Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PANCASILA

Tafsir Historis, Sosiologis, dan Yuridis Sila Kelima

Disusun Oleh :

Kelompok 6 :

Innoncensius Ryan W (16304241044)

Kharisma Diah T K (16304241045)

Agil Azis Handini (16304244002)

Anita Khayatunufus (16304244004)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Tafsir Historis, Sosiologis, dan Yuridis Sila Kelima” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Budi Mulyono
selaku Dosen mata kuliah Pancasila Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pancasila khususnya sila ke-lima. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang telah kami disusun ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya sehingga dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Yogyakarta, April 2017

Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………….. 1

Daftar Isi………………………………………………………………………….... 2

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 3

BAB II Kajian Teori……………………………………………………………….. 4

BAB III Analisis Data……………………………………………………………… 8

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………….. 10

Daftar Pustaka……………………………………………………………………… 11

Lampiran……………………………………………………………………………12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu Negara yang berasaskan Pancasila.
Keberadaan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yang mutlak dan obyektif
memiliki kedudukan yang tinggi dalam kelangsungan hidup di Negeri ini.
Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia secara resmi
tercantum didalam alenia ke-empat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945,
yang ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila yang disahkan
sebagai dasar negara yang dipahami sebagai sistem filsafat bangsa yang
bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa. Sebagai ideologi, nilai-nilai Pancasila
sudah menjadi budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam sejarah telah diungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh
rakyat Indonesia yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji
kebenarannya, kemampuannya dan kesaktiannya, sehingga tidak ada satu pun
kekuatan yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tafsir historis Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ?
2. Bagaimana tafsir sosiologis Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ?
3. Bagaimana tafsir yuridis Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ?

3
BAB II

Kajian Teori

A. Tafsir Historis Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Bangsa Indonesia yang ada saat ini terbentuk melalui proses yang panjang
mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya para
penjajah. Salah satu prinsip yang telah diterapkan sejak dari jaman kerajaan
adalah pemerataan kesejahteraan seperti yang tercantum dalam sila kelima.
Bangsa Indonesia terus berjuang dari waktu ke waktu untuk menemukan jati
dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat
karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Pancasila dirumuskan secara
sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) oleh para pendiri
bangsa kita (the founding father).
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah
masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa
yang berakar pada sejarah bangsa.
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan yang telah
berkobar ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian
kebahagiaan itu terpahat dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem
kerta raharja”. Demi impian masyarakat yang adil dan makmur itu, tidak sedikit
ongkos pengorbanan yang telah dicurahkan oleh para pahlawan bangsa (Yudi
Latif, 2011: 493)
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-
nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila (Kaelan, 2002: )

4
Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu sewaktu ditetapkannya
Pembukaan Undang-Undang yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada 8 Agustus
1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang
terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila telah lebih
dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka yang akan
didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Notonagoro, 1994: 24). Terkait dengan hal
tersebut, Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa berdasarkan penjelajahan
historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya
bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI, yang kemudian
disempurnakan dan disahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan. Lebih lanjut,
Mahfud MD menyatakan bahwa ia bukan hasil karya Moh. Yamin ataupun
Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga tampil dalam bentuk, isi,
dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.

B. Tafsir Sosiologis Keadilan Sosisl bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah jauh dengan yang namaya
hubungan sosial antar sesama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja
melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat
dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri
negara.
Nilai keTuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan dan cita kebangsaan
serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam
mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang
dikehendaki adalah keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk

5
individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial, juga antara pemenuhan hak
sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Pandangan tersebut berlandaskan pada pemikiran Bierens de Haan
(Soeprapto, Bahar dan Arianto, 1995: 124) yang menyatakan bahwa keadilan
sosial setidak-tidaknya memberikan pengaruh pada usaha menemukan cita negara
bagi bangsa Indonesia yang akan membentuk negara dengan struktur sosial asli
Indonesia. Namun, struktur sosial modern mengikuti perkembangan dan tuntunan
zaman sehingga dapatlah dimengerti apabila para penyusun Undang-Undang
Dasar 1945 berpendapat bahwa cita Negara Indonesia (de Indonesische
Staatsidee) haruslah berasal dan diambil dari cita paguyuban masyarakat
Indonesia sendiri.

C. Tafsir Yuridis Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan atas aturan yang
dibuat setelah melalui perundingan dan permusyawarahan. Landasan yuridis
pancasila terdapat dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
antara lain di dalamnya terdapat rumusan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara
yang sah.
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara
Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam
proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan
agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam
konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR
periode 2009-2014, 2013: 89).
Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada
pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998,
tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan ketetapan

6
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun status ketetapan
MPR tersebut saat ini sudah masuk dalam kategori ketetapan MPR yang tidak
perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final),
telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 90).
Ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila ditempatkan sebagai
dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR
dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 90-91).
Salah satu pasal di dalam Undang-Undang yang mengatur tentang
keadilan pemberian sanksi pada kasus pencurian ringan adalah pada Undang-
Undang pasal 364, yang berbunyi “Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362
dan 363 butir 4, begitupun yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila
tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada
rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah,
diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan
atau pidanan denda paling banyak dua ratus ribu rupiah.”

7
BAB III
Analisis Data

A. Masalah
Pada zaman sekarang ini masih saja terjadi ketidakadilan di dalam
kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah masih banyaknya kasus-kasus
ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia
cenderung lancip ke bawah (rakyat kecil) dan tumpul ke atas (kalangan besar).
Padahal seharusnya keadilan hukum harus diposisikan secara netral, artinya setiap
orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Salah
satu contoh kasus hukum lancip di bawah tumpul di atas adalah penjatuhan
tuntutan 5 tahun penjara kepada seorang nenek yang diduga mencuri 7 kayu jati
berukuran 15 cm milik perhutani. Cerita ditangkapnya Nenek Asyani berawal dari
sembilan tahun silam. Nenek Asyani menebang pohon jati yang diyakininya
berada di lahan pribadi. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kayu yang
ditebang itu disimpan di dalam rumah dan rencananya mau dibuat tempat duduk
untuk suaminya. Tetapi karena biaya untuk pengerjaannya kurang, akhirnya niat
membuatkan sesuatu yang berguna untuk suaminya itu baru terlaksana tahun
2014. Namun ketika akan mengambil kayu yang disimpannya itu, nenek Asyani
dipergoki oleh pihak Perhutani dan menuduh bahwa kayu yang diambil
merupakan milik Perhutani. Padahal kayu jati yang dikatakan dicuri oleh nenek
Asyani itu berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 sentimeter, sedangkan kayu
jati milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 sentimeter. Dari kasus ini,
awalnya nenek Asyani divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3
bulan dan denda Rp. 500.000 .000 subsider 1 hari hukuman percobaan. Namun
nenek Asiani akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah tiga bulan mendekam
di Rumah Tahanan Situbondo, Jawa Timur. Majelis hakim Pengadilan Negeri
Situbondo mengabulkan permohonan penangunan penahanan terhadap Nenek
Asiani pada tahun 2015 silam.

8
B. Analisis
Dari kasus yang kami dapatkan, kami melihat adanya ketidak seimbangan
penerapan hukum di Indonesia. Setiap warga negara Indonesia memiliki
persamaan kedudukan dimata hukum. Dari kasus yang dialami oleh nenek Asyani
menunjukkan adanya ketidakadilan perlakuan hukum. Nenek Asyani yang diduga
mencuri tujuh batang pohon jati milik perhutani sehingga dituntut dengan
hukuman penjara 1 tahun dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp
500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan.
Berdasarkan Undang-Undang pasal 364, yang berbunyi “Perbuatan yang
diterangkan dalam pasal 362 dan 363 butir 4, begitupun yang diterangkan dalam
pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau perkarangan
tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua
puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara
paling lama tiga bulan atau pidanan denda paling banyak dua ratus ribu rupiah.”
Kasus yang dialami nenek Asyani ini termasuk dalam kasus pencurian
ringan sesuai dengan pasal 364. Hukuman yang seharusnya diterima nenek
Asyani hanya 3 bulan penjara dengan denda sebesar dua ratus ribu rupiah.
Sedangkan vonis yang dijatuhkan kepada nenek Asyani adalah 1 tahun dengan
denda Rp 500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan. Dari perbandingan
hukuman yang didapatkan nenek Asyani tidak sebanding dengan Undang-Undang
yang ada. Hal itu menunjukkan bahwa hukum yang berlaku sangat tegas terhadap
rakyat – rakyat yang kecil, bahkan juga diberatkan. Ini disebabkan oleh
pendidikan rakyat kecil yang kurang mengerti tentang hukum. Selain itu dari
pihak nenek Asyani sendiri tidak ada pembelaan yang kuat.
Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Perundang-undangan yang disampaikan para MPR dalam rapatnya telah
ditegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, bahwa Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta
sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Namun pada kasus ini, hukum yang ada masih
bertentangan dengan Pancasila khususnya sila kelima yang berbunyi “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari analisis data yaitu keadilan yang ada
di Indonesia belumlah adil. Hal ini bisa dilihat dalam hukum yang berlaku
pada kasus diatas. Harusnya sesuai pada sila kelima Pancasila yang berbunyi,
“Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dapat diimplementasikan
dalam kasus tersebut dengan memberikan hukum yang sesuai Undang-
Undang yang berlaku tanpa memandang status sosial masyarakat.

B. Saran
Dari kasus tersebut, kami menyarankan agar Undang-Undang bisa
difungsikan secara benar, hukum yang dijalankan lebih transparan agar
tercipta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan .2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma

Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna : Historis, Rasionalitas, dan Aktualisasi Pancasila.
Jakarta: Gramedia.

Marsudi, Subandi Al .2008. Pancasila dan UUD 1945 dalam paradigma reformasi.
Jakarta: Rajawali Pers

Rukiyati, dkk .2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press

Sulasmono, Bambang Suteng .2015. Dasar Negara Pancasila. Yogyakarta: PT Kanisius

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai