Anda di halaman 1dari 7

PERJALANAN SEJARAH PANCASILA DI SETIAP ERA YANG DILALUI BANGSA

INDONESIA

Oleh: Syarif Fauzan, NPM: 20211210059

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejarah dan perjuangan terbentuknya pancasila yang harus
diterapkan setiap nilainya dalam kehidupan sehari-hari dan menganalisis dampak globalisasi, peran
negara dan maknanya tentang perwujudan nilai ideologi nasional warga negara Indonesia, dengan
metode mempelajari literatur, mengamati, dan wawancara. Dari hasil data ditemukan bahwa
globalisasi memiliki nilai yang mempengaruhi pemikiran, sikap dan perilaku beberapa warga yang
didukung konsistensi, kepercayaan diri dan penguatan peran pemerintah dalam menjaga nilai kesatuan.
Selain itu, berdampak pula pada pengurangan penataran dan aktivitas yang mengarah pada perilaku
yang menekankan pada emosi asli dan berdampak meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya
ideologi nasional, meski sebenarnya tidak secara langsung mempercepat perwujudan nilai-nilai
ideologi bangsa utama.

Kata Kunci : Globalisasi, Literatur, Konsistensi, Ideologi

ABSTRACT
This article aims to find out the history and struggle for the formation of Pancasila which must be
applied to each of its values in everyday life and analyze the impact of globalization, the role of the
state and its meaning regarding the embodiment of the national ideological values of Indonesian
citizens, by studying literature, observing, and interviewing methods. From the data, it is found that
globalization has a value that influences the thoughts, attitudes and behavior of some citizens which
are supported by consistency, self-confidence and strengthening the role of government in maintaining
the value of unity. In addition, it will also have an impact on reducing upgrading and activities that
lead to behaviors that emphasize genuine emotions and have an impact on increasing citizen
awareness of the importance of national ideology, although in fact it does not directly accelerate the
realization of the ideological values of the main nation.

Keywords: Globalization, Literature, Consistency, Ideology

PENDAHULUAN
Pada sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Pancasila bukan sesuatu yang baru dan telah dikenal
sebagai bagian nilai-nilai budaya bangsa Indonesia serta Pancasila merupakan landasan dasar negara
Indonesia. Lalu dibuat rumusan dasar negara Indonesia yang diserap dari nilai-nilai tersebut. Dengan
hal ini membuktikan bahwa Pancasila diambil dan diserap berdasarkan nilai-nilai hidup warga negara
Indonesia. Pada zaman dahulu disetiap daerah di Nusantara memiliki nilai kearifan masing-masing
yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, dari nilai-nilai yang beragam itulah disatukan untuk
melengkapi setiap kekurangan yang ada pada tanah Nusantara ini.
Indonesia memiliki keberagaman karena Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga terbagi
atas pulau-pulau yang dimana setiap pulau terbagi lagi menjadi daerah-daerah atau suku-suku yang
berbeda. Karena keberagaman ini maka Indonesia harus menyatukan dasar, pedoman dan ideologi
negara agar tercipta satu kepaduan yang akhirnya terciptalah Pancasila serta terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau yang disingkat menjadi NKRI.
Pancasila merupakan imprementasi atau cerminan dari negara, rakyat, dan pribadi bangsa
Indonesia, karena hal itu sila-sila yang tercantum dalam Pancasila tidak terlepas dari nilai-nilai yang
telah disatukan dari setiap keberagaman yang ada. Satu kesatuan itu harus bulat, baik dalam fungsi
maupun kedudukannya sebagai dasar landasan falsafah hidup bangsa Indonesia. Yang dimaksud
“kesatuan bulat” ialah bahwa sila yang satu dengan yang lain saling meliputi dan melengkapi sila-sila
yang lain. Maka dari itu Pancasila bisa dijadikan pandangan dan pedoman hidup dalam berbangsa dan
bermasyarakat.
Pancasila sebagai dasar negara baru diresmikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun
jika ditarik jauh kebelakang sebelum diresmikan, nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam kehidupan
masyarakat Indonesia dari zaman dahulu sebelum bangsa Indonesia menjadi sebuah negara dimana
nilai-nilai tadi berupa nilai-nilai tata cara istiadat, kebudayaan, dan religius. Nilai-nilai yang terdapat
lalu diserap dan dirumuskan oleh para pendiri negara yang merumuskan dasar negara Indonesia. Maka
dari itu untuk memahami Pancasila secara utuh dan kaitannya menggunakan jati diri bangsa Indonesia
ini diperlukan pemahaman sejarah bangsa Indonesia terhadap pembangunan suatu negara dan
dijadikannya Pancasila menjadi dasar negara lantaran berhubungan dengan sejarah perjuangan bangsa
Indonesia (Hartianti 2017).
Seperti yang telah diketahui bahwa pancasila itu juga merupakan dasar Negara Indonesia, yang
berarti dasar dari hukum tertinggi di Indonesia atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Hal ini terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan Naskah Proklamasi
Indonesia.

PENGERTIAN DAN SEJARAH TERBENTUKNYA PANCASILA


Secara etimologi dalam bahasa sansekerta (bahasa Brahmana India). Pancasila berasal dari kata
“Panca” dan “Sila”, Panca artinya lima dan Sila atau syila yang berarti batu sendi atau dasar. Kata sila
berasal dari kata susila, yang berarti tingkah laku yang baik. Jadi secara kebahasaan dapat disimpulkan
bahwa Pancasila dapat berarti lima batu sendi atau dasar, atau dapat diartikan lima tingkah laku yang
baik. Secara terminologi, Pancasila digunakan oleh Bung Karno sejak sidang BPUPKI pada 1 Juni
1945 untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara. Eksistensi Pancasila tidak dapat dipisahkan
dari situasi menjelang lahirnya negara Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Setelah mengalami
pergulatan pemikiran, para pendiri bangsa ini akhirnya sepakat dengan lima pasal yang kemudian
dijadikan sebagai landasan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Pancasila dirumuskan berbeda-beda oleh para perumusnya di masa lalu dan sempat mengalami
beberapa perubahan dari waktu ke waktu hingga mencapai rumusan yang sah secara konstitusional
dan dipakai hingga saat ini. Menurut Mr. Mohammad. Yamin sebagaimana yang disampaikan dalam
sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, isinya sebagai berikut:
1. Prikebangsaan
2. Prikemanusiaan
3. Priketuhanan
4. Prikerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Sedangkan menurut Soekarno yang disampaikan pada 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI,
Pancasila memuat hal sebagai berikut:
1. Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau prikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial dan
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Pancasila dalam piagam Jakarta yang disahkan pada 22 Juni 1945 adalah sebagai
berikut butir-butirnya:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan piagam Jakarta tersebut kemudian mengalami perubahan, dan perubahan ini yang
kemudian dianggap sah secara konstitusional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945,
yaitu:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

PERJALANAN PANCASILA DI SETIAP ERA


1. Era Pra Kemerdekaan
BPUPKI telah berhasil menyimpan rancangan dasar negara Republik Indonesia berkat
diterimanya secara aklamasi pidato Soekarno. Disepakatinya pembentukan Panitia Kecil berjumlah
8 anggota di bawah arahan Soekarno sebelum kabinet BPUPKI berakhir bertujuan untuk
membahas lebih lanjut. Tugas Panitia Kecil adalah mengerahkan usul dan pandangan BPUPKI
yang akan dimasukkan dalam jadwal sidang ke dua, tanggal 10 – 17 Juli 1945. Atas arahan
Soekarno sebagai pengarah Panitia Kecil, Soekarno membentuk Panitia 9 yang beranggotakan:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Tidak hanya membahas masalah dasar negara, dalam penyusunan tulisan proklamasi
kemerdekaan Indonesia turut serta andil Panitia 9. Pada kongres tanggal 22 Juni 1945 Panitia 9
menyepakati isi rancangan naskah proklamasi seperti berikut :
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang
berkedaulalan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Untuk meneruskan dari sidang BPUPKI, maka pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan anggota berjumlah 27 orang. Andil PPKI dalam
perjalanan sejarah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945 sangatlah penting. Karena terbentuknya PPKI ini menyempurnakan dan melegitimasi
berbagai perlengkapan berdirinya sebuah negara baru yang bernama Republik Indonesia. Salah satu
keputusan yang diputuskan oleh PPKI adalah penghapusan kata “dengan kewajiban menjalankan
Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh penting pada penghapusan 7 kata dan
menggantinya dengan “Yang Maha Esa” adalah Muhammad Hatta yang pada saat itu berperan
sebagai pimpinan PPKI bersama Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat. Pagi tanggal 18 Agustus
1945, sebelum sidang PPKI dibuka, Hatta melakukan pertemuan dengan penggerak-penggerak
Islam agar bersedia menerima usulannya demi mengempu persatuan bangsa. Teuku Mohammad
Hasan, Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo akhirnya mau menerima usulan Hatta
untuk mengganti kata “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adapun penggerak Islam lainnya, yaitu
Wachid Hasjim tidak hadir saat memenuhi usul Hatta. Penerimaan penggerak Islam itu mengambil
rumusan Pancasila mencapai bentuk yang sempurna dan disahkan pada sidang PPKI (Purwanta
2018).

2. Era Kemerdekaan
Dalam perjalanannya, Pancasila mengalami banyak perkembangan pasca kemerdekaan
Republik Indonesia. Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati periode-
periode percobaan demokrasi. Pada saat itu, Indonesia masuk ke dalam fase percobaan demokrasi
multi-partai dengan sistem lembaga parlementer. Partai-partai politik pada waktu itu tumbuh sangat
subur, dan taktik politik yang ada cenderung selalu berhasil bagian dalam mengusung kelima sila
sebagai dasar negara (Somantri, 2006). Pancasila saat masa ini mengalami masa kejayaannya.
Selanjutnya, akhir tahun 1959, Pancasila melewati era kelamnya dimana Presiden Soekarno
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada zaman itu, presiden dalam rangka tetap memegang
kendali kebijakan terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik integrasi
paternalistik (Somantri, 2006). Pada akhirnya, tata ini seakan menyimpang ideal-ideal yang ada
dalam Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965
terjadi sebuah kejadian bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha melakukan
pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno memberikan kewenangan untuk Jenderal
Suharto atas Indonesia. Ini menemukan kurun awal orde baru dimana kelak Pancasila mengalami
mistifikasi. Pancasila pada zaman itu menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya. Pancasila pada
masa negeri presiden Soeharto kemudia menjadicore-values (Somantri, 2006), akhirnya kembali
menodai ideal-ideal dasar yang sesungguhnya tertera dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998,
pemerintahan presiden Suharto berhenti dan Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era
demokrasi (Kasbal 2017).

3. Era Orde Lama


Disaat dunia pada waktu itu diliputi oleh kerusuhan, masa-masa itu Pancasila diilhami
berdasarkan ideal yang berkembang pada kondisi sosial budaya berpusat pada fase transisional dari
masyarakat tertindas menjadi masyarakat yang merdeka. Pencarian bentuk pengamalan dalam tata
kenegaraan menjadi fase Pancasila pada saat itu, sehingga Pancasila diaplikasikan dalam struktur
yang berbeda-beda.
Pada masa tahun 1945-1950, nilai persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia masih tinggi
karena melawan Belanda yang tetap ingin mengamankan daerah kekuasaannya di Indonesia. Tapi,
setelah penjajah dapat dilawan, bangsa Indonesia mulai merasakan problematika dari dalam. Dalam
kehidupan politik, sila ke-4 yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak bisa dilaksanakan
karena demokrasi yang dijalankan adalah demokrasi parlementer. Presiden hanya berfungsi sebagai
kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri. Sistem ini
mengakibatkan tidak adanya stabilitas pemerintahan.
Namun dalam implementasinya dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang bersifat
presidensil tidak dapat terwujud dalam sistemasinya. Munculnya ideologi komunis yang dibawa
oleh PKI melalui perjuangan di Madiun pada tahun 1948 menjadi tantangan rakyat Indonesia
dalam melawan gerakan mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis sebagai dasar
negara. Dan setelah itu, terbentukt juga DI/TII yang ingin mendirikan negara berlandasan ajaran
Islam.
Pada masa diantara tahun 1950 sampai dengan 1955, implementasi Pancasila berkiblat pada
ideologi liberal, yang pada praktiknya tidak dapat menjamin kestabilan pemerintahan. Meskipun
dasar negara adalah Pancasila, tetapi rumusan sila keempat tidak mencerminkan musyawarah
mufakat, melainkan suara terbanyak. Sistem pemerintahannya yang liberal lebih mementingkan
hak-hak individual. Pada masa ini, persatuan dan kesatuan bangsa mendapat tantangan yang berat
dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh RMS, PRRI, dan Permesta
yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Pada masa diantara tahun 1956 sampai dengan 1965, disebut sebagai demokrasi terpimpin.
Namun, demokrasi justru tidak berpangku pada kekuasaan rakyat yang mencerminkan amanah dari
nilai-nilai Pancasila, kepemimpinan di bawah kekuasaan pribadi Presiden Soekarno melalui ‘Dekrit
Presiden’. Maka dari itu, terjadilah berbagai penyimpangan definisi terhadap Pancasila dalam
konstitusi. Imbasnya adalah Presiden Soekarno menjadi presiden yang otoriter, mengangkat dirinya
sendiri menjadi presiden dengan masa jabatan seumur hidup. Selain itu, terjadi politik konfrontasi
karena digabungkannya nasionalis, agama, dan komunis, yang ketidak cocokkan dengan konsep
Negara Indonesia. Terbukti bahwa pada masa ini adanya dekadensi moral di masyarakat yang tidak
lagi berjiwa sendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain. Dalam pelaksanaan Pancasila, Presiden Soekarno melaksanakan pemahaman
Pancasila dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan bangsa,
beliau mengutamakan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme ala
Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian nasional. Namun, hasilnya
adalah terjadi rencana kudeta oleh PKI dan lengsernya Presiden Soekarno dari jabatannya.
Pada periode ini juga, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam terbesar di Indonesia,
Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan regional berideologi Islam.
Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan antara Presiden Soekarno,
militer, Partai Kominis Indonesia (PKI), serta kelompok Islam telah menimbulkan struktur politik
yang sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan Gerakan G 30 S/PKI yang
berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama (Utama and Dewi 2018).

4. Era Orde Baru


Kata ‘reformasi’ secara etimologis berasal dari kata reform, sedangkan secara harfiah
reformasi mempunyai pengertian suatu kiprah yang memformat ulang, membereskan ulang,
membereskan ulang hal-hal yang menyimpang untukdikembalikan pada format atau bentuk
mulanya sesuai tambah nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga diartikan
perubahan dari paradigma pola tempo ke paradigma pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih
baik sesuai dengan harapan.
Dimasa Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, tidak tiba-tiba lepas dari keberadaan
Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kewibawaan di
Indonesia. Pancasila begitu dijunjung; Pancasila begitu sangat ditanamkan ideal dan hakikatnya
kepada rakyat, dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.

5. Era Reformasi
Kata “reformasi” menurut etimologis berasal dari kata reform, sedangkan secara harfiah
reformasi memiliki pengertian suatu cara yang memformat ulang, membereskan ulang,
membereskan ulang hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk
awalnya sesuai nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga diartikan perubahan dari
paradigma pola tempo ke paradigma pola baru untuk menuju ke keadaan yang lebih baik sesuai
dengan harapan.
Yang dimaksud sebagai paradigma ketatanegaraan oleh Pancasila adalah Pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, terutama menjadi dasar negara sebagai
landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap tindakan baik dari
warga masyarakat maupun dari tokoh-tokoh pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam perluasan hukum, Pancasila harus menjadi
landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan
sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila pada Era Reformasi tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan Pancasila pada
masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu pasif terdapat tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu
adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sampai hari ini masih saja terjadi. Selain itu,
globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena semakin lama ideologi
Pancasila semakin tergerus oleh liberalisme dan kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini
bersifat terbuka, bebas, dan nyata.

6. Era Globalisasi
Pancasila harus diaktualisasikan mulai semenjak kesadaran subjektif dan objektif warga
negara itu sendiri. Kesadaran secara subjektif adalah penerapan pada setiap pribadi perseorangan,
setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini lebih penting karena realisasi yang subjektif merupakan
persyaratan baik realisasi Pancasila yang objektif. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini sangat
berkaitan dengan kesadaran ketaatan, turut kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila.
Dalam pengetahuan inilah pelaksanaan Pancasila yang subjektif mewujudkan suatu bentuk
kegiatan dimana kesadaran wajib hukum telah berpadu menjadi kesadaran ketentuan moral.
Sehingga suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukanlah
hanya akan menimbulkan akibat hukum namun yang lebih penting lagi akan menimbulkan akibat
moral(Budimansyah, 2011:57).
Kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia bukanlah pemberian dari pemerintah kolonial
Belanda atau Jepang. Kemerdekaan Indonesia dicapai melalui perjuangan panjang berbagai
golongan masyarakat Indonesia. Pada rapat BPUPKI mulai dibahas calon dasar yang diajukan
negara merdeka. Usulan Kandidat Negara Dasar mengajukan secara bergantian: Ar. Muh. Yamin,
Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Usulan calon dasar negara yang disampaikan oleh Ir. Soekarno
bernama "Pancasila". Usulan calon dasar negara yang diajukan pada sidang pertama BPUPKI
selanjutnya akan dibahas pada sidang kedua oleh panitia sembilan negara perumus Pancasila
Piagam Jakarta. Sebelum Pancasila disahkan Panitia Sembilan, disarankan agar sila pertama
diubah. Usulan itu disetujui, usulan tersebut disetujui, sehingga bunyi rumusannya menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain itu, UUD 1945 dan Pancasila oleh PPKI disahkan sebagai
landasan negara Indonesia dan merupakan kesatuan negara multicultural (Brata and Wartha 2017).
Pengimplementasi Ideologi Pancasila masih kurang. Hal ini terilihat dari beberapa bidang
kehidupan: a) bidang sosial psikologis generasi muda memiliki beberapa permasalahan yaitu
mabuk-mabukan, bolos sekolah, trak-trakan di jalan raya. b) bidang sosial budaya memiliki
beberapa permasalahan yaitu generasi muda berpakaian yang tidak pantas dengan umur. c) bidang
sosial ekonomi memiliki beberapa permasalahan yaitu generasi muda susah mendapat pekerjaan,
banyaknya pemudayang lulusan sarjana tidak memiliki pekerjaan dan akhirnya mengangur Bidang
sosial politik memiliki permasalahan seperti dalam pemilihan umum banyak generasi muda
dijadikan sasaran money politic dan dijadikan alat untuk memenangkan pemilihan umum oleh
pihak yang besangkutan (Muttaqin and Wahyun 2019).
Pengkajian terhadap ketahanan ideologi Pancasila dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan
badan Indeks Ketahanan Ideologi Pancasila (IKIP). Badan ini secara spesifik dibentuk untuk
menghitung tingkat ketahanan ideologi Pancasila di Indonesia. Selain itu IKIP juga bisa
dimanfaatkan untuk menyadari sedini mungkin berbagai potensi pelemahan ideologi Pancasila di
suatu daerah. Ketika potensi melemah dan pelemahan ideologi Pancasila disadari secara dini maka
berbagai hal yang mengarah pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia dapat segera ditangani
dengan baik. Badan seperti ini sangat dibutuhkan Indonesia di tengah-tengah berkecamuknya
proxy war di dunia. Pada tahap selanjutnya pemangku kepentingan bisa menggunakan hasil
perhitungan IKIP untuk membuat program atau kebijakan penguatan kapasitas SDM dan
kelembagaan.
IKIP menjadi sangat penting mengingat persoalan ketahanan nasional dan ideologi semakin
mengemuka. Kenyataan tersebut sesuai dengan kajian Mugasejati (1999) yang menyimpulkan
bahwa sejak gelombang globalisasi melanda dunia, ruang lingkup permasalahan ketahanan
nasional dan ideologi memasuki periode baru. Dalam tulisannya, “Agresivitas Amerika: Agenda
Baru Ketahanan Nasional dalam Era Globalisasi”, ia menyebutkan bahwa secara politik
internasional, globalisasi tidak bekerja secara otomatis. Ada aktor yang secara sistematis berusaha
menggerakkan globalisasi, baik pada tataran ideologi melalui publikasi atau penyebaran gagasan
yang mengagungkan proses globalisasi, maupun tataran politik melalui tekanan untuk liberalisasi
ekonomi bagi negaranegara di dunia (Mugasejati, 1999: 39).

KESIMPULAN
Pancasila dalam perjalanan sejarah di setiap eranya memiliki fase-fase sulitnya tersendiri dalam
menghadapi halangan atau masalah-masalah yang mengancam keberadaan Pancasila sebagai dasar
negara Republik Indonesia. Dengan semangat juang rakyat Indonesia dapat melawan dan
mengantisipasi setiap ancaman-ancaman yang ingin melemahkan Pancasila bahkan ingin menjatuhkan
Pancasila dan menggantinya dengan ideologi lain. Perlawanan-perlawanan itu ada karena Pancasila
telah menjadi bagian penting dalam nilai-nilai luhur bangsa dan rakyatnya sehingga harus dijaga
dengan sekuat jiwa dan raga bahkan rela berkorban nyawa untuk menjaganya.

DAFTAR PUSTAKA
Aminullah. 2015. “Inplementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan.” Jurnal Ilmiah IKIP
Mataram 3(1):620–24.
Hartianti, Uniqe. 2017. PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
Purwanta, Hieronymus. 2018. “Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.”
Jurnal Candi 18(2):133–36.
Kasbal, Indra Purnama. 2017. Pancasila Era Kemerdekaan.
Utama, Andrew Shandy, and Sandra Dewi. 2018. “Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Serta Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru, Dan Era Reformasi.”

Anda mungkin juga menyukai