Anda di halaman 1dari 34

RESUME PANCASILA

A. Pengertian Pancasila dan Ruang Lingkupnya


1. Landasan Pendidikan Pancasila
a) Landasan Historis
Pancasila merupakan warisan para pendiri bangsa. Pancasila ialah fakta sejarah, tentu
dari proses berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan hasil sejarah yang sangat berharga
sehingga kita harus bersepakat untuk mempertimbangkan dan mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan sekarang ini.
b) Landasan Kultural
Landasan kultural Pancasila mempunyai unsur-unsur sebagai adat istiadat, tulisan,
bahasa, slogan, kesenian, agama, kepercayaan, dan kebudayaan dalam negara Indonesia yang
secara umum.
c) Landasan Filosofis
Filosofis bersumber dari adanya pandangan-pandangan yang ada di dalam filsafat
pendidikan, lalu menyangkut keyakinan terhadap hakikat manusia, keyakinan mengenai
sumber nilai, hakikat pengetahuan, serta mengenai kehidupan yang bai
2. Sejarah Pancasila
Pancasila terjadi pada tanggal 29 April 1945, ketika Pemerintah Jepang membentuk
sebuah lembaga yang dalam bahasa Jepang disebut dokuritsu Jumbi choosakai ‘Badan
Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia’ (disingkat BPUPKI) yang beranggotakan 62
orang. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Wideodiningrat dan wakilnya R. Pandji Soeroso
dan Ichibangase (asal Jepang). 
Sidang pertama BPUPKI terjadi pada tanggal 29-31 Mei 1945 dan 1 Juni 1945 dalam
sidang itu dirumuskan berbagai gagasan tentang dasar negara Indonesia oleh Muhammad
Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Sidang kedua BPUPKI yang dilaksanakan pada kurun waktu 29 Mei 1945 hingga 1 Juni
1945 belum menetapkan ketiga usulan rumusan dasar negara tersebut menjadi sebuah dasar
dalam negara Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia yang beranggota sembilan orang
yang dikenal dengan sebutan ‘Panitia Sembilan’ Panitia sembilan yang diketuai oleh Ir.
Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan naskah Rancangan Pembukaan
UUD yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Djakarta Center).
Selanjutnya, dengan berbagai pertimbangan yang mencakupi, keragaman suku bangsa,
agama, budaya yang terdapat di Indonesia, dikeluarkan Peratuan Presiden atau PP No. 12
tahun 1968 tertanggal 13 April 1968 mengenai Rumusan Dasar Negara dalam negara
Indonesia, dikemukakan Rumusan Pancasila yang benar dan sah adalah rumusan yang
tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus
1945.
3. Tujuan Pendidikan Pancasila
Secara umum, tujuan utama Pendidikan Pancasila adalah untuk menumbuhkan wawasan
dan kesadaran berbangsa dan bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air dan bersendikan
kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri kita yang
sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK.
Secara khusus, tujuan pancasila terkandung dalam tujuan Pendidikan Nasional, yakni:
Meningkatkan manusia yang berkualitas, berimtak, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggungjawab, dan produktif, serta sehat jasmani dan rohani... dan harus menumbuhkan
jiwa patriotik, mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat berkebangsaan,
kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, sikap menghargai jasa para pajlawan
dan berorientasi ke masa depan.
Tujuan perkuliahan pancasila di perguruan tinggi adalah:
a) Mahasiswa menerti dan menghayati tentang pancasila yang sah dan benar sebagaimana
yang telah dirumuskan secara formal dalam pembukaan UUD 194, alenia IV.
b) Mahasiswa mengamankan pancasila dari segala macam bahaya dari manapun datangnya.
c) Mahasiswa dapat mengamalkan pancasila dalam kehidupannya sehari-hari dalam
bermasyarakat sesuai dengan keahliannya masing-masing.
d) Mahasiswa ikut aktif berperan dalam mengusahakan kelestarian Pancasila, pandangan
hidup bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia.
4. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
a) Pendekatan Sejarah 
Segi pendekatan sejarah merupakan bahasan yang akan menjelaskan proses pertumbuhan
dan pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan (pribadimasyarakat-negara).
Pendekatan sejarah ini perlu mengingat sifat nilai-nilai Pancasila yang abstrak, sehingga
menjadi jelas seakan-akan konkritlah nilai tersebut dalam pikiran kita. 
b) Pendekatan Yuridis Konstitutional 
Pembahasan Pancasila dari sisi hukum dan hukum ketatanegaraan sangatlah penting
artinya untuk dipelajari. Hukum mengatur kegiatan hidup kita sebagai warga masyarakat dan
negara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam
kehidupan bernegara, dengan demikian pendekatan hukum harus dimengerti dengan baik
agar dapat mengamalkan Pancasila dengan baik pula. Pendekatan hukum ini penting untuk
dihayati sebab sulit bagi kita untuk bertindak atau berbuat jika tidak mengetahui dengan baik
segi-segi hukum dan hukum ketatanegaraan dari Pancasila.
c) Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis ini kita tidak perlu membicarakan seluruh ilmu filsafat yang sangat
luas cakupan dan cabang-cabangnya. Pengertian filsafat sebagai suatu istilah perlu ditelusuri
secara etimologis. Beberapa pendapat ada yang menggunakan pengertian filsafat sebagai
pandangan hidup, sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional, sekelompok teori dan sistem
pemikiran, sebagai proses kritis dan sistematis dari pengetahuan manusia, dan sebagai usaha
memperoleh pandangan yang menyeluruh. 
B. Hakikat Pancasila
1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pandangan hidup merupakan hasil perenungan yang dalam arah masa depan
dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang diharapkan. Oleh sebab itu suatu
pandangan hidup menyongsong sebuah konsep-konsep dasar mengenai masa depan
dan idealis yang diharapkan serta pula cara mencapainya yang dilakukan secara
prinsipal.
Mengingat isi dari pandangan hidup di atas maka pandangan hidup
merupakan pegangan gerak hidup. Oleh karena itu setiap langkah pengembangan tata
kehidupan bernegara itu harus diselenggarakan dengan berpijak pada Pancasila itu
sendiri.
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara itu berarti Pancasila dijadikan sebuah dasar
dalam mengatur serta menjalankan pemerintahan negara. Pancasila berkedudukan
sebagai sumber tertinggi dari hukum yang mengatur kehidupan negara dan
masyarakat, semua hukum yang berlaku dalam kegiatan berbangsa dan bernegara
harus bersumber dari Pancasila.
3. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum memiliki makna bahwa
Pancasila berkedudukan sebagai landasan hukum nasional. Segala peraturan
perundang-undangan harus berpatokan pada asas-asas yang ada pada Pancasila.
Sebagai sumber hukum negara Indonesia, Nilai-nilai Pancasila sendiri tertuang dalam
Preambule yang dimana Preambule ini pula akan dijabarkan lebih luas dalam UUD
1945 dan terus berkembang lebih jauh menuju Undang-Undang yang akan
diimpleatasikan pada kehidupan bernegara yang berbentuk hukum.
C. Beberapa Pengertian Pancasila Dalam Konteks Sejarah Bangsa Indonesia
1. Era Pra Kemerdekaan
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat pancasila, menyatakan bahwa
unsur-unsur Pancasila berasal dari Bangsa Indonesia sendiri. Walapun secara formal
Pancasila baru menjadi dasar negara Republik Indonesiapada tanggal 18 Agustus
1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut Indonesia telah memiliki dasar unsur-
unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan yang merdeka.
Sejarah Indonesia memberikan bukti,yang dapat kita cari dalam berbagai adat-
istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada
umumnya. (Sunoto. 1984;)
a) Rumusan pancasila saat masa sidang pertama BPUPKI (28 Mei-1 Juni 1945)
Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari berturut-turut,
tokoh yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah M. Yamin, Prof.
Soepomo, dan Ir. Soekarno.
(1) Usulan lisan Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945):
1. Peri Kemanusiaan
2. Peri Ketuhanan
3. Peri Kerakyatan
4. Kesejahteraan Rakyat
(2) Usulan Tertulis Mr. Muh Yamin:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(3) Usulan Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
1. Saya mengusulkan pendirian negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter,
yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, akan
tetapi mengatasi semua golongan, baik golongan besar atau kecil.
2. Kemudian dianjurkan supaya warga negara takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap
waktu ingat kepada Tuhan.
3.Mengenai kerakyatan disebutkan sebagai berikut: untuk menjamin supaya pimpinan
negara, terutama kepala negara terus menerus bersatu jiwa dengan rakyat dalam
susunan negara Indonesia harus dibentuk system badan permusyawaratan. Kepala
negara akan terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senantiasa
mengetahui dan merasakan rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
4. Menurut Dr. Soepomo dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan
juga oleh karena kekeluargaan itu sifat masyarakat timur yang harus kita pelihara
sebaik-baiknya. Sistem tolong-menolong, sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai
salah satu dasar ekonomi negara Indonesia yang makmur, bersatu, berdaulat, dan adil.
5. Mengenai hubungan antar bangsa, Prof. Soepomo membatasi diri dan
menganjurkan supaya negara Indonesia bersifat negara Asia Timur Raya, anggota
dari kekeluargaan Asia Timur Raya.
(4) Usulan lisan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (peri kemanusiaan)
3. Mufakat (demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
b) Rumusan pancasila saat masa sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)
Hari pertama sebelum sidang kedua BPUPKI dimulai, ada penambahan enam
anggota baru BPUPKI, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Soerdjo
Hamijojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Mereka disebut sebagai
panitia sembilan, yang setelah siding berasil merumuskan “Piagam Jakarta” yang di
dalamnya memuat pancasila pada 22 Juni 1945.
Isi piagam Jakarta:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Era Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945 itu telah melahirkan
Negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara
sebagaimana lazimnya suatu negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya pada
tanggal 18 agustus 1945 itu, PPKI yang telah disempurnakan antara lain telah
mengesahkan Undang-Undang dasar negara yang kini terkenal dengan sebutan UUD
1945. UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI itu terdiri dari dua bagian, yakni
bagian “Pembukaan” dan bagian “Batang tubuh UUD” yang berisi 37 pasal, 1 aturan
peralihan terdiri atas 4 pasal, 1 aturan tambahan terdiri atas 2 ayat. Di dalam bagian
Pembukaan yang terdiri atas empat alinea itu, di dalam alinea ke-4 tercantum
perumusan pancasila yang berbunyi sebagai berikut:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Era Orde Lama
Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia merujuk kepada masa
pemerintahan Soekarno yang berlangsung dari tahun 1959 hingga 1966. Istilah ini
tentu saja tidak digunakan pada saat itu, dan baru dicetuskan pada masa pemerintahan
Soeharto yang disebut juga dengan Orde Baru.
1.Periode 1945-1950
Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup menghadapi berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari
munculnya gerakan-gerakan pemberontakan yang tujuannya menganti Pancasila
dengan ideologi lainnya.
2.Periode 1950-1959
Pada periode ini dasar negara tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya
lebih diarahkan seperti ideologi leberal. Hal tersebut dapat dilihat dalam penerapan
sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak (voting). Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang
berat dengan munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS),
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat.
3.Periode 1956-1965
Periode ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan
berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila
tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai
penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno
menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, dan menggabungkan
Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI.
4.Penyimpangan Orde Lama
a. Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 dan membentuk DPR
Gotong Royong. Hal ini dilakukan karena DPR menolak rancangan pendapaan dan
belanja Negara yang diajukan pemerintah.
b. Kekuasaan presiden melebihi wewenang yang ditetapkan didalam UUD 1945. Hal
ini terbukti dengan keluarnya beberapa presiden sebagai produk hukum yang
setingkat dengan UUD tanpa persetujuan DPR.
c. Pimpinan lembaga-lembaga Negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri
Negara yang berarti menempatkannya sebagai pembantu presiden.
d. Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan rancangan
undang-udang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
5. Pengamalan Pancasila di Era Orde Lama
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering
terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan
dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu
belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan
pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang
seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin
memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G 30 S/PKI
yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
4. Era Orde Baru
Masa Orde Baru dimulai setelah Soeharto menjabat sebagai Presiden
Indonesia menggantikan Soekarno melalui Tap MPR No. XXXIII/MPRS/1967. Di
masa kepemimpinan Presiden Soeharto (1966-1998), Pancasila dipertahankan sebagai
dasar negara. Keberadaan Pancasila bahkan semakin kuat di era Orde Baru. Dalam
masa pemerintahannya, Soeharto berusaha untuk memulihkan Kembali kondisi di
Indonesia pasca-kekacauan yang terjadi di era Soekarno.
1. Pernyataan Presiden Soeharto 1 Juni 1967
Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto
mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad
kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan,
“Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila
bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD,
melainkan Pancasila harus diamalkan.”
2. Pernyataan Presiden Soeharto1 Juni 1968
1 Juni 1968 Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan
hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada pihak-
pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila
pasti digagalkan.
3. Instruksi presiden No. 12 Tahun 1968
Pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor
12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar
negara, yaitu: Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968.
4. Pedoman Penghayatan Pancasila
Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkan ketetapan (disingkat TAP) MPR
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) yang salah satu pasalnya tepatnya Pasal 4 menjelaskan,
“Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila merupakan penuntun dan
pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap
warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga
kenegaraan dan Lembaga kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan
dilaksanakan secara bulat dan utuh”.
5. TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangundangan di negara
Indonesia diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Amanat penderitaan
rakyat hanya dapat diberikan dengan pengamalan Pancasila secara paripurna dalam
segala segi kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan
secara murni dan konsekuen jiwa serta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untuk
menegakkan Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang konstitusionil
sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan UUS 1945”.
5. ERA REFORMASI
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai dasar dan moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi
politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional,
maka timbulah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan, dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya
"reformasi" di segala bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000: 245).
1. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 ayat (3)
"Sumber hukum dasar nasional adalan Pancasila sebagaimana yang tertulis
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan dan/ Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan Batang
Tubuh Undang-Undang dasar 1945."
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan Pasal 2 menyebutkan bahwa:
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea keempat, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
yang sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan
Perundang-Undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
D. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
1. Pengertian filsafat
Filsafat adalah suatu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai
kehidupan manusia. Secara etimologis istilah “filsafat “ berasal dari bahasa Yunani
“philein”yang artinya “cinta” dan “Sophia” yang berarti “bijaksana”.(Surya
Sumantri,1981). Terdapat dua pengertian mengenai Pancasila, 1) Pengertian filsafat
sebagai suatu proses dan dalam arti produk, 2) Filsafat sebagai metode dan
pandangan hidup. Artinya dalam praktisi filsafat Pancasila berfungsi sebagai
pedoman dalam kehidupan.
2. Epistimologi Pancasila
Kajian epistimologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, Menurut Titus(1984:
20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistimologi yaitu :
1. tentang sumber pengetahuan manusia;
2. tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. tentang watak pengetahuan manusia.
Epistimologi Pancasila sebagai suatu obyek kajian pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila, adalah nilai-nilai yang ada
pada bangsa Indonesia sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa
nilai-nilai tersebut sebagai kausa materialis Pancasila.
Susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila
maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
adalah bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal, dimana :
1. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga,
keempat dan kelima
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta mendasari dan
menjiwai sila keempat dan kelima
4. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta
mendasari dan menjiwai sila kelima
5. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan
manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakekatnya kedudukan dan
kodratnya adalah sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila
pertama Pancasila, epistimologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.
Selain itu dalam sila ketiga, keempat dan kelima, maka epistimologi Pancasila
mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakekat sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham
epistimologi, maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan
pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas
kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu
tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Pancasila secara
epistimologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
3. Aspek Ontologis Dari Sila-sila Pancasila
Kata ontology berasal dari kata ”ontos” yang berarti berada [yang ada].
Menurut istilah, ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan
bagaimana keadaan yang sebenarnya. Objek telaah ontologi adalah ada yang tidak
terikat pada satu perwujudan tertentu. Antologi berusaha mencari inti yang dimuat
setiap pertanyaan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Dasar ontology pacasila adalah kajian yang ingin menggali hakikat nilai nilai
Pancasila sabagai system filsafat. Yang menjadi landasan dalam Jadi yang menjadi
landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan
mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur
memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang disebut
dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A Foss dalam Theories of Human
Communication menegaskan bahwa ontologi merupakan sebuah filosofi yang
berhadapan dengan sifat makhluk hidup. Setidaknya, ada empat masalah mendasar
dalam asumsi ontologis ketika dikaitkan dengan masalah sosial, yaitu: (1) Pada
tingkatan apa manusia membuat pilihan-pilihan yang nyata?, (2) Apakah perilaku
manusia sebaiknya dipahami dalambentuk keadaan atau sifat? (3) Apakah
pengalaman manusia semata-mata individual atau sosial? (4) Pada tingkatan apakah
komunikasi sosial
4. Aksiologi Pancasila
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “aksios” yang berarti “nilai” dan
kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang filsafat yang
mempelajari nilai. Aksiologi juga dapat didefinisikan sebagai teori yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh (Abadi, 2016). Landasan
aksiologi Pancasila adalah nilai-nilai atau kualitas yang terkandung dalam Pancasila.
Setiap sila Pancasila mempunyai nilai atau kualias, berikut adalah penjelasannya:
1) Sila pertama, mengandung kualitas monotenis, spriritual, kekudusan, dan sakral;
2) Sila kedua, mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung
jawab; 3) Sila ketiga, mengandung niali solidaritas dan kesetiakawanan;
4) Sila keempat, mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa
besar; dan
5) Sila kelima, mengandung nilai kepedulian dan gotong royong (Hanani, 2018).
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu, diinginkan, disukai, atau yang baik. Sila
Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki kesatuan aksiomatik dasar. Jadi nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila juga pada hakekatnya merupakan satu kesatuan.
Aksiologi Pancasila dimaksudkan untuk membahas nilai-nilai falsafah Pancasila.
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar,
nilai,instrumental, dan nilai praktis. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga
negara. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental
itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai Pancasila, termasuk nilai-nilai etika atau moral, melandasi nilai-
nilai instrumental dan merupakan nilai-nilai inti yang melandasi segala aktivitas
masyarakat, bangsa, dan kehidupan berbangsa. Secara aksiologi, bangsa Indonesia
adalah penganut nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa
yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan
dan berkeadilan sosial. Aksiologi mengkaji makna universal, jenis, tingkatan, sumber
dan sifat nilai. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya adalah sejiwa dengan ontologi
dan epistemologinya.
E. Pancasila Sebagai Ideologi Negara
1. Pengertian Ideologi
          Ideologi berasal dari kata “idea” dan “logos”. Idea berarti gagasan konsep,
pengertian dasar, atau cita-cita. Logos berarti ilmu. Jadi secara harafiah ideologi
berarti ilmu tentang gagasan atau cita-cita. Istilah ideologi dicetuskan oleh Antoine
Destutt De Tracy (1754-1836). Menurut Notonagoro (1980), ideologi dapat ditinjau
dari dua pengertian, yaitu (1) dalam arti luas ideologi berarti ilmu pengetahuan
tentang cita cita negara dan (2) dalam arti sempit ideologi berarti cita cita negara yang
menjadi basis bagi teori dan praktik penyelenggaraan negara.
          Sehubungan dengan itu secara harafiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian
dasar, ide. Dalam pengertian sehari-hari “idea” disamakan artinya dengan “cita-cita”.
Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang harus dicapai, sehingga cita-cita itu
sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham. Hubungan manusia dengan cita-
citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai
itu menjadi cita-citanya atau manusia bekarja dan bertindak untuk mencapai nilai-
nilai tersebut.
2. Pengertian Ideologi Meurut Para Ahli
a) Patrick Corbet (1994) menyatakan ideologi sebagai setiap struktur kejiwaan yang
tersusun oleh seperangkat keyakinan mengenai penyelenggaraan hidup bermasyarakat
beserta pengorganisasiannya, seperangkat keyakinan mengenai sifat hakikat manusia
dan alam semesta yang ia hidup didalamnya.

b) AS Hornby (1999) menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang


membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang
atau sekelompok orang.

c) Soerjanto Poespowardojo (1991) membedakan ideologi dalam pengertian negatif


dan positif. Ideologi ditangkap dalam pengertian negatif karena dikonotasikan dengan
sifat yang totaliter, yang memuat pandangan dan nilai yang menentukan seluruh segi
kehidupan manusia secara total dan mutlak menuntut manusia untuk hidup dan
bertindak sesuai dengan apa yang digariskan oleh ideologi itu. Ideologi dalam
pengertian positif menunjuk pada keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai dan
keyakinan yang ingin mereka wujudkan dalam kenyataan hidup yang konkret.
Ideologi ini dibutuhkan karena dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan
kemerdekaan, memberi orientasi mengenai dunia dan isinya dan menanamkan
motivasi perjuangan melawan penjajahan dan selanjutnya mewujudkannya dalam
penyelenggaraa bernegara.

d) Karl max menyatakan ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan


berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau
sosial ekonomi.

e) Gunawan setiardjo mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi


tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita cita hidup.
Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa ideologi
adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh
dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.

3. Perkembangan Ideologi
a) Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama 
      Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Presiden Soekarno
menyampaikan bahwa ideologi Pancasila berangkat dari mitologi yang belum jelas
bahwa Pancasila itu dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kesejahteraan,
tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini untuk dijadikan ideologi
bangsa Indonesia. Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya berada di dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah menjadi
masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila,
terutama dalam sistem kenegaraan. Maka dari itu, Pancasila diimplementasikan
dalam bentuk yang berbeda-beda.
b) Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru
Merosotnya kekuatan Soekarno dan PKI secara drastis setelah G 30 S/PKI
disebabkan oleh peran-peran yang dimainkan oleh keduanya sebelumnya. Seperti
diketahui, Soekarno bersikap sangat otoriter, sehingga banyak yang menunggu
momentum untuk melakukan penantangan secara terbuka tanpa risiko masuk
penjara. Sementara PKI sejak tahun 1963 (ketika UU Darurat dicabut oleh Soekarno)
tidak lagi memilih jalan damai dalam berpolitik. Akhirnya Soekarno mengeluarkan
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 yang ditujukan kepada Soeharto.
 Segera setelah format baru terbentuk, sistem liberal bergeser lagi ke sistem
otoriter. Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar
dan ideologi negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di Indonesia.
Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa tahun
kemudian, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa
Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah sehingga
tertutup bagi tafsiran lain. Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden
Soeharto menggunakan Pancasila sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya.
Penyelewengan lainnya yang sangat buruk dan menyimpang dari nilai-nilai luhur
Pancasila adalah bahwa Presiden Soeharto melanggengkan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN) sehingga pada masa ini dikenal sebagai rezim terkorup di
Indonesia. Puncaknya adalah saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di tahun
1997 yang menyebabkan perekonomian Indonesia anjlok sehingga memicu gerakan
besar-besaran untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto.

c) Ideologi Pancasila pada Era Reformasi 


Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi, yaitu Pancasila harus
selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta harus sinkron atau sesuai
dengan kenyataan pada zaman saat itu. Berbagai perubahan dilakukan untuk
memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung
ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang
belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasipun dipertanyakan.
Pancasila di Era Reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa Orde Lama
dan Orde Baru, karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila
dijadikan ideologi masih kerap terjadi. 
            Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada
masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi.
Tantangan itu adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sampai hari ini
tidak ada habisnya. Pada masa ini, korupsi benar-benar merajalela. Parapejabat
negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru merasa bangga,
ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan melambaikan tangan
serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal. Selain itu, globalisasi menjadi
tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena semakin lama ideologi Pancasila
semakin tergerus oleh liberalisme dan kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini
bersifat terbuka, bebas, dan nyata.Selama Era Reformasi berjalan, terdapat beberapa
kelemahan yang melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, yaitu:
1. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa tanpa memperhatikan relevansinya
dengan perkembangan zaman.
2. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna
meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi benturan
kepentingan politik. 
3. Pemerintah kurang konsisten dalam menegakkan hukum. 
4. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan yang ditandai dengan adanya konflik di
beberapa daerah. 
5. Korupsi yang semakin terbuka dan membudaya. 
3. Makna ideologi pancasila dengan ideologi lain
Kesinambungan ideologi Pancasila dalam kaitannya dengan agama. Tidak
perlu mencoba mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan
alasan ideologi Pancasila bukan ideologi agama, karena Ideologi Pancasila adalah
ideologi agama. Seperti Pancasila dan islam sering diperbincangkan dan diperdebatkan,
dan keduanya sering dipandang sebagai dua kutub ideologi yang berlawanan. Perlunya
memahami pentingnya hubungan antara Islam dan Pancasila. Proses dialog antara Islam
dan Pancasila merupakan perjalanan panjang dalam sejarah Indonesia. Ideologi
Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan
agama dalam pemerintahan.
4. Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun tetap
saja bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi
pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, dan antisipatif, dan senantiasa mampu
menyesuaikan dengan perkembangan zaman, IPTEK, serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi pancasila bukan berarti mengubah nilai- nilai
dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih
kongkrit sehingga memiliki kemampuan yang reformasif untuk memecah masalah-
masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat,
perkembangan IPTEK, serta zaman. 
Pancasila ideologi terbuka berarti pancasila dapat menerima dan
mengembangkan pemikiran baru dari luar dapat berinteraksi dengan perkembangan atau
perubahan zaman dan lingkungannya, bersifat demokratis dalam arti membuka diri
terhadap masuknya budaya luar dan dapat menampung pengaruh nilai-nilai dari luar
yang akan diinkorporasi, untuk memperkaya aneka bentuk dan ragam kehidupan
bermasyarakat Indonesia juga memuat dimensi-dimensi secara menyeluruh.
F. Etika Politik Berdasarkan Pancasila
1. Pengertian Nilai, Norma dan Moral
a) Pengertian Nilai
Dalam dictionary of sociology and related sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu
objek bukan objek itu sendiri. Menilai berarti menimbang suatu kegiatan manusia
untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian diambil
keputusan. Keputusan nilai dapat menyatakan berguna atau tidak, benar atau tidak
benar, baik atau buruk, indah atau tidak indah.
b) Pengertian Norma
Menurut KBBI, Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga
kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali
tingkah laku yang sesuai dan berterima:setiap warga masyarakat harus menaati aturan
yang berlaku;2.aturan, ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk
menilai atau memperbandingkan sesuatu.1
c) Pengertian Moral
Menurut Franz Magnis-Suseno, moral merupakan alat ukur dalam
memutuskan benar atau salahnya suatu sikap maupun tindakan manusia itu sendiri.
Nilai moral merupakan isu penting yang sering menjadi perhatian banyak orang baik
pada lapisan masyarakat bawah, menengah, dan atas karena ia menjadi penopang
dasar dalam menjalankan segala kehidupan dengan cara yang bermartabat.
2. Nilai Dasar, Instrumental, dan Nilai Praksis
A. Nilai Dasar
Nilai dasar adalah nilai yang sifatnya sangat abstrak dan tetap, tidak
dipengaruhi oleh perubahan waktu. Meskipun nilai dasar bersifat abstrak, yang berarti
tidak bisa dilihat menggunakan indra manusia, tetapi nilai dasar direalisasikan dengan
tingkah laku atau segala aspek hidup manusia yang sifatnya nyata. 2 Nilai dasar
bersifat sangat universal, tidak terikat waktu maupun tempat yang mengandung nilai
kebenaran.
B. Nilai Instrumental
Nilai instrumental merupakan suatu nilai yang sifatnya kontekstual. Nilai
instrumental merupakan penjabaran nilai dasar yang menjadi arahan kinerjanya dalam
kurun waktu dan kondisi tertentu, yang harus disesuaikan dengan perkembangan
zaman. Meskipun begitu, nilai instrumental harus mengacu pada nilai dasar yang
dijabarkannya. Apabila nilai instrumental berhubungan dengan perilaku manusia
dalam kesehariannya, maka nilai instrumental menjadi sebuah norma moral.
C. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan nilai yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai praksis berisi tentang bagaimana cara rakyat dalam menjalankan nilai-nilai
Pancasila. Nilai praksis termasuk dalam wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik

1
Fadhilah dkk, Pendidikan Karakter, ed. by M. Ivan Ariful Fathoni, 1st edn (Bojonegoro: CV. Agrapana
Media, 2021).
2
Drs. H. MBM. Munir, MH, Umi Salamah, S.Pd., M.Pd.. Dr. Suratman, SK.
secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif oleh organisasi kekuatan politik, organisasi masyarakat, badan-badan
ekonomi, pimpinan masyarakat, hingga perseorangan.
3. Etika Politik
a) Pengertian Politik
Secara etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis yang
berarti kota-negara kota. Kata ini kemudian diturunkan menjadi kata lain seperti
“polites” (warga negara) dan “politikos” yaitu kata adjektif yang bermakna
kewarganegaraan (civic), dan “politike techne” untuk kemahiran politik, serta
“politike episteme” untuk ilmu politik.3
Politik sendiri dapat dimaknai sebagai bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan
dari sistem negara itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan tersebut. Segala
sesuatu yang membahas tujuan dari sistem politik suatu negara itu terkait dengan
seleksi beberapa penyelesaian alternatif dan prioritas. Untuk menjalankan dan/atau
mencapai tujuan-tujuan politik, diperlukan kebijakan umum (public policies) yang
berisi tentang peraturan yang berasal dari sumber-sumber hukum yang telah
ditentukan terlebih dahulu.
b) Dimensi Politik Manusia
Dimensi politis manusia memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan
kehendak untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam
setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan
tindakan moral manusia. Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau
akibat yang ditimbulkan karena tindakannya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan
karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Namun, hal ini
sering dijumpai karena keterbatasan pengertian atau bahkan kesadaran akan tanggung
jawab terhadap manusia lain dan masyarakat, maka tindakan pelanggaran moral akan
dilakukan sehingga berakibat kepada kerugian manusia lain. Aspek kemampuan
untuk melakukan atau tidak melakukan secara moral sangat tergantung kepada akal
budi manusia.4
c) Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa
Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan
3
R.N Gilchrist, Principle of Political Science (Orient Longmans).
4
Prof. Dr. H. Kaelan, p. 92.
tuntunan atau panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan
bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan
dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga memiliki kemampuan
menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat ilmiah-
akademik yang memerlukan sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat
mewarnai setiap keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan
ilmiah yang diambil tanpa pertimbangan moralitas, dapat menjadi bumerang bagi
dunia ilmiah itu sendiri sehingga menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai.
G. Nilai-nilai Pancasila dan Hak dan Kewajiban Asasi Manusia
1. Pancasila sebagai suatu tatanan nilai
Pancasila sebagai tatanan nilai mengandung seperangkat nilai: ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Kelima nilai ini membentuk satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan. Pancasila sebagai sistem nilai
terkandung dalam nilai-nilai moral (good values) dan merupakan nilai inti yang
abstrak.
Nilai-nilai Pancasila merupakan landasan, dasar dan motivasi bagi segala
perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari dan berbangsa bangsa Indonesia. Semua
produk hukum yang berlaku di Indonesia harus dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila.
Dengan kata lain, semua hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila. Ciri undang-undang ini, yang dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila, membedakannya dari undang-undang negara sekuler. Pancasila merupakan
falsafah hidup, namun negara sebagai institusi memiliki dua fungsi utama. Pertama,
ada kebutuhan untuk melindungi semua warga negara, satu lembaga negara sedang
dalam proses menegakkan aturan hukum, kedua, membuat  atau menciptakan
kesejahteraan sosial tidak berhak memuat standar moral,  sebagaimana dilakukan
oleh 
Orde Baru.
2. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila
Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam praktek kehidupan sehari-
hari sebagai orang Indonesia adalah orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai
agamanya masing-masing, dan meyakini keimanannya kepada Tuhan Yang Maha
Esa, di dalam sila ini terkandung nilai agama, dan memenuhi segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Dan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjaga
kebersihan sesuai dengan petunjuk Islam, rajin beribadah, tidak melakukan semua
larangan yang terkandung dalam ajaran agama yang diterima secara universal, dan
juga contoh toleransi, karena Indonesia adalah negara dengan satu agama, agama
berbeda-beda, dan semua agama mengajarkan toleransi agar bisa hidup berdampingan
walaupun ada perbedaan,
Sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” yang ditunjukkan dengan
perlakuan yang adil terhadap semua orang, diri sendiri dan lingkungan, bahwa adalah,
semua manusia harus dan berhak diperlakukan sama, tanpa diskriminasi atas dasar
asal-usul sosial atau ekonomi, hal ini didasarkan pada prinsip persamaan di depan
hukum, serta hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh negara dan oleh setiap
orang. Warga negara Indonesia juga menghormati dan menghargai hak asasi manusia
yang dimiliki orang lain, karena batas hak asasi manusia adalah adanya hak asasi
manusia yang dimiliki orang lain.
Sila ketiga "Persatuan Indonesia" yang dalam kehidupan sehari-hari persatuan
bisa diimplementasikan dengan berbagai cara antara lain dengan berteman yang
tentunya saling membantu tanpa memandang perbedaan, mrnumbuhkan sikap bangga
dan cinta kepada tanah air, menjaga hubungan baik dengan seluruh elemen bangsa,
menumbuhkan sikap saling menghargai keragaman budaya dan mengembangkan
kesatuan dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Sila keempat "Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijkasanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan". Beberapa perwujudan perilaku dari sila keempat yaitu
selalu mengutamakan musyawarah untuk mencapai kesepakatan dalam
menyelesaikan permasalahan, menghargai hasil musyawarah, menjalankan hasil
musyawarah dengan sungguh-sungguh juga bertanggung jawab, tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain, menghargai pendapat orang lain, berjiwa besar untuk
menerima keputusan yang dihasilkan melalui musyawarah, ikut serta dalam
PEMILU, memberikan kepercayaan pada wakil rakyat yang dipilih dan wakil rakyar
harus mampu membawa aspirasi rakyat.
Sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Beberapa
perilaku yang menerapkan sila kelima antara lain melakukan yang terbaik untuk
membantu orang lain yang membutuhkan, meningkatkan kepekaan sosial dengan
melakukan kegiatan yang dapat membantu sesama (pengabdian masyarakat, donor
darah atau konser amal), berusaha bersikap adil dalam segala hal yang dilakukan,
memperlakukan siapapun secara adil, tidak mengganggu orang lai dengan perilaku
diri sendiri, menghargai karya orang lain dan memperjuangkan keadilan untuk diri
sendiri juga orang lain.
3. Hak dan Kewajiban Asasi Manusia
Hak asasi manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kerhormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Salah satu anggota Komisi Hak Asasi Manusia dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa Jan Materson mengartikan Hak Asasi Manusia sebagai
hak yang melekat dalam diri manusia dan tanpa hak tersebut manusia tidak dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia berasal dari sumber utama dari segala
sumber hukum yaitu kitab suci, bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dengan hak
dan kewajiban.
Kewajiban dapat dipahami secara sederhana sebagai keharusan untuk
melakukan dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan kewajiban manusia merupakan
kewajiban dasar manusia. Hak dan kewajiban manusia saling bergantung dan terkait
secara kausal. Seseorang akan memperoleh haknya jika ia telah menunaikan
kewajibannya. Hak yang diperoleh juga dapat dihasilkan dari kewajiban yang
dilakukan oleh orang lain.
4. Perkembangan Pemikiran HAM
Dari sudut pandang pemikir, isu HAM ini didokumentasikan dalam sejarah
Barat, misalnya oleh John Locke (1632-1704) dan Jean-Jacques Rousseau (1772-
1778). Di sekolah hukum alam, konsep dasar hak asasi manusia pada awalnya hanya
mencakup hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak atas properti. John Locke,
seorang anti-absolutis dan pendukung penilaian kembali kejayaan Inggris,
mendasarkan pemikirannya pada hipotesis bahwa manusia pada mulanya tidak berada
dalam masyarakat, tetapi dalam keadaan alamiah.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep hak asasi manusia berubah dan
berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Di masa lalu, mengingat
keadaan dan tuntutan realitas sosial yang berubah secara dinamis, isi dan ruang
lingkup hak asasi manusia dipandang kurang layak untuk ditanggapi dan
diperjuangkan. bidang kehidupan dan bahkan hak atas perlindungan di bidang sosial
budaya. Khususnya, hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
5. Pengakuan Hak dan Kewajiban Asasi dalam Konstitusi Negara RI
Sejak negara Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka, para pendiri
Republik Indonesia sepakat bahwa dasar negara adalah hukum yang didefinisikan
sebagai konstitusi dan hukum tertulis yang mencerminkan penghormatan terhadap
hak asasi manusia. Konstitusi adalah piagam tertulis yang dibuat secara sadar dan
memuat segala sesuatu yang dianggap penciptanya sebagai asas-asas dasar negara.
UUD  1945 adalah UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia.  UUD  1945
menegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia didasarkan pada hukum
(rechstaat) dan bukan pada kekuasaan belaka (maachstaat).
6. Korupsi
Kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.  Istilah
korupsi dalam bahasa Indonesia, adalah "kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak
bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran. Pengertian lainnya, "perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya" (Menurut WJS
Poerwadarminta: 1976).
Pada dasarnya kroupsi itu terjadi karena  adanya faktor internal yaitu niat, dan
faktor kesternal yaitu kesempatan. Niat lebih terkait denngan individu yang mengikuti
perilaku dan nilai-nilai yang dianut, sedangkat kesempatan sendiri terkait dengan
sistem yang berlaku di lingkungan. Upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan
dengan nilai-nilai anti korups pada semua individu. Dan terdapat (Sembilan) 9 nilai-
nilai  anti korupsi yang penting ditanamnkan pada semua individu, yaitu kejujuran,
kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, kerja kera, sederhana, tanggung-jawab,
keberanian dan keadilan.
7. Degradasi Moral
Degradasi moral adalah suatu kondisi dimana telah terjadi kemerosotan moral
di masyarakat, yang artinya bahwa individu maupun kelompok telah melanggar
aturan ataupun tata cara yang berlaku di masyarakat atau lingkungan. Contohnya
adanya budaya hedonisme atau suka jalan-jalan dengan perilaku konsumtif di
Indonesia. Misalnya saat ini kita bisa sering menjumpai anak-anak atau remaja-
remaja perempuan menggunakan pakaian yang sangat minim (tank top atau hotspant).
Seakan-akan budaya memakai pakaian mini (yang lebih menonjolkan bagian tubuh)
sudah dianggap lumrah oleh mereka,
8. Konsep dan Urgensi Pancasila 
Pendidikan Pancasila mempunyai tujuan untuk memberikan pemahaman yang
benar akan Pancasila. Tanpa disadari, sering sekali Pancasila yang diajarkan akan
Pancasila itu tidak benar, dan merupakan bentuk yang tersamar dari ideologi lain
yang justru bertentangan dengan Pancasila. Oleh sebab itu, Pancasila yang diajarkan
dalam Pendidikan Pancasila ialah Pancasila yang dapat dipertanggungjawabkan
secara yuridis-konstitusional dan obyektif-ilmiah. Secara yuridiskonstitusional
Pancasila maksudnya adalah dasar Negara yang merupakan dasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Dan secara obyektif-ilmiah Pancasila
maksudnya adalah paham filsafat yang dapat diuraikan dan diterima secara rasional.
Mata kuliah atau mata pelajaran Pendidikan Pancasila juga diberikan karena
adanya kesadaran akan perlunya pendidikan yang berkesinambungan mulai dari
sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Dengan harapan, pemahaman yang
semakin mendalam akan nilai-nilai Pancasila, generasi muda dapat
mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pendidikan
Pancasila juga diberikan karena adanya fakta kemerosotan penghayatan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik individual maupun kolektif sebagai
bangsa negara. Artinya, mata kuliah ini dihidupkan karena adanya kesenjangan antara
kata, pengetahuan dan perbuatan/tingkah laku.
H. Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
1. Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
dibarengi dengan disahkannya pasal-pasalnya. Pembukaan UUD memang memiliki
kedudukan yang lebih tinggi di atas undang-undang. Sehingga keduanya memiliki
kedudukan hukum yang berlainan tapi keduanya terjalin dalam hubungan kesatuan
yang kausal. 
Pembukaan UUD 1945 memiliki empat alinea yang mana alinea pertama
hingga ketiga tidak terlalu berhubungan dengan pasal-pasal undang-undang, lebih
menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi terbentuknya bangsa Indonesia. pada
alinea ke-empat memuat tujuan negara, ketentuan UUD negara, bentuk negara dan
dasar filsafat negara Pancasila. Sehingga bisa dikatakan alinea ke-empat ini memiliki
hubungan yang lebih erat dengan pasal-pasal UUD 1945.
2. Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Menurut sistem hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945 ini meliputi
suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia dan mewujudkan hukum dasar tidak
tertulis yang kemudian dijelmakan dalam pasal UUD 1945. Yang mana di dalamnya
menunjukkan kedudukan dan fungsi pancasila. 
Dikarenakan pembukaan UUD 1945 ini dijabarkan dalam pasal-pasal undang-
undang, sehingga keduanya memiliki hubungan langsung yang bersifat kausal
organis. Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 memiliki rangkaian kesatuan nilai
dan norma yang terpadu meskipun keduanya bisa dipisahkan. Karena dalam
pembukaan UUD 1945 memuat penjelmaan dari dasar filsafat pancasila. 
Urutan atau makna yang terkandung dalam setiap alinea Pembukaan UUD
1945 menggambarkan urutan peristiwa dan keadaan yang berkaitan dengan
berdirinya Negara Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia.
3. Hubungan Pancasila dengan UUD 1945
a) Hubungan secara formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal kedalam pembukaan UUD
1945, Pancasila mendapatkan kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan
demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial,
ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang
melekat padanya.
b) Hubungan Secara Material
Bilamana ditinjau kemabali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama
adalah dasar  filsafat Pancasila baru kemudia Pembukaan UUD 1945. Setelah sidang
pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara
Pancasila berikutnya tersusunlah piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia Sembilan,
sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urutan tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia
bersumberkan pada Pancasila, atau dengan kata lain Pancasila sebagai sumber tertib
hukum Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia meliputi
sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.
Selan itu dalam hubungannya dengan hakikat da kedudukan Pembukaan UUD
1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, maka sebenarnya secara
material yang merupakan, esensi atau intisari dari pokok kaidah negara fundamental
tersebut tidak lain adalah Pancasila.
I. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
1. Nilai Ketuhanan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila ini melengkapi ilmu pengetahuan dengan menyeimbangkan antara
rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau
tidak. Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya
melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
2. Nilai Kemanusiaan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab memberi arah dan mengendalikan
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dikembalikan pada fungsi semulanya, yaitu
untuk dasar asas kemanusiaan. Ilmu pengetahuan ditujukan bagi pengembangan
kemanusaiaan dan dituntun oleh nilai etis yang berdasarkan kemanusiaan.
3. Nilai Persatuan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Persatuan Indonesia mengingatkan kita untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara merata untuk seluruh nusa dan bangsa, serta
kesadaran bahwa nasionalisme bangsa Indonesia didasarkan pada kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kesatuan
nasional. dan Integritas dapat terwujud, persaudaraan dan persahabatan terjalin antar
daerah.
Keuntungan lain dari penerapan nilai persatuan sebagai dasar pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah dapat membuat masyarakat
Indonesia lebih tanggap. Misalnya, jika terjadi bencana alam seperti kabut di suatu
wilayah, informasi akan lebih tersebar luas. dengan cepat. Jadi, fungsi nilai persatuan
sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah untuk
memperlancar pemersatuan bangsa Indonesia dalam segala hal.
4. Nilai Kerakyatan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Nilai kerakyatan sebagai ilmu pengetahuan bersifat demokratis, yang artinya
setiap ilmuan memiliki kebebasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah teruji kebenarannya harus
dipersembahkan kepada rakyat agar rakyat juga dapat merasakan wawasan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, hingga mampu membawa Indonesia kepada
keadaan yang lebih baik.
5. Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang melengkapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, harus menyeimbangkan keadilan
dalam hubungannya dengan diri sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
sesama, manusia dengan bangsa dan negara, dan Kelestarian manusia dalam
hubungannya dengan dirinya serta lingkungan alam.

J. Demokrasi dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia


1. Perkembangan Demokrasi di Indonesia 
a) Demokrasi Masa Revolusi

Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan baru


terbatas pada interaksi politik di parlemen dan berfungsinya pers yang mendukung
revolusi kemerdekaan. Elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya
terwujud, karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Sebab, pemerintah
harus memusatkan seluruh energinya untuk bersama-sama dengan rakyat
mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan
tetap terwujud.

b) Demokrasi Parlementer

Masa demokrasi parlementer dapat dikatakan sebagai masa kejayaan


demokrasi karena hampir semua unsur-unsur demokrasi dapat ditemukan dalam
perwujudannya. Unsur-unsur tersebut meliputi peranan yang sangat tinggi pada
parlemen, akuntabilitas politik yang tinggi, berkembangnya partai-partai politik,
pemilu yang bebas dan terjaminnya hak politik rakyat. Hampir semua elemen
demokrasi dapat ditemukan perwujudannya pada periode ini. Namun proses
demokrasi pada masa ini dinilai gagal menjamin stabilitas politik, kelangsungan
pemerintahan, dan penciptaan kesejahteraan rakyat. Kegagalan praktik demokrasi
parlementer atau demokrasi liberal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1) Dominannya politik aliran, artinya berbagai golongan dan partai politik sangat
mementingkan kelompok atau alirannya sendiri daripada mengutamakan kepentingan
bangsa.

2) Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah. 

3) Tidak mampunya para anggota konstituante bersidang menetapkan dasar negara


sehingga keadaan menjadi berlarut-larut. Hal ini menjadikan Presiden Soekarno
segera mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

c) Demokrasi pada Periode 1959-1965

Pada periode ini demokrasi yang terjadi dinamakan dengan demokrasi


terpimpin yang diperkenalkan oleh Presiden Soekarno. Demokrasi ini muncul
berawal dari ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang
dinilai lebih mengedepankan kepentingan partai dan ideologinya masing-masing.

Gaffar memberikan beberapa karakteristik politik yang terjadi pada masa


demokrasi terpimpin, yaitu:

(1) Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai politik bukan untuk


mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik
di pemerintahan.

(2)  Dengan terbentuknya DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik
di Indonesia menjadi sedemikian lemah.

(3) Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah
menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya.

(4) Masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti- kebebasan
pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno, seperti misalnya
Harian Abadi dari Masyumi dan Harian Pedoman dari PSI.

d) Demokrasi pada Masa Orde Baru (1966-1998)

Pemerintahan Orde Baru ini memberi harapan baru pada rakyat Indonesia
akan adanya perubahan dan perbaikan politik akibat pengalaman traumatis masa
demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Orde Baru juga berhasil
menyelenggarakan pemilu secara periodik, yaitu pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997. Untuk berjalannya demokrasi, pemerintah Orde Baru menyusun
mekanisme kepemimpinan nasional lima tahun. Mekanisme ini merupakan
serangkaian garis besar kegiatan kenegaraan yang dirancang secara periodik setiap
masa lima tahun.

Pada masa Orde Baru kebebasan mengeluarkan pendapat dan berekspresi juga
dijaga secara ketat. Dalam teori demokrasi peran pers sangat begitu penting karena ia
akan mampu menjadi pengontrol dan penyeimbang dari kuatnya negara. Namun,
dengan adanya menteri penerangan pers yang ada tidak bisa untuk secara leluasa
mengeluarkan berita sesuai dengan fakta yang ada.

e) Demokrasi pada Masa Reformasi

Pada masa reformasi ini juga terdapat peningkatan prinsip-prinsip demokrasi


yang penting, yaitu jaminan penegakan HAM dengan keluarnya UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM di
Indonesia. Amendemen UUD 1945 dimaksudkan untuk mengubah dan memperbarui
konstitusi negara agar sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokrasi. Perubahan
terhadap UUD 1945 ini sampai 4 kali perubahan, yaitu amendemen pertama tahun
1999, amendemen kedua tahun 2000, amendemen ketiga tahun 2001, dan amendemen
keempat tahun 2002. Dengan amendemen tersebut, berarti secara keseluruhan
lembaga negara dan mekanisme penyelenggaraan negara disesuaikan dan didasarkan
pada UUD 1945 yang telah diamendemen. Dan dengan pemilu secara langsung, maka
masyarakat dapat secara langsung memilih wakil rakyat sesuai dengan hati nuraninya
sendiri.

2. Isi Demokrasi Pancasila


a) Pelaksanaan UUD 1945 beserta penjabarannya dimuat dalam Batang Tubuh
dan Penjelasan UUD 1945.
Pertama; dasar bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik.
Dasar bentuk negara kesatuan menunjukkan bahwa Indonesia hanyak mengenal satu
satuan organisasi yang bersifat kenegaraan.
Kedua; dasar demokrasi. Dari berbagai sistem penyelenggaraan
pemerintahan, seperti aristokrasi, oligarki, dan lain-lain, demokrasi masih dianggap
sebagai sistem yang terbaik, meskipun tidak sempurna dan mengandung kelemahan.
Aristoteles, misalnya, mengatakan demokrasi mudah sekali berubah menjadi
pemerintahan oleh orang awam yang tidak bertanggung jawab (government by the
mob).
Ketiga; dasar negara hukum.Salah satu materi terpenting dalam perubahan
UUD 1945 adalah dipindahkannya prinsip negara hukum dari Penjelasan ke Batang
Tubuh. Dari aspek hukum hal ini berarti dari yang semula tidak memiliki akibat
hukum karena Penjelasan bukanlah norma hukum, menjadi mempunyai akibat hukum
karena Batang Tubuh merupakan norma konstitusi.

b) Menghargai serta melindungi HAM (Hak Asasi Manusia). 


HAM sangat penting untuk melindungi hak kita untuk hidup dengan harga
diri, yang meliputi hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan. Kita memiliki
hak untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, untuk menerima pendidikan,
bekerja, dan mempraktekkan agama kita, berbicara dalam bahasa kita sendiri, dan
hidup dengan damai. HAM juga sebgai alat untuk melindungi seseorang dari
kekerasan dan kesewenang-wenangan. Dengan adanya HAM membuat terciptanya
saling menghargai antara manusia dan mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran
serta tanggung jawab untuk menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar.

c) Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan didasarkan pada kelembagaan.


Dinamika ketatanegaraan suatu bangsa atau negara ditentukan oleh bagaimana
dinamika perjalanan sejarah konstitusi negara yang bersangkutan. Karena dalam
konstitusi itulah dapat dilihat sistem pemerintahannya, bentuk negaranya, sistem
control antara kekuasaan negara, jaminan hak-hak warga negara dan tidak kalah
penting mengenai pembagian kekuasaan antar unsur pemegang kekuasaan negara,
seperti kekuasaan pemerintah (eksekutif), kekuasaan legislatif dan kekuasaan
yudikatif.
d) Sebagai sendi dari hukum yang telah dijelaskan dalam UUD 1945, yakni
negara hukum yang demokratis
Demokrasi tanpa hukum tidak akan terbangun dengan baik, bahkan mungkin
menimbulkan anarki, sebaliknya hukum tanpa sistem politik yang demokratis hanya
akan menjadi hukum yang elitis dan represif (Moh. Mahfud MD, 1999: 1). Hampir
semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang
fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950- an
yang mengumpulkan lebih dari 100 sarjana Barat dan Timur, bahwa di negaranegara
demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan mayarakat hidup dalam porsi
yang berbeda-beda.
3. Ciri ciri Demokrasi Pancasila
a) Kedaulatan berada penuh di tangan rakyat
Dalam demokrasi Pancsila, rakyat memegang kedaulatan secara penuh atau
bisa dibilang bahwa rakyat merupakan penguasa tertinggi dalam sistem
pemerintahan.

b) Menjalankan pemerintahan sesuai dengan konstitusi yang berlaku

Dalam menjalankan pemerintahan Indonesia, lembaga pemerintahan harus


melakukannya sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Dengan adanya konstitusi ini,
maka sistem pemerintahan tidak berjalan sewenang-wenangnya, bahkan rakyat bisa
melakukan pengawasan terhadap kinerja dari pemerintahan.

c) Pesta demokrasi Pemilu dijalankan dengan jujur, adil, dan bebas

Bagi rakyat Indonesia setiap 5 tahun sekali akan diselenggarakan pesta


demokrasi yang besar, yaitu Pemilu. Pesta demokrasi ini harus dilakukan secara jujur,
adil, dan bebas agar bisa mendapatkan wakil rakyat yang bisa mewakili suara rakyat.
Berkat adanya Pemilu, maka rakyat Indonesia bisa mengetahui visi dan misi dari
setiap wakil rakyat.

d) Menggunakan cara musyawarah dalam pengambilan keputusan

Demokrasi Pancasila ini mengutamakan pengambilan keputusan secara


musyawarah, karena setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dalam
musyawarah. Dengan cara berpikir demikian, setiap keputusan yang diambil
mengutamakan kepentingan bersama.

e) Menghargai dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM)

HAM dapat melindungi warga negara dari suatu perselisihan dengan cara
saling menghargai. Oleh karena itu, hal ini menjadi sangat penting karena dengan
menjunjung HAM, maka akan muncul sikap dan prilaku toleransi, sehingga kesatuan
dan persatuan bangsa Indonesia tetap terjaga dengan baik.

f) Mendahulukan kepentingan rakyat

Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wakil rakyat harus


berdasarkan dan mengedepankan kepentingan rakyat terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan dalam demokrasi Pancasila rakyat memegang kedaulatan tertinggi dalam
suatu sistem pemerintahan.

g) Tidak menggunakan sistem partai tunggal


Dalam demokrasi Pancasila, sistem partai yang digunakan tidak boleh
menggunakan sistem partai tunggal, dikarenakan hal tersebut tidak mencerminkan
demokrasi. Oleh sebab itu, dalam demokrasi Pancasila, kita dapat melihat berbagai
macam partai saat Pemilu.

4. Aspek-aspek Demokrasi Pancasila


a) Aspek Material (Segi Isi/Substansi)

Aspek material meliputi substansi dan isi. Aspek ini menjelaskan tentang
pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia. Demokrasi Pancasila harus
dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. 

b) Aspek Formal

Aspek formal menjelaskan tentang proses dan cara rakyat menunjuk wakil
dalam lembaga perwakilan rakyat. Mengatur musyawarah wakil rakyat secara bebas,
terbuka, dan jujur.

c) Aspek Normatif

Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila mengungkap seperangkat norma atau


kaidah yang mengatur dan membimbing manusia dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Norma-norma yang terkandung dalam demokrasi Pancasila antara lain
norma agama, norma hukum, norma persatuan dan kesatuan, dan norma keadilan.

d) Aspek Optatif

Aspek ini mengandung arti bahwa demokrasi Pancasila mempunyai tujuan


dan cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Tujuan dan cita-cita tersebut,
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV.

e) Aspek Organisasi

Aspek organisasi ialah aspek yang mempersoalkan organisasi sebagai wadah


pelaksanaan demokrasi Pancasila, dimana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan
yang hendak dicapai.

f) Aspek Kejiwaan

Aspek kejiwaan mengandung arti bahwa demokrasi Pancasila memberi


motivasi dan semangat para penyelenggara negara dan para pemimpin pemerintahan.

K. Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat berbangsa


dan bernegara
1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung
konsekuensi bahwa dalam segala pembangunan nasional harus berdasarkan pada
hakikat nilai-nilai Pancasila yang harus berdasarkan pada hakikat manusia. Maka
pembangunan nasional untuk hakikat kodrat manusia harus meliputi aspek jiwa (akal,
rasa dan kehendak), aspek badan, aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi
dan aspek kehidupan Ketuhanannya. Kemudian pembangunan nasional dijabarkan ke
berbagai bidang pragmatis seperti ekonomi, politik, hukum, pendidikan, sosial,
budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, kehidupan agama dan lain-lain.
2. Pancasila sebagai paradigma reformasi
Reformasi dengan melakukan perubahan di berbagai bidang yang sering
diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan
terhadap sumbernya itu sendiri. Mungkinkah reformasi total dewasa ini akan
mengubah kehidupan bangsa Indonesia menjadi tidak berketuhanan, tidak
berkemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak berkerakyatan, dan tidak berkeadilan?
Kiranya hal tersebut mustahil untuk dilakukan. Justru sebaliknya, reformasi itu harus
memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platfrom yang jelas. Bagi bangsa indinesia, nila-
nilai pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
L. Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Kampus
1. Tridarma Perguruan Tinggi

“Tri Dharma Perguruan Tinggi”, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian.


Ketiga hal ini harus dijalankan secara seimbang dan aktivitas civitas akademika perguruan
tinggi berlandaskan Tri Dharma perguruan tinggi harus terus disesuaikan mengikuti tuntutan,
perkembangan dan kebutuhan zaman. Tri Dharma perguruan tinggi merupakan tiga pilar
dasar pola pikir dan menjadi kewajiban bagi mahasiswa sebagai kaum intelektual di negara
ini. Karena mahasiswa adalah ujung tombak perubahan bangsa ke arah yang lebih baik.

Tri Dharma merupakan junjungan sebuah Perguruan Tinggi di Indonesia yang


ditujukan supaya Perguruan Tinggi dapat menghasilkan Sumber daya manusia yang
unggul dan memiliki rasa tanggung jawab dan lebih bermanfaat kepada masyarakat,
khususnya untuk bangsa. Tri Dharma juga mengarahkan Mahasiswa lebih ke
pelayanan sosial sebagai ajang memperdalam kemampuan diri secara akademik
maupun non akademik, dan tentu sebagai pembuktian diri ke lembaga dan
masyarakat. Dharma “pengabdian kepada masyarakat” oleh perguruan tinggi
seringkali dilambangkan sebagai suatu kegiatan sosial yang dimana pihak yang
terkait memberikan bantuan dan pelayanan secara tulus dan ikhlas tanpa memungut
biaya apapun kepada kelompok masyarakat yang lemah, tidak mampu secara
ekonomis, dan berada dalam kodisi keterbelakangan hidup.
2. Perguruan Tinggi sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM
Penegakan HAM, khususnya untuk menyatakan apa yang dianggap benar,
seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu Negara secara
nyata di rakyat kecil dapat menikmatinya. Sebagaimana diuraikan di atas jelas
peranan kampus memiliki peranan yang sangat besar. Kampus melalui kajian ilmiah,
mimbar akademik yang bebas, budaya akademik, dan berfikir rasional objektif
dengan menggunakan metodologi ilmiah dalam kerangka pelaksanaan Tridharma
Perguruan Tinggi, akan mempunyai peluang yang sangat besar untuk berperan serta
sebagai kekuatan moral (moral force) untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Moral force atau kekuatan moral merupakan salah satu fungsi mahasiswa
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa sebagai Moral
Force dituntut untuk memiliki akhlak yang baik, karena mahasiwa berperan sebagai
teladan di tengah-tengah masyarakat. Segala tingkah laku mahasiswa akan diamati
dan dinilai oleh masyarakat, untuk itu mahasiswa harus pandai menempatkan diri dan
hidup berdampingan di tengah-tengah masyarakat. (Cahyono, 2019), nilai moral yang
harus dimiliki mahasiswa menjadi aspek yang penting untuk dipahami, karena dalam
hal ini mahasiswa harus mampu beradaptasi dengan nilai dan moral yang ada pada
lingkungan masyarakat sosial, agar mahasiswa dapat diterima dengan baik dalam
kehidupan bermasyarakat. Kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan
ham, artinya.
a. Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat, sekaligus merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai – nilai
luhur.
b. Kampus merupakan wadah perkembangan nilai – nilai moral, di mana seluruh
warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang menjiwai moralitas yang tinggi
dan dijiwai oleh pancasila.
c. Kampus merupakan wadah membentuk sikap yang dapat memberikan kekuatan
moral yang mendukung lahir dan berkembangnya sikap mencintai kebenaran dan
keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
3. Implementasi Pancasila dalam kehidupan Kampus
a) Sila Ke-1
Pengamalan sila pancasila di kehidupan kampus dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Adanya UKM kerohanian, misalnya UKM Mahasiswa budha, kristen, islam, dan
lain sebagainya.
2) Beribadah tepat pada waktunya dan tidak menunda-nunda.
3) Menghormati teman yang beribadah menurut agamanya masing-masing.
4) Adanya mata kuliah agama yang dijadikan mata kuliah wajib untuk mahasiswa.
5) Jadwal kuliah yang sudah diatur agar tidak mengganggu jadwal untuk beribadah.
b) Sila Ke-2
Pengamalan sila pancasila di kehidupan kampus dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Dalam penerimaan mahasiswa baru tidak adanya perbedaan antara yang mampu
dan kurang mampu.
2) Pemberian kebebasan dalam memilih sebuah jurusan sesuai yang diminati
mahasiswa.
3) Tidak berbuat seenaknya sendiri kepada mahasiswa lain.
4) Mendapatkan hak wisuda jika sudah memenuhi persyaratan yang berlaku.
5) Melaksanakan kewajiban dengan selalu masuk kuliah dan mengumpulkan tugas
yang diberikan.
6) Tidak membeda-bedakan dalam hal pertemanan dan pergaulan.
7) Adanya UKM yang melibatkan acara kemanusiaan seperti membantu korban
bencana alam, menyumbangkan barang-barang kepada orang yang membutuhkan,
dan lain sebagainya.
c) Sila Ke-3
Pengamalan sila pancasila di kehidupan kampus dapatdilakukan dengan cara berikut:
1) Adanya komunikas antara alumni sehingga komunikasi tetap
terjalin.
2) Adanya momen upacara bendera di hari-hari besar negara
dan ikut melaksanakan upacara tersebut.
3) Tidak saling bermusuhan dan menebar kebencian antar
mahasiswa.
4) Sikap kebersamaan, menghargai antar mahasiswa.
d) Sila Ke-4
Pengamalan sila pancasila di kehidupan kampus dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Melakukan pemilihan ketua dengan musyawarah baik dalam UKM, kelas, maupun
kegiatan lainnya.
2) Menghargai dan menerima dengan lapang dada terkait putusan hasil musyawarah.
3) Menjalin suasana kekeluargaan dalam mengerjakan tugas diskusi.
4) Ikut aktif memberikan saran dalam kegiatan diskusi.
e) Sila Ke-5
Pengamalan sila pancasila di kehidupan kampus dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Membantu teman yang belum paham tentang materi perkuliahan.
2) Menjaga fasilitas kampus.
3) Mendapatkan perlakuan yang adil di mata dosen.
4) Bekerja keras mencapai cita-cita yang ingin dicapai.
5) Tidak melakukan tindakan pemerasan atau pembullyan terhadap mahasiswa yang
lain.

Anda mungkin juga menyukai