1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia
dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku
adil terhadap sesama.
Masa Pengusulan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September 1944,
perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah Jepang
mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24
Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret
1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru
terbentuk pada tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik
pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang
di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT. Radjiman
Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa
Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata Usaha), sedangkan
anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan ketua muda.
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan
kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus
dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan
sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama pada
tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal
10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan
usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara
Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan
dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk meliputi Peri kebangsaan,
peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan dalam
bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan
sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai
berikut :
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa
Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat
disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.
Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli
1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan
merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang
kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal
10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia Sembilan yang disebut dengan
piagam Jakarta. Disamping menerima hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk juga
panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia
perancang Hukum Dasar yaitu:
1. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan
anggota yang berjumlah 19 orang
2. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23
orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil.
Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu
dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya menyusun
Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI
mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta
sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945
menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di
dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang
penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara
resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang
hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai
dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam
sejarah perumusannya ada empat macam:
1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29
Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato
2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,
yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi
dengan nama Pancasila
4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
hasil kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia,
namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah menjadi
dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat proklamasi,
semua kekuatan dari berbagai lapisan masyarakat bersatu dan siap
mempertahankan serta mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Oleh
karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
adalah revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18
Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah Rancangan
Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar (1945). Tugas
PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI, kemudian anggotanya
disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini menyempurnakan kedudukan dan
fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam membentuk
negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan,
1993: 43-45) :
1. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah Hukum
Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan,
disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia.
2. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal
16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah
darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD
1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya.
Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa
Drs. Moh. Hatta. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan
kelima dalam sejarah perumusan Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang
diakui sebagai dasar filsafat negara secara formal.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian
yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu
sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai
hukum dasar baik yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi.
Oleh karena itu, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan
yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan
demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum dalam
ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih lanjut di
dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada
akhirnya dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum
positif lainnya. Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih
lanjut dapat dirinci sebagai berikut: Pertama; Pancasila sebagai dasar negara
merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia.
Kedua; Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.
Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum
dasar negara Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai dasar negara mengandung
norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah
maupun para penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.