Anda di halaman 1dari 12

2.

Gangguan Jiwa dan Stress dalam Pandangan Islam


A. Pengertian Kesehatan Dalam Islam
Sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak
mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.1
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama
tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah dan
sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan
mengamalkan tuntunan- Nya, dan memelihara serta mengembangkannya.

Konsep tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam kitab suci Al-
Quran. Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga dalam Al- Quran dan
Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat. Kosa kata sehat wal afiat dalam bahasa
Indonesia mengacu pada kondisi ragawi dan bagian- bagiannya yang terbebas dari
virus penyakit. Sehat wal afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik,
segi mental maupun kesehatan masyarakat.

Menurut Dian Mohammad Anwar dari Foskos Kesweis (Forum Komunikasi dan
Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih
merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep sehat dan afiat
itu mempunyai makna yang berbeda kendati tidak jarang hanya disebut dengan salah
satunya, karena masing- masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung
dalam kata yang tidak disebut.

Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota
badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah swt untuk hamba- Nya dari
segala macam bencana dan tipudaya. Perlindungan Allah swt itu sudah barang tentu
tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi orang- orang yang mematuhi
petunjuk- Nya. Dengan demikian makna afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya
anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.

1
White (1977)
Sesuai dengan Sunnah Nabi inilah, maka umat Islam diajarkan untuk senantiasa
mensyukuri nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah swt. Bahkan bisa dikatakan
kesehatan adalah nikmat Allah swt yang terbesar yang harus diterima manusia dengan
rasa syukur. Bentuk syukur terhadap nikmat Allah swt karena telah diberi nikmat
kesehatan adalah senantiasa menjaga kesehatan.

Untuk memahami sehat secara Islami, ada beberapa terminologi yang berkaitan
dengan potensi manusia yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu :

- Al- jasadu : fisik manusia yang tersusun dari jaringan- jaringan tubuh seperti
tangan, kaki, kepala dan lain sebagainya.

- Ar- ruh : sesuatu yang ditiupkan ke dalam badan manusia setelah berumur tiga
kali empat puluh hari.

- An- nafs : sebutan dari ar- ruh apabila telah bersatu dengan badan / jasad manusia.

- Al- aql : alat untuk berfikir atau memahami sesuatu.

- Al- qalbu : dengan pendekatan secara jasmani mengandung arti jantung Dengan
pendekatan secar ruhaniah mengandung artihati nurani. Al-qalbu merupakan
potensi dalam diri manusia yang terpenting karena mempunyai hubungan dengan
al-jasad, an-nafs dan al-aql.Semua potensi yang ada pada manusia tersebut harus
dimanfaatkan sebagai manifestasi khalifah di muka bumi yang mempunyai fungsi
membangun dan memelihara alam.
B. Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh
organisasi maupun menurut hadist, diantaranya menurut :

- WHO :
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

- UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996 :


Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelectual, emocional secara
optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.

- Stuart & Laraia :


Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki
persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

- Rosdahl :
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.

- Hadist :
Kondisi dimana semua fungsi organ tubuh manusia serta qalbu manusia ada
dalam kondisi terbaiknya. Sesuai dengan sabda Rasulullah :

“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia seringkali terperdaya dengannya,


nikmat kesehatan dan waktu luang”. (HR. Bukhari).
Rasulullah juga bersabda :
“Tidak ada salahnya seseorang memiliki kekayaan asalkan dia tetap bertakwa.
Akan tetapi, bagi orang yang bertakwa, kesehatan lebih baik daripada kekayaan.
Selain itu, hati yang bahagia (thiib an nafs) adalah bagiandari (kenikmatan) surge”.
(HR Ibnu Maajah).

C. Pengertian Gangguan Jiwa


Di berbagai ayat dalam Al-Qur’an disebut istilah-istilah yang dapat dikategorikan
sebagai gangguan jiwa seperti Qalbu yang sakit (maradhun). Majnuun, maftuun, dan
jinnatuun ketiga-tiganya diterjemahkan sebagai “gila”.

Istilah tahzan yang berarti bersedih hati juga disebut beberapa kali dalam berbagai
ayat. Disamping itu ada istilah yang merupakan sebagai sifat manusia yang dapat
menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan seperti manusia bersifat tergesa-gesa,
berkeluh-kesah, melampaui batas, ingkar tak mau bersyukur atau berterima kasih,
serta banyak lagi istilah -istilah sebagai akhlak yang buruk.

Di dalam Al Qur‟an disebut adanya Qalbu, nafs, dan aql yang dapat dianggap sebagai
potensi kejiwaan, yang ketiganya berkembang sejak masa bayi sampai mencapai
maturitas, dan ketiganya saling beritegrasi dengan baik dan membentuk jiwa yang
sehat. Sebaliknya bila salah satu dari padanya terganggu perkembangannya terutama
bila terjadi pada qalbu, maka dapat terjadi gangguan jiwa.

D. Bentuk-Bentuk Gangguan Jiwa dan Gejalanya


Penyakit jiwa dapat dibagi menjadi sembilan bagian2, yaitu :

- Pamer (riya’)

2
Hasan Muhammad as-Syarqawi, Nahw ‘Ilmiah Nafsi
Seperti yang dijelaskan oleh As-Syarqawi, bahwa dalam penyakit riya’ terdapat
unsur penipuan terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain, karena hakikatnya ia
mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Penyakit riya’ merasuk dalam jiwa seseorang dengan halus dan tidak terasa
sehingga hampir tidak ada orang yang selamat dari serangan penyakit ini kecuali
orang arif yang ikhlas dan taat.

Dalam riya‟ terdapat unsur kepura-puraan, penipuan, munafik, seluruh tingkah-


lakunya cenderung mengharap pujian orang lain, senang kepada kebesaran dan
kekuasaan, overacting, menutup-nutupi kejelekannya dan seterusnya.
Sifat yang demikian ini digambarkan dalam QS An-Nisa’: 142 dan At-Taubah: 67

“Yang paling aku kuatirkan terhadap umatku adalah riya’ dan syahwat yang
tersembunyi”

Islam memberikan terapi riya’ ini dengan cara mengikis nafsu syahwat sedikit
demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri (tawadhu’) dengan melihat
kebesaran Allah SWT.

- Marah (al-ghadhab)
Marah pada hakikatnya adalah memuncaknya kepanikan di kepala, lalu
menguasai otak atau pikiran dan akhirnya kepada perasaan. Kondisi semacam ini
seringkali sulit untuk dikendalikan. Lebih lanjut As-Syarqawi mengungkapkan,
bahwa emosi marah akan menimbulkan beberapa pelampiasan, misalnya secara
lisan akan memunculkan caci-makian, kata-kata kotor/keji dan secara fisik akan
menimbulkan tindakan-tindakan destruktif.

Marah juga dapat berpengaruh pada hati seseorang, yaitu sifat dengki dan iri hati,
menyembunyikan kejahatan, rela melihat orang lain menderita, cemburu, suka
membuka aib orang lain dan seterusnya. Atas dasar inilah maka nabi melarang
orang yang sedang marah untuk melakukan putusan atau memutuskan sesuatu
perkara sebagaimana sabdanya :

“Seseorang jangan membuat keputusan diantara dua orang (yang berselisih)


sementara ia dalam keadaan marah”.

- Lalai dan Lupa (al-ghaflah wan nisyah)


Lalai dan lupa termasuk salah satu dari penyakit mental. Proses kelupaan juga
sangat erat kaitannya dengan waktu dan konsentrasi seseorang terhadap peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Sebagian psikolog berpendapat, bahwa seseorang yang
terlalu banyak mengurusi persoalan-persoalan yang rumit, maka akan
menyebabkan terjadinya proses kelupaan terhadap sesuatu yang telah diketahui
sebelumnya. Oleh karena itu dianjurkan seseorang tidak terlalu memforsir diri.
Dan hendaknya menyisihkan sebagian waktunya untuk beristirahat.

Di sisi lain lupa merupakan sifat asal (tabiat) manusia. Tabiat inilah yang kadang-
kadang membuat manusia lupa akan hal-hal yang penting, lalai akan Allah swt,
dan perintah-Nya, sementara setan selalu menggodanya. Dari aspek ini kita
melihat keberhasilan iblis dalam menggoda Adam A.S.

- Was-was (al-was-wasah)
Para ulama memandang bahwa penyakit was-was merupakan akibat dari bisikan
hati dan adanya angan-angan keduniaan yang didasarkan pada hawa nafsu dan
kesenangan duniawi. Penyakit was-was juga merupakan penyakit yang muncul
akibat gangguan setan. Setan mengobarkan hawa nafsu dan membuat seseorang
meragukan agamanya. Lupa daratan, cenderung melakukan perbuatan keji.

Dalam menanggulangi penyakit di atas, nampaknya metode yang ditempuh oleh


“psikologi Islam” berbeda dengan yang ditempuh oleh psikologi modern. Islam
memandang bahwa sumber utama dari penyakit was-was adalah setan. Oleh sebab
itu jalan keluarnya adalah terapi berzikir kepada Allah.

As-Samarqandi, seperti yang dikutip oleh As-Syarqawi menyebutkan bahwa setan


senantiasa berusaha menggoda dan memperdaya manusia. Jalan yang
ditempuhnya adalah melalui sifat su’udzan baik kepada Allah maupun kepada
manusia.

- Frustrasi (al-ya’s)
Menurut as-Syarqawi adalah putus harapan dan cita. Munculnya perasaan ini
biasanya ketika seseorang berhadapan dengan macam-macam cobaan dan
persoalan hidup yang bertolak belakang dengan hawa nafsunya. Sifat tersebut
sangat dicela oleh agama, karena menjadikan seseorang statis, kehilangan etos
kerja, acuh-tak acuh terhadap lingkungan, selalu melamun, kehilangan
kepercayaan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah swt melarang manusia berputus asa akan
rahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya :

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiadaberputus ada
sari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf : 87)

- Rakus (Tama’)
Tamak atau rakus adalah keinginan yang berlebih-lebihan yang didasari oleh
kemauan hawa nafsu yang tidak terkendali. Jika seseorang mengikuti hawa
nafsunya secara belebihan, maka selama ia bersikap tamak dan tidak pernah
merasa puas dengan apa yang ia terima, selama itu pula ia terperangkap oleh
angan-angan dunia yang tidak pernah terwujudkan.
Menurut as-Syarqawi, cara membendung sifat tamak ini adalah dengan
membiasakan diri dengan zuhud dan qana’ah sehingga dengan demikian ia akan
bebas dari perbuatan hawa nafsu

- Terperdaya (al-ghurur )
Merupakan suatu jenis penyakit mental yang diakibatkan oleh salah persepsi
tentang kehiduppan duniawi dan juga lupa tentang penciptanya. Menurut as-
Asyarqawi keterpedayaan dan salah persepsi berkisar kepada dua hal, yaitu :
 Tentang Kehidupan Duniawi
Pemahaman yang tidak benar terhadap kehidupan duniawi di mana dunia
dianggap segala-galanya, dunia merupakan tujuan akhir, harapan dan cita-
citanya. Penderita penyakit ini selalu meragukan kehidupan akhirat, akhirat
dianggap ilusi, tidak kekal, sementara kehidupan dunia dianggapnya segala-
galanya. Persepsi yang demikian ini dikenal dalam filsafat sebagai penganut
hedonisme. Menurut Islam, untuk menanggulangi penyakit di atas adalah
dengan terapi iman, sebab dengan iman seseorang akan menyadari bahwa
kehidupan dunia sesungguhnya bersifat sementara (Ibid ).

Sebagaimana Allah berfirman dalam beberapa ayat-Nya, bahwa dunia ini


hanyalah permainan dan senda-gurau saja (lihat: Q.S. Al-An’am: 32, Al-
Ankabut: 64, Al-Hadid: 20, Muhammad: 36).

 Tentang Kepercayaan Kepada Allah


Termasuk dalam kategori terpedaya adalah kesalahan persepsi terhadap Allah
(jika memang benar-benar ada) maka ia akan memberikan kenikmatan di
akhirat, mereka menganalogikan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat.
Persepsi di atas jelas tidak benar, sebab adanya kedudukan, kenikmatan, harta
dan kedudukan yang diperoleh seseorang tidak selamanya merupakan indikasi
keridaan Tuhan, melainkan sebaliknya sebagai ujian dan cobaan.
Dari sisi lain sifat terpedaya juga sering merasuk ke dalam jiwa orang yang
berkeyakinan, bahwa dengan sifat rahman rahim-Nya, Allah akan mentolerir
perbuatan-perbuatan hamba-Nya yang sengaja melalaikan perintah-perintah-
Nya. Dengan demikian, penderita penyakit ini cenderung selalu mengabaikan
perintah-perintah Allah dengan tidak menyadari bahwa sesungguhnya ia
terjebak dalam persepsi yang keliru.

- Bangga Diri (al-ujub)


Perasaan bangga diri (ujub) sedikit berbeda dengan perasaan sombong (kibr).
Menurut al-Ghazali, kibr merupakan perasaan yang muncul pada diri seseorang ,
di mana ia menganggap dirinya lebih baik dan lebih utama dari orang lain.
Sedangkan ujub adalah perasaan bangga diri yang dalam penampilannya tidak
memerlukan atau melibatkan orang lain. Ujub lebih terfokus kepada rasa kagum
terhadap diri sendiri, suka membanggakan dan menonjolkan diri sendiri.

Kadang-kadang pada sebagian orang emosi ini merupakan tingkah laku yang
dominan dalam kepribadian dan dapat menimbulkan sikap sombong, angkuh serta
merendahkan orang lain. Penilaian yang tinggi terhdap suatu pemberian, sikap
yang selalu mengingat-ingat pemberian dan sikap pamrih terhdap perbuatan yang
dilakukan merupakan hal-hal yang termasuk kategori ujub.

Menurut As-Syarqawi, ujub merupakan perasaan senang yang berlebihan.


Kemunculannya disebabkan adanya anggapan bahwa si pasien merupakan orang
yang paling baik dan paling sempurna di dalam segalanya. Sikap ujub adalah
penyakit mental yang sangat berbahaya, sebab eksistensinya membuat hati
menjadi beku di dalam menerima kebaikan, memperingan dosa dan selalu
menutup-nutupi kesalahan. Sebagaimana firman Allah swt. :
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling dan
menjauhkan diri, tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a”.
(Q.S. Fusilat: 51)

Dari sisi lain orang yang bangga dengan dirinya telah menyadari akan
kepribadiannya dan mengerti akan kesalahannya, tetapi tidak tertarik untuk
kembali kepada kebenaran, melainkan bersikap putus asa, tetap ingkar dan bahkan
tidak mau melakukan kebajikan dan pengabdian kepada Allah.

- Dengki dan Iri Hati (al-hasd wal hiqd)


Iri hati atau juga disebut dengki merupakan gejala-gejala luar yang kadang-
kadang menunukkan perasaan dalam hati. Akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak
mudah untuk diketahui, sebab seseorang kan berusaha semaksimal mungkin
menyembunyikan gejala-gejala tersebut. Secara umum dapat dikatakan, bahwa
rasa iri muncul akibat kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu tujuan. Oleh
sebab itu emosi ini sangat kompleks, dan ada dasarnya terdiri atas rasa ingin
memiliki, rasa marah, dan rasa rendah diri.

As-Syarqawi mejelaskan bahwa emosi ini secara garis besar diklasifikasikan


menjadi dua macam:
 Iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-munafasah)
Merupakan kompetisi sehat untuk meniru hal-hal positif yang dimiliki orang
lain tanpa didasari oleh interes jahat dalam rangka“fastabiqul khairat”. Iri
dalam jenis ini merupakan sesuatu yang diharuskan bagi setiap muslim
berdasarkan firman Allah:

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu


semua kembali, lalu diberitahukannya kepadamu apa yang telah kamu
peraselisihkan”.(Q.S. al-Maidah: 48)
 Iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hiqd wal hasad ).
Sementara iri jenis kedua ini lebih didasari oleh rasa benci terhadap apa-apa
yang dimiliki oleh orang lain, baik yang berkaitan dengan materi maupun
yang berhubungan dengan jabatan/kedudukan Iri dalam kategori ini, menurut
As-Syarqawi iri jenis ini cenderung memunculkan sikap antipati dan bahkan
melahirkan sikap permusuhan terhadap orang lain.

Secara umum untuk mengatasi penyakit jiwa akibat tekanan mental, atau penyakit
jiwa yang tergolong unorganik ini adalah dengan terapi pendidikan akhlak sejak
dini, serta menciptakan keluarga dalam rumah tanga sakinah. Oleh sebab itu
dalam Islam pendidikan akhlak bagi anak sangat ditekankan.

3. Stress dalam Masa (Fase) Kecemasan, Keletihan, dan Perlawanan


General adaptation syndrome terdiri dari tiga tahap : tahap peringatan, perlawanan, dan
kelelahan.

Pertama, pada tahap peningkatan alarm, individu memasuki shock yang bersifat
sementara, suatu masa dimana pertahanan terhadap stress ada di bawah normal. Individu
mengenali keberadaan stress dan berusaha menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu
turun menurun, dan tekanan darah juga turun. Kemudian muncul apa yang disebut
dengan countershock, dimana pertahanan terhadap stress mulai muncul, korteks adrenal
mulai membesar dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm atau peringatan ini
berlangsung singkat.3

Tidak lama kemudian individu akan memasuki tahap perlawanan atau resistance. Di
mana pertahanan stress menjadi semakin intensif dan semua upaya dilakukan untuk
melawan stress. Pada tahap pertahanan tubuh individu dipenuhi oleh hormon stress.
Tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernapasan semua meningkat. Bila semua
upaya yang dilakukan untuk mengatasi atau melawan stress tersebut gagal dan stress

3
Nevid, Rathus & Grenee, 2003 : 135
tetap ada, maka individu akan memasuki tahap kelelahan atau exhaustion. Yaitu di mana
kerusakan pada tubuh semakin meningkat seperti mudah pingsan dan rentan terhadap
penyakit.4

4
Nevid et al., 2003 : 139

Anda mungkin juga menyukai