Anda di halaman 1dari 18

PANCASILA

PAPER ILMIAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pancasila

Dosen Pengampu:

Dr. Indah Komsiyah, M.Pd.

Oleh:

Kelompok 12 Kelas MPI 3C

Nurul Ayu Fadila (1860207221021)

Miftakhul Auliya R (1860207222050)

Ussisa Zakiyatul N.A (1860207222114)

Wahyu Sekar Aidelwes (1860207221036)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2023
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dan sumber dari segala sumber hukum.
Pancasila seolah menjadi konsep yang dibicarakan setiap hari, namun tidak memiliki nama
tertulis dalam konstitusi Indonesia. Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang dalam
ilmu kenegaraan disebut sebagai dasar filsafat Negara. Pancasila memiliki berbagai
kedudukan dalam kehidupan berbangsa dan benegara di indonesia. salah satunya adalah
Pancasila sebagai dasar negara yang mempunyai kedudukan pasti dalam segala hukum yang
berlaku di indonesia. Indonesia adalah negara yang becorak multi etnik, agama, ras, dan
multi golongan. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan kemajemukan
budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang
membentang luas dariSabang sampai Merauke selain memiliki sumber daya alam (natural
recsources) juga mempunyai sumber daya budaya (cultural resources) yang beraneka ragam
coraknya.
Kemajemukan Indonesia juga bertambah dengan diakuinya 6 (enam) agama resmi
serta berbagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai sebuah negara
bangsa yang sangat majemuk, Indonesia haruslah memiliki perekat yang dapat
mempersatukan seluruh keberagaman yang secara nyatatelah ada dan hidup dalam
masyarakat. Perekat tersebut adalah konsep filosofis yang dikenal sebagai Pancasila.
Sebagai pernyataan politik Pancasila memang mempersatukan berbagaikepentingan
dan aliran politik yang ada. Seiring dengan euporia reformasi yang telah bergaungdalam
beberapa dekade terakhir, beberapa pihak berusaha memertanyakan kembali kedudukan
Pancasila sebagai fondasi berpijak bangsa ini.
Indonesia hidup di dalam berbagai keberagaman, baik itu suku, bangsa, budaya dan
agama. Dari semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan. Menjadi kesatuan dan
bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan Pancasila dan semboyannya,
Bhineka Tunggal Ika. Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu di dalam
keberagaman budaya. Dan menjadikan pancasila sebagai dasar kebudayaan yang
menyatukan 2 budaya dengan yang lain. Karena ikatan yang satu itulah. Pancasila menjadi
inspirasi berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila

1. Sejarah Pancasila

Pancasila, filosofi dasar Indonesia, melambangkan persatuan dan demokrasi.


Prinsipnya ada lima: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Demokrasi yang berpedoman pada Kearifan, dan Keadilan Sosial
untuk Semua. Pancasila menjadi pedoman perilaku individu dan bangsa yang nilai-
nilainya harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga menjadi dasar
negara Indonesia dan harus ditanamkan kepada individu sejak dini.

Asal Mula Pancasila Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila


merupakan pedoman kehidupan bernegara dan berbangsa. Nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya bersumber dari nilai bangsa Indonesia, seperti kebudayaan, sosial, dan
religius. Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, pertama kali termuat dalam
Piagam Jakarta, yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan. Setelah melalui proses panjang,
akhirnya Pancasila disahkan pada 18 Agustus 1945, dalam sidang PPKI. Asal mula
terbentuknya Pancasila bisa dipahami lewat empat teori, yakni kausa materialis atau
asal mula bahan, kausa formalis atau asal mula bentuk, kausa efisien atau asal mula
karya, serta kausa finalis atau asal mula tujuan.

a. Causa materialis (asal mula bahan)

Berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat dalam adat kebiasaan,


kebudayaan dan dalam agama-agamanya sehingga pada hakikatnya nilai-nilai yang
menjadi unsur-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa
nilai-nilai adat kebudayaan dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia. Jadi asal mula bahan atau causa materialis Pancasila
adalah bangsa Indonesia sendiri yang berupa kepribadian dan pandangan hidup. Catatan
yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa nilai-nilai yang terdapat pada kelima sila
Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap tidak
ideal tidak diakomodasikan. Jika kita perhatikan dengan seksama, maka tidak dapat
dipungkiri dalam kehidupan bahwa terdapat hal-hal yang kurang baik dan berat sebelah,
seperti terlalu individua atau sebaliknya terlalu sosial, sehingga mengorbankan
kepentingan sosial atau sebaliknya mengorbankan kepentingan sendiri.
b. Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun)

Dimaksudkan bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana


terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pengusul dan pendukung
asal mula bentuk dari Pancasila adalah Soekarno dan Hatta ditambah dengan anggota
BPUPKI. Soekarno dan Hatta ditambah dengan anggota BPUPKI sebagai Pembentuk
Negara mengatasnamakan wakil bangsa Indonesia, juga telah merumuskan dan
membahas Pancasila yang berkaitan bentuk rumusan dan nama Pancasila sebagai
kesatuan.

c. Causa efisien (asal mula karya)

Asal mula kegiatan yang meningkatkan Pancasila dari calon dasar negara
menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam hal ini adalah
PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menjadikan
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam sidang-
sidangnya.

d. Causa finalis (asal mula tujuan)

tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila yakni hendak dijadikan


sebagai dasar negara. Usaha untuk sampai kepada asal mula tujuan (causa finalis)
tersebut merupakan causa akhir, sehingga merupakan kelanjutan causa-causa lainnya.
Causa finalis tersebut memerlukan causa atau asal mula sambungan. Asal mula
sambungan penghubung antara asal mula bentuk (causa formalis) dan asal mula tujuan
(causa finalis) yakni Panitia Sembilan, termasuk Soekarno - Hatta, anggota-anggota
BPUPKI, anggota-anggota PPKI, yang merumuskan rancangan Pembukaan UUD NKRI
1945 dan yang menerima dengan perubahan rancangan tersebut (A.T. Soegito, 1999, 25;
Kaelan, 1999: 53-55).

2. Tujuan Pancasila

Fungsi dan kedudukan Pancasila dibagi menjadi dua kelompok yaitu fungsi
pokok Pancasila dan fungsi lain Pancasila

a) Fungsi Pokok Pancasila

• Pancasila Sebagai Dasar Negara Fungsi pokok dari pancasila adalah sebagai dasar
Negara. Hal ini dikemukakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV. “… maka
disusun lah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia
yang berkedaulatan rakyat yang berdasar kepada: ketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia …”. Dari kalimat ‘berdasar kepada’
dalam alinea IV, menunjukan bahwa Pancasila berfungsi sebagai dasar filsafat
Negara.

• Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
merupakan cerminan dari pemikiran yang rasional dan kritis tentang kedudukan
Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa secara menyeluruh. Ada beberapa aspek
sudut pandang yang mendasari Pancasila sebagai filsafat diantaranya yaitu aspek
ontologi, aksiologi, dan epistemologi

• Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum di Indonesia Kedudukan


Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Negara memiliki arti bahwa
setiap peraturan perundang-undangan hukum di Indonesia tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Namun Pancasila bukan merupakan
dasar hukum tertinggi dalam peraturan perundang-undangan. Sesuai pasal 7 ayat (1)
UU 12/2011, dasar hukum tertinggi dalam hierarki perundang-undangan adalah
UUD 1945. Namun Pancasila memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala
sumber hukum yang ada.

b) Fungsi Lain Pancasila

• Kedudukan Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Pancasila sebagai


pandangan hidup memiliki arti bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai arahan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Semua lapisan masyarakat maupun
penyelenggara Negara harus turut menerapkan nilai-nilai Pancasila. Pancasila
sebagai pandangan hidup terdapat dalam kelima sila.

• Kedudukan Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Pancasila sebagai jati diri bangsa
memiliki arti bahwa Pancasila menjadi khas Negara Indonesia yang tidak ditemukan
pada bangsa lain. Pancasila disebut menjadi jati diri bangsa karena di dalam
Pancasila berisikan nilai-nilai yang merupakan gagasan dasar bangsa Indonesia
tentang kehidupan yang baik dan mencirikan masyarakat Indonesia. Selain itu,
nilainilai yang terkandung dalam Pancasila juga dapat digunakan untuk membangun
identitas bangsa.

• Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Negara Pancasila sebagai ideologi yang


terbuka merupakan sebuah perwujudan dari ide, citacita, keyakinan dari masyarakat
Indonesia itu sendiri. Karena Pancasila merupakan ideologi terbuka, sifat dari
Pancasila tidaklah kaku namun bersifat dinamis. Selain itu Pancasila juga mampu
menyesuaikan perkembangan zaman tanpa berubah nilai-nilai yang ada didalamnya.
Pancasila juga dapat dikembangkan dengan kreatif dan disesuaikan dengan
masyarakat Indonesia. Pancasila sendiri memiliki tiga unsur nilai yang
menunjukkan bahwa Pancasila adalah ideologi yang terbuka. Nilai-nilai tersebut
adalah nilai dasar, instrumental, dan nilai praktis. Nilai dasar adalah kelima nilai
pokok yang ada dalam Pancasila. Kelima nilai tersebut adalah Ketuhanan,
kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan Sosial. Nilai-nilai dasar ini
merupakan cita-cita bangsa Indonesia dan bersumber dari nilai-nilai yang sudah ada
di masyarakat Indonesia. Nilai instrumen adalah pelaksanaan dari nilai-nilai dasar
yang ada di dalam Pancasila. Nilai instrumen dapat berwujud norma sosial atau
kebijakan-kebijakan seperti atau hukum, moral, agama, sosial dan kebijakan-
kebijakan lain. Sedangkan nilai praktis adalah realisasi atau nilai yang tampak pada
perilaku keseharian. Nilai praktis menunjukan bahwa nilai dasar dan instrumental
hidup di dalam masyarakat atau tidak.

3. Nilai-Nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari


Pancasila berasal dari dua kata Bahasa Sanskerta “panca” berarti lima dan
“sila” berarti prinsip atau asas. Apabila diulik secara bahasa, Pancasila
menjadi rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pancasila memiliki nilai-nilai yang merupakan dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila adalah nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bersifat universal, yakni berlaku di


manapun atau universal sehingga dapat diterapkan negara lain kendati negara
tersebut tidak menggunakan Pancasila sebagai dasar negara, seperti dikutip dari
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Berikut nilai-nilai Pancasila yang terkandung pada sila 1 sampai 5 dan contohnya
dalam kehidupan sehari-hari.

1. Nilai Ketuhanan

Pancasila sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengandung nilai


ketuhanan. Dikutip dari Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan
Bernegara oleh Aa Nurdiaman, perwujudan nilai sila pertama Pancasila ini antara
lain:

a) Meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya yang Maha
sempurna.
b) Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan cara menjalankan semua
perintah-Nya, sekaligus menjauhi segala larangan-Nya.
c) Saling menghormati dan menoleransi antar pemeluk agama yang berbeda-beda.
d) Menjaga kebebasan bersama menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.

2. Nilai Kemanusiaan
Sila kedua Pancasila, "Kemanusiaan yang adil dan beradab" mengandung
nilai kemanusiaan, yakni bangsa Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai harkat dan
martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sama derajat, hak, dan
kewajibannya tanpa membeda-bedakan berdasarkan agama, suku, ras, atau
keturunannya.
Contoh penerapan nilai kemanusiaan Pancasila yaitu:
a) Mengakui adanya harkat dan martabat manusia.
b) Mengakui keberadaan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diciptakan
Tuhan.
c) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan berlaku adil terhadap sesama manusia.
d) Tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain.

3. Nilai Persatuan
Makna sila ketiga Pancasila "Persatuan Indonesia" adalah kebulatan utuh dari
berbagai aspek kehidupan, baik dari ideologi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan
keamanan yang terwujud dalam satu wadah bernama Indonesia. Nilai kesatuan dalam
sila ketiga Pancasila dapat diwujudkan sehari-hari lewat sikap dan perilaku:

a) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan


negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b) Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
c) Menumbuhkan rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
d) Mengakui keragaman suku dan budaya bangsa serta mendorongnya ke arah
persatuan dan kesatuan.

4. Nilai Kerakyatan
Nilai Pancasila sila ke-4 adalah nilai kerakyatan, dengan manusia Indonesia
memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban sama sebagai warga masyarakat dan warga
negara. Berikut penerapan nilai kerakyatan dalam Pancasila:

a) Mengakui kedaulatan negara ada di tangan rakyat.


b) Mengakui manusia Indonesia sebagai warga masyarakat dan warga negara punya
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
c) Bermusyawarah untuk mencapai mufakat untuk hal-hal yang menyangkut
kepentingan bersama dengan diliputi semangat kekeluargaan.
d) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi
atau golongan.
e) Mengutamakan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Nilai Keadilan
Keadilan merupakan salah satu tujuan NKRI sebagai negara hukum. Untuk
mencapainya, nilai keadilan pada sila kelima Pancasila perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, contohnya:

a) Berlaku adil pada semua orang sesuai hak dan kewajibannya.


b) Merawat keseimbangan hak dan kewajiban diri sendiri.
c) Menghormati hak-hak orang lain.
d) Memberikan pertolongan pada orang yang membutuhkan secara adil.
4. Pancasila Sebagai Filsafat Negara

Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila sebagai filsafat mengandung


pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan
ideologi Pancasila. Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis
dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita,
yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).

Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang


hakikat dari Pancasila (Notonagoro). Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem
filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.

▪ Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.

▪ Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,


merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.

Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling


berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila
Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi.
Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia
yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan
masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan
demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan
sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme,
liberalisme, komunisme dan sebagainya.

Ciri sistem Filsafat Pancasila


Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain: Sila-sila Pancasila merupakan
satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh.

Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila
lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila. Susunan Pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:

• Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5

• Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;

• Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5

• Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5

• Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

Inti sila-sila Pancasila meliputi:

a) Tuhan, yaitu sebagai kausa prima

b) Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial

c) Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri

d) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong

e) Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep


kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek
penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat
dianggap mencakup kesemestaan.

1. Landasan Ontologis Pancasila.

Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai


upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang
terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-
sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu
monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis.
Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan
manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara
hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat
Notonagoro, 1975: 53).

Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah


berupa hubungan sebab-akibat: Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah
sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

2. Landasan Epistemologis Pancasila

Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai


upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-
cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur
rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan. Dasar
epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya.

Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep


dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan
pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan
Pancasila. Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami
bersama adalah nilainilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai
tersebut merupakan causa materialis Pancasila.
Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila
memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila
Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila
Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal. Susunan isi arti
Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:

a) Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang
merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam
pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.

b) Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.

c) Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat
khhusus konkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36-40)

` Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat


manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan
jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal.
Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai
sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan
pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya
tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan
dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan
ilham. Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan


manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya kedudukan dan
kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan
sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu
yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.
Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu
sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa
dan kehendak manusia untuk mendapatkankebenaran yang tinggi. Selanjutnya
dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui
kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham
epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalamupaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

3. Landasan Aksiologis

Pancasila Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu


kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti
bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.

Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar,
nilai instrumental, dan nilai praktis.

1) Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai
dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

2) Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-
lembaga negara.

3) Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-
benar hidup dalam masyarakat. Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etika
atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan
selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
5. Pancasila Sebagai Etika Bangsa Dan Negara

1. Pengertian Etika Politik

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau
perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya. Filsafat politik adalah
seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan di
perjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme, fascisme, demokrasi. Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan
sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Terkandung didalamnya suatu pemikiran – pemikiran yang bersifat
kritis, mendasar, rasional dan komprehensif ( menyeluruh ) dan sistem pemikiran ini
merupakan suatu nilai.

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar – dasar yang bersifat fundamental
dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai
– nilai tersebut kemudian di jabarkan dalam suatu norma – norma yang jelas sehingga
mereupakan suatu pedoman. Norma – norma tersebut meliputi :

• Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik maupun buruk.

• Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di indonesia.
Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber
hukum di negar Indonesia.

3. Prinsip Dasar Etika Politik

Pancasila Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini
disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang
sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.

• Pluralisme Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup
dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme
memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
• Hak Asasi Manusia Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan
beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan
dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun
kontekstual dalam pengertian sebagai berikut. Mutlak karena manusia memilikinya bukan
karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam
oleh Negara modern.

• Solidaritas Bangsa Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri,
melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya
hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar
yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai
manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua
lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

• Demokrasi Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit
atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau
boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak
menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi
demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan
politik. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu : Pengakuan dan jaminan
terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi
kediktatoran mayoritas. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum
(Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam
demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).

• Keadilan Sosial Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan
masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan
keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideologiideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme.
Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial
diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat.
Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi
atas dasar ras, suku dan budaya. Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia
sekarang adalah: Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial. Ekstremisme ideologis
yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu
kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

3. Nilai-nilai Etika dalam Pancasila

Pancasila adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Nilainilai
etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam berbagai tatanan berikut ini:

• Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya seperti tidak boleh ada eksploitasi sesame
manusia, berperikemanusiaan dan berkeadilan sosisal.

• Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat,bersatu, adil dan makmur.

• Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri, dengan nilai tertib dunia,
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

• Tatanan pemerintah daerah, dengan nilai permusyawaratan mengakui asal usul


keistimewaan daerah.

• Tatana hidup beragama, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing

• Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara

• Tatanan pendidikan,mencerdaskan kehidupan bangsa

• Tatanan berserikat,berkumpul dan menyatakan pendapat

• Tatanan hokum dan keikutsertaan dalam pemerintahan

• Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat

4. Fungsi Pancasila Sebagai Etika Politik

• Fungsi etika bagi kehidupan kenegaraan adalah alat untuk mengatur tertib hidup
kenegaraan, memberikan pedoman yang merupakan batas gerak hak dan wewenang
kenegaraan, menampakkan kesadaran kemanusiaan dalam bermasyarakat dan bernegara,
mempelajari dan menjadikan objek tingkah laku manusia dalam hidup kenegaraan, member
landasan fleksibilitas bergerak yang bersumber dari pengalaman.
BAB IV

KESIMPULAN

Pancasila memiliki kedudukan yang tetap sebagai ideologi, artinya isinya tidak boleh
diubah-ubah. Namun, bukan berarti Pancasila akan menjadi kuno. Pancasila sendiri memiliki
sifat yang lebih terbuka dan tidak tertutup terhadap perubahan pola kehidupan yang terjadi
pada masyarakat. Pancasila bersifat aktual dan mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman.

Yang dimaksud “menyesuaikan diri” di sini tidak berarti bahwa Pancasila harus
mengubah nilai yang dikandungnya, tetapi ia mampu mengeksplisitkan wawasan secara
konkret, sehingga mempertajam kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah
teraktual.

Maka dari itu, interpretasi ideologi harus dilaksanakan secara rasional dan kritis
dengan menghadapkan berbagai masalah dan berbagai pandangan hidup yang silih berganti,
sehingga terungkap makna operasionalnya. Pancasila memiliki peranan penting sebagai filter
(penyaring) nilai-nilai baru. Rakyat Indonesia perlu untuk dapat menyesuaikan diri dengan
cepat terhadap perkembangan zaman, tetapi Pancasila diperlukan untuk mempertahankan
nilai budaya asli.

Pancasila dapat digunakan untuk memilah mana saja nilai yang dapat diserap untuk
kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, Pancasila tidak
kaku dan menutup jalan bagi adanya perubahan. Pancasila justru memberi kesempatan bagi
nilai-nilai baru untuk tumbuh dalam negara dengan tetap berada di bawah kepribadian
bangsa. Globalisasi dengan segala dampak yang ditimbulkannya bagi bangsa Indonesia
semestinya memberikan pengaruh positif.

Oleh karena itu tantangan nyata bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus
dihadapi saat ini adalah bagaimana tindak tanduk dalam merespon fenomena globalisasi
dengan berpedoman pada nilai etika Pancasila sebagai warisan budaya luhur bangsa
Indonesia. Pancasila harus diyakini oleh seluruh elemen masyarakat sebagai nilai-nilai
moralitas sehingga arus globalisasi tetap terjawab dengan nilai-nilai Pancasila.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Kegiatan Belajar 1: Teori Asal Mula Pancasila (ut.ac.id)

Sejarah Pancasila: Fungsi, Kedudukan, Makna, dan Butir-butir Pengamalan


(https://www.gramedia.com/best-seller/pancasila/)

Wulandari, Trisna. (2022). Nilai-nilai Pancasila dan Contohnya di Kehidupan Sehari-hari. detik.com.
Diakses pada 01 Juni 2023 dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6257698/nilai-nilai-
pancasila-dan-contohnya-di-kehidupan-sehari-hari.

https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-etika-politik/?nowprocket=1

http://lpmedentsundip.com/pancasila-dan-perannya-dalam-menghadapi-arus-globalisasi/

Anda mungkin juga menyukai