Setelah kemerdekaan Republik Indonesia di proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia
mulai menggeliat untuk berbenah, berbagai persiapan dalam menyongsong kemerdekaan terus
dipersiapkan termasuk asas negara yang kemudian disebut dengan Pancasila. Pancasila lahir sebagai
manifestasi cita-cita bangsa Indonesia untuk memiliki dasar negara yang berdaulat, kokoh dan sama
kedudukannya dengan negara-negara lain, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bukanlah hal
yang baru dirumuskan sewaktu mempersiapkan kemerdekaan, namun nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila tersebut lahir dari kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia sejak lama, sehingga
Pancasila disebut sebagai asas negara.
SEGMEN 2
Pembahasan
1. Pengertian Pancasila
Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sangsekerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam
bahasa Sangsekerta perkataan memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu “Panca” artinya lima dan
”syila” vokal i pendek artinya bantu sendi, alas, atau dasar, sedangkan “syiila” vocal i panjang artinya
peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh.
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang
memiliki hubungan dengan moralitas. oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang
dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” dengan vocal i pendek yang memiliki unsur makna ”berbatu
sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memilki lima unsur”.
1. Kronologis Perumusan Pancasila
Proses perumusan Pancasila diawali ketika sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang Dasar 1945
termasuk pembukaan UUD 1945 dimana di dalamnya termuat rumusan lima prinsip sebagai dasar
Negara yang diberi nama Pancasila. Berikut kronologis perumusan Pancasila:
1. BPUPKI dibentuk oleh Jepang tanggal 29 April 1945 dengan ketua Dr. Rajiman Widyodiningrat
dan anggotanya 62 orang, yang kemudian dilantik tanggal 28 mei 1945.
2. BPUPKI mengadakan sidang paripurna dua kali, sidang yang pertama tanggal 29 Mei s.d 1 Juni
1945. Sedangkan sidang yang kedua tanggal 10 s.d 17 Juli 1945.
3. Sidang BPUPKI yang pertama tgl. 29 Mei s.d 1 Juni 1945 dipergunakan untuk membahas
rancangan dasar Negara, sedangkan sidang yang kedua tgl 10 s.d 17 juli 1945 dipergunakan untuk
membahas konsep rancangan dasar Negara
4. Pada tanggal 29 mei 1945 Mr. Muh. Yamin mendapat kesempatan yang pertama mengajukan
konsep dasar Negara Indonesia merdeka, Tanggal 31 Mei 1945, Mr. Muh. Soepomo mendapat
kesempatan, Tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan rumusan yang menamakan
rumusannya dengan Pancasila
5. Sebelum sidang BPUPKI ditutup dibentuklah panitia perumus yang beranggotakan sembilan
orang, sehingga dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan, yaitu:Ir. Sukarno, sebagai ketua Panitia
tersebut pada tanggal 22 Juni 1945 mengadakan sidang, dan berhasil merumuskan dokumen Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) yakni Preambul yang berisi asas dan tujuan Indonesia merdeka, yang di
dalamnya termuat dasar Negara.
6. Sidang II BPUPKI tanggal 10 s.d 17 Juli 1945, merumuskan rancangan tentang konsep batang
tubuh Undang-Undang Dasar Negara Indonesia merdeka
7. Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan kemudian dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dengan Ir. Sukarno sebagai ketua dan beranggotakan 21 orang.
8. Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, sementara sekutu
belum masuk menduduki Indonesia, terjadilah kekososngan kekuasaan (Facum of Power), yang
kemudian dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
9. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yaitu
dengan dibacanya teks proklamasi oleh Sukarno-Hatta
10. Sebelum PPKI menyelenggarakan sidang, terjadi protes dari sekelompok warga non muslim
yang berasal dari orang Indonesia bagian timur menuntut agar sila pertama Pancasila yang termuat
dalam piagam Jakarta (yaitu ; Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya), tujuan kata pada sila tersebut harus diaubah dengan ancaman bila
tuntutanya tidak dikabulkan mereka akan memisahkan diri dari Negara Indonesia dan akan
membentuk Negara sendiri. Dengan berat hati dan penuh pertimbangan, namun demi persatuan dan
kesatuan akhirnya tuntutan mereka dikabulkan, digantilah sila “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya“ diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa “.
11. Tanggal 18 Agustus 1945 PPKI menyelenggarakan sidang yang diawali penambahan jumlah
anggota yang semula 21 orang, menjadi 26 orang. Dalam sidang tersebut PPKI menghasilkan
keputusan yang sangat penting bagi bangsa dan Negara Indonesia yaitu:
12. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara
13. Memilih dan menetapkan Ir. Sukarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
14. Untuk sementara waktu pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh sebuah komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP).
Dengan ditetapkanya UUD 1945 ( tanggal 18 Agustus 1945 ) oleh PPKI, berarti ditetapkan juga
Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai idiologi bangsa Indonesia.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis yaitu hakikat yang memiliki unsur-unsur pokok yang terdiri dari jiwa (rohani) dan
raga (jasmani). Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek
pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia.hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan
yang Maha Esa, yang berkemanusian yang adi dan beradab, yang persatuan, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyarawatan/perwakilan serta berkeadilan social pada
hakikatnya adalah manusia (Notonagoro,1975:23 ). Adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan
unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa
hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
1. Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa
Sila pertama menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa
pendidikan nasional adalah pendidika yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu untuk menjadikan manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah. Karena itu, di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
1. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab
Manusia yang ada dimuka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlikan sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988: 40). Pendidikan
tidak membedakan usia, agama dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia
memiliki kebebasan dalam menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketaqwaan
seseorang. Pendidikan yang harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila,
bertanggung jawab, adil dan makmur baik spiritual maupun material.
2. Epistemologi (Pengetahuan)
Epistemolgi adalah studi tentang pengetahuan benda-benda, epistemologi dapat juga berarti bidang
filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, dan hakikat ilmu
pengetahuan. Dengan filsafat kita dapat menetukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan
ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga Negara. Untuk itu Indonesia telah
menemukan filsafat Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (soeryanto,
1991: 50). Dalam epistemologi terdapat tiga persoalan yang mendasar, yaitu pertama, tentang sumber
pengetahuan manusia, kedua, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga, tentang watak
pengetahuan manusia (Titus. 1984: 20).
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada ahkikatnya meliputi masalah suber pengetahuan
Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, sebagai
suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memeliki susunan yang bersifat sila-sila Pancasila maupun isi
arti sila-sila Pancasila.
Sila-sila sebagi suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar axiologisnya sehingga nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Pada hakikatnya
segala sesuatu itu bernilai. Hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai
tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai
dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam tergantung.
Dalam hal ini, sebagai contohnya dalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu
dengan lainnya (IKIP Malang, 1983: 59). Dalam hubungan antara manusia itu diperlukan suatu landasan
yaitu Pancasila. Dengan demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan
bagaimana terbentuknya masyarakat.
3. Aksiologi (Nilai Guna)
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar
Negara yang memiliki nial-nilai : Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi
dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai
refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan
Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari
Pancasila (Notonagoro).
Filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntunan nasional, karena cita dan karsa bangsa atau tujuan
nasional dan harkat luhur rakyat tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan
jiwa Pancasila, cita dan karsa ini diusahakan secara melembaga didalam pendidikan nasional sebagai
sistem bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup atau filosofi tertentu. Maka melalui
sistem pendidikan Pancasila akan terjalin cita dan karsa nasional dalam membina watak dan kepribadian
dan martabat Pancasila dalam subjek pribadi manusia Indonesia seutuhnya.
Melalui pendidikan Pancasila yang terpadu diharapkan peserta didik : Memahami dan menguasai secara
nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi, serta pandangan hidup bangsa dan
Negara RI. Menghayati dan meyakini tatanan nilai dan moral yang termuat Pancasalia. Mengamalkan
dan membakukan Pancasila sebagai sikap prilaku diri dan kehidupan dengan penuh keyakinan dan
nalar.
1. Sebagai program pendidikan nilai, moral, dan norma yang harus membina totalitas dari peserta
didik, yakni: pola pikir, sikap, dan kepribadian serta prilaku yang berasaskan nilai, moral, dan norma
Pancasila-UUD 1945. Peserta didik dan keluaran sekolah benar-benar mampu melaksanakan
Pancasila dengan penuh keyakinan dan nalar.
2. Sebagai program pendidikan politik, dengan tugas peran membina peserta didik menjadi Warga
Negara Indonesia yang melek politik, ialah warga Negara yang Sadar akan hukum dan UUD 1945
negara RI. Dalam arti memahami dengan baik tata keharusan bermasyarakat dan bernegara serta
hak kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara RI. Sadar Akan Pembangunan Dalam
arti memahami dengan baik apa yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan masyarakat dan
pemerintahan RI dalam mewujudkan cita-cita bangsa Negara serta mengerti akan tugas tanggung
jawabnya dalam pembangunan. Sadar akan masalah yang sedang dan akan dihadapi dirinya,
masyarakat dan negaranya dalam melaksanakan hal-hal tersebut di atas.
3. Sebagai program Pendidikan Studi Lanjutan dengan tugas membina perbekalan, kemampuan
dan keterampilan untuk studi lanjutan bagi mereka yang mampu serta untuk belajar sepanjang
hayat bagi mereka yang tidak melanjutkan studi. Dalam fungsi peran ini jelaslah diharapkan agar
pendidikan Pancasila di samping memuat hal ihwal keilmuan dan pengetuhan hendaknya juga
membina berbagai kemampuan/ keterampilan belajar.
2. Pendidikan Pancasila sebagai Program Terpadu yang utuh, Bulat, dan Berkesinabungan.
Dalam program Pendidikan Pancasila ini termuat isi PMP sebagaimana dipesankan kurikulum1975/1984,
pesan P4 sebagai program penataran penerimaan siswa baru, aspek historis politis dan nilai juang 1945
dari PSPB, pendidikan pendahuluan bela Negara (PPBN) dan pendidikan Kewargaan (PKN) menurut UU
No.2/1989 tentang sistem Pendidikan Nasional serta PP No.6 sampai dengan No 30 tahun
1990.kesemua isi dan pesan program tersebut hendaknya diramu secara utuh menjadi satu program
yang utuh bulat dan berkesinambungan.
3. Pendidikan sebagai pendidikan Nilai dan moral
Salah satu fungsi peran pendidikan Pancasila adalah membina totalitas diri peserta didik.dalam peranan
ini pendidikan Pancasila merupakan program pendidikan Nilai-Moral atau Program Pendidikan Afektif.,
Sebagai program pendidikan Nilai-Moral (Afektif) maka tentunya sangat diharapkan agar program
mampu menampilkan pernagkat tatanan nilai, moral, dan norma Pancasila secara benar dan selalu
menunjukkan keterkaitan isi pesan sila-sila Pancasila.
Masa depan pendidikan di Indonesia akan tetap bagus dan gemilang jika setiap orang yang mengambil
kebijakan selalu melandaskan pemikiran dan kebijakan yang dibuatnya berdasarkan filsafat pendidikan
Pancasila. Kebijakan yang dibuat dengan menjadikan Pancasila sebagai landasannya maka kebijakan
tersebut akan menjadi kebijakan yang bagus dan kebijakan tersebut akan dapat diterima dan akan
dilaksanakan oleh orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sebagai contoh jika kepala sekolah membuat kebijakan yang menjadikan filsafat pendidikan Pancasila
sebagai landasan dalam berpikirnya maka kebijakan yang dibuat oleh kepala sekolah tersebut akan
dinilai adil dan orang akan mau melaksanakan kebijakan tersebut. Dengan adanya kemauan dari guru-
guru, staf, dan warga sekolah dalam menjalankan kebijakan yang dibuat oleh kepala sekolah maka
kebijakan yang dibuat oleh kepala sekolah akan berhasil dalam pelaksanaan. Jika kebijakan yang telah
dibuat oleh kepala sekolah berhasil dalam pelaksanaannya maka efektivitas pelaksanaan pendidikan di
sekolah tentu akan berjalan dengan baik.
SEGMEN 3
Tanggapan
Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Bangsa
Pancasila adalah :
Bukti pengamalan Pancasila yang dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa Menurut Muhammad Noor
Syam (1983:346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal
peradabannyayang bersifat masih berupa kebudayaan, yang meliputi: a. Kesadaran ketuhanan dan
kesadaran keagamaan secara sederhana, b. Kesadaran kekeluargaan, dimana cinta dan keluarga
sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi, c. Kesadaran
musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama, d. Kesadaran gotong royong, tolong-
menolong, e. Kesadaran tenggang rasa, atau tepa selira, sebagai semangat kekeluargaan dan
kebersamaan, hormat-menghormati dan memelihara kesatuan, saling pengertian demi keutuhan,
kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pemdidikan yang tumbuh
dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi
oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Menteri Pengajaran dan Kebudayaan
(PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawadharna”
yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional. Pendidikan suatu bangsa
akan secara otomatis mengikuti ideology bangsa yang dianut. Karena sistem pendidikan nasional
Indonesia dijiwai, disadari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita,
tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai
perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional
yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Dengan kata lain,
sistem Negara Pancasila tercermin dan dilaksanakan didalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan
masyarakat.
Manusia pribadi atau masyarakat memiliki keyakinan dan kepercayaan yang tercermin dalam tujuan
(cita-cita) dan hasrat luhur atau kehendak berdasarkan cita dan karsa memilih dan menerapkan aktifitas
/ fungsi kehidupan atau usaha mendidik dirinya. Pendidikan merupakan fungsi manusia dan masyarakat
untuk mengembangkan dan meningkatkan dirinya, martabat dan kepribadiannya. Hubungan
masyarakat dengan pendidikan itu sebagai hubungan fungsional berarti: a) Bahwa masyarakat atau
Negara secara sadar dan mandiri cita karsa atau tujuan dan keinginan luhur akan dicapai melalui
kebijakan, lembaga dan strategi tertentu. b) Pendidikan suatu lembaga, perwujudannya secara nasional
adalah sistem pendidikan nasional yang bersumber dan ditentukan oleh cita karsa manusia menurut
keyakinan dan pandangan hidup dan filsafat Negara sebagai sumber nilai cita dan kepribadian
nasionalnya.
Dari penjelasan itu dapat dinyatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah inti Filsafat Pancasila.
Kerinduan bangsa Indonesia akan terwujudnya kesatuan didalam pengalaman akan kepelbagaian
tersebut merupakan cerminan kerinduan umat manusia sepanjang zaman.Menurut Drijarkara, 1980
Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan
yang terntu pada kongretnya. Sebab itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai
manusia), kita juga akan sampai ke Pancasila.
Hal ini digambarkan melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro, 1984 dalam kaitannya menyebutkan
“ kalau dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkat
dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada
hubungannya yang mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan
yang bulat. Adapun hubungannya dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau
pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya sistem
pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem
pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara
Pancasila. Dengan kata lain sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan didalam
kehidupan sehari-hari.
SEGMEN 4
Simpulan
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh para leluhur bangsa Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem.
Filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntunan nasional, karena cita dan karsa bangsa atau tujuan
nasional dan harkat luhur rakyat tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan
jiwa Pancasila, cita dan karsa ini diusahakan secara melembaga didalam pendidikan nasional sebagai
sistem bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menhgasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan YME, dengan sikap dan prilaku, (1) memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang
bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, (2) memiliki kemampuan untuk mengenali masalah
hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya, (3) mengenali perubahan-perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta (4) memiliki kemampuan untuk memaknai
peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Fungsi pendidikan Pancasila adalah Sebagai program pendidikan nilai, moral, dan norma yang harus
membina totalitas dari peerta didik, Sebagai program pendidikan politik, dengan tugas peran membina
peserta didik menjadi warga negara Indonesia yang melek politik yaitu warga negara yang paham akan
hak-hak politiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Marsudi, Subandi. 2001. Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi. Jakarta: Grafindo
Jalaluddin. Abdullah, idi. 2011. Filsafat pendidikan. Jakarta: grafindo
Kaelan dan Dosen Universitas gajah Mada. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Noor Syam, Mohammad. 1986. Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila.
Surabaya : Usaha Nasional
Rukiyanti, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UNY Press
Sulistyowati, Endah. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Supardo (ed.). 1960. Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
http://teoribagus.com/filsafat-pendidikan-pancasila-dan-masa-depannya