswanya, sehingga ma’had juga berpengaruh terhadap kelulusan mahasiswa kelak. Ma’had
tersebut bernama Ma’had Sunan Ampel Al-Aly yang terletak di Jalan Gajayana No.50, Dinoyo, Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Di ma’had putri terdapat empat mabna, yaitu Mabna Asma binti
Abu Bakar, Mabna Khadijah Al-Kubro, Mabna Ummu Salamah, dan Mabna Fatimah Az-Zahra. Mabna
Asma binti Abu Bakar dan Mabna Ummu Salamah terdiri dari empat lantai, sedangkan mabna Fatimah
Az-Zahra dan Mabna Khadijah Al-Kubro terdiri dari tiga lantai.

Di dalam Mabna Fatimah Az-Zahra ada enam puluh kamar yang setiap kamarnya berisi sepuluh
mahasantri yang berasal dari daerah dan jurusan yang berbeda-beda. Di setiap kamar, mahasantri
mendapatkan beberapa fasilitas yang bisa digunakan, seperti lemari, ranjang bertingkat, kasur dan
bantal, meja bersama, wifi, dan satu kamar mandi dalam. Selain kasur, lemari, dan ranjang, mahasantri
harus menggunakan fasilitas tersebut bersama-sama, tidak boleh digunakan sendiri. Setiap kamar di
damping oleh satu pendamping yang disebut dengan musyrifah yang akan mendampingi mahasantri
selama satu tahun kedepan.

Di ma’had ada struktur jabatan yang bertugas untuk mempermudah berjalannya kegiatan di
ma’had. Struktur tertinggi di ma’had adalah kepala bagian kepengasuhan ma’had beserta jajarannya,
kemudian pengasuh di setiap mabna, setelah itu murobbiah di setiap mabna, kemudian musyrifah di
setiap kamar yang bertugas untuk mengarahkan dan mengawasi kegiatan mahasantri di ma’had.

Kamar 43 terletak di lantai tiga, sehingga saat pertama mahasantri sampai di ma’had mereka
membutuhkan bantuan teman kamarnya untuk membawa barang bawaan sampai ke lantai tiga. Setelah
memasuki kamar yang sudah ditentukan, mahasantri mulai berkenalan dengan teman kamarnya masing-
masing. Mereka mulai melakukan interaksi dengan melakukan tanya jawab mengenai identitas masing-
masing, seperti nama, daerah asal, sekolah asal, nama jurusan, dan sebagainya. Dari interaksi yang telah
dilakukan, mahasantri mulai mengenal satu persatu teman kamarnya, dan seiring berjalannya waktu
mereka bisa lebih mengenali karakter asli yang dimiliki satu sama lain seiring dengan berjalannya waktu.

12
Setelah mahasantri secara resmi tinggal di ma’had, mereka harus mematuhi seluruh peraturan
dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang ada di ma’had. Peraturan-peraturan tersebut meliputi;
seluruh mahasantri harus melaksanakan salat subuh, magrib, dan isya berjamaah di masjid dan absen
salat, melakukan piket aula mabna setiap Sabtu sesuai jadwal yang ditentukan, tidak boleh keluar mabna
melebihi pukul 21.30, menggunakan pakian yang syar’i disekitar ma’had, dan sebagainya. Sedangkan
kegiatan-kegiatan yang harus diikuti mahasantri meliputi; kegiatan taklim afkar dan taklim quran yang
dilaksanakan masing-masing seminggu dua kali, lailatus salawat setiap Kamis malam, drama kreatif yang
diadakan setiap Jumat pagi, dan seluruh rangkaian kegiatan yang lain.

Selain disibukkan dengan rangkaian acara di ma’had, mahasantri juga disibukkan dengan
perkuliahan reguler dari pagi sampi siang, kemudian dilanjutkan dengan perkuliahan bahasa Arab
(PKPBA) yang berlangsung dari jam 14.00 hingga pukul 16.30. Mahasantri di kamar 43 berasal dari
jurusan yang berbeda-beda, yaitu Psikologi, Arsitektur, Pendidikan Bahasa Arab, Manajemen,
Matematika, Hukum Ekonomi Syariah, dan empat mahasantri dari jurusan Sastra Inggris.

Setelah terjadinya interaksi yang dilakukan secara terus menerus antar mahasantri di kamar 43,
maka terbentuklah sebuah kelompok sosial di mana ada struktur baru dalam kelompok sosial tersebut.
Setelah saling mengenali kepribadian satu sama lain, mahasantri di kamar 43 mengadakan pemilihan
struktur kamar yang terdiri dari ketua kamar, skretaris, dan bendahara. Ketua bertugas sebagai
pemimpin rapat dan penanggung jawab seluruh kegiatan anggota yang berlangsung di kamar 43,
sekretaris bertugas untuk mencatat seluruh hasil rapat dan mencatat pengumuman ketika ada evaluasi
dari musyrifah, dan bendahara bertugas untuk menagih dan mencatat iuran rutin kamar 43.

3.2 Gambaran Latar Belakang Kehidupan Sosial Subjek


Subyek pengamatan yang digunakan oleh penulis adalah anggota kamar 43 Mabna Fatimah Az-
Zahra yang berjumlah sepuluh orang. Delapan orang mahasantri di kamar 43 lolos melalui jalur SBMPTN,
dan dua mahasantri yang lain lolos melalui jalur UMPTKIN. Mahasantri tersebut berasal dari berbagai
daerah dengan latar belakang keluarga, pendidikan, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda.

Subjek A adalah mahasantri yang berasal dari kota Solo, Jawa Tengah. Meskipun sama-sama
pulau jawa, penggunaan bahasa jawa di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki banyak
perbedaan, sehingga terkadang subjek A mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan teman-teman
lain yang berasal dari kota Malang dan sekitarnya. Subjek A masuk di UIN Malang melalui jalur SBMPTN
pilihan ke 2. Saat SMA ia bersekolah di salah satu SMA Negeri di kota Solo dan sebelumnya belum

13
pernah mondok. Di UIN Malang ia mengambil mata kuliah Sastra Inggris di Fakultas Humaniora. Subjek A
sangat dekat dengan keluarganya, hampir setiap hari ia bertukar kabar melalui video call maupun telfon
dengan keluarganya. Ia merupakan anak ke 2 dari empat bersudara. Meskipun ia adalah anak kedua,
tetapi ia memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab yang tinggi. Hal itu sudah terlihat sejak awal
kami datang di ma’had, sehingga kami memilihnya sebagai ketua kamar. Subjek A menyukai kebersihan,
hal itu terlihat dari keadaan lemari dan kasurnya yang selalu bersih dan tertata rapi. Karena itu ia
mengusulkan untuk mengadakan jadwal piket rutin setiap harinya dan seluruh anggota harus
melaksanakan piket sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

Subjek B adalah mahasantri yang berasal dari Jakarta yang sehari-hari menggunakan bahasa
Indonesia, sehingga subjek B juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan mahasantri lain yang
menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya. Subjek B masuk di UIN Malang melalui jalur SBMPTN
dan mengambil mata kuliah Sastra Inggris di Fakultas Humaniora. Subjek B merupakan anak kedua dari
dua bersaudara. Subjek B berasal dari SMK Muhammadiyah 3 Jakarta dan sebelumnya belum pernah
mondok. Subjek B adalah orang yang sangat hobi berbelanja, hal itu terlihat ketika ia sering membeli
berbagai macam makanan, pakian, maupun hal-hal yang lain baik membeli secara langsung maupun
membeli secara online melalui e-commerce.

Subjek C adalah mahasantri yang berasal dari kecamatan Pujon yang terletak di kabupaten
Malang, ia menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya sehingga ketika di ma’had ia tidak
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Subjek C merupakan alumni dari salah satu SMA Negeri di
kabupaten Malang dan belum pernah mondok sebelumnya, ia masuk UIN Malang melalui jalur SBMPTN
dan mengambil mata kuliah Sastra Inggris di Fakultas Humaniora. Subjek C adalah anak tunggal yang
sangat dekat dengan ibunya, karena itu subjek C sering melakukan video call dan telfon dengan ibunya,
bahkan satu bulan sekali ia selalu pulang ke rumah untuk melepas rindu dengan ibunya. Subjek C
menyukai sangat waktu istirahat, karena saat itu ia bisa beristirahat dengan tidur di kamar.

Subjek D adalah mahasantri asli kota Malang yang bahasa sehari-harinya sama persis dengan
kebanyakan mahasantri di ma’had, sehingga ia tidak mengalami kesulitan saat berinteraksi. Subjek D
merupakan alumni dari SMA Al-Rifa’i di kecamatan Gondanglegi, kabupaten Malang. Sebelum tinggal di
ma’had ia sudah pernah mondok selama enam tahun (saat SMP dan SMA), sehingga ia tidak terlalu kaget
dengan berbagai peraturan dan kegiatan ma’had yang kurang lebih sama seperti di pondoknya dulu. Ia
masuk di UIN Malang melalui jalur SBMPTN dan mengambil mata kuliah Sastra Inggris di Fakultas
Humaniora. Subjek D merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Karena jarak rumahnya yang dekat
14
dengan ma’had, ia sering sekali pulang (hampir setiap minggu). Subjek A, B, C, dan D memiliki kedekatan
yang erat karena mereka mengambil satu jurusan yang sama, sehingga mereka sering mengerjakan tugas
bersama-sama di kamar.

Subjek E adalah mahasantri yang berasal dari kecamatan Sukun yang terletak di kota Malang
yang bahasa sehari-harinya sama dengan kebanyakan mahasantri di ma’had, sehingga ia juga tidak
mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan mahasantri lain yang sama-sama berasal dari Jawa Timur.
Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, ia merupakan alumni dari SMA Al-Rifa’i yang terletak di
kecamatan Gondanglegi, kabupaten Malang. Sama seperti subjek D, ia juga sudah pernah mondok
selama enam tahun (saat SMP dan SMA), sehingga ia tidak kaget dengan berbagai peraturan dan
kegiatan ma’had. Subjek D masuk di UIN Malang melalui jalur SBMPTN dan memilih jurusan matematika
di Fakultas Sains dan Teknologi. Subjek E memiliki hobi membaca, hal ini terlihat ketika ia sering
menggunakan waktu luangnya untuk membaca buku di kamar maupun di perpustakaan. Dikarenakan
subjek D dan Subjek E berasal dari sekolah yang sama, maka sudah terjalin kedekatan di antara mereka
berdua, saat awal tiba di ma’had mereka selalu kemana-mana berdua karena mereka tidak perlu
berkenalan dulu untuk menjalin sebuah kedekatan, berbeda dengan teman-teman yang lainnya.

Subjek F adalah mahasantri yang berasal dari kota Solok provinsi Sumatera Barat, di daerahnya ia
menggunakan bahasa Minang dan bahasa Indonesia dalam kesehariannya, hal itu menyebabkan ia cukup
sulit berinteraksi dengan mahasantri lain yang mayoritas menggunakan bahasa Jawa dalam
kesehariannya. Subjek F merupakan alumni dari SMA Negeri 1 Solok, sebelumnya ia belum pernah
tinggal di asrama. Ia masuk di UIN Malang melalui jalur SBMPTN dan mengambil mata kuliah Arsitektur
di Fakultas Sains dan Teknologi. Ia merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Subjek F memiliki
hobi menonton drama Korea, sehingga setiap ada waktu luang ia selalu menyempatkan diri untuk
menonton drama kesukaannya.

Subjek G adalah mahasantri yang berasal dari kota Padang provinsi Sumatera Barat, di
daerahnya ia menggunakan Bahasa Minang dalam kesehariannya, hal itu menyebabkan ia mengalami
kesulitan dalam berinteraksi karena ia tidak memahami bahasa jawa yang digunakan teman-temannya
saat melakukan percakapan. Subjek G merupakan alumni dari MA Nurul Yaqin yang terletak di Padang,
Sumatera Barat, sebelum tinggal di ma’had ia sudah pernah mondok selama tujuh tahun, sehingga ia
sudah terbiasa dengan berbagai peraturan dan kegiatan ma’had yang memiliki kesamaan dengan
pondoknya dulu. Subjek G merupakan anak kedua dari lima bersaudara, ia masuk di UIN Malang melalui
jalur UMPTKIN dengan beasiswa KIP-K. Ia memilih jurusan Pendidikan Bahasa Arab di Fakultas Ilmu
15
Tarbiyah dan Keguruan. Subjek F dan subjek G sama-sama berasal dari provinsi Sumatera Barat, sehingga
saat awal tiba di ma’had mereka berdua sudah memiliki kedekatan dibandingkan yang lain. Persamaan
budaya dan bahasa membuat mereka berdua memiliki rasa senasib karena menemukan kesamaan dalam
diri satu sama lain. Mereka juga sering bersama mengikuti acara yang diadakan oleh komunitas yang
mereka ikuti, yaitu Ikatan Mahasiswa Minangkabau.

Subjek H adalah mahasantri yang berasal dari kota Ponorogo yang dalam kesehariannya
menggunakan bahasa Jawa. Namun bahasa Jawa di Kota Ponorogo dan Malang juga memiliki beberapa
perbedaan, sehingga terkadang ada beberapa perbedaan bahasa yang menjadi kendala dalam
melakukan interaksi, tapi tidak terlalu berpengaruh. Subjek H merupakan alumni dari SMA Negeri 1
Ponorogo dan sebelumnya belum pernah mondok. Ia masuk di UIN Malang melalui jalur SBMPTN dan
memilih jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi. Ia merupakan anak tunggal yang sangat dekat dengan
orang tuanya, hal itu terlihat ketika ia sering bertukar kabar melalui telfon maupun video call dengan
orang tuanya saat waktu luang. Subjek H adalah orang yang hobi jalan-jalan, karena itu saat akhir pekan
ia selalu menyempatkan diri untuk keluar bersama dengan teman-teman sekelasnya.

Subjek I adalah mahasantri yang berasal dari kecamatan Belimbing kota Malang yang dalam
kesehariannya menggunakan bahasa Jawa yang sama seperti bahasa yang digunakan oleh mayoritas
mahasantri di ma’had. Subjek I merupakan alumni dari SMA Negeri 4 Malang dan sebelumnya belum
pernah mondok. Ia masuk di UIN Malang melalui jalur UMPTKIN dan memilih jurusan Hukum Ekonomi
Syariah dengan beasiswa KIP-K, sama seperti subjek H. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, ia tidak
terlalu dekat dengan keluarganya, karena itu saat akhir pekan ia lebih sering menghabiskan waktu untuk
keluar bersama teman-teman kelasnya daripada pulang ke rumah meskipun lokasi rumahnya dekat dari
ma’had. Subjek I adalah anak yang pendiam di kamar, ia jarang berbaur dengan teman-teman kamarnya,
akan tetapi ia sangat dekat dengan teman-teman yang satu kelas bahkan satu jurusan dengannya
sehingga ia dipilih sebagai ketua angkatan putri di jurusannya.

3.3 Gambaran Realitas Sosial yang Terjadi


Observasi ini menggunakan metode observasi partisipatif, di mana penulis ikut serta dalam
lingkungan dan seluruh kegiatan subjek yang diobservasi. Observasi dilakukan selama sepuluh hari mulai
tanggal 23 Nopember hingga tanggal 3 Desember 2022. Berikut adalah gambaran mengenai realitas
sosial yang terjadi berdasarkan observasi yang dilakukan penulis:

16
Berdasarkan observasi yang dilakukan, seluruh subjek melakukan kegiatan yang sudah terjadwal
dan teratur setiap harinya, mulai dari bangun tidur saat adzan subuh dan melaksanakan salat berjamaah
di masjid hingga taklim quran/taklim afkar. Kegiatan yang sudah terjadwal sebenarnya melatih
mahasantri untuk disiplin dalam manajemen waktu, akan tetapi karena jadwal kegiatan tersebut terlalu
padat banyak mahasantri yang kelelahan karena selain kegiatan ma’had yang begitu padat mereka juga
mendapatkan tugas-tugas kuliah yang begitu banyak sehingga banyak mahasantri yang membolos
kegiatan secara sembunyi-sembunyi agar tidak terkena hukuman.

Seiring berjalannya waktu subjek mulai mengenal satu sama lain dan menjalin kedekatan dengan
seluruh anggota kamar tanpa membeda bedakan. Melalui interaksi yang terjadi secara terus menerus,
maka terjalinlah sebuah kedekatan dan terciptalah rasa kekeluargaan. Antar subjek menunjukkan rasa
empati karena seluruh anggota kamar memiliki rasa senasib sepenanggungan, seperti kerja sama dalam
membersihkan kamar di hari Minggu dengan membagi tugas karena tidak ada jadwal piket untuk hari
Minggu, merawat dan membelikan obat untuk teman yang sakit, berangkat ke majid bersama-sama,
bahkan hampir setiap akhir pekan seluruh subjek keluar bersama di hari Minggu pagi untuk mencari
sarapan bersama. Namun, terkadang juga terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi yang disebabkan
karena perbedaan bahasa yang sulit dipahami apabila subjek yang beriteraksi berbeda pulau dan
perbedaan logat antar daerah juga menyebabkan munculnya kesalahan persepsi yang memicu terjadinya
konflik ringan.

Peraturan kamar juga ditegakkan demi kebaikan dan tujuan yang ingin dicapai bersama agar
seluruh anggota kamar tidak berperilaku seenaknya sendiri. Peraturan tersebut meliputi: seluruh
anggota harus melaksanakan piket sesuai jadwal yang telah ditentukan dan membuang sampah kamar di
Tempat Pembuangan Akhir, jika tidak melaksanakan piket maka setiap anggota harus membayar denda
sebesar dua ribu rupiah, seluruh wajib membayar iuran sebesar tiga ribu rupiah per bulan untuk
membeli keperluan-keperluan kamar, seluruh anggota harus mencuci baju satu minggu sekali sesuai
jadwal yang telah ditentukan dan tidak boleh mengambil hak temannya, dan sandal kamar mandi tidak
boleh di pakai sampai di balkon belakang kamar karena akan menyebabkan becek.

3.4 Bentuk-bentuk Permasalahan Sosial


Dalam interaksi yang dilakukan secara terus-menerus, ditemukan beberapa permasalahan sosial
sebagai berikut:

1) Terjadinya miss communication antar mahasantri yang berbeda daerah asal.

17
2) Terjadi perdebatan antar mahasantri yang sama-sama berasal dari Jawa tapi beda provinsi karena
perbedaan logat dan perbedaan bahasa Jawa yang digunakan sehari-hari (Jawa Timur dan Jawa
Tengah).
3) Penggunaan bahasa minoritas yang terkadang menjadi menjadi bahan ejekan oleh mahasantri lain
yang mayoritas menggunakan bahasa Jawa.
4) Adanya pengucilan bagi mahasantri yang tidak mau melaksanakan peraturan kamar yang telah
disepakati.
5) Tercipta kerja sama dan kedekatan yang intens antar mahasantri.

3.5 Penyebab Munculnya Masalah Sosial


Selalu ada penyebab di balik permasalahan sosial yang terjadi, berikut penyebab munculnya
masalah tersebut berdasarkan observasi yang dilakukan

1) Perbedaan bahasa yang digunakan sehari-hari karena mahasantri berasal dari daerah yang berbeda-
beda.
2) Perbedaan budaya dan cara berbicara antar daerah, meskipun sama-sama dari pulau Jawa.
3) Mahasantri yang berasal dari Sumatera selalu menggunakan bahasa Minang saat mereka
berinteraksi berdua, sedangkan bahasanya terdengar aneh bagi mayoritas mahasantri lain yang
terbiasa berbahasa Jawa.
4) Banyaknya kegiatan dan tugas kuliah menyebabkan ada mahasantri yang malas melakukan piket
kamar.
5) Rasa senasib dan sepenangungan menyebabkan terjalinnya kerja sama dan rasa kekeluargaan antar
anggota.

3.6 Dampak Riil Masalah Sosial Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat


Berdasarkan observasi yang dilakukan, penulis menemukan beberapa dampak riil masalah sosial
dalam kehidupan sosial masyarakat, di antaranya:

1) Perbedaan bahasa dan daerah asal membuat mahasantri mempunyai lebih banyak jaringan dan
mengenal berbagai macam budaya dan bahasa daerah di Indonesia.
2) Perbedaan cara berbicara antara satu sama lain membuat mahasantri belajar untuk saling
memahami.
3) Ejekan mengenai bahasa daerah lain menyebabkan rasa sakit hati sehingga menyebabkan timbulnya
konflik dan kesalah pahaman.

18
4) Banyaknya tugas kuliah, padatnya kegiatan ma’had, serta penjadwalan piket kamar membuat
mahasantri lebih disiplin dalam manajemen waktu.
5) Interaksi yang dilakukan terus-menerus membuat mahasantri menjadi saling mengenal lebih dekat
satu sama lain dan menimbulkan rasa kekeluargaan.

BAB IV

ANALISA PEMBAHASAN DAN SOLUSI


Observasi yang dilakukan oleh penulis mengambil tema “interaksi sosial” yang subjeknya adalah
mahasantri anggota kamar 43 mabna Fatimah Az-Zahra yang di dalamnya terjadi proses interaksi sosial.
Menurut H. Bonner dalam bukunya social psycology, interaksi sosial merupakan hubungan antara dua
atau lebih individu, di mana perilaku seorang individu bisa memengaruhi, mengubah, bahkan
memperbaiki kelakuan individu yang lain, begitupun sebaliknya. 30 Mahasantri di kamar 43 telah
melakukan hubungan yang telah memenuhi syarat-syarat interaksi, seperti yang dinyatakan oleh Gillin

30
Gerungan, Psikologi Sosial.
19
dan Gillin dalam bukunya yang berjudul Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi ada
dua syarat terjadinya interaksi, yaitu kontak sosial dan interaksi sosial. 31

Menurut Syani, kontak sosial merupakan hubungan yang terjalin melalui percakapan antar
individu satu dengan yang lain dengan maksud dan tujuan tertentu yang dilakukan secara langsung dan
tidak langsung.32 Mahasantri di kamar 43 melakukan kontak sosial secara langsung di mana mereka
berada dalam satu kamar yang sama dan melakukan percakapan dengan tatap muka, subjek juga
melakukan komunikasi secara langsung dan terus-menerus. Menurut Soerjono Soekanto, komunikasi
adalah pemberian tafsiran seseorang pada perilaku orang lain yang ditunjukkan melalui pembicaraan,
gerak gerik, dan sikap yang bertujuan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang ingin disampaikan
oleh orang tersebut.33 Terjadinya interaksi tersebut diawali dengan perkenalan antar mahasantri saat
hari pertama tiba di ma’had sehingga mereka bisa saling mengenali identitas dan kepribadian masing-
masing, kemudian mereka terus melakukan interaksi hingga saat ini.

Rasa simpati dalam diri setiap mahasantri juga menyebabkan terjadinya interaksi secara terus-
menerus, sehingga hubungan antar mahasantri sudah seperti keluarga. Seperti pernyataan Sitorus
(2000), bahwa berlangsungnya suatu interaksi sosial bisa didasarkan oleh berbagai faktor, antara lain
sugesti, imitasi, identifikasi, dan simpati.34 Simpati merupakan perasaan yang timbul dalam diri seseorang
dan membuat mereka seolah-olah berada dalam keadaan yang sama dengan orang lain, sehingga
mereka ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. 35 Hal ini terlihat ketika ada salah satu
mahasantri yang sakit di kamar 43, maka anggota yang lain membagi tugas untuk membantu keperluan-
keperluan yang dibutuhkan oleh anggota yang sakit tersebut. Seperti subjek I yang memiliki penyakit
lambung yang cukup parah, ketika sakit lambungnya sedang kambuh dan ia merasa kesakitan, seluruh
anggota kamar yang lain berinisiatif untuk membantunya, seperti membelikan obat, membelikan makan,
hingga membantunya untuk berjalan ke kamar mandi.

Setelah dilakukan interaksi secara terus-menerus, maka terbentuklah sebuah kelompok sosial di
kamar 43 mabna Fatimah Az-Zahra. Menurut Roucek & Warren (1984), kelompok sosial terdiri dari dua
atau lebih manusia yang di antara mereka terjadi pola interaksi yang bisa dipahami oleh anggota
kelompoknya atau orang lain secara keseluruhan. Ada dua jenis kelompok sosial, yaitu kelompok sosial

31
Gillin & Gillin, Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi.
32
Syani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan.
33
Soekanto & Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar.
34
Basrowi, Pengantar Sosiologi.
35
Ibid.
20
primer dan kelompok sosial sekunder, dan anggota kamar 43 termasuk dalam kelompok sosial primer.
Seperti yang dikemukakan oleh Cooley bahwa syarat kelompok primer adalah:

1) Anggota kelompok saling berdekatan secara fisik satu sama lain. Hal ini sesuai dengan yang dialami
oleh mahasantri di kamar 43 di mana mereka selalu hidup bersama selama 24 jam, tinggal dalam
satu kamar yang sama, dan menggunakan kamar mandi yang sama.
2) Jumlah anggota kelompok sedikit. Hal ini sesuai dengan jumlah anggota kamar 43 yang berjumlah
sepuluh orang.
3) Hubungan antar anggota bersifat langgeng. Hal ini sesuai dengan keadaan anggota kamar 43,
dikarenakan seluruh subjek selalu bertemu setiap hari, sehingga ketika ada masalah yang terjadi di
kamar mereka selalu menyelesaikan masalah tersebut bersama-sama demi menemukan keputusan
terbaik.

Hubungan antar kelompok yang terjadi secara terus menerus menciptakan sebuah struktur
dalam kelompok tersebut. Di mana subjek A dipilih menjadi ketua kamar melalui voting oleh seluruh
anggota kamar, dan subjek G dipilih sebagai bendahara kamar. Pemilihan ketua dan bendahara ini
bertujuan untuk melakukan pembagian tugas dan koordinasi agar seluruh anggota bisa tertib demi
mencapai tujuan bersama, di mana ketua memiliki tanggung jawab atas semua anggotanya dan
bendahara bertugas untuk menagih uang iuran untuk membeli keperluan-keprluan kamar. Ini sesuai
dengan pernyataan Soerjono Soekanto bahwa struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara antara
posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan. 36

Berlangsungnya sebuah interaksi sosial dipengaruhi oleh kebudayaan, karena menurut Stoley
dalam bukunya Basic of Sociology bahwa budaya mencakup segala sesuatu yang diciptakan dan dimiliki
manusia saat mereka berinteraksi bersama. 37 Hal ini bisa dilihat dari cara berbicara (logat) yang berbeda-
beda antar mahasantri yang berbeda daerah asal. Seperti subjek A yang berasal dari kota Solo, Jawa
Tengah memiliki logat yang lebih halus dari pada logat subjek D yang berasal dari Malang yang logatnya
ke jawa timuran dan sering dianggap lebih kasar dengan intonasinya yang lebih keras, sehingga
terkadang terjadi kesalahpahaman ketika melakukan interaksi. Karena logat jawa timuran yang seringkali
dianggap lebih kasar, ketika mereka berbicara banyak yang mengira mereka sedang marah/membentak,
padahal mereka hanya berbicara seperti orang lain pada umumnya.

36
Soekanto & Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar.
37
Stolley, Basic of Sociology.
21
Perbedaan bahasa yang digunakan oleh mahasantri yang berasal dari luar Jawa seperti bahasa
Minang seringkali menjadi bahan ejekan oleh mahasantri lain yang mayoritas berasal dari Jawa, karena
bahasa tersebut terdengar aneh di telinga mereka. Awalnya mereka merasa sedikit terganggu dengan
ejekan mahasantri yang lain, akan tetapi seiring berjalannya waktu mereka sudah terbiasa dengan ejekan
tersebut dan menanggapi ejekan teman-temannya sebagai candaan belaka.

Bukan hanya budaya daerah, namun budaya dari lingkungan keluarga juga mempengaruhi
individu dalam berinteraksi. Hal ini terlihat dari cara subjek H dalam berinteraksi, di mana ia cenderung
lebih mendominasi percakapan dan memiliki ego yang lebih besar dibandingkan yang lain karena ia
merupakan anak tunggal yang seringkali dimanja oleh orang tuanya. Sehingga kebiasaan tersebut
terbawa dan membentuk kepribadian dalam dirinya yang berpengaruh terhadap cara dia berinteraksi
dengan orang lain.

Sebaliknya, mahasantri yang sudah terbiasa hidup di pondok pesantren dan tinggal bersama
teman-temannya, mereka cenderung lebih memiliki rasa toleransi dan kemandirian yang tinggi
dibandingkan dengan yang belum pernah mondok sebelumnya. Saat tinggal di ma’had mereka sudah
mandiri dalam mengurus diri mereka masing-masing dan sudah terbiasa dengan yang namanya “antri”.
Hal ini terlihat ketika seluruh subjek menggunakan kamar mandi yang hanya ada satu di dalam kamar,
sedangkan kamar mandi tersebut digunakan oleh sepuluh orang. Saat awal-awal tinggal di ma’had,
mahasantri yang belum pernah mondok belum paham jika harus mengantri dulu sebelum memakai
kamar mandi sehingga mereka seenaknya sendiri dalam menggunakan kamar mandi (tidak sesuai
antrian), hal ini tentunya membuat anggota kamar yang lain merasa tidak adil, karena mereka sudah
mengantri sebelumnya. Namun seiring berjalannya waktu, para anggota sering mengadakan evaluasi
satu sama lain di kamar sehingga anggota yang sering menyerobot antrian tidak lagi mengulangi
kesalahan yang sama.

Terjadinya konflik dalam interaksi sosial memang dipengaruhi oleh perbedaan budaya, karena
menurut Wiese dan Becker, kebudayaan merupakan latar belakang pembentukan serta perkembangan
kepribadian seseorang.38 Sedangkan kepribadian memengaruhi cara seseorang dalam berinteraksi di
lingkungannya. Jadi konflik sosial dalam berinteraksi merupakan hal yang lumrah bila terjadi, karena
setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda, apalagi di ma’had mahasantri berasal dari
berbagai daerah yang tentunya memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

38
Soekanto & Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar.
22
Konflik yang terjadi di ma’had bisa di minimalisir dengan saling memahami kepribadian satu
sama lain dan menerima perbedaan yang ada, dengan begitu rasa toleransi akan muncul dan masalah-
masalah kecil yang muncul karena perbedaan tidak sampai menyebabkan konflik. Tidak semua konflik
yang muncul merupakan hal yang negatif, sebaliknya jika mahasantri bisa menghadapi konflik yang ada
dengan bijaksana, maka hal tersebut akan membentuk mereka menjadi pribadi yang lebih kuat dalam
menghadapi permasalahan hidup yang jauh lebih besar kedepannya, ketika mereka sudah tidak tinggal di
ma’had (tinggal di kos-kos an) di mana orang-orang yang tinggal di sana jauh lebih bervariasi. Karena itu,
dibutuhkan kerja sama antar mahasantri agar saat terjadi konflik di kamar, baik dengan sesama teman
kamar maupun konflik dengan musyrifah bisa diselesaikan bersama-sama dengan mengambil keputusan
terbaik dari seluruh anggota kamar, sehingga konflik bisa diselesaikan dengan baik.

BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan observasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan antar mahasantri memiliki
pengaruh terhadap berlangsungnya proses interaksi sosial, di mana perbedaan tersebut bisa
menciptakan sebuah kerja sama hingga konflik antar mahasantri di kamar 43.

Interaksi yang terjadi secara terus-menerus menciptakan sebuah kedekatan antar mahasantri,
tetapi kadar kedekatan antar mahasantri berbeda-beda, karena biasanya mahasantri yang memiliki

23
persamaan daerah asal, persamaan asal sekolah, dan persamaan jurusan memiliki kedekatan yang lebih
intens dibandingkan dengan mahasantri yang lain.

Namun, hal tersebut tidak membuat mereka membeda-bedakan satu sama lain, sehingga dalam
satu kamar tidak ada jarak antar mahasantri, dan hubungan kekeluargaan semakin kuat karena
terjalinnya interaksi dan kerja sama yang baik, karena mereka bisa saling memahami perbedaan
kebudayaan yang dimiliki oleh setiap mahasantri.

Dalam proses interaksi selalu ada konflik yang muncul di dalamnya, begitupun dengan interaksi
yang terjalin antara mahasantri di kamar 43, yang terkadang muncul konflik karena adanya perbedaan
budaya di antara mereka. Namun konflik tersebut tidak menjadikan mereka terpecah belah, karena
ketika ada konflik yang terjadi di dalam kamar, mereka selalu bekerja sama dalam menyelesaikan konflik
tersebut dengan mengambil keputusan terbaik yang telah disepakati bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Basrowi. Pengantar Sosiologi. Depok: Ghalia Indonesia, 2005.

Cooley. Sociological Theory and Social Research. New York: Henry Holt and Company, 1930.

Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 1964.

Gillin & Gillin. Cultural Sociology, a Revition of an Introduction to Sociologi. New York: The Macmillan
Company, 1954.

Hadikusumo & Peter. Talcott Parsons Dan Pemikirannya : Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana,
24
1990.

Henslin. Sosiologi: Dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga, 2006.

Polak. Sosiologi : Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: Ichtiar Baru, 1966.

Setiadi & Kolip. Pengantar Sosiologi. 1st ed. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

Soekanto & Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi revi. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Stolley. Basic of Sociology. London: Greenwood Press, 2005.

Syani. Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan. Bandar Lampung: PT Bumi Aksara, 2007.

25

Anda mungkin juga menyukai