Anda di halaman 1dari 43

LAYANAN KONSELING UNTUK MENINGKATKAN MENTAL

KORBAN BENCANA ALAMA

Andika Ari Saputra, Rizky Hidayatullah, Umar Alfaruq A. Hasyim, Nurul Aisyah,
Dian Risky Amalia, Evi Kartika Chandra, Nur Laili,
Nova Lina Eldasari, Yoppry Tanjung
Institut Agama Islam Ma’arif NU Metro Lampung,
Universitas Negri Yogyakarta
ari.andika75@yahoo.com ari.andika75@gmail.com 085229299270

Abstrak

Indonesia adalah Negara yang rawan dengan bencana alam.Bencana alam


yang terjadi tidak hanya menyebabkan kerusakan dan menelan korban jiwa, tetapi
juga meninggalkan bekas luka yang sangat mendalam bagi korban bencana baik
secara fisik maupun psikis (trauma). Konselor adalah salah satu profesi yang
bertugas untuk melaksanakan layanan konseling untuk korban bencana yang
mengalami trauma atau situasi krisis. Konselor memiliki peran penting untuk
membantu pengentasan kondisi trauma yang dialami oleh korban melalui layanan
konseling bencana (disaster counseling), yaitu (1) play therapy, (2) penenangan
(relaksasi dan disensitisasi), (3) layanan pendalaman (eklektik). Upaya untuk
dapat membantu pemulihan trauma yang dialami oleh korban bencana alam yang
selamat, konselor perlu memahami kompleksitas permasalahan yang dihadapi
oleh klien sebelum memilih metode, teknik, jenis layanan dan pendekatan
konseling agar pelayanan konseling bencana yang diberikan dapat bermanfaat.

Kata kunci : korban bencana alam, layanan konseling, peran konselor.

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prayitno dan Amti (2004: 110) menjelaskan terapi dalam konsepsi
perkembangan bimbingan dan konseling tidak ada gunanya membedakan tugas
dan ruang lingkup kerja bimbingan dan konseling di sisi lain. Mengingat
perkembangan bimbingan dan konseling yang belum cukup mantap maka istilah
bimbingan dan konseling masih dipertahankan, namun dari segi pelayanan
hendaknya menekankan porsi yang lebih besar pada konseling.
Layanan konseling komunitas sangat memperhatikan keadaan individu
dan kelompok dalam setiap pelaksanaan dan tujuan akhirnya. Konseling
komunitas didirikan pada tahun 1995 di North Yorkshire dan menyediakan
berbagai layanan terhadap pendidikan orang dewasa dan masyarakat pada
umumnya. Konseling komunitas memberikan bantuan untuk individu atau
kelompok masyarakat yang membutuhkan dan berkelanjutan demi terlaksana
kepastian layanan yang memberikan dukungan dan perubahan untuk memperbaiki
keadaan masyarakat (dalam,http://www.community-counselling.org.uk/).
Menurut (Andika, t.t.) masyarakat yang memerlukan layanan konseling
komunitas seperti korban bencana alam yang bermasalah dengan keadaan
psikologis serta tingkatan sosial yang memacu untuk menjadikan ia semakin
terpinggirkan. Pemberian layanan konseling komunitas sangat tepat bagi korban
bencana alam yang akan membantu serta mengarahkan individu dan kelompok
masyarakat yang terkena bencana alam untuk lebih bisa bangkit dan berjuang
kembali secara fisik dan psikologis menuju kesejahteraan yang ingin di capai.
Menurut (Judith A. Lewis., at al., 2010: 91) ketika seseorang dipaksa
untuk menghadapi tekanan lingkungan yang lebih berat/sulit dari kemampuan
mereka dalam mengatasinya, mereka memerlukan bantuan yang praktis, positif,
dan membangun. Suatu saat seseorang dipaksa untuk mengatasi berbagai tekanan
yang tiba-tiba, baik yang disebabkan bencana alam yang menimpanya. Dalam
situasi lain, orang yang menjadi korban, mengalami tekanan/stress yang

2
berkelanjutan dan meraka yang terpinggirkan. Tekanan apapun, seseorang
mungkin akan merasa pesimis, tidak percaya diri, bahkan merasa takut untuk
meminta tolong kepada anggota yang bisa membantu. Ketika seseorang konselor
bertekad untuk terjun ke lapangan dan memberikan layanan konseling komunitas
kepada korban bencana alam, pasti banyak sekali hambatan-hambatannya. Dalam
kasus korban bencana alam yang terjadi pada masyarakat luas, contohnya suatu
daerah yang terkena musibah barjir, tanah longsor dan gunung meletus yang
mengakibatkan keluarga serta masyarakat yang kehilangan tempat tinggal,
pekerjaan, serta kehilangan keluarga yang berakibat meninggal dunia karena
terkena musibah tersebut. Menurut Judith A. Lewis., at al. (2010: 92) menggali
potensi individu atau kelompok masyarakat yang mungkin memerlukan layanan
konseling komunitas untuk mengintervensi kemampuan mereka yang dapat
diimplementasikan melalui aksi masyarakat menggunakan pendekatan kesehatan
masyarakat yang dibantu dengan layanan konseling komunitas.
Kelebihan layanan konseling komunitas pada individu dan masyarakat ini
mencakup tekanan, pemberdayaan, konteks masyarakat, memberikan jalan ke
masa depan. Sebuah pendapat tentang strategi untuk mengahadi situasi yang
darurat, (Solomon, 2003) menunjukkan "meskipun profesional yang bekerja di
arena kesehatan mental jarang dilatih atau dipersiapkan untuk bekerja di tingkat
masyarakat yang lebih luas, skala keadaan darurat ini mungkin perlu
menggunakan intervensi bagi mereka yang dapat diimplementasikan melalui aksi
masyarakat menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat yang dibantu dengan
pemberian layanan konseling komunitas oleh konselor.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Konselor
Sebagai konselor yang professional dalam melaksanakan tugasnya di

sekolah dan di masyarakat, tentunya tidak terlepas dari kegiatan sosial. Layanan

bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan

berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor untuk memfasilitasi

individu untuk mencapai kemandirian, dalam wujud kemampuan mamahami,

menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan diri secara

bertanggung jawab sehingga mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam

hidupnya (dalam, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan

Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah).

Kegiatan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan oleh sembarang

orang, karena untuk melakukan kegiatan tersebut dituntut keahlian khusus atau

kemampuan sebagai konselor atau ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.

Konselor di didik secara khusus untuk memperoleh kompetensi sebagai konselor,

yaitu meliputi pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap atau kepribadian serta

pengalaman dalam bidang bimbingan dan konseling.

Prayitno dan Amti (2004: 110) menjelaskan terapi dalam konsepsi

perkembangan bimbingan dan konseling tidak ada gunanya membedakan tugas

dan ruang lingkup kerja bimbingan dan konseling di sisi lain. Mengingat

perkembangan bimbingan dan konseling yang belum cukup mantap maka istilah

4
bimbingan dan konseling masih dipertahankan, namun dari segi pelayanan

hendaknya menekankan porsi yang lebih besar pada konseling.

Layanan konseling komunitas sangat memperhatikan keadaan individu

dan kelompok dalam setiap pelaksanaan dan tujuan akhirnya. Konseling

komunitas didirikan pada tahun 1995 di North Yorkshire dan menyediakan

berbagai layanan terhadap pendidikan orang dewasa dan masyarakat pada

umumnya. Konseling komunitas memberikan bantuan untuk individu atau

kelompok masyarakat yang membutuhkan dan berkelanjutan demi terlaksana

kepastian layanan yang memberikan dukungan dan perubahan untuk memperbaiki

keadaan masyarakat (dalam,http://www.community-counselling.org.uk/).

Masyarakat yang memerlukan layanan konseling komunitas seperti korban

bencana alam yang bermasalah dengan keadaan psikologis serta tingkatan sosial

yang memacu untuk menjadikan ia semakin terpinggirkan. Pemberian layanan

konseling komunitas sangat tepat bagi korban bencana alam yang akan membantu

serta mengarahkan individu dan kelompok masyarakat yang terkena bencana alam

untuk lebih bisa bangkit dan berjuang kembali secara fisik dan psikologis menuju

kesejahteraan yang ingin di capai.

B. Fungsi Konselor

Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling. Sebagai

pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas, konselor

dalam menjalankan perannya bertindak sebagai fasilitator bagi klien. Selain itu,

konselor juga bertindak sebagai penasihat, guru, konsultan yang mendampingi

5
klien sampai klien dapat menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya

(Lesmana, 2005). Maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa konselor adalah

tenaga profesional yang sangat berarti bagi klien.

Dalam melakukan proses konseling , seorang konselor harus dapat menerima

kondisi klien apa adanya. Konselor harus dapat menciptakan suasana yang

kondusif saat proses konseling berlangsung. Posisi konselor sebagai pihak yang

membantu, menempatkannya pada posisi yang benar-benar dapat memahami

dengan baik permasalahan yang dihadapi klien.

Setiap konselor pada masing-masing pendekatan teknik konseling yang

digunakan memiliki karasteristik dan peran yang berbeda-beda. Hal ini tergantung

dari konsep pendiri teori yang dijadikan landasan berpijak. Misalnya, pada

konselor yang menggunakan pendekatan behavioristik, konselor berperan sebagai

fasilitator bagi klien. Hal tersebut tidak berlaku bagi konseling yang

menggunakan pendekatan humanistis di mana peran konselor bersifat holistis.

Sikap dan keterampilan merupakan dua aspek penting kepribadian konselor.

Sikap sebagai suatu disposisi tidaklah tampak nyata, tidak dapat dilihat bentuknya

secara langsung. Berbeda dengan sikap, keterampilan dapat tampak wujudnya

dalam perbuatan. Fungsi keterampilan bagi konselor adalah upaya memancarkan

sikap-sikap yang dimilikinya terhadap para klien disamping penunjukan

kredibilitas lain seperti penampilan kompetensi intelektual dan aspek-aspek non

intelektif lainnya.

6
Selanjutnya, berikut ini diuraikan secara luas karakteristik seorang konselor

yang efektif, peran dan fungsi konselor, masalah yang dihadapi konselor dan

resistensi konselor.

1.      Karakteristik konselor

Setelah memahami gambaran seorang konselor secara umum marilah kita lihat

beberapa karakteristik konselor efektif yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Karakteristik inilah yang wajib dipenuhi oleh seorang konselor untuk mencapai

keberhasilannya dalam proses konseling. Kita awali dari pandangan Carl Rogers

sebagai peletak dasar konsep konseling. Rogers (dikutip dari lesmana, 2005)

menyebutkan ada tiga karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang

konselor, yaitu congruence, unconditional positive regard, dan empathy.

a.       Congruence

Menurut pandangan Rogers, seorang konselor haruslah terintegrasi dan kongruen.

Pengertiannya di sini adalah seorang konselor terlebih dahulu harus memahami

dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan, dan pengalamannya harus serasi.

Konselor harus sungguh-sungguh menjadi dirinya sendiri, tanpa menutupi

kekurangan yang ada pada dirinya.

b.      Unconditional positive regard

Konselor harus dapat menerima/respek kepada klien walaupun dengan keadaan

yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Setiap individu menjalani

kehidupannya dengan membawa segala nilai-nilai dan kebutuhan yang

dimilikinya. Rogers mengatakan bahwa setiap manusia memiliki tendensi untuk

7
mengaktualisasikan dirinya ke arah yang lebih baik. Untuk itulah, konselor harus

memberikan kepercayaan kepad klien untuk mengembangkan diri mereka.

c.       Empathy

Empathy di sini maksudnya adalah memahami orang lain dari sudut kerangka

berpikirnya. Selain itu empathy yang dirasakan juga harus ditunjukkan. Konselor

harus dapat menyingkirkan nilai-nilainya sendiri tetapi tidak boleh ikut terlarut

didalam nilai-nilai klien.

Selain tiga karakteristik yang dikemukakan Rogers tersebut, seorang konselor

yang berperan sebagai "pembantu" bagi klien harus memiliki karakteristik yang

positif untuk menjamin keefektifannya dalam memberikan penanganan. Dalam

hal ini, Latipun (2001) membaginya dalam dua aspek utama, yaitu:

1)      Keahlian dan ketrampilan

Konselor adalah orang yang harus benar-benar mengerti dunia konseling dan

menyelesaikan permasalahan klien dengan tepat. Aspek keahlian dan ketrampilan

wajib dipenuhi oleh konselor yang efektif.

2)      Kepribadian konselor

Kepribadian seorang konselor juga turut menentukan keberhasilan proses

konseling. Dalam hubungannya dengan faktor kepribadian seorang konselor.

Comb A (dikutip dari latipun 2001) mengungkapkan bahwa kepribadian konselor

tidak hanya bertindak sebagai pribadi semata bagi konselor, akan tetapi dapat

dijadikan dengan instrumen dalam meningkatkan kemampuan dalam membantu

kliennya.

8
C. Tindakan Konselor

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan

pendidikan di sekolah yang berupaya membantu siswa memahami diri,

menyesuaikan diri, memecahkan masalah, membuat pilihan dan merealisasikan

dirinya dalam kehidupan nyata serta mengembangkan potensi yang dimilikinya

untuk mencapai perkembangan optimal. Konselor sekolah adalah penyelenggara

kegiatan konseling di sekolah. Istilah konselor secara resmi digunakan dalam

undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6 dengan menyatakan

konselor adalah pendidik dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 22 Tahun 2005 menyatakan konselor adalah pelaksana pelayanan

konseling di sekolah yang sebelumnya menggunakan istilah BP, guru BP/BK dan

guru pembimbing, untuk itu konselor sekolah mempunyai tugas, tanggung jawab,

wewenang, hak secara penuh dalam pelayanan bimbingan dan konseling terhadap

sejumlah siswa. Secara umum tugas konselor sekolah adalah bertanggung jawab

untuk membimbing, membina dan membantu siswa sehingga memiliki

kepribadian yang matang dan mengenal potensi dirinya yang menyeluruh. Image

tentang bimbingan dan konseling yang beredar di kalangan siswa, bahwa

bimbingan konseling adalah polisi sekolah, takut kalau dipanggil ke ruang BK.

Faktor lain yang membuat tidak nyamannya siswa berhubungan dengan guru

bimbingan dan konseling adalah lokasi dan infrastruktur ruangan. Masih banyak

sekolah yang menempatkan ruangan bimbingan konseling bukan merupakan

ruangan yang penting, contohnya letaknya di pojok belakang sekolah, kondisinya

sempit, tidak nyaman dan sangat tidak memadai untuk proses kegiatan konseling.

9
Dewa Ketut Sukardi dan Desak NK (2008:30) mengatakan bahwa citra

bimbingan dan konseling semakin diperburuk dengan masih adanya konselor

sekolah yang kinerjanya tidak profesional. Mereka masih lemah dalam memahami

konsep-konsep bimbingan dan konseling secara komprehensif, menyusun

program bimbingan dan konseling, mengimplementasikan teknikteknik

bimbingan dan konseling, kemampuan berkolaborasi dengan pimpinan sekolah

atau guru mata pelajaran, mengelola bimbingan dan konseling, megevaluasi

program (proses dan hasil) bimbingan dan konseling, dan melakukan tindak lanjut

(follow up) hasil evaluasi untuk perbaikan atau pengembangan program. Senada

dengan hal itu, Jumail (2013:251) mengemukakan penelitiannya di SMA Negeri 2

Padang tentang konselor sekolah yang berpendidikan S1 Bimbingan dan

Konseling diperoleh keterangan bahwa kompetensi profesional yang dimiliki

salah seorang konselor sekolah di sekolah tersebut belum sepenuhnya optimal ini

dikarenakan konselor tersebut belum mengaplikasikan pelayanan sesuai dengan

teknik yang baku yang sesuai dengan kaidah-kaidah konseling. Berkenaan dengan

peran konselor di sekolah, maka dibutuhkan kompetensi yang memadahi dari

seorang konselor di sekolah dapat berjalan sesuai apa yang diinginkan,

D.   Sosok Utuh Kompetensi Konselor

Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan

profesional sebagai satu keutuhan.Kompetensi akademik merupakan landasan

ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling.

Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi

profesional, yang meliputi:

10
a)      Memahami secara mendalam konseling yang dilayani,

b)      Menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling,

c)      Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan, dan

d)     Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.

Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke empat

komptensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi

yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor secara

terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan

profesional.

Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan mengembangkan

isu atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan

membangkitkan semua potensi klien, dan dia menentukan berbagai alternatif yang

sesuai bagi antisipasi masalah.

C.     Standar Kompetensi Konselor

Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode

etik sebagai regulasi perilaku profesi dan kredensi yang ditetapkan dalam

prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai

sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi,

menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi

yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan

tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari

11
suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat

(lifelong learning process).

Kompetensi  profesi konselor merupakan keterpaduan kemampuan personal,

keilmuan dan teknologi, serta sosial yang secara menyeluruh membentuk

kemampuan standar profesi konselor.

Profil kompetensi Konselor meliputi komponen berikut.

1.        Kompetensi pengembangan kepribadian (KPK), yaitu kompetensi

berkenaan dengan pengembangan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, mandiri

dan mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

a)      Menampilkan kepribadian beriman dan bertakwa, bermoral, terintegritas,

mandiri.

b)      Menghargai dan meninggikan hakikat, harkat dan kehidupan kemanusiaan.

2.     Kompetensi landasan keilmuan dan keterampilan (KKK), yaitu kompetensi

berkenaan dengan bidang keilmuan sebagai landasan keterampilan yang hendak

dibangun. Kompetensi ini meliputi substansi dalam bidang pendidikan, psikologi,

dan budaya.

3.      Kompetensi keahlian berkarya (KKB), yaitu kompetensi berkenaan dengan

kemampuan keahlian berkarya dengan penguasaan keterampilan yang tinggi.

a.       Hakikat pelayanan konseling.

b.      Paradigma, visi dan misi konseling.

c.       Dasar keilmuan konseling

d.      Bentuk/format pelayanan konseling

12
e.       Pendekatan pelayanan konseling.

f.       Teknik konseling.

g.      Instrumentasi konseling.

h.      Sumber dan media dalam konseling.

i.        Jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling.

j.        Pengelolaan pelayanan konseling.

4.      Kompetensi perilaku berkarya (KPB), yaitu kompetensi berkenaan dengan

perilaku berkarya berlandaskan dasar-dasar keilmuan dan profesi sesuai dengan

pilihan karir dan profesi.

a.       Etika profesional konseling

b.      Riset dalam konseling

c.       Organisasi profesi konseling

5.      Kompetensi berkehidupan bermasyarakat  (KBB), yaitu kompetensi

berkenaan dengan pemahaman kaidah berkehidupan dalam masyarakat profesi

sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

a.       Hubungan antar-individu dan berhubungan dengan lingkungan.

b.      Hubungan kolaboratif dengan tenaga profesi lain: pembentukan tim

kerjasama, pelaksanaan kerjasama, dan tanggung jawab bersama.

13
Keutuhan kompetensi tersebut mencakup:

(1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani,

(2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling,

(3) menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.

(4) mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan,

(5) yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.

E.     Konselor Agama

Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan

tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu.

Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan

petuntuk Allah. Maksudnya sebagai berikut:

a.       Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan kodratnya yang

ditentukan Allah, sesuai dengan sunnatullah, sesuai dengan hakekatnya sebagai

makhluk Allah

b.      Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai denga pedoman yang

telah ditentukan Allah melalui Rasul-Nya (ajaran Islam)

c.       Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berrati menyadari

eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi

kepada-Nya.

Dengan demikian bimbingan konseling agama (islam) merupakan proses

bimbingan terhadap individu agar mampu hidup selaras yang berlandaskan Al-

Qur’an dan As Sunnah untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

14
2.      Tujuan Bimbingan Konseling Agama

Dalam perjalanan hidup, karena berbagai faktor atau latar belakang manusia

selalu berhadapan dengan masalah (problem), yaitu menghadapi adanya

kesenjangan antara yang seharusnya (ideal) dengan yang senyatanya. Orang  yang

mengahadapi masalah, lebih-lebih jika berat, maka orang yang bersangkutan tidak

merasa bahagia. Maka bimbingan berusaha membantu memecahkan masalah yang

dihadapinya. Bimbingan dan konseling Islami berusaha membantu individu agar

bisa hidup bahagia, bukan saja di dunia, melainkan juga di akhirat.

Dengan demikian, tujuan dari bimbingan, konseling, dan tujuan bimbingan

dalam islam, yaitu:

1.         Tujuan Bimbingan

Tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar individu dapat:

a.    Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta

kehidupannya di masa yang akan datang

b.    Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal

mungkin

c.    Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat,

serta lingkungan kerja

d.    Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian

dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja.

3.         Tujuan Bimbingan Konseling dalam Islam

15
1)      Tujuan umum bimbingan konseling Islam

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2)      Tujuan khusus bimbingan konseling Islam

a.    Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan

jiwa dan mental

b.    Untuk menghasilkan  kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan

manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun

lingkungan sosial dan alam sekitarnya

c.    Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul

dan berkembang rasa toleransi. Kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih

sayang

d.    Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul

dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan

mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya

e.    Untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu

dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat

dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan

kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek

kehidupan.

16
f.     Membantu individu/kelompok individu mencegah timbulnya masalah-

masalah dalam kehidupan keagamaan, antara lain dengan cara :

1.   Membantu individu menyadari fitrah manusia

2.   Membantu individu mengembangkan fitrahnya (mengaktualisasikannya)

3.   Membantu individu memahami dan menghayati ketentuan dan petunjuk Allah

dalam kehidupan keagamaan

4.   Membantu individu menjalankan ketentuan dan petunjuk Allah mengenai

kehidupan keagamaan.

g.    Membantu individu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan

keagamaannya, antara lain dengan cara :

a.    Membantu individu memahami problem yang dihadapinya ;

b.   Membantu individu memahami kondisi dan situasi dirinya dan lingkungan;

c.   Membantu individu memahami dan menghayati berbagai cara untuk

mengatasi problem kehidupan keagamaannya sesuai dengan syariat Islam;

d.   Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan problem

keagamaan yang dihadapinya.

h.    Membantu individu memelihara situasi dan kondisi kehidupan keagamaan

dirinya yang telah baik agar tetap baik dan atau menjadi lebih baik.

17
F. Menjangkau Individu dan Kelompok Korban Bencana Alam

Menurut (Judith A. Lewis., at al., 2010: 91) ketika seseorang dipaksa

untuk menghadapi tekanan lingkungan yang lebih berat/sulit dari kemampuan

mereka dalam mengatasinya, mereka memerlukan bantuan yang praktis, positif,

dan membangun. Suatu saat seseorang dipaksa untuk mengatasi berbagai tekanan

yang tiba-tiba, baik yang disebabkan bencana alam yang menimpanya. Dalam

situasi lain, orang yang menjadi korban, mengalami tekanan/stress yang

berkelanjutan dan meraka yang terpinggirkan. Tekanan apapun, seseorang

mungkin akan merasa pesimis, tidak percaya diri, bahkan merasa takut untuk

meminta tolong kepada anggota yang bisa membantu. Ketika seseorang konselor

bertekad untuk terjun ke lapangan dan memberikan layanan konseling komunitas

kepada korban bencana alam, pasti banyak sekali hambatan-hambatannya. Dalam

kasus korban bencana alam yang terjadi pada masyarakat luas, contohnya suatu

daerah yang terkena musibah barjir, tanah longsor dan gunung meletus yang

mengakibatkan keluarga serta masyarakat yang kehilangan tempat tinggal,

pekerjaan, serta kehilangan keluarga yang berakibat meninggal dunia karena

terkena musibah tersebut. Menurut Judith A. Lewis., at al. (2010: 92) menggali

potensi individu atau kelompok masyarakat yang mungkin memerlukan layanan

konseling komunitas untuk mengintervensi kemampuan mereka yang dapat

diimplementasikan melalui aksi masyarakat menggunakan pendekatan kesehatan

masyarakat yang dibantu dengan layanan konseling komunitas.

Kelebihan layanan konseling komunitas pada individu dan masyarakat ini

mencakup tekanan, pemberdayaan, konteks masyarakat, memberikan jalan ke

18
masa depan. Sebuah pendapat tentang strategi untuk mengahadi situasi yang

darurat, (Solomon, 2003) menunjukkan "meskipun profesional yang bekerja di

arena kesehatan mental jarang dilatih atau dipersiapkan untuk bekerja di tingkat

masyarakat yang lebih luas, skala keadaan darurat ini mungkin perlu

menggunakan intervensi bagi mereka yang dapat diimplementasikan melalui aksi

masyarakat menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat yang dibantu dengan

pemberian layanan konseling komunitas oleh konselor.

G. Menangani Individu dan Kelompok Korban Bencana Alam

Salah satu layanan konseling komunitas yang dapat dikembangkan oleh

konselor adalah Federal Emergency Management Agency (FEMA) suatu lembaga

pengelolaan pemberi bantuan dalam situasi darurat seperti korban bencana alam

dengan memberikan layanan berdasarkan prinsip umum berikut:

1. Berdasarkan kekuatan. Keadaan krisis yang dialami korban bencana alam

sebagai daya lentur yang alami pada individu dan masyarakat. Dan mendorong

kemandirian dari pada ketergantungan.

2. Jangkauan terorietasi. Konselor memberikan layanan konseling komunitas

kepada masyarakat yang sangat membutuhkan yaitu korban bencana alam.

3. Lebih praktis dari pada psikologi alam. konseling krisis dirancang untuk

mencegah atau mengurangi tolakan bencana merugikan daripada mengobati/

memberikan treatment.

4. Diagnosis gratis. Pemberian layanan konseling komunitas tepat sasaran yang

mendukung pendidikan yang mendudkung keadaan alam setempat.

19
5. Dilakukan dalam setting non tradisional. Konselor memerlukan kontak dengan

orang yang selamat akibat korban bencana alam di rumah mereka dan

masyarakat, bukan di klinik atau kantor.

6. Kompetensi budaya. Konselor berusaha untuk memaahami dan peduli kepada

masyarakat dan budaya yang ada disana.

7. Dirancang untuk memperkuat masyarakat yang ada dengan sistem pendukung.

8. Sebagai suatu cara untuk mempromosikan identitas program yang konsisten.

Terutama tentang konsep kemampuan multikultural yang dikenal sebagai

pusat dalam praktik yang efektif.

H. Kemampuan Konselor dalam Memberikan Layanan Konseling Kepada

Korban Bencana Alam

Menurut Drummond (2000: 5) di beberapa negara, seseorang yang ingin

menjadi konselor harus lulus ujian sertifikasi. Di Florida, calon konselor harus

mampu menunjukkan kemampuannya dalam delapan bidang, yaitu:

1. Memahami konsep dasar pengukuran seperti validitas, norma,

reliabilitas, standar kesalahan pengukuran, dan standardisasi.

2. Mengidentifikasi kondisi-kondisi tentang efek hasil tes.

3. Menunjukkan pengetahuan dari fungsi utama prosedur penilaian,

kekuatan, dan batasan yang terstandar dan tidak terstandar.

4. Menunjukkan pengetahuan untuk prosedur yang sesuai untuk

mengumpulkan, menyimpan dan melindungi instrument penilaian dan

data.

20
5. Mengembangkan laporan lisan dan tulisan tentang penyediaan

informasi yang berarti berdasarkan atas penilaian data.

6. Menunjukkan pemahaman statistik yang penting untuk intervensi

individu maupun kelompok.

7. Menginterpretasikan penilaian data untuk personel professional dan

orang tua pada terminology pertumbuhan dan perkembangan individu.

8. Mengidentifikasi data individu dari arsip dan laporan professional.

Pemberian layanan konseling komunitas yang dilakukan oleh konselor

tentunya harus sesuai dan tepat pada sasaran yaitu individu atau kelompok korban

bencana alam. Bantuan tersebut harus sesuai dengan keadaan individu dan

kelompok masyarakat yang memiliki pandangan serta kultur atau budaya yang

berbeda, konselor harus mampu secara lisan maupun tulisan dalam memberikan

layanan konseling komunitas kepada korban bencana alam

21
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian

kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu

studi dokumentasi dengan cara mengadakan studi penelaan terhadap buku-buku,

literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya

dengan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dan

dibahas secara mendalam serta diuraikan dengan menggunakan analisis isi dan

analisis deskriptif.

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis riset kepustakaan (library research). Apa

yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah

serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.1 Sedangkan menurut

Mahmud dalam bukunya Metode Penelitian Pendidikan menjelaskan bahwa

penelitian kepustakaan yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan membaca

buku-buku atau majalah dan sumber data lainnya untuk menghimpun data dari

berbagai literatur, baik perpustakaan maupun di tempat-tempat lain.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penelitian kepustakaan

tidak hanya kegiatan membaca dan mencatat data-data yang telah dikumpulkan.

Tetapi lebih dari itu, peneliti harus mampu mengolah data yang telah terkumpul

22
dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan. Dalam penelitian ini penulis

menerapkan metode penelitian kepustakaan karena setidaknya ada beberapa

alasan yang mendasarinya. Pertama bahwa sumber data tidak melulu bisa didapat

dari lapangan. Adakalanya sumber data hanya bisa didapat dari perpustakaan atau

dokumen-dokumen lain dalam bentuk tulisan, baik dari jornal, buku maupun

literatur yang lain. Kedua, studi kepustakaan diperlukan sebagai salah satu cara

untuk memahami gejala-gejala baru yang terjadi yang belum dapat dipahami,

kemudian dengan studi kepustakaan ini akan dapat dipahami gejala tersebut.

Sehingga dalam mengatasi suatu gejala yang terjadi, penulis dapat merumuskan

konsep untuk menyelasaikan suatu permasalahan yang muncul. Alasan ketiga

ialah data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitinya.3

Bagaimanapun, informasi atau data empirik yang telah dikumpulkan oleh orang

lain, baik berupa buku-buku, laporan-laporan ilmiah ataupun laporan-laporan hasil

penelitian tetap dapat digunakan oleh peneliti kepustakaan. Bahkan dalam kasus

tertentu data lapangan masih kurang signifikan untuk menjawab pertanyaan

penelitian yang akan dilaksanakan. 2. Tahap-Tahap Penelitian Kepustakaan

Adapun tahap-tahap yang harus ditempuh penulis dalam penelitian kepustakaan

adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan bahan-bahan penelitian. Karena dalam

penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka bahan yang dikumpulkan

adalah berupa informasi atau data empirik yang bersumber dari buku-buku, jurnal,

hasil laporan penelitian resmi maupun ilmiah dan literatur lain yang mendukung

tema penelitian ini. b. Membaca bahan kepustakaan. Kegiatan membaca untuk

tujuan penelitian bukanlah pekerjaan yang pasif. Pembaca diminta untuk

23
menyerap begitu saja semua informasi “pengetahuan” dalam bahan bacaan

melainkan sebuah kegiatan ‘perburuan’ yang menuntut keterlibatan pembaca

secara aktif dan kritis agar bisa memperoleh hasil maksimal.

Dalam membaca bahan penelitian, pembaca harus menggali secara

mendalam bahan bacaan yang memungkinkan akan menemukan ide-ide baru yang

terkait dengan judul penelitian. c. Membuat catatan penelitian. Kegiatan mencatat

bahan penelitian boleh dikatakan tahap yang paling penting dan barang kali juga

merupakan puncak yang paling berat dari keseluruhan rangkaian penlitian

kepustakaan.

Kerena pada akhirnya seluruh bahan yang telah dibaca harus ditarik

sebuah kesimpulan dalam bentuk laporan. d. Mengolah catatan penelitian. Semua

bahan yang telah dibaca kemudian diolah atau dianalisis untuk mendapatkan suatu

kesimpulan yang disusun dalam bentuk laporan penelitian. Penelitian ini

tergolong dalam jenis penelitian pustaka (library research) karena dalam

penelitian ini, peneliti menelaah tentang konsep pendidikan berbasis pengalaman

yang terdapat dalam buku Experience and Education karya John Dewey.

Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Sebab sumber data maupun hasil penelitian dalam penelitian kepustakaan (library

research) berupa deskripsi kata-kata. Moleong mengungkapkan sebelas

karakteristik penelitian kualitatif, yaitu: berlatar alamiah, manusia sebagai alat

(instrumen), menggunakan metode kualitatif, analisa data secara induktif, teori

dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan

24
data), data bersifat deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar

dan bukan angka-angka), lebih mementingkan proses dari pada hasil, adanya batas

yang ditentukan oleh fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, dan

desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang sesuai dengan

kenyataan lapangan), hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hasil

penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber

data).6 Dari kutipan ini dapat dipahami bahwa penulis menekankan akan

pentingnya proses dalam penelitian dibandingkan hasilnya. Secara umum

pendekatan penelitian kualitatif pada studi kepustakaan sama dengan penelitian

kualitatif

25
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bagian penting dari peran konselor dalam memberikan layanan konseling

melibatkan menjangkau orang-orang yang mengalami stressor enviromental yang

mungkin lebih besar daripada sumber daya mereka dan keterampilan dalam

mengatasi masalahnya. Apakah cecara spesifik mencerminkan korban bencana

alam yang di alami masyarakat atau pribadi, konselor berusaha memberikan

layanan konseling komunitas guna mengembangkan sumber daya yang dimiliki

individu atau kelompok masyarakat untuk lebih memanfaatkan kekuatan yang

dimilikinya secara maksimal.

Dalam kasus peristiwa traumatik yang mempengaruhi seluruh masyarakat,

bantuan kepada individu harus didasarkan pada asumsi bahwa orang akan

bertahan secara fisik dan psikologis jika mereka menerima bantuan yang dapat di

akses, praktis, dan kompeten secara budaya. Setelah darurat telah berlalu, upaya

masyarakat luas juga harus fokus pada upaya kolaboratif dipembangunan kembali.

Contoh menggambarkan peluang positif dari situasi bencana termasuk kemajuan

komunitas dan penghijauan kembali yang berkelanjutan dan strategi

pengembangan masyarakat yang menjadi korban bencana alam.

Sama seperti bencana bisa terus berpotensi untuk merusak pertumbuhan

masyarakat, sehingga pertumbuhan dan perkembangan masyarakat harus positif

bagi individu lain dan menjaga keadaan alam sekitar. Situasi stres tidak terbatas

pada keadaan darurat tiba-tiba. Banyak orang, karena keanggotaan mereka dalam

kelompok tertindas dan terpinggirkan, yang mengalami stres tanpa henti yang

26
mungkin terus melalui hidup mereka. Konselor berupaya memberikan bantuan

berupa layanan konseling komunitas keapda individu atau kelompok masyarakat,

sehingga dapat berperan dalam mengurangi stres untuk pengembangan dan

meningkatkan pengalaman hidup yang positif melalui layanan konseling

komunitas. yang lain. Yang menjadi perbedaan hanyalah sumber data atau

informasi yang dijadikan sebagai bahan penlitian. Metode kualitatif digunakan

untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.7

Penulis dalam penelitian ini akan menggali makna dari informasi atau data

empirik yang didapat dari buku-buku, hasil laporan penelitian ilmiah atau pun

resmi maupun dari literatur yang lain.

Sumber Data Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan atau

library research. Maka sumber data bersifat kepustakaan atau berasal dari berbagai

literatur, di antaranya buku, jurnal, surat kabar, dokumen pribadi dan lain

sebagainya. Untuk lebih jelasnya, maka sumber data dalam penelitian ini

dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder, dengan uraian sebagai

berikut: 1. Sumber Primer Sumber primer adalah sumber data pokok yang

langsung dikumpulkan peneliti dari objek penelitian.8 Adapun sumber primer

dalam penelitian ini adalah buku yang menjadi objek dalam penelitian ini, yakni

buku berjudul Experience and Education karya John Dewey. Penulis memilih

buku ini karena ada beberapa alasan. Pertama, penulis ingin mengungkapkan

konsep pendidikan berbasis pengalaman yang ada dalam buku ini. Kedua, penulis

ingin mencari relevansi antara pendidikan berbasis pengalaman dan pendidikan

islam. Ketiga, dalam pendidikan selama ini penulis menemukan bahwa

27
pengalaman sama sekali tidak tersentuh dalam pelaksanaan pembelajaran. Padahal

pengalaman memiliki pengaruh pada cara pandang, cara berpikir, daya tangkap

terhadap materi yang diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik. Atas alasan

inilah penulis memilih buku yang di dalamnya.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berkaitan dengan sumber data.10 Teknik

pengumpulan data yaitu berupa cara yang digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan dan menggali data yang bersumber dari sumber data primer dan

sumber data sekunder. Oleh karena sumber data berupa data data tertulis, maka

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti catatan peristiwa yang sudah

berlalu yang bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari

seseorang.11 Atau dengan kata lain, dokumen adalah tulisan, gambar atau karya-

karya yang monumental yang berisi suatu ide tertentu. Atau gampangnya adalah

suatu pikiran atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar maupun

dalam bentuk karya yang lain. Kemudian, teknik dokumentasi adalah suatu cara

yang dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda,

dan sebagainya.12 Teknik dokumentasi berarti cara menggali dan menuangkan

suatu pemikiran, ide atau pun gagasan dalam bentuk tulisan atau dalam bentuk

gambar maupun karya-karya yang lain. Penulis menggunakan teknik

pengumpulan data dengan cara dokumentasi karena jenis penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang sumber

28
data empirik yang primer maupun sekunder berasal dari buku-buku, dokumen-

dokumen, jurnal, atau literatur-literatur yang lain. Teknik dokumentasi digunakan

untuk menggali dan mengumpulkan data dari sumber-sumber bacaan yang

berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data primer atau sumber

utama adalah berasal dari buku Experience and Education karya John Dewey.

Kemudian untuk pengumpulan data penunjang atau pelengkap, diperoleh dengan

menggali data dari buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Dalam teknik dokumentasi ini, penulis akan menerapkan beberapa langkah, yaitu

sebagai berikut:

1. Membaca sumber data primer maupun sumber data sekunder.

2. Membuat catatan yang berkaitan dengan penelitian dari sumber data

primer maupun sekunder tersebut.

3. Mengolah catatan yang sudah terkumpul. D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Analisis Konten Analisis konten (content analysis) atau kajian isi

adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur

untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen.

Sementara Harold D. Lasswell menyatakan bahwa analisis konten (content

analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap

isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Dari

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis konten adalah suatu

cara penelitian dengan tahapan tertentu untuk mengambil inti dari suatu

29
gagasan maupun informasi yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

Penulis menggunakan teknik analisis data berupa analisis konten (content

analysis) karena jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan, di

mana sumber datanya adalah berupa buku dan dokumen-dokumen maupun

literatur dalam bentuk yang lain. Dalam hal ini, penulis menggunakan

analisis konten ini untuk dapat memahami konten atau isi buku Experience

and Education karya John Dewey, terkait dengan konsep pendidikan

berbasis pengalaman. Setelah penulis memahami konsep pendidikan

berbasis pengalaman, kemudian menarik sebuah kesimpulan terkait

dengan konsep tersebut. Krippendorff memberikan gambaran mengenai

tahapan-tahapan yang ada di dalam penelitian ini. Ia membuat skema

penelilitan analisis isi ke dalam 6 tahapan, yaitu:

a. Unitizing (peng-unit-an).

b. Sampling (pe-nyamling-an).

c. Recording/coding (perekaman/koding).

d. Reducing (pengurangan) data atau penyederhanaan data.

e. Abductively inferring (pengambilan simpulan); bersandar kepada

analisa konstuk dengan berdasar pada konteks yang dipilih.

f. Naratting (penarasian) atas jawaban dari pertanyaaan penelitian.

2) Analisis Induktif Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan

kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang

diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi

30
hipotesis, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang hingga

hipotesis diterima dan hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.

Adapun analisis induktif disini dipakai setelah memahami konten dari

buku Experience and Education karya John Dewey. Dalam arti setelah

memahami konsep pendidikan berbasis pengalaman, kemudian penulis

menggunakan teknik induktif ini untuk mengorganisir hal-hal yang

berkaitan dengan pendidikan berbasis pengalaman.

3) Deskriptif Analitik Metode deskriptif analitik adalah metode dengan

cara menguraikan sekaligus menganalisis. Dengan menggunakan kedua

cara secara bersama-sama maka diharapkan objek dapat diberikan makna

secara maksimal. Teknik deskriptif analitik ini penulis gunakan untuk

mengungkapkan relevansi konsep pendidikan berbasis pengalaman dalam

buku Experience and Education karya John Dewey yang telah didapat

sebelumnya dalam pendidikan Islam. Konsep pendidikan berbasis

pengalaman yang ada dalam buku Experience and Education dan

Pendidikan Islam diuraikan dan dianalisis dengan metode deskriptif

analitik. Kedua metode tersebut.

31
C. Riset Perpusatakaan Tentang Bencana Alam

Berdasarkan riset kepustakaan yang telah dilakukan ditemukan bahwa

konselor memiliki peranan penting untuk membantu korban yang selamat dari

bencana alam yaitu dengan memberikan pelayanandisaster counseling (konseling

bencana). Layanan konseling bencana pada prinsipnya dibutuhkan oleh semua

korban bencana yang mengalami trauma atau situasi krisis. Peran konselor yaitu

dengan memberikan layanan konseling. Adapun jenis layanan yang dapat

diberikan kepada korban yaitu:

1. Play Therapy

Bagi korban anak-anak, konselor dapat memberikan play therapy. Anak-anak

korban bencanacenderung lebih mudah mengalami trauma dibandingkan orang

dewasa karena anak-anak belum memiliki kematangan identitas diri dan

kemampuan koping terhadap stres masih terbatas sehingga jika trauma psikis

terjadi pada anak-anak biasanya akan terjadi penghentian perkembangan

emosional (Kaplan, dkk, 1997). Oleh karena itu, anak-anak perlu dibantu untuk

dapat menatap masa depannya. Layanan yang diberikan kepada anak-anak

hendaknya dapat sesuai dengan karakteristik perkembangan, baik aspek sosial,

kognitif, emosi, maupun psikomotorik anak. Play therapy menurut the

Association for Play Therapy adalah “process where in trainer play therapists use

the therapeutic power of play to help clients prevent of resolve psychosocial

difficulties and achieve optimal growth and development” (Nawangsih, 2014).

Play therapymenekankan pada kekuatan permainan sebagai alat untuk membantu

klien yang memerlukan bantuan.Hasil penelitian membuktikan bahwa Play

32
therapy menjadi salah satu alternatif penanganan yang cukup efektif untuk

membantu mengatasi trauma pada anak-anak korban bencana alam (Mukhadiono,

dkk, 2016). Menurut The Association for Play Therapy(dalam Nawangsih, 2014),

terdapat 14 macam keuntungan yang diperoleh bila menggunakan play therapy

sebagai sebuah intervensi, yaitu: Mengatasi resistensi. Anak-anak biasanya sulit

untuk diajak konsultasi dengan konselor, apalagi mempunyai keinginan sendiri.

Permainan adalah salah satu cara untuk menarik anak agar bisa terlibat dalam

kegiatan konseling., Komunikasi. Permainan adalah media alami yang digunakan

anak untuk mengeskpresikan dirinya. Konselor bisa menggunakan berbagai

pilihan permainan yang dapat memancing anak untuk dapat terus terlibat dalam

permainan. Kompetensi. Bermain memberikan kesempatan bagi anak untuk

memenuhi kebutuhan anak untuk mengeksplorasi dan menguasai se-suatu

keterampilan. Konselor bisa membangun kepercayaan dengan menunjukkan

bahwa anak sedang melakukan kerja keras dan menunjukkan kemajuan. Berpikir

kreatif.

Keterampilan problem solving dikembangkan, sehingga pemecahan atas

persoalan anak bisa tercapai. Permainan memberikan peluang yang besar bagi

anak untuk mengembangkan kemampuan diri untuk berpikir kreatif atas persoalan

yang dialami. Chatarsis. Melalui permainan anak-anak dapat menyampaikan

tekanan emosi yang dialaminya dengan lebih bebas, sehingga anak-anak bisa

tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa beban mental. Abreaction. Dalam

bermain, anak mendapat kesempatan untuk mem proses dan menyesuaikan

kesulitan yang pernah dialami secara simbolis dengan ekspresi emosi yang lebih

33
tepat. Role playing. Anak dapat mempraktekkan berbagai tingkah laku yang baru

dan mengembangkan kemampuan empati dengan orang lain. Fantacy. Anak-anak

dapat menggunakan imajinasinya untuk mengerti akan pengalamannya yang

menyakitkan. Mereka juga bisa mencoba mengubah hidup mereka secara

perlahanlahan. Metaphoric teaching. Anak-anak dapat memperoleh pengertian

yang mendalam atas kesulitan dan ketakutan yang dialaminya dengan kiasan yang

dimunculkan dalam permainan. Attachment formation. Anak dapat

mengembangkan suatu ikatan dengan konselor serta mengembangkan kemampuan

untuk membangun koneksi dengan orang lain. Peningkatan hubungan.

Hubungan terapi yang positif, memberikan kebebasan anak untuk

mewujudkan aktualisasi diri dan tumbuh semakin dekat dengan orang lain

disekitarnya. Anak dapat mengenal cinta dan perhatian yang positif terhadap

lingkungannya. Emosi positif. Anak-anak menikmati permainan, dengan suasana

hati ini mereka bisa tertawa dan mempunyai waktu yang menyenangkan di tempat

yang mereka merasa diterima. Menguasai ketakutan. Dengan permainan yang

diulang-ulang akan mengurangi kegelisahan dan ketakutan anak. Bekerja dengan

mainan, seni dan media bermain lainnya mereka akan menemukan berbagai

keterampilan dalam mengatasi ketakutan Bermain game. Game membantu anak

untuk bersosialisasi dan mengembangkan kekuatan egonya. Mereka mempunyai

peluang untuk meningkatkan keterampilan.

2. Penenangan

34
Bencana alam menyisahkan luka yang mendalam bagi korban yang selamat

bahkan para korban yang berada di pengungsian terkadang mengalami suasana

yang mencekam, rasa cemas yang tinggi, stres, kecemasan neuratik, dan trauma

yang mendalam kepada korban yang selamat setelah terjadinya bencana, sehingga

memerlukan penanganan (teknik dan pendekatan) khusus untuk membantu

menghilangkan rasa cemas yang dialami oleh korban.Ada dua teknik penenangan

yang dapat diberikan kepada korban yaitu: Relaksasi, yaitu merupakan teknik

yang bertujuan untuk membantu korban yang mengalami ketegangan psikis agar

menjadi lebih tenang (Taufik dan Karneli, 2012).

Disensitisasi, yaitu merupakan suatu pedekatan yang digunakan untuk

mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari

memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu (Munro,

Manthei, dan Small, 1985). Teknik penenangan merupakan suatu teknik intervensi

dalam konseling yang dapat dilakukan oleh konselor untuk membantu korban agar

menjadi lebih relaks. Kondisi releks adalaah kondisi dimana korban dalam

keadaan tenang dan dalam suasana emosi yang tenang (Sutarjo, Arum, & Suarni,

2014), serta berkurangnya kesensitifan terhadapperangsang tertentu. Menurut

Afnibar (2012), teknik penenangan (relaksasi dan disensitisasi) merupakan salah

satu teknik yang tepat untuk digunakan dalam mengatasi trauma yang dialami

oleh korban bencana alam.

A. Konseling Pada Korban Bencana Alam Gunung Merapi Yogyakarta

35
Peristiwa bencana alam merupakan salah satu penyebab munculnya krisis bagi

jiwa manusia. Bencana alam akibat meletusnya gunung merapi di Yogyakarta

menyisakan trauma bagi penduduk sekitar lereng gunung merapi. Trauma gempa

bumi oleh gunung merapi mengakibatkan penduduk kehilangan keluarga, rumah

dan pekerjaan. Kondisi batin mereka sedih, hancur dan khawatir akan terjadinya

gempa. Gunung merapi seolah sedang jadi "lakon". Gunung yang mempunyai

ketinggian 2968 m dari permukaan laut dan terletak lebih kurang 25 km dari

Yogyakarta itu, belakangan memang tak pernah absen menghiasi hampir semua

media, cetak maupun elektronik. Sekian ribu nyawa melayang dalam sedetik.

Sekian rumah roboh dan luluh lantak. Orang-orang tahu pahit getirnya musibah

bencana alam. Sementara itu ribuan pengungsi kebingungan. Mereka baru saja

pulang ke rumahnya kemarin pagi, kembali ke pengungsian (15-Juni-2006).

Korban akibat bencana telah menyebabkan derita dan tangis korban.

Data sementara jumlah siswa yang meninggal akibat bencana gempa bumi di

Klaten mencapai 49 orang dan guru meninggal sebanyak 15 orang. Namun jumlah

tersebut kemungkinan bisa bertambah karena Dinas P dan K Klaten masih terus

melakukan pendataan. (Kantor Dinas P dan K Kabupaten Klaten, Kamis (8/6).

Korban gempa lain, meninggal tujuh orang korban gempa akibat tetanus.

Terlambatnya melakukan sosialiasi suntikan antitetanus telah merenggut

masyarakat.(16-Juni-2006). Korban terus bertambah seiring kondisi alam makin

mengganas, meluluhlantakkan perkampungan di lereng merapi. Meluluhkan

harapan masyarakat untuk hidup tenang dan sejahtera.

36
Sudah sebulan awan panas mengancam Yogyakarta. Masyarakat takut

terhadap luncuran awan panas (weddus gembel) yang terlihat seperti menuju

kampung mereka. Luncuran awan panas yang terjadi, dilaporkan sudah mencapai

kawasan permukiman di Dusun Kaliadem. Sebelumnya, PVMBG memperkirakan

awan panas skala besar tidak akan terjadi, mengingat adanya cekungan di puncak

Merapi sebagai penahan. Sejak pukul 13:00, terjadi beberapa kali luncuran awan

panas yang cukup jauh ke arah Kali Gendol. Jaraknya mencapai enam kilometer

dari puncak Merapi. Warga Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, yang

desanya berlokasi di tepi Kali Gendol ketakutan. Akibatnya, warga benar-benar

ketakutan, lava pijar dan awan panas yang mengarah ke Kali Gendol tampak

seperti mengarah ke desa mereka. Akibatnya, warga yang belum pernah

mengungsi sekarang ikut mengungsi,'' kata Komandan SAR Klaten, Drs. Anang

Widayaka, di Ngemplakseneng.(16-Juni-2006).

Membantu para korban bencana tidak cukup dengan menyalurkan bantuan

berupa materi saja. Kebutuhan rasa aman sama pentingnya dengan bantuan dana

yang selama ini diberikan. Kebutuhan untuk diperhatikan, didengarkan dan

didampingi saat korban mencari jalan keluar dari bencana penting dilakukan.

Salah satu cara membantu korban dengan memberikan konseling pasca bencana

terhadap korban letusan gunung merapi.upaya konseling bencana alam

Upaya konseling terhadap korban bencana selayaknya diberikan. Para korban

memerlukan bantuan mengatasi perasaan kehilangan orang yang dicintai. Mereka

butuh menata masa depan yang tak menentu akibat lingkungan baru. Banyak

orang yang kehilangan, dan hancur semangatnya ketika orang dekat mereka

37
meninggal. Upaya konseling singkat berfokus pada solusi menjadi alternative

menolong orang-orang yang cemas dan penuh rasa takut ditengah bencana.

Bagaimana bentuk konseling singkat berfokus solusi dilakukan?

Pertama, konselor menanyakan keadaan korban tentang perasaan mereka. Apa

keluhan dan kesakitan yang tengah mereka hadapi. Bagaimana sedihnya

kehilangan keluarga dan harta benda yang mereka cintai. Konselor mesti

mengetahui persis kerisauan-kerisauan yang dihadapi oleh korban pasca gempa.

Ketakutan yang tengah menimpa jiwa mereka dan bersikap empatik atas

penderitaan yang tengah dihadapi.

Kedua, setelah menanyakan tentang kerisauan dan ketakutan yang dialami

oleh Korban, selanjutnya konselor melangkah pada pertanyaan yang berfokus

solusi. Konselor segera mengalihkan pada upaya solusi yang akan dilakukan oleh

korban. Bagaimana korban menyikapi situasi krisisnya. Korban diajak untuk

berpikir rasional tentang langkah-langkah yang akan mereka lakukan menghadapi

situasi sulit. Misalnya, bagaimana korban akan terus eksis di saat kehilangan

orang tua mereka? Upaya apa yang akan di tempuh untuk meneruskan pendidikan

mereka? Dan langkah apa yang akan dilakukan saat ini mengatasi kesedihannya?

Dengan kolaborasi antara korban dan konselor, akan mempercepat upaya bangkit

dari kegelisahan.

Ketiga, Konselor membantu korban menemukan kekuatan diri mereka untuk

melangkah maju. Misalnya, konselor menanamkan nilai berani mengambil resiko

untuk tinggal di tempat baru yang lebih aman dari sasaran weddus gembel atau

hujan debu. Dengan menemukan insight (pengetahuan) pada diri korban bencana,

38
akan meringankan beban mereka dari keputus asaan. Para korban akan tegak

berdiri menerima realitas mereka yang kehlangan sanak saudara dan rmah serta

pekerjaan. Para korban menemukan cara untuk melanjutkan hdup yang telah

hancur disambar gunung merapi. Membantu mengajak mereka untuk menyikapi

hidup secara tepat sesuaikenyataan.

Bagaimana pun, bencana dapat terjadi dimana saja, baik di pesisir pantai atau

di puncak atau di lereng gunung. Bantuan konseling semakin diperlukan

mengatasi problem bencana alam.

39
BAB V

KESIMPULAN

1.      Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling. Sebagai

pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas.

2.      Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan

profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan

ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling.

Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi

profesional, yang meliputi:

a.       Memahami secara mendalam konseling yang dilayani,

b.      Menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling,

c.       Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan,

dan

d.      Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.

3.      kompetensi Konselor meliputi komponen berikut:

a.       Kompetensi pengembangan kepribadian (KPK),

b.      Kompetensi landasan keilmuan dan keterampilan (KKK),

c.       Kompetensi keahlian berkarya (KKB)

d.      Kompetensi perilaku berkarya (KPB),

e.        Kompetensi berkehidupan bermasyarakat  (KBB)

4.      Konselor Agama ialah Bimbingan Islami merupakan proses pemberian

bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan

sekedar membantu individu.

40
DAFTAR PUSTAKA

Andika, A. S. (t.t.). PERAN KONSELOR DALAM MEMBERIKAN LAYANAN

KONSELING KOMUNITAS BAGI KORBAN BENCANA ALAM DI

INDONESIA. Prosiding Seminar Nasional Konseling Krisis.

Drummond, Robert J. 2000. Appraisal procedurs For Counselor and


Helping Professionals Fourth Edition. Merril an Imprint
of Prentice Hall Upper Saddle River, New Jersey, Columbus,
Ohio.
Judith A. Lewis., Michael D. Lewis., Judy A. Daniels., at al. 2010.
Community Counseling: A Multicultural-Social Justice
Perspective. Belmont, USA: BROOKS/COLE Cengage
Learning.
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling
Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta.
Solomon, S. D. (2003). Introduction. In B. L. Green, M. J. Friedman, T. V. M.
Joop, & S. D. Solomon et al. (Eds.), Trauma interventions in war and
peace: Prevention, Practice, and policy (pp. 3–13). New York:
Kluwer Academic/Plenum.
http://www.community- counselling.org.uk/, (di akses pada Minggu, 07
Agustus 2016, pukul 11. 35 WIB).
Afnibar. 2012. Konseling Traumatik untuk Korban Gempa dan Resiliensi di
Kalangan Masyarakat Minangkabau. Prosiding International dan
Workshop Post Traumatic Counseling. Batusangkar: STAIN Batusangkar.

Anonim. 2008. Laporan Hasil Penelitian PTSD di Jawa Tengah. Badan Litbang
Propinsi Jawa Tengah.
BNPB.go.id. 2018. Tsunami Terjang Pantai Palu, Penanganan Darurat Tersu
dilakukan. (Online) https://bnpb.go.id/tsunami-terjang-pantai-palu-
penanganan-darurat-terus-dilakukan. Diakses pada hari Senin taggal 01
Oktober 2018.

41
Everly, G.S., Flannery, R.B., & Mitchell, J.T. 1994. Critical incident stress
management (CISM): A methodological review. Aggression and Violent
Behavior. A Review Journal, In Press.

Hatta, K. 2016. Trauma dan Pemulihannya: Suatu kajian berdasarkan kasus


pasca konflik dan tsunami. Aceh: Dakwah Ar-Raniry Press.

Hawari, D. 2011. Pendekatan Psikoreligi pada Trauma Bencana. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ikatan Konselor Indonesia (IKI). 2017. Laporan Konseling Trauma Korban


Gempa Pidie Jaya Aceh: Kerjasama Ikatan Konselor Indonesia dengan
Universitas Negeri Padang. Padang: IKI.

Indonesia Investments. 2017. Bencana Alam di Indonesia.


(Online)http://www.indonesiainvestments.com/id/bisnis/risiko/bencanaala
m/item243.Diakses pada hari Sabtu tanggal 12 Mei 2018. Mental Health
Channel. 2004. Post Traumatic Stress Dissorder (PTSD).
Healthcommunities.com. (Online) http//www.ncptsd.va.gov/facts/
disasters/fs_rescue_workers.html. Diakses pada hari Sabtu 15 September
2018.

Mukhadiono, Subagyo, W., &Wahyudi. 2016. Pemulihan PTSD Anak-Anak


Korban Bencana Tanah Longso r dengan Play Therapy.Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 11 (1) : 23-
30.

Munro, E.A., Manthei, R.J., & Small, J.J. 1985. Penyuluhan (Counselling): Suatu
pendekatan berdasarkan keterampilan. Alih Bahasa: Amti, E. Jakarta:
Ghalia Indonesia.

Nawangsih, E. 2014. Play Therapy Untuk anak-anak Korban Bencana Alam yang
Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD). Psympathic,
Jurnal Ilmiah Psikologi. 1 (2) : 164 – 178.

Nilson, R.., Gustafsson, P.E., & Svedin,C.G. 2010. Self


ReportPotentiallyTraumatic Live Events and Symptoms of Post-
TraumaticStress and Dissociation. Nordic Journal of Psychiatry. 64, 19-
26.

Pataki, G.E., Stone, J.L., & Leviness, J. 2000. Crisis Counseling Guide to
Children and Families in Disaster. Now York: Office of Mental Healt.

Prayitno & Marjohan. 2015. Pelayanan Profesional Koseling yang Berhasil.


Padang: UNP Press.

42
Prayitno. 2013. Konseling Integritas. Padang. UNP Press.
Safitri, N., & Khairat, I. 2017. Konseling trauma oleh Ikatan Konselor Indonesia
(IKI) untuk korban bencana alam gempa bumi (studi di Kabupaten Pidie
Jaya). In Ifdil, I., Bolo Rangka, I., & Adiputra, S. (Eds). Seminar &
Workshop Nasional Bimbingan dan Konseling: Jambore Konseling 3
(pp.74-84). Pontianak: Ikatan Konselor Indonesia (IKI).

Sutarjo, Ipt., E., Arum, D., & Suarni, Ni., Kt. 2014. Efektivitas Teori Behavioral
Teknik Relaksasi dan Brain Gim untukMenurunkan Burnout Belajar pada
Siswa Kelas VIII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Tahun Pelajaran
23/2014. E-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling. 2 (1) : -

Tim Konseling Trauma. 2009. Panduan Trauma Konseling


Sekolah/Lembaga/PTK Korban Gempa Sumatera Barat. Padang:
Universitas Negeri Padang.

UU RI No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.


Weaver, A.J., Flannelly, L.T., &Preston, J.D. 2003. Counseling Survivors of
Traumatic Events: A handbook for Pastors and Other Helping
Professional. AvenueSouth, Nashville: Abingdon Press.

Wikipedia. 2018. Becana Alam di Indonesia Sejak Tahu 2004.


(Online)https://id.wikipedia.org/wiki/
Bencana_alam_di_Indonesia_sejak_tahun_2004. Diakses pada hari Sabtu
tanggal 12 Mei 2018. Wikipedia. 2018.Gempa Bumi Lombok.(Online)
https://id.m.wikipedia. org/wiki/Gempa_bumi_Lombok_Juli_2018.
Diakses pada hari Sabtu tanggal 12 Mei 2018.

Wikipedia. 2016.Gempa Bumi Pidie Jaya. (Online) https://id.m.wikipedia.


org/wiki/Gempa_bumi_Pidie_Jaya_2016. Diakses pada hari Sabtu tanggal
12 Mei 2018. Willis, S.S. 2004. Konseling Individual: Teori dan praktek.
Bandung: Alfabeta.

43

Anda mungkin juga menyukai