Npm : 2202120057
MK : Pancasila
RANGKUMAN PANCASILA
Dalam sidang kedua BPUPKI, Soekarno dalam pidatonya yang bertajuk “Lahirnya
Pancasila” berkesempatan menyampaikan gagasannya mengenai konsep awal Pancasila
yang menjadi dasar negara Indonesia tepatnya pada 1 Juni 1945. Pidato ini pada awalnya
disampaikan oleh Soekarno secara aklamasitanpa judul dan baru mendapat sebutan
"Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam
kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI.
Itulah sekilas sejarah Hari Lahir Pancasila yangperlu untuk kita ingat. Tapi
tidak hanya untuk diingatsaja, Hari Lahir Pancasila juga merupakan momen untuk
mengenang, menghormati, sekaligus menghargai perjuangan pendiri bangsa dalam
merumuskan dasar negara Indonesia. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus
dapat dapat memaknai Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai
landasan berkeperilaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi negara, dan pandangan hidup bangsa yang
digali dan ditetapkan oleh pendiri bangsa merupakan suatu anugerah yang tiada tara dari
Tuhan Yang Maha Esa buat bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa. Dengan lahirnya lima sila tersebut,
Pancasila dapat menyatukan masyarakat dengan segala perbedaan yang ada.
Pengamalan nilai-nilai Pancasila merupakan perwujudan rasa cinta kepada Tanah Air
sehingga dapat membangun bangsa dan negara yang lebih baik. Nilai-nilai Pancasila dapat
diamalkan dalam bentuk sederhana, seperti saling menghargai, bekerja sama, dan saling
menghormati.
2. Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah
ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar
filsafat negara.
Contohnya: Pancasila sebagai dasar filsafat negara => nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya, nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Contoh konkritnya:
a. Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) berbunyi, ”Mewujudkan
dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung
tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan”.
Undang-undang tersebut memuat sila pertama dan sila kedua yang mendasari semangat
pelaksanaan untuk menolak segala bentuk pornografi yang tidak sesuai dengan nlai-nilai agama dan
martabat kemanusiaan.
- Ideologi Pancasila berfungsi sebagai dasar negara dan juga pedoman hidup masyarakat.
Tanpa adanya Pancasila, hukum-hukum yang dibuat akan bersifat menguntungkan
beberapa individu dan tidak bersifat adil bagi masyarakat Indonesia.
Ideologi asing yang merajelal dapat merusak sendi-sendi kehidupan bernegara Indonesia
apalagi jika memengaruhi pola pikir dan tindakan masyarakat ke arah tercerabut dari akar
budaya, adat istiadat, Pancasila dan kearifan lokal bangsa sendiri. Ketidaksetaraan dan
segregasi dapat merajalela karena tidak adanya pedoman yang mengajarkan masyarakat
mengenai keadilan ras, agama, budaya, dan suku.
Hal-hal yang dapat kita lakukan secara pribadi untuk memperkuat dan melestarikan
ideologi Pancasila demi Indonesia jaya di masa kini dan masa depan seperti mematuhi
semua aturan terutama yang berkaitan dengan ideologi Pancasila, menerapkan sila-sila
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menerapkan asas gotong royong, menghargai
agama dan kepercayaan orang lain dan tidak membeda-bedakan orang berdasarkan suku
dan ras.
-Adapun makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila-sila itu ialah:
1. Ketuhanan (Religiusitas)
Adapun nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan
sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia.
Sedang dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha
Esa itu adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk
memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Dari dasar ini pula, bahwa suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia
menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang beragama,
apapun agama dan keyakinan mereka.
-Sehari pasca kemerdekaan, yakni pada tanggal 18 Austustus 1945, UUD 1945
berhasil disahkan sebagai konstitusi melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai).
Sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat, etat de droit), tentu saja
eksistensi UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang panjang
hingga akhirnya dapat diterima (acceptable) sebagai landasan hukum (juridische
gelding) bagi implementasi ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh
badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam
bahasa jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan 21
orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang
anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-
masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI)
ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang
tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi
Indonesia merdeka, yang kemudian dikenal dengan nama UUD’1945. Para tokoh
perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo,
Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo
Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi
Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan
(Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr. Mohammad Hasan
(Sumatra).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut
antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur
raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari
kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan
angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan
penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara
muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua
bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai
bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang
selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah
Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk
berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
-Menurut Hans Kelsen, organ negara itu setidaknya menjalankan salah satu dari 2 (dua) fungsi, yakni
fungsi menciptakan hukum (law-creating function) atau fungsi yang menerapkan hukum (law-applying
function).[14] Dengan menggunakan analisis Kelsen tersebut, Jimly Asshiddiqie menyimpulkan bahwa
pascaperubahan UUD 1945, dapat dikatakan terdapat 34 lembaga negara. Dari 34 lembaga negara
tersebut, ada 28 lembaga yang kewenangannya ditentukan baik secara umum maupun secara rinci
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ke-28 lembaga negara inilah yang dapat disebut
sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional atau yang kewenangannya
diberikan secara eksplisit oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[15]
Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya.
Hirarki antarlembaga negara itu penting untuk ditentukan karena harus ada pengaturan mengenai
perlakuan hukum terhadap orang yang menduduki jabatan dalam lembaga negara itu. Mana yang lebih
tinggi dan mana yang lebih rendah perlu dipastikan untuk menentukan tata tempat duduk dalam
upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang
dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan
(ii) kualitas fungsinya. Yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.
Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan bahwa dari segi fungsinya, ke-34 lembaga
tersebut, ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang
(auxiliary). Sedangkan dari segi hirarkinya, ke-34 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis.
Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai
Lembaga negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Di antara lembaga-
lembaga tersebut ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary
constitutional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxiliary state
organs). Corak dan struktur organisasi negara kita di Indonesia juga mengalami dinamika
perkembangan yang sangat pesat.
Setelah masa reformasi sejak tahun 1998, banyak sekali lembaga-lembaga dan komisi-komisi
independen yang dibentuk. Menurut Jimly Assshiddiqie