Konsep tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam kitab suci Al-
Quran. Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga dalam Al- Quran dan
Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat. Kosa kata sehat wal afiat dalam bahasa
Indonesia mengacu pada kondisi ragawi dan bagian- bagiannya yang terbebas dari
virus penyakit. Sehat wal afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik,
segi mental maupun kesehatan masyarakat.
Menurut Dian Mohammad Anwar dari Foskos Kesweis (Forum Komunikasi dan
Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih
merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep sehat dan afiat
itu mempunyai makna yang berbeda kendati tidak jarang hanya disebut dengan salah
satunya, karena masing- masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung
dalam kata yang tidak disebut.
Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota
badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah swt untuk hamba- Nya dari
segala macam bencana dan tipudaya. Perlindungan Allah swt itu sudah barang tentu
tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi orang- orang yang mematuhi
petunjuk- Nya. Dengan demikian makna afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya
anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
1
White (1977)
Sesuai dengan Sunnah Nabi inilah, maka umat Islam diajarkan untuk senantiasa
mensyukuri nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah swt. Bahkan bisa dikatakan
kesehatan adalah nikmat Allah swt yang terbesar yang harus diterima manusia dengan
rasa syukur. Bentuk syukur terhadap nikmat Allah swt karena telah diberi nikmat
kesehatan adalah senantiasa menjaga kesehatan.
Untuk memahami sehat secara Islami, ada beberapa terminologi yang berkaitan
dengan potensi manusia yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu :
- Al- jasadu : fisik manusia yang tersusun dari jaringan- jaringan tubuh seperti
tangan, kaki, kepala dan lain sebagainya.
- Ar- ruh : sesuatu yang ditiupkan ke dalam badan manusia setelah berumur tiga
kali empat puluh hari.
- An- nafs : sebutan dari ar- ruh apabila telah bersatu dengan badan / jasad manusia.
- Al- qalbu : dengan pendekatan secara jasmani mengandung arti jantung Dengan
pendekatan secar ruhaniah mengandung artihati nurani. Al-qalbu merupakan
potensi dalam diri manusia yang terpenting karena mempunyai hubungan dengan
al-jasad, an-nafs dan al-aql.Semua potensi yang ada pada manusia tersebut harus
dimanfaatkan sebagai manifestasi khalifah di muka bumi yang mempunyai fungsi
membangun dan memelihara alam.
B. Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh
organisasi maupun menurut hadist, diantaranya menurut :
- WHO :
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
- Rosdahl :
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.
- Hadist :
Kondisi dimana semua fungsi organ tubuh manusia serta qalbu manusia ada
dalam kondisi terbaiknya. Sesuai dengan sabda Rasulullah :
Istilah tahzan yang berarti bersedih hati juga disebut beberapa kali dalam berbagai
ayat. Disamping itu ada istilah yang merupakan sebagai sifat manusia yang dapat
menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan seperti manusia bersifat tergesa-gesa,
berkeluh-kesah, melampaui batas, ingkar tak mau bersyukur atau berterima kasih,
serta banyak lagi istilah -istilah sebagai akhlak yang buruk.
Di dalam Al Qur‟an disebut adanya Qalbu, nafs, dan aql yang dapat dianggap sebagai
potensi kejiwaan, yang ketiganya berkembang sejak masa bayi sampai mencapai
maturitas, dan ketiganya saling beritegrasi dengan baik dan membentuk jiwa yang
sehat. Sebaliknya bila salah satu dari padanya terganggu perkembangannya terutama
bila terjadi pada qalbu, maka dapat terjadi gangguan jiwa.
- Pamer (riya’)
2
Hasan Muhammad as-Syarqawi, Nahw ‘Ilmiah Nafsi
Seperti yang dijelaskan oleh As-Syarqawi, bahwa dalam penyakit riya’ terdapat
unsur penipuan terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain, karena hakikatnya ia
mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Penyakit riya’ merasuk dalam jiwa seseorang dengan halus dan tidak terasa
sehingga hampir tidak ada orang yang selamat dari serangan penyakit ini kecuali
orang arif yang ikhlas dan taat.
“Yang paling aku kuatirkan terhadap umatku adalah riya’ dan syahwat yang
tersembunyi”
Islam memberikan terapi riya’ ini dengan cara mengikis nafsu syahwat sedikit
demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri (tawadhu’) dengan melihat
kebesaran Allah SWT.
- Marah (al-ghadhab)
Marah pada hakikatnya adalah memuncaknya kepanikan di kepala, lalu
menguasai otak atau pikiran dan akhirnya kepada perasaan. Kondisi semacam ini
seringkali sulit untuk dikendalikan. Lebih lanjut As-Syarqawi mengungkapkan,
bahwa emosi marah akan menimbulkan beberapa pelampiasan, misalnya secara
lisan akan memunculkan caci-makian, kata-kata kotor/keji dan secara fisik akan
menimbulkan tindakan-tindakan destruktif.
Marah juga dapat berpengaruh pada hati seseorang, yaitu sifat dengki dan iri hati,
menyembunyikan kejahatan, rela melihat orang lain menderita, cemburu, suka
membuka aib orang lain dan seterusnya. Atas dasar inilah maka nabi melarang
orang yang sedang marah untuk melakukan putusan atau memutuskan sesuatu
perkara sebagaimana sabdanya :
Di sisi lain lupa merupakan sifat asal (tabiat) manusia. Tabiat inilah yang kadang-
kadang membuat manusia lupa akan hal-hal yang penting, lalai akan Allah swt,
dan perintah-Nya, sementara setan selalu menggodanya. Dari aspek ini kita
melihat keberhasilan iblis dalam menggoda Adam A.S.
- Was-was (al-was-wasah)
Para ulama memandang bahwa penyakit was-was merupakan akibat dari bisikan
hati dan adanya angan-angan keduniaan yang didasarkan pada hawa nafsu dan
kesenangan duniawi. Penyakit was-was juga merupakan penyakit yang muncul
akibat gangguan setan. Setan mengobarkan hawa nafsu dan membuat seseorang
meragukan agamanya. Lupa daratan, cenderung melakukan perbuatan keji.
- Frustrasi (al-ya’s)
Menurut as-Syarqawi adalah putus harapan dan cita. Munculnya perasaan ini
biasanya ketika seseorang berhadapan dengan macam-macam cobaan dan
persoalan hidup yang bertolak belakang dengan hawa nafsunya. Sifat tersebut
sangat dicela oleh agama, karena menjadikan seseorang statis, kehilangan etos
kerja, acuh-tak acuh terhadap lingkungan, selalu melamun, kehilangan
kepercayaan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.
Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah swt melarang manusia berputus asa akan
rahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya :
“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiadaberputus ada
sari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf : 87)
- Rakus (Tama’)
Tamak atau rakus adalah keinginan yang berlebih-lebihan yang didasari oleh
kemauan hawa nafsu yang tidak terkendali. Jika seseorang mengikuti hawa
nafsunya secara belebihan, maka selama ia bersikap tamak dan tidak pernah
merasa puas dengan apa yang ia terima, selama itu pula ia terperangkap oleh
angan-angan dunia yang tidak pernah terwujudkan.
Menurut as-Syarqawi, cara membendung sifat tamak ini adalah dengan
membiasakan diri dengan zuhud dan qana’ah sehingga dengan demikian ia akan
bebas dari perbuatan hawa nafsu
- Terperdaya (al-ghurur )
Merupakan suatu jenis penyakit mental yang diakibatkan oleh salah persepsi
tentang kehiduppan duniawi dan juga lupa tentang penciptanya. Menurut as-
Asyarqawi keterpedayaan dan salah persepsi berkisar kepada dua hal, yaitu :
Tentang Kehidupan Duniawi
Pemahaman yang tidak benar terhadap kehidupan duniawi di mana dunia
dianggap segala-galanya, dunia merupakan tujuan akhir, harapan dan cita-
citanya. Penderita penyakit ini selalu meragukan kehidupan akhirat, akhirat
dianggap ilusi, tidak kekal, sementara kehidupan dunia dianggapnya segala-
galanya. Persepsi yang demikian ini dikenal dalam filsafat sebagai penganut
hedonisme. Menurut Islam, untuk menanggulangi penyakit di atas adalah
dengan terapi iman, sebab dengan iman seseorang akan menyadari bahwa
kehidupan dunia sesungguhnya bersifat sementara (Ibid ).
Kadang-kadang pada sebagian orang emosi ini merupakan tingkah laku yang
dominan dalam kepribadian dan dapat menimbulkan sikap sombong, angkuh serta
merendahkan orang lain. Penilaian yang tinggi terhdap suatu pemberian, sikap
yang selalu mengingat-ingat pemberian dan sikap pamrih terhdap perbuatan yang
dilakukan merupakan hal-hal yang termasuk kategori ujub.
Dari sisi lain orang yang bangga dengan dirinya telah menyadari akan
kepribadiannya dan mengerti akan kesalahannya, tetapi tidak tertarik untuk
kembali kepada kebenaran, melainkan bersikap putus asa, tetap ingkar dan bahkan
tidak mau melakukan kebajikan dan pengabdian kepada Allah.
Secara umum untuk mengatasi penyakit jiwa akibat tekanan mental, atau penyakit
jiwa yang tergolong unorganik ini adalah dengan terapi pendidikan akhlak sejak
dini, serta menciptakan keluarga dalam rumah tanga sakinah. Oleh sebab itu
dalam Islam pendidikan akhlak bagi anak sangat ditekankan.
Pertama, pada tahap peningkatan alarm, individu memasuki shock yang bersifat
sementara, suatu masa dimana pertahanan terhadap stress ada di bawah normal. Individu
mengenali keberadaan stress dan berusaha menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu
turun menurun, dan tekanan darah juga turun. Kemudian muncul apa yang disebut
dengan countershock, dimana pertahanan terhadap stress mulai muncul, korteks adrenal
mulai membesar dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm atau peringatan ini
berlangsung singkat.3
Tidak lama kemudian individu akan memasuki tahap perlawanan atau resistance. Di
mana pertahanan stress menjadi semakin intensif dan semua upaya dilakukan untuk
melawan stress. Pada tahap pertahanan tubuh individu dipenuhi oleh hormon stress.
Tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernapasan semua meningkat. Bila semua
upaya yang dilakukan untuk mengatasi atau melawan stress tersebut gagal dan stress
3
Nevid, Rathus & Grenee, 2003 : 135
tetap ada, maka individu akan memasuki tahap kelelahan atau exhaustion. Yaitu di mana
kerusakan pada tubuh semakin meningkat seperti mudah pingsan dan rentan terhadap
penyakit.4
4
Nevid et al., 2003 : 139