Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPRIBADIAN MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dasar yang dibina oleh Dr.
Elok Halimatus Sa’diyah, M.Si.

Oleh:

Yumna Mumtaza (220401110153)

KELAS D

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Kepribadian Manusia dengan lancar
dan mengumpulkan makalah ini tepat waktu.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang
telah diberikan, pertama, Dr. Elok Halimatus Sa’diyah, M.Si, Dosen mata kuliah
yang telah berkenan meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan,
motivasi, dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini. Kedua, keluarga besar
teman-teman Psikologi kelas D Angkatan 2022, yang selalu kompak dan saling
menguatkan satu sama lain.

Kami berharap makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca. Kami
pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang mendukung sangat kami harapkan untuk
memperbaiki makalah kami kedepannya.

Malang, 4 November 2022

Penulis

Kelompok 13

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kepribadian........................................................................3
2.1.1 Pengertian Kepribadian Menurut Para Ahli......................................3
2.2 Teori-teori Kepribadian........................................................................4
2.2.1 Tipe-tipe Kepribadian ......................................................................9
2.3 Gangguan-gangguan Psikologis.........................................................11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.......................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang unik dengan berbagai kepribadian yang


dimiliki. Pengalaman hidup dan perasaan manusia diutarakan melalui kepribadian,
karena kepribadian merupakan gambaran cara seseorang dalam bersikap, berekspresi,
dan berperilaku ketika dihadapkan dengan situasi tertentu. Kepribadian memiliki
pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia, karena kesuksesan dan kegagalan
seseorang dipengaruhi oleh kepribadian.

Kepribadian berguna sebagai reaksi manusia dalam menyesuaikan diri


terhadap segala sesuatu yang terjadi baik dari luar maupun dari dalam diri seseorang
(Hambali & Jaenudin, 2013), namun setiap manusia menunjukkan sikap yang
berbeda dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Cara manusia yang berbeda
dalam menghadapi masalah menunjukkan bahwa kepribadian bersifat unik, karena
kepribadian yang dimiliki seseorang tidak akan sama dengan kepribadian yang
dimiliki orang lain.

Ada banyak faktor yang membentuk kepribadian seseorang. Setiap perilaku


manusia selalu didasari oleh dorongan yang membuat mereka melakukan hal tersebut,
karena tidak ada perilaku yang muncul tanpa alasan (Alwisol, 2018). Para ahli
psikologi telah melakukan berbagai penelitian untuk menentukan apa saja faktor yang
membentuk kepribadian manusia yang tentunya berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Para ahli melakukan penelitian secara sistematis yang dilakukan secara
ilmiah.

Manusia juga bisa mengalami gangguan yang disebut dengan gangguan


psikologis. Gangguan psikologis yang muncul tidak bisa dihindari, karena manusia
memiliki keterbatasan dalam mengontrol hal-hal yang datang dalam kehidupan

1
mereka, akan tetapi gangguan tersebut bisa disembuhkan dengan bantuan tenaga ahli
seperti psikolog atau psikiater. Tingkat keparahan gangguan psikologis berbeda-beda
sesuai dengan jenisnya. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan secara ringkas
mengenai beberapa teori kepribadian menurut para ahli serta gangguan-gangguan
psikologis yang bisa muncul dalam diri manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana definisi kepribadian?

2) Apa saja teori-teori kepribadian?

3) Apa saja gangguan-gangguan psikologis yang biasa muncul pada individu?

1.3 Tujuan

1) Menjelaskan definisi kepribadian.

2) Menjelaskan teori-teori kepribadian.

3) Menganalisis gangguan-gangguan psikologis yang biasa muncul pada individu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepribadian

Secara etimologis, kepribadian berasal dari bahasa Inggris (personality).


Istilah tersebut berasal dari bahasa Latin (persona) yang berarti topeng dan personare
yang berarti menembus. Sejarah istilah topeng berasal dari salah satu atribut yang
digunakan oleh para aktor Romawi kuno untuk memainkan sebuah peran. Namun
definisi tersebut ditolak oleh para ahli psikologi, karena istilah “kepribadian”
mengacu pada suatu hal yang lebih besar daripada sekedar peran yang dimainkan
oleh seseorang (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2011).

Kepribadian (personality) sebenarnya memiliki banyak arti. Hal ini


disebabkan karena para ahli psikologi memiliki pandangan yang berbeda-beda
mengenai definisi kepribadian, karena mereka tidak setuju dengan definisi tunggal
kepribadian. Oleh karena itu jumlah definisi kepribadian adalah sebanyak para ahli
yang menafsirkannya.

2.1.1 Pengertian Kepribadian Menurut Para Ahli

1) Goldon W.W Alport

Menurut Alport, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu


sebagai system psikofisik yang menentukan cara-cara khas dalam beradaptasi saat
menyesuaikan diri dengan lingkungan (Ja’far, 2016).

2) Krech dan Crutchfield

Menurut Krech dan Crutchfield, kepribadian adalah seluruh karakteristik


individu yang bersatu dan memunculkan bentuk baru yang unik dan berbeda yang
dimodifikasi oleh usaha-usahanya dalam beradaptasi dengan lingkungan yang selalu
mengalami perubahan (Ja’far, 2016).

3
3) Adolf Heuken, S.J. dkk.

Menurut Adolf Heuken S.J. dkk, kepribadian adalah keseluruhan dari


kemampuan, perilaku, dan kebiasaan seseorang yang membentuk suatu pola, baik
secara fisik, mental, emosional, maupun sosial. Pola ini terwujud dalam perilaku
individu yang berusaha menjadi manusia seperti yang diinginkannya (Ja’far, 2016).

Dari seluruh pengertian yang dipaparkan oleh para tokoh di atas, kita bisa
menyimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebuah pola perilaku dan cara berpikir
yang sifatnya khas, yang berguna sebagai acuan untuk menentukan seseorang saat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Istilah khas berarti adanya konsistensi
antara cara berpikir seseorang dengan perilakunya ketika dihadapkan dengan berbagai
situasi. Sedangkan perilaku terbentuk dari karakteristik kepribadian, keadaan sosial,
dan keadaan fisik lingkungan yang saling berhubungan satu sama lain.

2.2 Teori-teori Kepribadian

Teori kepribadian bersifat deskriptif yang memberikan gambaran sistematis


tentang tingkah laku manusia. Selalu ada faktor-faktor atau latar belakang yang
menyebabkan manusia berperilaku seperti yang ia lakukan. Faktor-faktor tersebut
harus disatukan dalam sebuah kerangka untuk memudahkan penelitian yang harus
dilakukan secara cermat, karena selain berguna untuk mendeskripsikan masa lalu,
teori juga berguna untuk meramalkan hal akan terjadi di masa depan. Sedangkan sifat
prediktif teori kepribadian adalah membuktikan bahwa teori-teori tersebut telah teruji
kebenarannya, karena prediksi-prediksi yang akurat dari para tokoh psikologi
dibutuhkan dalam pengaplikasian ilmu psikologi (Alwisol, 2018).

Berikut beberapa teori kepribadian menurut para ahli yang akan penulis bahas dalam
makalah ini:

1) Teori Sifat Kepribadian “Model Lima Besar” (Big Five Personality Traits
Model)

4
Teori ini dikemukakan oleh seorang psikolog terkenal yang bernama Lewis
Goldberg. Teori Big Five Personality Traits Model ini terdiri dari lima dimensi, yaitu
openness to experience, neuroticism, extraversion, agreeableness, dan
conscientiousness (Laura A. King, 2012). Lima dimensi tersebut diringkas dalam
sebuah kata, yaitu OCEAN yang diambil dari huruf awal masing-masing dimensi
agar mudah diingat (Simanullang, 2021).

a) Openness to Experience (Terbuka Terhadap Hal-hal Baru)

Dimensi kepribadian ini merupakan individu yang menyukai hal-hal baru


serta berkeinginan besar untuk mencari tahu dan mencoba hal-hal yang baru.
Dimensi ini berkaitan dengan rasa penasaran dan kecerdasan yang lebih tinggi,
pikiran yang terbuka, toleransi, kreativitas, serta pencapaian kreatif.

b) Neuroticism (Neurotisisme)

Neurotisisme berkaitan dengan emosi negatif dibandingkan dengan emosi


positif dalam kehidupan sehari-hari dan membuat seseorang berada dalam dalam
keadaan negatif dalam jangka waktu yang lama (Laura A. King, 2012). Dimensi ini
dicirikan dengan keadaan seseorang yang selalu merasa cemas, khawatir, merasa
dirinya selalu dalam bahaya, dan labil. Oleh karena itu, individu dengan tingkat
neurotisisme rendah akan lebih merasa bahagia dan puas akan hidupnya. Sebaliknya,
individu dengan neurotisisme tinggi sering merasakan kecemasan, sensitif, hingga
rentan terkena depresi.

c) Extraversions (Ekstraversi)

Dimensi kepribadian ini merupakan individu yang merasa senang dan lebih
nyaman saat berada di keramaian yang membuatnya banyak melakukan interaksi
dengan orang lain (Simanullang, 2021). Ciri-ciri dimensi kepribadian extraversion
adalah mudah bergaul dan bersosialisasi, sering terlibat dalam kegiatan sosial, dan
menyukai hidup berkelompok.

5
d) Agreeableness (Mudah Akur atau Mudah Bersepakat)

Dimensi kepribadian ini merupakan individu yang memiliki kecenderungan


patuh atau sepakat dengan individu lainnya karena mereka ingin menghindari
konflik. Mereka biasanya bersifat kooperatif (mudah diajak kerjasama), penuh
kepercayaan, memiliki sifat yang hangat dan baik, serta memiliki kedermawanan
yang tinggi.

e) Conscientiousness (Sifat Berhati-hati)

Dimensi kepribadian ini merupakan individu yang memiliki kehati-hatian


yang tinggi dalam melakukan suatu tindakan dan mengambil keputusan dengan
penuh pertimbangan, mereka juga memiliki disiplin diri yang tinggi dan dapat
dipercaya. Mereka adalah orang-orang yang bisa diandalkan, tekun, bertanggung
jawab, dan berorientasi pada tujuan.

2) Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory)

Teori ini ditemukan oleh Albert Bandura, seorang psikolog klinis lulusan
University of Lowa. Teori Kognitif Sosial (Social Kognitive Theory) ini merupakan
nama baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) (Yanuardianto, 2019).
Menurut teori ini perilaku, lingkungan, dan faktor manusia atau kognitif semuanya
memiliki peran penting dalam memahami kepribadian.

Lingkungan memiliki pengaruh dalam menentukan perilaku manusia, dan


manusia juga bisa bertindak untuk mengubah lingkungan sekitarnya. Begitupun
dengan faktor kognitif yang bisa terpengaruh dan dipengaruhi oleh perilaku. Menurut
Bandura, perilaku lahir dari berbagai daya yang beberapa diantaranya berasal dari
situasi dan apa yang dibawa seseorang ke dalam situasi tersebut.

Berikut ini proses dan variabel penting yang digunakan Bandura untuk memahami
kepribadian:

6
a) Belajar melalui Pengamatan

Individu memperoleh cakupan yang luas mengenai perilaku, pikiran, dan


perasaan dengan cara mengamati perilaku orang lain. Dengan belajar melalui
pengamatan, individu membentuk berbagai gagasan tentang perilaku orang lain,
kemudian individu menerapkan perilaku tersebut untuk dirinya sendiri. Misalnya,
seorang anak laki-laki yang melihat perilaku agresif ayahnya ketika emosi, maka
ketika anak laki-laki tersebut sedang bergaul dengan teman-temannya, dia akan
menunjukkan sifat agresif pula, dan menunjukkan karakteristik yang sama seperti
ayahnya.

b) Kendali Pribadi

Menurut teori ini, manusia memiliki kendali dan memiliki kemampuan untuk
mengatur dirinya sendiri, sekalipun lingkungan mereka mengalami perubahan.
Misalnya, apabila anda adalah seorang mahasiswa yang ditawari untuk mengikuti
organisasi tertentu dengan penawaran yang memikat, namun anda memikirkan
kembali minat dan bakat anda dengan penuh pertimbangan, dan akhirnya anda
memutuskan untuk tidak bergabung dengan organisasi tersebut. Di situlah terjadi
pengendalian diri yang membuat seseorang mampu melakukan perubahan terhadap
kehidupannya sendiri (self-efficacy).

c) Self-efficacy

Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan


untuk menguasai suatu situasi dan mampu menciptakan berbagai situasi yang positif.
Self-efficacy memiliki peran besar dalam kehidupan manusia ketika menghadapi
sesuatu yang tidak memuaskan dengan memberikan dorongan kepada mereka untuk
meyakini bahwa mereka akan berhasil.

Bandura telah memperlihatkan bahwa self-efficacy telah memberikan banyak


perkembangan yang positif dalam kehidupan manusia, seperti kemampuan dalam

7
masalah, menjadi lebih mudah bergaul, hingga menerapkan pola hidup sehat. Para
peneliti yang lain juga telah menemukan bahwa self-efficacy juga berkaitan dengan
keberhasilan dalam melakukan wawancara kerja (Laura A. King, 2012).

3) Teori Personologis

Teori ini ditemukan oleh Henry Muray, seorang psikolog asal Amerika
Serikat yang meraih gelar doktor di Universitas Cambridge. Awalnya Henry
merupakan seorang mahasiswa biokimia. Namun, setelah bertemu dengan Carl Jung,
Muray beralih ke ilmu psikologi hingga menjadi direktur rumah sakit psikologi di
Harvard.

Menurut Muray, perilaku manusia harus dipahami secara utuh dalam


hubungannya dengan lingkungan, pengalaman masa lalu, ketidaksadaran dan
kesadaran, serta fungsi otak yang lain. Semua itu harus dipahami secara menyeluruh
agar mendapatkan sebuah konsep mengenai kepribadian seseorang.

Berikut ini prinsip-prinsip pokok teori personologi:

a) Proses psikologis bergantung pada proses fisiologis

Prinsip ini menekankan bahwa struktur dan fungsi otak memiliki hubungan
yang erat dengan proses psikologi, dimana fenomena yang membangun kepribadian
mutlak tergantung pada fungsi sistem syaraf pusat (Alwisol, 2018). Otak berperan
dalam mengontrol seluruh aspek kepribadian yang ada di otak, seperti kesadaran,
ingatan, keyakinan, sikap, ketakutan, dan lain-lain.

b) Prinsip mencakup semua hal

Menurut teori ini, kepribadian merupakan konsep yang bisa menjelaskan


seluruh tingkah laku manusia yang meraih kepuasan dengan melakukan berbagai
aktivitas untuk menciptakan ketegangan. Kehidupan tanpa ketegangan bisa menjadi

8
sumber distress, karena manusia cenderung memiliki keinginan untuk untuk terus
aktif, maju, dan bergerak di mana semua itu bisa meningkatkan ketegangan.

c) Organisasi Longitudinal

Menurut Muray, terdapat sebuah pusat yang mengatur proses dalam diri
individu. Proses tersebut memiliki fungsi untuk mengintegrasikan kekuatan yang
saling bertentangan yang dihadapi oleh individu, baik memuaskan kebutuhan maupun
merencanakan pencapaian tujuan hidup individu. Kepribadian harus mencerminkan
tingkah laku yang sudah ada dalam diri individu sebelumnya, maupun tingkah laku
yang baru muncul dalam diri individu (Alwisol, 2018).

2.2.1 Tipe-tipe Kepribadian

Teori ini dikembangkan oleh Hipocrates, seorang dokter di era Yunani kuno.
Hipokrates mebagi kepribadian manusia menjadi empat jenis, yaitu koleris, sanguinis,
melankolis, dan plegmatis. Dengan mengenali karakter kita sebagai manusia, kita
akan mengenali kelebihan dan kekurangan kita, sehingga kita bisa bertindak secara
tepat di setiap situasi. Selain itu kita juga bisa memahami lawan bicara kita dengan
baik.

1) Koleris

Seorang berkepribadian koleris adalah orang yang tegas dan berjiwa


pemimpin. Mereka sangat suka mengatur, menyukai petualangan, dan menyukai
tantangan baru. Mereka juga memiliki ketegasan dalam membuat keputusan, tidak
mudah menyerah, dan tidak mudah mengalah. Mereka tidak pemarah, tapi mereka
sangat tegas, sehingga karena ketegasannya, mereka dianggap pemarah.

Kepribadian koleris memiliki kelebihan dan kelemahan. Di antara


kelebihannya adalah: suka memimpin, mandiri dan berkemauan kuat, berani
mengahadapi tantangan dan masalah, mampu mencari solusi dengan cepat, memiliki
prinsip “hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Sedangkan kelemahannya adalah

9
tidak sabaran dan gampang marah, terlalu bergairah/sulit untuk santai, menyukai
kontriversi/pertentangan, terlalu kaku, serta emosi yang tidak simpatik.

2) Sanguinis

Tipe ini merupakan tipe yang paling fleksibel di bandingkan ketiga tipe
kepribadian yang lain. Seorang berkepribadian sanguinis adalah orang yang suka
mencari perhatian, ingin selalu disukai orang lain, dan menyukai popularitas. Mereka
juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan suka menjadi pusat perhatian. Mereka
adalah tipe people-oriented yang suka mengajak orang lain untuk bekerjasama dalam
kelompok.

Tipe kepribadian sanguinis juga memiliki kelemahan dan kelebihan. Diantara


kelebihannya adalah: ekspresif, ceria dan penuh rasa ingin tahu, hidup di masa
sekarang, mudah beradaptasi dan bergaul, berhati tulus dan mudah memaafkan.
Sedangkan kelemahan tipe sanguinis adalah suka membesarkan suatu hal atau
kejadian, mendominasi percakapan, sulit membuat keputusan, pelupa, mudah
dikendalikan oleh orang lain, serta suka mementingkan diri sendiri (egois).

3) Melankolis

Seorang berkepribadian melankolis adalah orang yang bersikap rapi, teratur,


dan terencana. Mereka mampu mempertimbangkan sesuatu dengan melihat hal-hal
kecil. Secara fisik, mereka terlihat rapi, baju mulus, sepatu rapi, tulisan rapi, barang-
barang mereka juga tertata dengan rapi. Secara akdemis, mereka tergolong cerdas dan
pandai. Mereka suka mengingatkan orang lain apabila tidak sesuai.

Tipe kepribadian melankolis memiliki kebihan dan kekurangan. Di antara


kekurangannya adalah memikirkan sesuatu secara mendalam, mau mengorbankan diri
dan idealis, perfeksionis, mampu memecahkan masalah secara kreatif, pendengar
yang baik, dan selalu menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Sedangkan
kekurangannya adalah cenderung melihat masalah dari sisi negative, tertekan pada

10
situasi yang tidak sempurna dan berubah-ubah, melewatkan banyak waktu untuk
menganalisa dan mmbuat perencanaan, memiliki standar yang terlalu tinggi, sulit
bersosialisasi (terlalu pemilih), sulit mengungkapkan perasaan, serta memiliki rasa
curiga yang besar.

4) Plegmatis

Seorang berkepribadian plegmatis adalah orang yang mudah diatur, cenderung


diam dan kalem, suka mengalah, serta memiliki rasa toleransi yang tinggi. Mereka
menyukai ketenangan dan kedamaian hidup. Namun ketika disuruh untuk mengambil
keputusan, mereka mengalami kesulitan dan cenderung menunda-nunda.

Tipe ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya


adalah tidak banyak bicara tapi cenderung bijaksana, penengah konflik yang baik,
simpatik, mudah bergaul dan tidak suka menyinggung perasaan orang lain, serta
mampu bekerja di bawah tekanan. Sedangkan kelemahannya adalah kurang antusias
terhadap perubahan lingkungan, terlalu pendiam, terkesan tidak memiliki pendirian,
cenderung menghindari konflik dan tanggung jawab, serta keras kepala.

2.3 Gangguan-gangguan Psikologis


1) Kecemasan (Anxiety)

Gangguan kecemasan (anxiety disorder) adalah gangguan psikologis dimana


penderita mengalami ketegangan motorik (nerveos berlebih, tidak bisa tenang, tidak
bisa bersantai), hiperaktivitas (merasa pusing, jantung berdebar, dan berkeringat),
terlalu memikirkan sesuatu secara mendalam. Gangguan kecemasan berbeda dengan
kecemasan yang kita rasakan sehari-hari, karena gangguan kecemasan tidak bisa
dikendalikan sehingga mengganggu penderita dalam kehidupan sehari-hari.

a) Gangguan Kecemasan Tergeneralisasi (Generalized Anxiety Disorder)

Penderita gangguan kecemasan tergeneralisasi selalu merasa cemas hampir di


setiap saat. Gangguan ini bertahan lama, biasanya terjadi selama enam bulan dan

11
penderita tidak memahami secara pasti apa yang penyebab kecemasannya (Kendler,
et al, 2007 seperti dikutip dalam Laura A. King, 2012). Mereka biasanya
menhkhawatirkan tentang pekerjaan mereka, Kesehatan, hubungan, hingga hal-hal
kecil dalam hidup mereka.

Faktor-faktor biologis yang menyebabkan munculnya gangguan ini adalah


faktor genetik, defisiensi neurotransmitter, serta ketidaknormalan sistem pernapasan
(Hettema, et al, 2006a, 2006b; Kendler, et al, 2007 seperi dikutip dalam Laura A
King, 2012). Sedangkan faktor-faktor psikologis dan sosio-kultural yang
menyebabkan munculnya gangguan ini adalah stres yang memunculkan pikiran
negatif secara otomatis, serta kesalahan pola asuh orangtua yang terlalu keras dan
kritis terhadap seorang anak, sehingga menyebabkan anak memiliki harga diri yang
rendah dan mengkritik dirinya secara berlebihan.

b) Gangguan Panik (Panic Disorder)

Munculnya gangguan ini ditandai dengan detak jantung yang berdenyut


dengan kencang, napas menjadi pendek (terengah-engah), rasa sesak di dada,
gemetar, pusing, dan tubuh terasa lemah (Dammen, et al, seperti dikutip dalam Laura
A. King, 2012). Penderita mengalami ketakutan akan kematian, serta takut untuk
menghadapi situasi yang tidak bisa mereka kendalikan, sehingga mereka merasa
sedang mengalami gejala serangan jantung.

Faktor biologis yang menyebabkan munculnya gangguan ini adalah faktor


genetik yang sering terjadi pada kembar identik. Namun ada pandangan biologis lain
yang menyebabkan munculnya gangguan ini, yaitu adanya kelainan pada salah satu
atau kedua neurotransmitter norepinephrine dan GABA (Zwanzger & Rupprecht,
2005, seperti dikutip dalam Laura A. King, 2012). Sedangkan faktor psikologis yang
menyebabkan munculnya gangguan ini adalah kesalahan individu dalam memaknai
indikator fisiologis yang tidak berbahaya secara berlebihan. Misalnya, bertambahnya
denyut jantung yang dianggap sebagai serangan jantung.

12
c) Gangguan Fobia (Phobic Disorder)

Fobia adalah sebuah ketakutan yang tidak bisa dikendalikan yang berkembang
dari sebuah ketakutan saat individu berada dalam situasi yang mencekam, sehingga
mereka selalu berusaha untuk menghindarinya.

Menurut para ahli psikodinamika, fobia muncul sebagai sebuah mekanisme


pertahanan untuk membatasi diri dari ancaman-ancaman atau dorongan yang tidak
bisa diterima. Sedangkan menurut para ahli teori belajar, fobia merupakan ketakutan
yang dipelajari.

2) Gangguan Disosiasi (Dissociative Disorder)

Gangguan disosiasi (dissosiative disorder) adalah gangguan psikologis berupa


kehilangan ingatan atau perubahan identitas secara mendadak. Stres berat yang
dialami individu menyebabkan kesadarannya menjadi terisolasi dari pengalaman-
pengalaman dan ingatan sebelumnya). Penderita gangguan disosiasi memiliki
masalah dalam mengintegrasikan bebagai aspek kesadaran, sehingga pengalaman
daalam tingkat kesadaran yang berbeda solah-olah terjadi pada orang lain. Disosiasi
dianggap sebagai cara seseorang dalam menghadapi stres ekstrem dengan secara
sadar melindungi diri dari kejadian traumatis yang sering terjadi pada penderita gejala
PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

a) Amnesia Disosiasi (Dissociative Amnesia)

Penderita gangguan amnesia disosiasi ditandai dengan hilangnya ingatan


secara ekstrem yang disebabkan karena penderita mengalami stress psikologis dalam
jangka waktu yang lama. Misalnya, seseorang yang berada di rumah sakit dan dia
tidak mengenali siapa dirinya, kemudian dia terbangun setelah beberapa hari di
rumah sakit dan dia meminta untuk pulang ke rumah. Akhirnya dia mengingat sebuah
peristiwa dimana dia terlibat dalam kecelakaan dimana seorang pengendara sepeda

13
tewas. Stres ekstrem yang disebabkan oleh kecelakaan dan ketakutan bahwa dia
dianggap bersalah memicu terjadinya amnesia.

b) Fugu Disosiasi (Dissociative Fugue)

Fugu yang berarti “terbang” merupakan gangguan disosiasi di mana penderita


tidak hanya mengembangkan amnesia tetapi mereka juga pergi jauh dari rumah dan
membentuk idendtitas baru dalam dirinya.

c) Gangguan Identitas Disosiasi (Dissociative Identity Disorder)

Gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian ganda dimana


penderitanya memiliki dua atau lebih kepribadian. Gangguan ini dianggap paling
dramatis, tapi juga paling jarang ditemukan dibandingkan dengan gangguan disosiasi
yang lain.

Dalam sebuah ringkasan penelitian dinyatakan bahwa gangguan identitas


disosiasi ditandai dengan tingkat kekerasan atau penyiksaan fisik dan seksual yang
selalu meningkat pada masa kanak-kanak awal. Kebanyakan individu yang mengalami
disosiasi tidak mengembangkan gangguan identitas disosiasi dan kebanyakan
penderitanya adalah wanita.

3) Skizofrenia (Schizophrenia)

a) Pengertian Skizofrenia

Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Latin Baru scizho yang berarti terpecah
dan phrenia yang berarti pikiran. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang
parah dan membutuhkan waktu yang lama dalam penyembuhannya, gangguan ini
dicirikan dengan terganggunya proses berpikir pada penderita.

Berbeda dengan gangguan identitas disosiasi, skizofrenia meliputi kepribadian


individu yang terpecah dengan realitas, bukan munculnya beberapa kepribadian
dalam satu individu. Penderita skizofrenia menunjukkan beberapa gejala, seperti

14
pikiran yang terganggu, komunikasi ganjil, emosi yang tidak tepat, perilaku motorik
yang tidak tepat, dan penarikan diri. Skizofrenia seringkali menjadi teror paling
menakutkan bagi penderitanya, kebanyakan penderita membutuhkan pengobatan
yang kuat untuk melawan gejala-gejalanya.

b) Gejala-Gejala Skizofrenia
(1) Gejala-Gejala Positif
Gejala ini ditandai dengan adanya kelebihan atau distorsi dalam fungsi normal.
Disebut positif karena mencerminkan sesuatu yang ditambahkan melebihi
perilaku normal yang mencakup halusinasi, delusi, pikiran yang terganggu, dan
gangguan pada pergerakan.
(a) Halusinasi (Hallucination)
Halusinasi adalah pengalaman sensoris ketika tidak ada pengalaman yang nyata.
Kebanyakan halusinasi yang dikeluhkan adalah berupa pendengaran suara-suara,
tetapi halusinasi juga bisa berupa penglihatan dan penciuman yang melibatkan
hal-hal yang tidak ada.
(b) Delusi (Dellution)
Delusi merupakan kepercayaan salah yang terkadang sangat tida masuk akal dan
bukan merupakan budaya daerah individu tumbuh.
(c) Pikiran Yang Terganggu
Istilah gangguan pikiran digunakan oleh para psikolog untuk dalam
mendeskripsikan proses-proses berpikir yang aneh, dimana pikiran penderita
skizofrenia menjadi membingungkan dan tidak terstruktur.
(d) Gangguan Dalam Pergerakan
Penderita skizorenia melakukan gerakan yang cenderung ceroboh, berbeda
dengan manusia pada umumnya dan ekspresi wajah mengernyitkan dahi yang
dilakukan secara berkali-kali. Dalam kasus yang sudah parah, penderita bisa
mengalami katatonik, yaitu keadaan dimana seseorang tidak bergerak dalam
waktu yang lama.

15
(2) Gejala-Gejala Negatif
Berbeda dengan gejala positif yang menunjukkan kelebihan fungsi normal,
gejala negatif menunjukkan kekurangan atau penurunan fungsi normal pada
perilaku manusia. Gejala ini ditunjukkan dengan kurangnya kemampuan untuk
menginisiasi atau terlibat dalam perilaku yang mempunyai orientasi pada tujuan.
Gejala ini terlihat jelas pada orang sehat, bahkan kita semua pasti pernah
mengalami gejala ini. Namun karena gejala ini kurang jelas, maka penderitanya
sering dianggap sebagai orang malas yang tidak mau merubah hidup menjadi
lebih baik.
(3) Gejala-Gejala Kognitif
Gejala ini ditandai dengan kesulitan dalam membuat keputusan, kesulitan dalam
mempertahankan minat, serta kesulitan dalam memasukkan informasi dalam
ingatan. Gejala ini sulit dideteksi dan hanya bisa dilihat melalui tes-tes
neuropsikologis.
c) Jenis-Jenis Skizofrenia
(1) Skizofrenia Disorganized
Penderita skizofrenia disorganized menarik diri dari lingkungannya, dia akan
menghindari interaksi dengan orang lain dengan menunjukkan tingkah laku
konyol seperti anak kecil. Kebanyakan penderita mengalami penyesuaian atau
isolasi yang tidak tepat saat remaja.
(2) Skizofrenia Katatonik
Penderita skizofrenia katatonik menunjukkan perilaku yang aneh, dimana
penderita tidak bergerak sama sekali dalam waktu yang lama (seperti orang
pingsan). Padahal ia sepenuhnya berada dalam keadaan sadar.
(3) Skizofrenia Paranoid
Penderita skizofrenia paranoid dicirikan dengan adanya delusi-delusi yang
muncul dalam sistem yang ditandai dengan pemaknaan individu yang salah
dalam menghadapi kejadian-kejadian tertentu.
(4) Skizofrenia Tidak Bergolong

16
Penderita skizofrenia jenis ini ditandai dengan perilaku yang tidak teratur,
halusinasi, delusi, dan tidak koheren. Gejala ini digunakan untuk mendiagnosis
apabila gejala-gejala penderita tidak termasuk dalam ketiga jenis skizofrenia di
atas.
d) Penyebab Skizofrenia
(1) Faktor-Fakor Biologis
(a) Hereditas
Menurut penelitian, sebagian skizofrenia disebabkan oleh faktor genetika.
Apabila kesamaan genetika terhadap skizofrenia meningkat, maka besar pula
potensi individu tersebut untuk mengembangkan skizofrenia melalui kromosom.
(b) Abnormalitas Struktur Otak
Penderita skizofrenia mengalami pembesaran ventrikel yang menunjukkan
adanya kemunduran di bagian otak. Penderita juga memiliki korteks frontal
(tempat terjadinya proses berpikir, perencanaan, dan pengambilan keputusan)
yang kecil. Ini menunjukkan bahwa penderita melakukan aktivitas yang lebih
sedikit daripada orang normal. Kebanyakan abnormalitas struktur otak terjadi
saat masa prenatal (sebelum kelahiran).
(c) Masalah dalam Regulasi Neurotransmitter
Tingginya neurotransmitter dopamin yang diproduksi penderita menyebabkan
kelebihan dopamine, sehingga mengakibatkan munculnya gangguan skizofrenia.
(2) Faktor-Faktor Psikologis
Para psikolog menjelaskan bahwa pengalaman masa kecil individu dengan
orangtuanya dan stres yang dialami merupakan penyebab terjadinya skizofrenia.
Oleh karena itu, dukungan keluarga serta pengurangan stres sangat dibutuhkan
dalam menangani skizofrenia.
(3) Faktor-Faktor Sosio-Kultural
Jenis dan kasus skizofrenia yang terjadi di satu budaya berdeda dengan
budaya yang lainnya. Individu yang hidup dalam lingkungan miskin lebih rentan
terkena skizofrenia dibanding individu yang hidup di lingkungan yang sosio-

17
ekonominya tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyakanya penderita skizofrenia di
negara berkembang yang belum memiliki dunia industri dibandingkan dengan
negara yang industrinya sudah maju.

4) Gangguan Kepribadian

Penderita gangguan kepribadian bisa menjadi masalah bagi orang lain dan
mereka memiliki sumber kebahagiaan yang sifatnya ilegal, tapi gangguan ini tidak
seaneh skizofrenia. Berbeda dengan skizofrenia, gangguan kepribadian tidak
menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan sehingga gangguan ini
dianggap tidak terlalu mengkhawatirkan karena penderita masih dalam keadaan stabil
(Laura A. King, 2012). Karena itu, sulit untuk memberikan penanganan kepada
penderita.

Gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam tiga kluster, yaitu:

a) Kluster Ganjil / Eksentrik


(1) Paranoid: Individu selalu merasa curiga dan sulit untuk percaya kepada orang
lain.
(2) Schizoid: Individu sulit untuk berbaur dengan lingkungan sosialnya, mereka
selalu menarik diri, sulit mngekspresikan emosi dan seringkali merasa malu,
sehingga dianggap sebagai orang yangdingin atau kaku.
(3) Schizotypal: Individu memiliki pemikiran yang aneh, menunjukkan kecurigaan
secara terang-terangan, dan permusuhan yang terlihat nyata.
b) Kluster Dramatik / Problematis Emosional
(1) Histrionik: Individu cenderung mencari perhatian dengan melakukan tingkah
laku yang berlebihan. Kebanyakan penderita gangguan ini adalah wanita.
(2) Narsistik: Individu merasa dirinya adalah orang penting. Mereka bersikap tidak
realistis, tidak mau dikritik, dan senang memanipulasi orang lain. Perilaku ini
bisa berpengaruh dalam menjalin hubungan di masa depan.

18
(3) Borderline: Individu memiliki emosi yang tidak stabil, seringkali merasa cemas,
mudah terganggu, dan mudah merasa bosan.
(4) Antisosial: Individu seringkali bersikap seenaknya, tidak memiliki rasa tanggung
jawab, suka mengeksploitasi, dan suka mengganggu sehingga mereka memiliki
banyak catatan kejahatan. Kebanyakan penderita gangguan ini adalah pria.
c) Kluster Ketakutan Kronik / Menghindar
(1) Menghindar (avoidant): Individu merasa malu dan menolak untuk berhubungan
secara intens dengan orang lain. Mereka seringkali merasa rendah diri dan takut
akan penolakan sosial.
(2) Tergantung (dependent): Individu sulit mengekspresikan kepribadian mereka dan
memiliki kepercayaan diri yang rendah, sehingga mereka membutuhkan individu
lain yang lebih kuat untuk menggantungkan diri dalam membuat keputusan.
(3) Pasif-agresif : Individu suka menunda pekerjaan, besifat keras kepala atau
sengaja mempersulit orang lain.
(4) Obsesif-kompulsif : Individu menunjukkan sikap perfeksionisme dengan
menerapkan standar moral yang kuat. Mereka terlalu terobsesi dengan aturan,
tidak peka secara emosional, dan berorientasi pada kehidupan yang produktif dan
efisien. Mereka tidak mau terbuka dengan perbedaan, bagi mereka hanya ada
satu jawaban benar dari semua pertanyaan.

5) Adiksi

a) Pengertian Adiksi

Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap


hal-hal tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang
mengalaminya. Dalam adiksi, terdapat tuntutan dalam diri penyalahguna untuk terus
menerus mengonsumsi,serta meningkatkan dosis terutama setelah terjadinya
ketergantungan secara fisik dan psikis. Serta ketidakmampuan untuk mengehentikan
dan mengurangi meskipun sudah berusaha. Adiksi atau ketergantungan merupakan

19
suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis
terhadap suatu zat adiktif. Adiksi narkoba adalah suatu masalah yang sangat
kompleks. Untuk itu perlu dipahami bagaimana karakteristik adiksi itu sendiri. Roger
& Mc Millins (1991) mengatakan bahwa adiksi dapat digolongkan sebagai suatu
penyakit yang memiliki kriteria sebagai berikut:

(1) Merupakan penyakit primer

Pada kriteria ini tidak diperlukan suatu kondisi awal yang khusus untuk menyebabkan
seseorang menjadi penyalahguna.

(2) Kronis

Pada kondisi ini penyalahguna mengalami kekambuhan terus menerus yang


menginggapi penyalahguna seumur hidup.

(3) Progresif

Penderita pada kondisi fisik dan psikologis yang semakin lama dibiarkan akan
mengarah pada keadaan yang semakin memburuk.

(4) Potensial fatal

Pada kondisi potential fatal penderita yang akan mengalami komplikasi medis,
psikologis,dan sosial yang serius bahkan mengakibatkan kematian apabila tidak
tertolong.

b) Dampak Penyakit Adiksi

Dampak yang terjadi pada penyalahgunaan adalah sulitnya untuk berhenti,


kecuali seseorang mulai melakukan intervensi (memutuskan pola adiksi tersebut).
Pada intinya, lingkaran ini menjelaskan ketidaknyamanan yang dialami seorang
penyalahguna dimana dia menggunakan narkoba sebagai sarana untuk meningkatkan
kondisinya, yang selanjutnya justru akan mendorong penyalahguna tersebut untuk
mengalami rasa tidak nyaman kembali.

20
Keadaan fisik dan psikis yang muncul ketika penyalahguna narkoba mulai
mengalami ketergantungan narkoba menyebabkan ketidaknyamanan yang ditunjukan
oleh perubahan perilaku dan ekspresi verbal dan non vebal. Pola perilaku negatif pada
diri penyalahguna membawa pada keadaan psikis yang sebaliknya akan juga
memperburuk keadaan perilaku penyalahguna narkoba tersebut.

Berbagai macam pola negatif (fisik, psikis, dan perilaku) mendorong


penyalahguna narkoba untuk harus mengkonsumsi narkoba, hal ini akan
memperburuk kembali keadaan fisik dan psikisnya dan akan membentuk perilaku
yang semakin negatif

Tahap-tahap perubahan: Sebagai suatu penyakit kronis, adiksi tidak dapat


disembuhkan. Pemulihan (recovery) seorang penyalahguna narkoba berlangsung
seumur hidup dimana dia dan lingkungannya harus berjalan beriringan dalam
mempertahankan pemulihan mereka.

Tujuan pemulihan diawali oleh stabilitas fisik penyalahguna. Selanjutnya


diarahkannya penyalahguna agar lebih bisa memandang dirinya serta lingkungannya
melalui sudut pandang yang positif disertai dengan penerimaan diri, sehingga
penyalahguna menyadari dirinya sebagai individu yang memiliki peran, hak serta
kewajiban di dalam masyarakat.

Dalam proses tersebut penyalahguna tidak akan dapat mempertahankan


pemulihannya jika tidak didukung oleh pola interaksi yang sehat dengan lingkungan.
Pada dasarnya program pemulihan ditargetkan kepada proses reintegrasi
penyalahguna ke masyarakat umum dimana dirinya memiliki peran serta kualitas
hidup yang memadai untuk hidup wajar sebagai bagian dari masyarakat. Memotivasi
individu yang mengalami ketergantungan pada narkoba untuk mau menghentikan
pola penggunaan zatnya bukanlah hal mudah. Ada tahap-tahap perubahan yang
dialami oleh seorang penyalahguna narkoba yang mempengaruhi proses
pemulihannya.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kepribadian merupakan cara seseorang yang khas dalam menghadapi setiap


permasalahan hidup. Setiap orang memiliki pandangan dan pengalaman hidup yang
berbeda-beda, sehingga kepribadian yang dimiliki seseorang tidak mungkin dimiliki
oleh orang lain. Selalu ada latar belakang atau faktor yang membentuk kepribadian
manusia, yang menjadi penyebab manusia bertingkah laku seperti yang ia lakukan.

Para ahli telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang membentuk


kepribadian manusia, sehingga muncul beberapa teori kepribadian seperti yang
dijelaskan dalam makalah ini, yaitu teori sifat kepribadian “Model Lima Besar” (Big
Five Personality Traits Model) yang terdiri dari lima dimensi, yaitu openness to
experience, neuroticism, extraversion, agreeableness, dan conscientiousness, teori
kognitif sosial (social cognitive theory), dan teori personologis.

Manusia harus memahami kepribadiannya, karena dengan memahami


kepribadiannya, manusia juga bisa mengerti akan kekurangan dan kelebihan yang
dimiliki. Hipocrates membagi tipe kepribadian manusia menjadi empat, yaitu
sanguinis, plegmatis, koleris, dan melankolis.

Manusia juga bisa mengalami gangguan psikologis yang disebabkan oleh


berbagai faktor, termasuk pengalaman traumatik di masa lalu. Gangguan tersebut
antara lain yaitu kecemasan, gangguan kepribadian, skizofrenia, gangguan disosiasi,
dan adiksi. Apabila tidak segera ditangani, gangguan psikologis ini bisa mengganggu
penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

22
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2018). Psikologi Kepribadian Edisi revisi (S. R (ed.); 1st ed.). Universitas
Muhammadiyah Malang.

Yanuardianto. (2019). Teori Kognitif Sosial Albert Bandura. Auladuna, 01, 96.

Fitria. (2014). Profil keterampilan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah
matematika ditinjau dari tipe kepribadian (sanguinis, koleris, melankolis, dan
phlegmatis). MATHEdunesa, 3(3).

Hambali & Jaenudin. (2013). Psikologi Kepribadian Lanjutan: Studi atas Teori dan
Tokoh Psikologi kepribadian. CV. Pustaka Setia.

Ja’far. (2016). Struktur Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi Dan Filsafat.


Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 209–221.
https://doi.org/10.15575/psy.v2i2.461

Jess & Gregory. (2011). Teori Kepribadian (7th ed.). Salemba Humanika.

Laura A. King. (2012). Psikologi Umum. Salemba Humanika.

Tansen Simanullang. (2021). Pengaruh Tipe Kepribadian The Big Five Model
Personality Terhadap Kinerja Aparatur Sipil Negara. Manajemen Pendidikan
Dan Ilmu Sosial, 2(2), 749. https://doi.org/10.38035/jmpis.v2i2

23

Anda mungkin juga menyukai