PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai
serangkaian
proses
untuk
membantu
ada
diantaranya
yang
berada
dalam
binaan
1995
Tentang
Pemasyarakatan
Anak
Didik
di
Dirjen
anak
tersebut
diantaranya
Kasus yang
penganiyaan,
pemasyarakatan
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah
ini yakni sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
untuk
meningkatkan
didik
meningkatkan
pemasyarakatan.
self
esteem
anak
BAB II
METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM
ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN
A. Anak Didik Pemasyarakatan
Menurut Pasal 1 Angka 8 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan Anak Didik Pemasyarakatan adalah (a) Anak Pidana yaitu
anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS
Anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; (b) Anak
Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada
negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak, paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; (c) Anak Sipil yaitu anak yang
atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan
untuk dididik di LAPAS Anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan
belas) tahun.
Anak didik pemasyarakatan umumnya melakukan perilaku
delinkuen atau disebut juga kenakalan. Dalam sudut pandang hukum
berdasarkan Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, mengkualifikasikan kenakalan anak (anak nakal) sebagai
anak yang melakukan tindak pidana dan anak yang melakukan perbuatan
yang terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan
maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
B. Self esteem
1. Definisi
Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri (self
esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat
diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut
menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian,
berharga, dan kompeten.
Sedangkan menurut Gilmore (Akhmad Sudrajad) mengemukakan
bahwa: .self esteem is a personal judgement of worthiness that is a
dan
indikasi
besarnya
kepercayaan
individu
terhadap
mendapat
perilakunya
dari
feed
back
orang-orang
dan
pengesahan
sekitarnya.
mengenai
Interpretasi
yang
adalah
ditentukan
oleh
keyakinan-keyakinan
individu
kebutuhan dalam diri individu terhadap struktur sosial, hal ini akan
memuaskan individu.
Proses psikologis kedua yaitu self-worrth, adalah perasaan bahwa diri
atau self itu penting dan efektif serta melibatkan pribadi yang sadar akan
diri sendiri. Self-worth ini akan lebih mendasar dari self-evaluation karena
melibatkan suatu pandangan dari diri seseorang dalam menguasai suatu
tindakannya, perasaan kompetisi yang muncul dalam diri (intrinsik) tidak
sekedar bergantung pada lingkungan atau pandangan yang bersifatnya
eksternal. Masing-masing proses tersebut saling melengkapi satu sama
lain. Brisset, 1972 ( Coopersmith, 1967) menyatakan bahwa self-worth
lebih mendasar pada diri manusia dari pada self-evaluation.
Proses pembentukan self-esteem tidak selalu berjalan mulus tanpa
hambatan. Terdapat beberapa faktor yang menghambat pertumbuhan selfesteem. Menurut Nathaniel Braden, 1969 ( Coopersmith, 1967) hal-hal
yang dapat menghambat pembentukan self esteem adalah :
1) Perasaan takut
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus menempatkan diri di
tengah-tengah kenyataan. Cara menempatkan diri ini berbeda bagi setiap
individu. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh
keberanian akan tetapi ada juga yang menghadapi dengan perasaan yang
tidak berdaya. Pangkal dari pada perasaan tidak berdaya ini adalah negatif
terhadap dirinya sehingga individu hidup dalam ketakutan. Ketakutan ini
akan mempengaruhi alam perasaan individu, sehingga akan mengganggu
keseimbangan alam emosinya, dan dalam keadaan emosi yang labil,
individu tidak dapat berfikir secara wajar, segala sesuatu diluar dirinya
dipersepsikan secara distorted. Kecemasan ini akan membuat individu
ragu-ragu yang berarti tidak menunjang pembentukan self esteem.
2) Perasaan bersalah
Ada 2 macam perasaan bersalah digolongkan menurut cara
individu mengalaminya yaitu :
Individu
telah
menentukan
kriterianya
merasa
sendirinya.
Individu
bersalah
menghayati
terhadap
keyakinan
kesalahannya
sebagai
oleh
kehidupannya.
orang-orang
Apabila
anak
penting
di
didik
dalam
untuk
3)
Menurut
(1967:37-43)
self
esteem
dalam
menghilangkan
ketidaknyamanan,
meningkatkan
dan
mengurangi
ketidakberdayaan.
Serta
meningkatkan
dan
hubungan
interpersonal
pertama
yang
dialami
pengaruh
kelompok
teman
sebaya
mulai
penghargaan
dari
teman-teman
yang
akan
terhadap
sesuai
dengan
nilai-nilai
dan
aspirasi
yang
kegagalan
dan
kekurangannya
adalah
dapat
ini
disebabkan
oleh
faktor
individu
dalam
memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisikondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu
dari kesuksesan. Dalam satu setting social tertentu, mungkin lebih
memaknakan keberhasilan dalam bentuk kekayaaan, kekuasaan,
penghormatan, independen, dan kemandirian. Pada konteks social
yang lain, lebih dikembangkan makna ketidakberhasilan dalam
bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan, keterikatan pada
suatu bentuk ikatan social dan ketergantungan. Hal ini tidak berarti
bahwa individu dapat dengan mudahnya mengikuti nilai-nilai yang
dikembangkan
dimasyarakat
mengenai
keberhasilan,
tetapi
tentang
keberhasilan.
Setiap
hal
tersebut
10
menunjukkan
bahwa
pengalaman-pengalaman
11
motivasi
instrinsik
untuk
mencapai
dan
kemudian
menginternalisasikannya,
12
yang
tinggi
tanpa
mempertimbangkan
tinggi dengan
nilai
moral,
signifikansi, atau power. Di sisi lain adalah mungkin bagi individu untuk
mencapai keberhasilan disuatu area yang menurut dirinya kurang penting,
misalnya kompetensi dan dengan demikian dia merasa tidak berharga
karena tidak sukses dibidang moral. Indikasi-indikasi ini tidak hanya
mengindikasikan pentingnya kreteria dalam menilai suatu kesuksesan tapi
mungkin juga memungkinkan adanya konflik satu sama lain. Seseorang
yang ingin mencapai kekuasaan tidak akan terlalu menyukai untuk
memperoleh afeksi dari sekutu-sekutunya.
2) Nilai-nilai (value)
Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap
keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan
perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang
diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya
dalam hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek
dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat memperkuat penerimaan
nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga mengungkapkan bahwa
kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self esteem akan
berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan
stabil.
Individu akan memberikan pembobotan yang lebih besar pada
area-area dimana mereka berhasil dengan baik, dari pembobotan
tersebut akan menimbulkan konsekuensi meningkatkan dan membentuk
self esteem yang tinggi di bawah kondisi yang bebas memilih dan
menekankan pada sesuatu yang lebih penting bagi dirinya. Kondisi ini
memungkinkan individu-individu pada semua tingkatan self esteem
memberikan standar nilai yang sama untuk menilai kebermaknaannya.
Meskipun standar yang dibuat sama, tetapi akan berbeda dalam
menentukan bagaimana mereka mencapai tujuan yang ingin diraihnya.
Individu bebas memilih nilai-nilai, tetapi karena individu menghabiskan
13
14
dan
mungkin
memberikan
konstribusi
terhadap
kegagalannya.
Hubungan antara aspirasi dan harga diri juga mengungkapkan
suatu hal yang menarik. Ada indikasi bahwa orang-orang yang pernah
sukses merespon lebih realistis daripada mereka yang pernah gagal.
Kita dapat menduga bahwa individu dengan self esteem rendah
memiliki harapan (aspirasi) yang lebih rendah, tetapi jika mereka dapat
mengantisipasi hal tersebut, maka sangat mungkin bagi individu untuk
meningkatkan self esteemnya. Dengan demikian, kita dapat menuju
pada asumsi bahwa terdapat jarak antara aspirasi dan performance pada
individu dengan self esteem rendah dan bahwa jarak tersebut
menghasilkan sesuatu yang negatif.
4) Defenses
Menurut Coopersmith (1967), beberapa pengalaman dapat
merupakan sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang
menghasilkan penilaian diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan mudah
diamati dan diukur pada tipe individu. Kenyataan ini merupakan bahan
mentah
yang
digunakan
dalam
membuat
penilaian,
interpretasi
15
ancaman
dan
ketidakjelasan
cara
individu
dalam
perasaan
mampu
untuk
menghadapi
situasi
yang
menyulitkan.
Coopersmith (1967) mengungkapkan bahwa proses penilaian diri
muncul dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi
oleh nilai yang diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan,
diukur dengan membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan
disaring melalui kemampuan untuk mempertahankan diri dalam
menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut akhirnya individu sampai
pada
penilaian
tentang
kemampuan, keberartian,
kesusesan,
dan
keberhargaan dirinya.
C. Metode Brainstroming
Metode brainstroming adalah teknik mengajar yang dilaksanakan
fasilitator dengan cara melontarkan suatu masalah ke kelas oleh fasilitator,
kemudian peserta menjawab, menyatakan pendapat, atau memberi
komentar sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi
masalah baru. Tokoh yang mempopulerkan metode brainstroming adalah
Alex F.Osborn yang dalam bukunya Applied Imagination itu disebut juga
dengan metode sumbang saran. Metode brainstroming merupakan suatu
16
bentuk metode diskusi guna menghimpun ide atau gagasan, pendapat, dan
pengalaman peserta.
Teknik ini hanya untuk menghasilkan gagasan yang mencoba
mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya
banyak ide, termasuk ide yang nyleneh, liar, dan berani dengan harapan
bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan ide yang kreatif. Metode
brainstroming bertujuan untuk menghimpun ide, pendapat, informasi,
pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasil akhirnya lantas
dijadikan peta info, peta pengalaman, atau peta ide (mindmap) untuk
evaluasi. Metode ini menguras habis apa yang dipikirkan para peserta di
dalam menanggapi permasalahan yang dilontarkan fasilitator di kelas.
a. Langkah-langkah Penerapan Metode Brainstroming
1) Pemberian informasi dan motivasi. Pada tahap ini fasilitator
menjelaskan masalah yang akan dibahas dan latar belakangnya,
kemudian mengajak peserta agar aktif untuk memberikan
tanggapannya.
2) Identifikasi. Peserta diajak memberikan sumbang saran pemikiran
sebanyak-banyaknya.
Semua
saran
yang
diberikan
peserta
lain
mencoba
17
menyimpulkan
butir-butir
alternatif
pendapat,
18
tanggapan
peserta
saja.(5)
Fasilitator
tidak
pernah
Kementrian
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan
anak
mengungkapkan perlunya upaya penanganan yang lebih komprehensif agar hakhak anak tetap dapat terpenuhi.
Anak yang berada dalam lembaga pemasyarakatan rentan memiliki
gangguan harga diri / self esteem rendah. Gangguan ini digambarkan sebagai
perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan
produktivitas, perilaku destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak
mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial. Hal ini terjadi
dikarenakan rendahnya tingkat penyesuaian diri anak, lingkungan lembaga
pemasyarakatan yang identik dengan tempat hukuman, hilangnya kebebasan,
stigma negatif dari masyarakat, serta kekhawatiran anak terhadap penerimaan
masyarakat selepas dari lembaga pemasyarakatan.
Selain pembinaan untuk membantu penyesuaian diri selama berada di
lembaga pemasyarakatan, anak didik pemasyarakatan juga memerlukan layanan
yang dapat meningkatkan harga diri/ self esteem anak sebagai bekal untuk kembali
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, Sandy. (2013). Self Esteem Coopersmith. [Online]. Tersedia :
http://sandyajizah.blogspot.com/2013/01/self-esteem.html. [Oktober 2014]
Anonim.(2013).Metode Brainstorming Untuk Himpun Ide.[Online].Tersedia di :
http://www.sekolahdasar.net/2013/05/metode-brainstorming-untuk-himpunide.html#ixzz2gNdmk6hK [30 September 2013]
Azis, Rifqi. (2012). Definisi Harga Diri Menurut Para Ahli. [Online].
Tersedia
:
http://konselorprofesional.blogspot.com/2012/03/definisi-harga-dirimenurut-para-ahli.html. [Oktober 2014]
Bulan, Seri.(2009). Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Didik di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Medan. Tesis
Jurusan Ilmu Hukum, SPS USU. Medan : tidak diterbitkan.
Coopeersmith, Stanley. 1967. The Antecendents of Self Esteem.
Flores, Robert.(Administrator) (2003). Treatment, Services, and
Interventions Programs for Child Delinquent. Child
22
23