Anda di halaman 1dari 30

A.

Pancasila Era Pra Kemerdekaan


Asal mula Pancasila secara budaya
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan
bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal
tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan
bahkan melaksanakan di dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa
Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat
istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan
pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan
fakta historis, diantaranya adalah :
1.

Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada


putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan.

2.

Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia


terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan
sesama manusia.

3.

Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya


guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.

4.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi
sudah ada dalam masyarakat kita.

5.

Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa


Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih
bersifat social dan berlaku adil terhadap sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada


tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan
berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah
berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang
ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa
semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam
kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.
Teori nilai budaya

Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila telah ada dan


dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sejak bangsa Indonesia itu ada.
Keberadaan Pancasila masih belum terumuskan secara sistematis seperti
sekarang yang dapat kita lihat. Pancasila pada masa tersebut identik
dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai
budaya. Nilai budaya merupakan pedoman hidup bersama yang tidak
tertulis dan merupakan kesepakatan bersama yang diikuti secara suka
rela.
Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalanpersoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya
merupakan cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat
terhadap masalah-masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai
tersebut merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsikonsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai
dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974: 32). Nilai budaya akan
mempengaruhi pandangan hidup, sistem normatif moral dan seterusnya
hingga akhirnya pengaruh itu sampai pada hasil tindakan manusia.
Nilai
budaya
dengan
masing-masing
orientasinya
akan
mempengaruhi pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang
dipakai oleh masyarakat dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan
hidup sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat memandang aspek
hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan manusia dengan
yang transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan manusia
dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilahistilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan
mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
Asal mula pancasila secara formal
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan
menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang
dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat
dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat
ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia
adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh
manusia yang terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada
kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia
dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa mengetahui

sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari


gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo
menjelaskan bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi
: 1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2.
Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke
arah kesadaran sejarah; 4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran
sejarah; 5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan.
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
terkait dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan
bahwa nilai-nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah
nasional Indonesia yaitu 1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang
diperjuangkan untuk menjadi kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia
tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara
yang bermacam-macam; 3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
dijiwai oleh pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian
terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5. Empat pokok
pikiran dalam Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan, negara
bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 6.
Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila; 7.
Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan
berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji
Darmodihardjo, 1978: 40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga
kelompok (Bakry, 1998: 20) :
1.

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan


Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik
Indonesia, termasuk Piagam Djakarta.

2.

Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia
yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.

3.

Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia


selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Masa Pengusulan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7
September 1944, perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama
pemerintah Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan
diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai
realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan
dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada
tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan
bala tentara Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr.
KRT. Radjiman Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota
luar biasa, bangsa Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata
Usaha), sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua
dan ketua muda.
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat
mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan
syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka.
Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu tonggak sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang
pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan
sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin
mengemukakan usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul
asas dan dasar negara Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap
BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang
akan dibentuk meliputi Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga
disampaikan dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam

rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang


berbeda rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan isi pidatonya.
Rumusannya yang tertulis adalah sebagai berikut :
1.

Ketuhanan Yang Maha Esa,

2.

Kebangsaan Persatuan Indonesia,

3.

Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,

4.

Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan,

5.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tangaal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada


dasarnya bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham
negaranya yaitu negara yang berpaham integralistik. Soepomo
mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang akan
didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang
sesuai dengan struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa
Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan
hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin,
antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpinpemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah
adanya daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara
Indonesia yang akan didirikan, ada tiga persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara,
2. Hubungan antara negara dan agama,
3. Republik atau monarchie.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga
mengusulkan lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui
pidatonya mengenai Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas
petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang
diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial,
Ketuhanan yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut menurutnya
dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu
dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan

internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme.


Dasar kedua, demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi
satu dan biberi nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga,
ketuhanan yang berkebudayaan yang menghormati satu sama lain
disingkat menjadi ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara
baik dari M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari
Soepomo maka untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat
perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri
atas Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut
dengan panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan
alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun
secara sistematis:
1.

Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi


pemeluk-pemeluknya

2.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

3.

Persatuan Indonesia

4.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan

5.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kalimat ini
merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan
sebelum
Proklamasi
kemerdekaan,
sehingga
dapat
disebut
sebagai declaration of Indonesian Independence.
Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai
dengan 17 Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan
dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama.

Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang
anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima
hasil panitia kecil atau panitia Sembilan yang disebut dengan piagam
Jakarta. Disamping menerima hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk
juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga
kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:
1.

Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan


anggota yang berjumlah 19 orang,
2.
Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang,
3.
Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23
orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia
kecil. Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitiapanitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah
menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya
pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan
panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima
seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di
dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan
sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah
tugas badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara
Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir
sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada
empat macam:
1.

Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal
29 Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
2.
Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,
yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
3.
Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul
pribadi dengan nama Pancasila,
4.
Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
hasil kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara
Indonesia, namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa

Indonesia telah menjadi dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada


masa silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan
masyarakat bersatu dan siap mempertahankan
serta mengisi
kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat
dinyatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah
revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal
18 Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah
Rancangan Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang
Dasar (1945). Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI,
kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini
menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai
wakil bangsa Indonesia dalam membentuk negara Republik Indonesia
setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dalam sidang pertama
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan, 1993: 4345) :
1.

Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah


Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa
perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia.

2.

Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal
16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

3.

Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.

4.

Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah


darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan
UUD 1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum
di dalamnya. Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang
Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan Pancasila dalam
Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah perumusan
Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar
filsafat negara secara formal.

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas


kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum,
sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral
maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis
atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu,
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang
mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan
demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia
tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang
diwujudkan lebih lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam
pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci
sebagai berikut: Pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan
sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum
Indonesia. Kedua; Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945.Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara
mewujudkan
cita-cita
hukum
bagi
hukum
dasar
negara
Indonesia.Keempat; Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma
yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah
maupun para penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
B. Pancasila Era Kemerdekaan
Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan,
Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan
Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa percobaan
demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan
demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai
politik pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada
cenderung selalu berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar
negara (Somantri, 2006). Pancasila pada masa ini mengalami masa
kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati
masa kelamnya dimana Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi
terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka tetap memegang
kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan
politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006). Pada akhirnya, sistem ini
seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri, salah
satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi

sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha


melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno
memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini
merupakan era awal orde baru dimana kemudian Pancasila mengalami
mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak
pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto
kemudia menjadi core-values(Somantri, 2006), yang pada akhirnya
kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam
Pancasila itu sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir
dan Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi,
hingga hari ini.
C. Pancasila Era Orde Lama
Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa
yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar
untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi
kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup
berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak
seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan
kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun
kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang
dapat
menyelesaikan
sebuah
revolusi
perjuangan
melawan
penjajah(nekolim, neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas
dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan
manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu
berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali
UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang
dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang
terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana
demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan
pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan
juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya
pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat
pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya
dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.

Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang


berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan
ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya
pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan
bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku
presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat
Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan
yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan
serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut
dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
D. Pancasila Era Orde Baru
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa
pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa
pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak
yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi
dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era
penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta
tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi
pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia.
Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan
nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal
tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru
sendiri
terkesan
menunggangi
Pancasila,
karena
dianggap
menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh
kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era
Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat
Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan
masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung
tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan
berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun
bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan
sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.
Romantisme Pelaksanaan P4

Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman


nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga
materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan,
nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada
seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4
untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah
Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah
kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan
Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib
Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan
Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan
ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai
dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau
bertentangan dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis
dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan
mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan
dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan
pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam
kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam
masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai
kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata,
sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang
tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar prorakyat.
Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan
Pada era Orde Baru sebagai era dimanis-maniskannya Pancasila.
Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya
mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian
setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato
dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto
mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam

berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato


tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai tuntunan hidup,
menjadi sumber tertib sosial dan sumber tertib seluruh perikehidupan,
serta merupakan sumber tertib negara dan sumber tertib hukum.
Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober
1974, Soeharto menyatakan, Pancasila janganlah hendaknya hanya
dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati! Dapat dikatakan tidak
ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat
itu, dan dalam era Orde Baru.
Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru
Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978
(sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia
Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir
Pancasila, yang serta merta wajib hukumnya untuk dihafal, akan
terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan
kesemuanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah
negara Indonesia yang adil dan makmur, di segala bidang. Akan tetapi,
justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita yang
terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada
pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di
dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general.
E. Pancasila Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam
konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan
hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang
sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap
kedudukan,
peranan
dan
fungsi
Pancasila
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila
menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya
sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga
masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam
pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya
hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila
Pancasila. Substansi
produk
hukumnya
tidak
bertentangan dengan sila-sila pancasila.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik


mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita
Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut :
Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan
keputusan.
Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila
sebagai
paradigma
nasional
bidang
ekonomi
mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan
secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang
kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos
budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana
pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu
smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang
menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi
prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan
media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia
adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang
Hankam, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk
menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau
mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
sistem nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang
diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar
dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan
aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas
manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari
dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus
dipandang
secara
utuh,
dalam
dimensinya
sebagai
proses

menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui


abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi,
komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan
kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses,
yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik
ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti
dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang
parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis,
yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas,
pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif
tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam
konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan
hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang
sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap
kedudukan,
peranan
dan
fungsi
Pancasila
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai
dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami
perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia
(Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila
sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap 1945 1968 Sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and
Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam
maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat
dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro
dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran
filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan
ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi
dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu
philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali
pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro

menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental


Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai
akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam
maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu
menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2. Tahap 1969 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi.
Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi,
akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap
ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler,
walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam
pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena
yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu
dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan
setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan
dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa
kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena
itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya
komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN
dan kronisme.
3. Tahap 1995 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara
cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang
melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini,
bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka
semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara
dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan
kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak
menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya
reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang
mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya
dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi
yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat
sein im sollen dan sollen im sein.

Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya


bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan
sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para
warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi
yang sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif,
melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan
zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta
fungsional sebagai penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh
dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan
legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde
Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan
yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari
berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi
adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif,
konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahanperubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang
bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan
deretan peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa
lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan
semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa
semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan
masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan
masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu
dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses

waktu yang panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang


merupakan tonggak sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi
pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah
Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu
landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai
dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara
Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam

1.

Nilai-Nilai Pancasila Pada Masa Pra Sejarah

Ahli geologi menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terjadi dalam


pertengahan jaman tersier kira-kira 60 juta tahun yang silam. Baru pada
jaman quarter yang dimulai sekitar 600.000 tahun yang silam Indonesia
didiami oleh manusia, dan berdasarkan hasil penemuan fosil
Meganthropus Paleo Javanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis,
Homo Wajakensis, serta Homo Mojokertensis.
Berdasarkan artefak yang ditinggalkan, mereka mengalami hidup tiga
jaman yaitu :
1.
2.
3.

Paleolitikum
Mesolitikum
Neolithicum

Inti dari kehidupan bangsa Indonesia pada masaPra Sejarah hakekatnya


adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri, yaitu :
1.

Nilai Religi

Adanya kerangka mayat pada Paleolitikum menggambarkan adanya


penguburan, terutama Wajakensis dan mungkin Pithecanthropus Erectus,
serta dalam menghadapi tantangan alam tenaga gaib sangat tampak. Selain
itu ditemukan alat-alat baik dari batu maupun perunggu yang digunakan
untuk aktifitas religi seprti upacara mendatangkan hujan, dll. Adanya
keyakinan terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan menhir di

tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur,


tempat yang penuh keajaiban dan slelebagai batas antara dunia manusia
dan roh leluhur.
Jelas bahwa masa Pra Sejarah sudah mengenal nilai-nilai kehidupan religi
dalam makna animism dan dinamisme sebagai wujud dari religious
behavior.
1.

Nilai Peri Kemanusiaan

Nilai ini tampak dalam perilaku kehidupan saaat itu misalnya penghargaan
terhadap hakekat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang
tinggi terhadap manusia meskipun sudah meninggal. Hal ini
menggambarkan perilaku berbuat baik terhaap sesama manusia, yang pada
hakekatnya merupakan wujud kesadaran akan nilai kemanusiaan. Mereka
tidak hidup terbatasdi wilayahnya, sudah mengenal sistem barter antara
kelompok pedalaman dengan pantai dan persebaran kapak. Selain itu
mereka juga menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain.
1.

Nilai Kesatuan

Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia,


sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini
sesuai dengan teori perbandingan bahasa menurut H.Kern dan bendabenda kebudayaan Pra Sejarah Von Heine Gildern. Kecakapan berlayar
karena menguasai pengetahuan tentang laut, musim, perahu, dan
astronomi, menyebabkan adanya kesamaan karakteristik kebudayaan
Indonesia. Oleh karena itu tidak mengherankan jika lautan juga
merupakan tempat tinggal selain daratan. Itulah sebabnya mereka
menyebut negerinya dengan istilah Tanah Air.
1.

Nilai Musyawarah

Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama. Mereka sudah


memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam, sehingga
memungkinkan tumbuh kembangnya adat sosial.

Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau suku


yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah
berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama diantara yang sama).
1.

Nilai Keadilan Sosial

Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong berarti


masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan pola hidup
foodgathering menuju ke pola hidup foodproducing. Hal ini menunjukkan
bahwa pada saat itu upaya kearah perwujudan kesejahteraan dan
kemakmuran bersama sudah ada.
1.

Nilai-Nilai Pancasila Sebelum Kemerdekaan

Nilai-nilai esensial Pancasila sebelum disahkan tanggal 18 Agustus 1945


oleh PPKI nilainya telah ada pada bangsayang terkandung Indonesia sejak
zaman dahulu berupa :dalam pancasilayaitu : Nilai Nilai Adat
Kemanusiaan Persatuan Kebudayaan Religius Istiadat Ketuhanan
Kerakyatan Keadilantelah dimiliki bangsa Indonesia sejak bangsa
Indonesia melaluiproses sejarah yang cukup panjang , yaitu pada zaman
Batu.Kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia mulai tampakpada abad
ke VII ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya, Airlangga dan Majapahit serta
kerajaan-kerajaan lainnya.
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400M, dengan
ditemukannya prasasti 7 Yupa . Raja Mulawarman menurut prasasti
tersebut mengadakan kenduri dan memberikan sedekah kepada Brahmana
dan para Brahmana membangun Yupa itu sebagai tanda terima kasih
kepada Raja yang dermawan. Sosial Masyarakat Kutai yang membuka
zaman sejarah Politik Indonesia pertama kalinya Kerajaan, menampilkan
nilai-nilai Kenduri, berupa : SedekahKetuhanan Brahmana.
Pada abad ke VII muncullah sebuah kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan
Sriwijaya, dibawah kekuasaan wangsa Syailendra . Hal ini termuat dalam
prasasti Kedukan Bukit. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan
pedagang pengrajin dan pegawai Raja yang disebut Tuha An Vatakvurah

sebagaipengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakyat


mudah untuk memasarkan barang dagangannya.Demikian pula dalam
sistem pemerintahannya kerajaan dalam menalankan sistem
pemerintahannya tidak dapat dilepaskandengan nilai Ketuhanan.
Sedangkan agama dan kebudayaandikembangkannya dengan mendirikan
suatu Universitas agama Buddha.
Sebelum kerajaan Majapahit, muncul kerajaan- kerajaan yang
memancangkan nilai-nilai Nasionalisme. Muncul kerajaan-kerajaan di
Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Di Kerajaan Isana,
Jawa Tengah muncul Kerajaan Kalingga (abad ke Darmawangsa, VII) dan
Sanjaya pada (abad ke VIII) . dan Airlangga. Raja Airlangga Membangun
bangunan Keagamaan dan Asrama sebagai sikap toleransi dalam beragama
Membuat Hubungan dagang dan kerja sama dengan Benggala, Chola
dan1037, Raja Airlangga Champa yg membuat tanggul 1019 , para
pengikutnya , rakyat, menunjukkan nilai-nilai dan waduk demi dan para
brahmana bermusyawarah dan kemanusiaan keseahteraan memutuskan
untuk memohon pertanian Rakyat, Airlangga bersedia menjadimerupakan
nilai nilai Raja sebagai nilai-nilai sila ke IV. sila ke V.
Pada tahun 1293, berdirilah keraaan Majapahit yang mencapai zaman
keemasannya pada pemerintahan Raja Hayamwuruk.Pada waktu itu,
agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dalam satu Kerajaan,
bahkan salah satu bawahan kekuasaannya yaitu Pasai justru memeluk
agama Islam. Toleransi positif dalam beragama dijunjung tinggi sejak masa
bahari yang telah silam. Majapahit menjulang dalam arena sejarah
kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan nilai- nilai yang diangkat
dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17 Agustus 1945. Namun
, sinar kejayaan Majapahit berangsur-angsur mulai memudar dan akhirnya
mengalami keruntuhan dengan Sinar Hilang Kertaningbumi pada
permulaan abad ke XVI (1520).
Pattimura di Maluku Akhir abad ke XVI , Belanda Abad XVII , pada
awalnya (1817) datang ke Belanda menguasai daerah-daerah yang
Indonesia. strategis dan kaya akan Baharuddin di hasil rempah-rempah

Palembang (1819) Imam Bonjol di Minangkabau (1821- 1837) Namun


kedudukannya semakin diperkuat dengan kekuatanPangeran Diponegoro
di militerJawa Tengah (1825-1830) Melihat praktek-praktekJelentik ,
Polim, Teuku Tjik penjajahan Belanda tersebut di Tiro, Teuku Umar maka
meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah dalam perang Aceh
Nusantara, antara lain : (1860)
Pada abad XX di panggung politik internasional terjadilah
pergolakanAdapun di Indonesia , kebangkitan dunia Timur
denganbergolak lah kebangkitan suatu kesadaran akan
kekuatannyakesadaran akan berbangsa sendiri.yaitu kebangkitan
Nasionaldipelopori olehdr. Wahidin Sudirohusododengan Budi Utomonya. Budi Utomo yang dididirikan pada 20 Mei 1908, dan inilah yang
merupakan pelopor pergerakan Nasional, sehingga segera setelah itu
muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya.
Jepang masuk ke Indonesia dengan propagandaJepang Pemimpin Asia,
Jepang saudara tuabangsa Indonesia . Agar mendapat dukungan dari
bangsa Indonesia , pemerintahan Jepang menjanjikan Indonesia Merdeka
kelak di kemudian hari. Pada tanggal 29 April 1945 , Jepang memberikan
hadiah ulang tahun kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kedua pemerintah
Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat sebagai realisasi janji-janji
tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki
usaha- usaha periapan kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sidang ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1945 1 Juni 1945 , pada
tanggal 29 Mei 1945, dalam pidato Muh. Yamin, beliau mengusulkan calon
rumusan dasar negara negara Indonesia sebagai berikut : Pada tanggal 31
Mei1945, dalam pidato Prof. Dr. Peri Peri Peri Supomo mengemukakan
Kebangsaan Kemanusiaan Ketuhanan teori-teori negara sbb : Teori Negara
Perseorangan(Individualis), Paham Negara Peri Kesejahteraan Kelas
( Class Theory), Paham Kerakyatan Rakyat Negara Integralistik. 5 Prinsip
sebaga Dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno Pada tanggal 1 Juni
1945, dalam agar diusulkan agar dinamakan pidato Ir. Soekarno

mengusulkan Pancasila. Beliau juga mengusulkan dasar negara yang terdiri


atas 5 bahwa Pancasila adalah sebagai prinsip . Nasionalisme (Kebangsaan
dasar filsafat negara dan Indonesia), Internasionalisme (Peri pandangan
hidup Bangsa Kemanusiaan) , Mufakat (Demokrasi) , Indonesia.
Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan YME (Ketuhanan yang berkebudayaan) .
Pada tanggal 22 Juni 1945, Ir. Soekarno mengadakan pertemuanuntuk
membentuk panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang dan dikenal
dengan s ebutan Panitia Sembilan. Panitia ini mencapai suatu hasil yang
baik yaitu suatu modus atau persetujuan antara golongan Islam dan
golongan kebangsaan. Pada tanggal 11 Juli 1945 keputusan penting dalam
rapat BPUPKI kedua adalah menghendaki Indonesia Raya
yangsesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan Indonesiayang
pada bulan Juli 1945 itu sebagian besar wilayah Indonesia kecuali Irian,
Tarakan dan Morotai yang masih dikuasai Jepang. Pada tanggal 14 Juli
badan penyelidik bersidang lagi dan melapirkan hasil pertemuannya terdiri
atas susunan UU yang terdiri dari 3 bagian .
Pada tanggal 16 Agustus 1945, diadakan pertemuan di Pejambon , Jakarta.
Dan diperoleh kepastian bahwa Jepang telah menyerah , maka Soekarno
dan Hatta setuju untukdilaksanakannya proklamasi kemerdekaan yang
dilaksanakan di Jakarta. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945, di
Jl.Pegangsaan Timur 56 Jakarta, pada hari Jumat pukul 10.00 WIB, Bung
Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah proklamasi
dengan hikmat.Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18
Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama, dilanjutkan
dengan sidang PPKI kedua, ketiga dan keempat.
Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan Setelah proklamasi kemerdekaan
17 agustusMaklumat Wakil presiden No. X 1945 ternyata bangsa Indonesia
masih tanggal 16 Oktober 1945 menghadapi kekuatan sekutu yang
berupaya menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui
November 1945 pemerintah NICA. Untuk melawan propaganda Belanda ,
Pemerintah RI mengeluaran tiga buah maklumat Maklumat Pemerintah

tanggal 14 November 1945 yakni :Keadaan demikian telah membawa


ketidakstabilan di bidangPolitik. Akibat penerapan sistem parlementer
tersebut makapemerintahan Negara Indonesia mengalami jatuh bangun
kabinetsehingga membawa konsekuensi yang sangat serius
terhadapkedaulatan Negara Indonesia saat ini.

1.

Nilai-Nilai Pancasila Pasca Indonesia Merdeka

Latar belakang kehidupan para penggali Pancasila, interaksinya dengan


masyarakat dan suasana kebatinan kolonialisme yang dihadapi kemudian
diabstrasikan dalam rumusan-rumusan konsep mengenai (kemungkinan)
dasar bernegara. Adu konsep meniscayakan diskusi dalam sidang BPUPKI
untuk menghasilkan rumusan Pancasila, selain dimunculkannya istilah
Pancasila, dialog terjadi berkaitan dengan perumusan dasar negara untuk
negara yang (akan) merdeka. Pancasila dalam perumusannya mengalami
pergumulan terutama berkaitan dengan sila atau nilai mengenai
ketuhanan. Perumusan nilai ketuhanan yang kemudian dikenal dengan sila
pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, yang rumusan awalnya
merupakan konsekuensi dari mayoritas tokoh muslim yang berada dalam
BPUPKI. Dan pergumulan rumusan akhir nilai ketuhanan, oleh Soepomo
dikatakan sebagai penyelesaian yang merupakan akibat gentlemen
agreement antara kelompok nasionalis dan kelompok agama.
Pancasila yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 sah menjadi dasar negara Indonesia (baru). Pasca
kemerdekaan, aktualisasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara seolah mengalami kemorosotan. Kemerosotan dimaksud bahwa
diskusi untuk merefleksi dasar negara Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak mendapatkan ruang yang cukup. Kondisi
tersebut disebabkan fokus kehidupan berbangsa diarahkan pada
mempertahankan kemerdekaan untuk menghadapi agresi colonial. Meski
demikian, terdapat kondisi yang menarik ketika terjadi pergolakan politik
di Indonesia, Pancasila tidak mengalami pergeseran dalam setiap

konstitusi yang dihasilkan sebagai respon atas pergolakan politik. Artinya


tidak ada usaha untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang
diletakkan pada saat persiapan (tanggal) kemerdekaan Indonesia.
Pancasila dibangunkan dari tidur panjangnya ketika Indonesia mengalami
berbagai pergolakan politik ketika Soeharto berhasil mengambil alih
kekuasaan pasca tahun 1965. Pengalaman instabilitas politik dan
kemorosotan ekonomi menjadi dalih bagi Soeharto untuk memulihkan
pasca gejolak politik menggunakan Pancasila basis legitimasi penggunaan
kekuasaan. Soeharto menggunakan istilah Demokrasi Pancasila untuk
memperoleh kesan kuat, bahwa dirinya adalah seorang yang memegah
teguh Pancasila. Namun dalam praktek penggunaan kekuasaannya,
Pancasila sekedar menjadi teks tertulis yang mati dan melahirkan jurang
pemisah antara teks dan kenyataan. Sila-sila Pancasila hanya menjadi alat
indoktrinasi atau propaganda untuk memberi efek takut bagi para
penentang kebijakan pembangunan yang dilakukan.
Pancasila menjadi kedok penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Tameng legitimasi bagi berbagai hal untuk melaksanakan pembangunan,
menghasilkan keserakahan dan aneka pelanggaran yang menjauh dari
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Meski stabilitas politik
tercapai dan pembangunan ekonomi dapat teraih, namun kebebasan dan
hak-hak warga negara yang diatur dalam konstitusi dilaksanakan
berdasarkan tafsir sepihak hanya untuk memuaskan dahaga kekuasaan dan
melanggengkannya. Kebebasan dibatasi dan melahirkan tekanan politik
bagi aktivis demokrasi yang menghendaki partisipasi politik dalam proses
pembangunan. Dimana pembangunan dilakukan dengan melanggar HAM
warga negara, dan negara bergeming untuk mempertimbangkan
manusia/warga negara yang menjadi korban pembangunan yang
diatasnamakan dengan Pancasila.
Gugatan terhadap pelaksanaan Pancasila versi Orba mengalami puncaknya
pada Mei 1998. Dipicu oleh krisis ekonomi, gerakan mahasiswa dan
kekuatan anti Soeharto memaksa lengser keprabon dan menyerahkan kursi
kepresiden kepada wakilnya. Pelanggaran HAM dan keterbatasan

partisipasi politik yang berkelindan dengan krisis moneter melahirkan


semangat perjuangan anti Soeharto yang memerintah tidak dengan
demokratis. Kebebasan (politik) yang diperjuangkan dan berhasil pada
tahun 1998 harus mampu menyuburkan internalisasi dan aktulaisasi nilainilai Pancasila. Membuka kembali ruang diskursus untuk mendalami
semua gagasan yang terkandung dalam Pancasila, dan meletakkannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menempatkan Pancasila kembali dalam diskursus keseharian akan
dipandang sebagai alien karena stigma negative Pancasila dari hasil
penafsiran Pancasila yang sepihak pada masa orde baru. Tafsir ulang yang
tidak sekedar partisipatif yang dimotori oleh negara/pemerintah,
melainkan pemahaman dari hasil deliberasi dalam mengartikulasi nilainilai Pancasila. Kebebasan politik yang sudah digenggam dalam
manifestasi partisipasi politik dan otonomi daerah harus diarahkan untuk
memperkuat basis pemikiran mengenai Pancasila. Pancasila yang tidak
hanya didasarkan pada tafsir penguasa seperti dipraktekkan selama ini,
melainkan menggali kembali nilai-nilai Pancasila yang berkembang di
masyarakat. Sehingga Pancasila terus mengalami artikulasi dalam
kehidupan keseharian dan tetap membumi, tidak teralienasi dari nilai-nilai
(yang masih) dianut oleh masyarakat Indonesia.
1.

Pancasila Dalam Era Reformasi

Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat


Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan
wakil presiden BJ Habibie. Pengunduran diri ini ialah dampak dari
ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan
Soeharto saat itu yang juga disusul dengan krisis finansial Asia yang
menyebabkan ekonomi Indonesia melemah. Ketidakpuasan masyarakat ini
dituangkan melalui demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh
berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Tragedi Trisakti adalah salah satu tragedi puncak jatuhnya rezim Soeharto.
Tragedi Trisakti yang meletus pada tanggal 12 Mei 1998 memicu

Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas


hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar baik dari dalam
maupun dari luar negeri, akhirnya kekuasaan Soeharto dapat
ditumbangkan, ia akhirnya memilih mengundurkan diri dari kursi
kekuasaan yang telah didudukinya selama 32 tahun.
Menurut Panitia Lima (Bung Hatta, Subardjo, Maramis, Sunarjo,
Pringgodigdo) Pancasila dapat dipahami bukan hanya dengan membaca
teksnya, melainkan dengan mempelajari terjadinya teks itu. Fleksibilitas
Pancasila yang akan mampu membingkai nasionalisme menjadi aset
penting bagi kehidupan era ini, sebab anekaragam sosial dan kemajemukan
budaya (agama, suku, geografis, pengalaman sejarah) dan kehidupan
paradoks butuh kesadaran bersama yang baru secara rohaniah sebagai
bangsa.
Jika mencermati keberadaan Pancasila dalam kehidupan politik yang
banyak mengalami perubahan konstitusional dan rezim kekuasaan (1945
1978) Pancasila selalu dipertahankan. Menurut Yamin (1959), hal demikian
memperlihatkan Pancasila mengandung kenyataan yang hidup dan
tumbuh dalam sanubari orang per orang dalam masyarakat, sehingga
Pancasila selalu dipertahankan oleh rakyat Indonesia yang mendukung
tiap-tiap negara nasional yang lahir di atas bumi tumpah darah Indonesia.
Dengan Pancasila rakyat Indonesia telah bersatu dalam revolusi dan dalam
perjuangan sejak hari proklamasi. Pancasila merupakan kristalisasi
daripada intisari perjuangan kemerdekaan nasional di abad ke-20.
Menurut Sartono Kartodirdjo, Pancasila akan menjadi penentu dalam
orientasi tujuan sistem sosial politik, kelembagaan dan kaidah-kaidah
pola kehidupan, yang bukan hanya menjadi faktor determinan, juga
sebagai payung ideologis bagi pelbagai unsur dalam masyarakat yang
bersifat majemuk.
Pancasila sebagai asas kerohanian dibutuhkan era ini yang karakternya
memperlihatkan euforia keanekaragaman dan kejamemukan dengan corak
paradoks (nilai-nilai budaya yang mengontrol) serta ketegangan antara

kesadaran individualisme dan kolektivisme dalam penyesuaian (dimana


individualisme tanpa kolektivisme akan merusak sedang kolektivisme
tanpa individualisme akan menghancurkan).
Fleksibilitas Pancasila yang akan mampu membingkai nasionalisme
menjadi sebagai aset penting bagi kehidupan era ini, sebab anekaragam
sosial dan kemajemukan budaya (agama, suku, geografis, pengalaman
sejarah) dan kehidupan paradoks butuh kesadaran bersama yang baru
secara rohaniah sebagai bangsa.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh
dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi,
rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui,
karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai
alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian
bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila
harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang
kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang
belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi
disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih
rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah
pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Melihat perilaku sebagaian besar elit politik kita sekarang yang sangat
pragmatis, feodalistik, dan materialis, serta tidak lagi dominan
menggunakan ideologi Pancasila sebagai pendekatan imperatif dalam kerja
politik mereka hampir pada semua level dan kelembagaan politik serta
dalam membuat dan mengawasi produk perundang-undangan,

kelihatannya masa depan reformasi dan demokratisasi, integrasi politik,


serta kebangsaan Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri
bangsa, masih unpredictable.

BAB III
PENUTUP
1.

Kesimpulan

Nilai-nilai Pancasila lahir tidak terlepas dari nilai-nilai kehidupan


masyarakatnya pada jaman pra sejarah.
Pancasila yang tidak hanya didasarkan pada tafsir penguasa seperti
dipraktekkan selama ini, melainkan menggali kembali nilai-nilai Pancasila
yang berkembang di masyarakat. Sehingga Pancasila terus mengalami
artikulasi dalam kehidupan keseharian dan tetap membumi, tidak
teralienasi dari nilai-nilai (yang masih) dianut oleh masyarakat Indonesia.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian
bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila
harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang
kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang
belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi
disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih
rawan.
1.
2.

Saran-saran
Seharusnya mahasiswa lebih memahami seberapa pentingnya
Pendidikan Pancasila agar dapat menjalani kehidupan sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.

3.

Bagi pemerintah diharapkan mampu mempertahankan Pendidikan


Pancasila sebagai modul pembelajaran sebagai modal P4 ( Pedoman,
Penghayatan, Pengamalan Pancasila).

DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas
XII.Jakarta:Erlangga
Tim Dosen Pendidikan Pancasila.2011.Modul Pendidikan
Pancasila.Surabaya:UNESA UNIVERSITY PRESS
http://pancasilafti.wordpress.com/2012/05/16/pancasila-yangmenyejarah/
http://www.slideshare.net/hanasyordi/pancasila-dalam-konteksperjuangan-bangsa-indonesia
diary-mybustanoel.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai