Anda di halaman 1dari 11

Filsafat Yunani Klasik By Nova Afriyanti dalam makalah

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahnya
sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, namun penulis yakin masih banyak kesalahan
dan kekeliruan dalam makalah yang kami buat ini, maka dari itu kritik dan serta saran yang

konstruktif sangat diharapkan demi sempurnanya Makalah ini.

Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada Nabi kita

Muhammad S.A.W, keluarga dan segenap sahabat-sahabatnya. Yang telah

menunjukkan kepada kita kebenaran dan mutlak yaitu dengan hadirnya Agama

Islam.

Materi ini kami susun secara singkat, masih banyak materi yang belum dapat kami rangkum
seluruhnya karena begitu luasnya materi filsafat khususnya Filsafat Yunani Kuno. Untuk itu
penjelasan tersendiri hendaknya dapat ditambahkan oleh rekan-rekan atau dosen yang
mengerti/mengetahui bidang study ini.
Palembang,......oktober,2010

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...............................................................1

DAFTAR ISI ............................................................................2

BAB I PENDAHULUAN............................................................3

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN.............................................................5

A. Pengertian Filsafat Yunani Klasik & kuno

B. Aliran Sofisme

C. Filsafat Yunani Klasik

D. Pelopor yunani klasik Socrates, Plato dan Aristotheles

BAB III PENUTUP...................................................................12

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA.................................................................13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat di
pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno
(masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Kearifan, arti kata tersebut belum
memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata Filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum
memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan.

Pada periode yunani klasik ini perkembangan filsafat menunjukan kepesatan, yautu ditandai nya
semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode yunani klasik adalah
Sofisme, kata Sophos berarti Arif atau Pandai, yaitu gelar bagi meraka yang memiliki kearifan dalam
menjalani kehidupan. Keberadaan sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa,
politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat
sehingga keberadaan sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban di athena.

Namun pada zaman ini, kata Sofis berkaitan dengan orang yang pandai bicara, mempengaruhi oarng
dengan kepandaian berdebat. Sofis dalam gambaran yang di berikan para tokoh aliran ini terlihat
jahat dan tidak memilki moral.

Antara kaum sofis dengan socrates mempunyai hubungan yang erat sekali. Disamping mereka itu
hidup satu zaman, pokok permasalahan pemikiran mereka juga sama, yaitu permasalahan socrates
bukan lagi jagad raya, tetapi manusia ( socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke bumi ),
sedangkan kaum sofis juga memusatkan perhatiannya kepada manusia. Bahkan Aristothales
menyebutkan bahwa sesungguhnya socrates termasuk kaum sofis. Perbedaan antara kaum sofis
dengan socrates adalah bahwa pemikiran filsafat socrates sebagai suatu reaksi dan kritik terhadap
pemikiran kaum sofis.

Namun mereka sebenarnya memiliki jasa yang lumayan besar dalam perkembangan Filsafat. Dan
ada beberapa pendapat orang terhadap aliran Sofisme yaitu ada yang menganggap bahwa aliran
Sofisme sebagai aliran yang merusak dunia Filsafat.

B. Rumusan Masalah
Setelah melihat pernyataan diatas muncul pertanyaan, yaitu :

1. Apa dampak hadirnya Aliran sofisme dalam Filosofi yunani klasik ?

2. Bagaimana pemikiran Filsafat yunani klasik yang di pelopori Sokrates, Plato dan Aristothales?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui dampak hadirnya Aliran Sofisme dalam Filosofi Yunani klasik.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Filsafat yunani klasik yang dipelopori Socrates, Plato
dan Aristoteles.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafah Yunani Klasik

Kata Filsafat berasal dari kata yunani Filosofia, yang berasal dari kata kerja Filosofien yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata yunani Philosophis yang berasal dari
kata kerja Philien yang berarti mencintai atau Philia yang berarti Cinta, dan Saphia yang berarti
Kearifan, dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya di terjemahkan sebagai
“Cinta Kearifan”. Filsafat adalah Ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada
(Al-Farabi).

Filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, Alam dan Manusia menjadi pokok
penyelidikan (Rene Descartes). Filsafat merupakan induk Agama dari Ilmi-ilmu dan filsafat mengenai
semua pengetahuan sebagai bidangnya (Francis Baron).

Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak
secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-hari atau bahkan
dalam kebiasaan ilmu pengetahuan (BertrandRussel).

Filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah ada semenjak zaman
yunani hal-hal pokok yang telah sama. Pertanyaan-pertanyaan apa yang dapat kita ketahui dan
bagaimana kita dapat mengetahuinya. Hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya (Alfred
Ayer). Filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai

perjuangan manusia secara terus menerus dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai tradisi
yang membentuk budi Manusia terhadap kecenderungan Ilmiah. Tegasnya , Filsafat sebagai suatu
alat untuk membuat penyesuaian-penyesuaian diantara yang lama dan yang baru dalam suatu
kebudayaan (John Dewey).

Aliran yang mengawali periode yunani klasik adalah Sofisme, kata Sophos berarti Arif atau Pandai,
yaitu gelar bagi meraka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan.
Dari dasar uraian di atas, maka kami menberikan suatu konsep bahwa Filsafat mempunyai
pengertian yang multi-dimensi yaitu :

1. Filsafat sebagai Ilmu,

2. Filsafat sebagai cara berfikir,

3. Filsafat sebagai pandangan hidup.

B. Aliran Sofisme

Pada pertengan abad ke-5 sebelum masehi timbullah aliran baru dalam Filosofi yunani yang
berlainan sekali sifatnya daripada yang dikenal sampai seketika itu. Aliran itu dinamai aliran Sofisme.
Kaum Sofisme itu muncul bermula diathena dan dengan sebentar saja ajarannya berkembang
keseluruh Attika, sebabnya karena mereka memaparkan soal-soalnya dan mereka memecahkan
berbagai masalah hidup di tengah-tengah rakyat. Tindakan guru-guru Sofis itu membawa perubahan
besar dalam sejarah peradaban grik.

Zaman Fofistik ini adalah zaman perpisahan, masa pancaroba dalam alam pikiran grik. Oleh kerena
kedudukannya pada perpisahan zaman, kaum Sofis merintis jalan baru yang arahnya belum tertentu.
Ajaran kaum Sofis meruntuhkan yang ada dengan tiada menimbulkan yang baru.

Sesungguhnya gerakan Sofisme penting juga bagi sejarah Filosofi. Sekalipun ia tidak memberikan
keputusan tertentu dan tetap, karena tindakan kaum Sofis timbullah soal-soal yang menjadi buah
pikiran yang pokok penyelidikan bagi Socrates, Plato dan Aristoteles beserta murid-muridnya
kemudian. Kaum sofis membawa filosofi memandang manusia sebagai mahluk yang
berpengetahuan dan berkemauan. Pengetahuan manusia dan kemauan itulah sekarang dijadikan
soal filosofi.

Kaum Sofis tidak ada yang sama pendiriannya tentang suatu masalah. Mereka hanya sependuluan
dalam meniadakan, dalam pendirian negatif, pokok ajarannya adalah bahwa ” kebenaran yang
sebenar-benarnya tidak tercapai” ,maka tiap-tiap penduluan boleh dibenarkan.

Oleh karena Sofisme mengajar orang memandang segala-galanya sebagai sementara, ajarannya
bersifat relatif. Sofisme adalah teori tentang relativisme, menyementarakan segala-galanya.

Kaum sofis menggontangkan segala sendi kebenaran sehingga orang tak tau lagi apa yang boleh
dikatakan benar buat sekarang dan kemudian. Tak heran, kalu banyak kekacauan yang
ditimbulkannya dalam pergaulan hidup. Protagoras salah satu tokoh terkemuka aliran ini
menyatakan bahwa manusia adalah ukuran segalanya, jika manusia mengaggapnya demikian maka
demikianlah adanya.

Sofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran, tetapi lebih merupakan suatu gerakan dalam
bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh kepesatan minat orang terhadap filsafah.
Istilah sofis yang bersal dari kata sophistes mempunyai pengertian seorang sarjana atau
cendekiawan.

Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa timbulnya kaum sofis karena akibat dari minat orang
terhadap filsafah. Akan tetapi, terdapat 3 faktor yang mendorong timbulnya kaum sofis, yaitu :

a. Perkembangan secara pesat kota athena dalam bidang politik dan ekonomi,

b. Kebutuhan dalam bidang pendidikan tidak terelakkan lagi karena desakan kaum intelektual,

c. Pemukiman perkotaan bangsa yunani terletak di pantai, kontak dan pergaulan dengan bangsa
lain tidak terlakkan lagi.

C. Filsafat Yunani Klasik

Pada periode yunani klasik perkembangan filsafat menunjukan kepastian, yaitu ditandainya semakin
besar minat orang terhadap filsafat. Zaman klasik bermula dengan Socrates, tetapi Socrates belum
sampai kepada sesuatu sistim filosofi, yang memberikan nama klasik kepada filosofi itu. Sistem
ajaran filosofi klasik baru dibangun oleh plato dan aristoteles, berdasaran ajaran Socrates tentang
pengetahuan dan etik beserta folosofi alam yang berkembang sebelum Socrates.

Plato mencapai titik persatuan dalam Filosofi grik yang selama itu menyatakan perbadaan
pandangan. Dengan itu terdapat, untuk pertama kali dalam sejarah dunia barat, suatu sistem
pandangan yang menyuluhi keseluruhannya dari satu pokok. Aristoteles meneruskan pokok
pengertian Plato dan membangun suatu sistem Filosofi yang di dalamnya terdapat tempat tersendiri
bagi berbagai ilmu spesial. Buah pikiran dalam sistem pengetahuan Plato dan Aristoteles menguasai
alam pikiran orang barat sampai kira-kira dua ribu tahun lamanya. Itulah yang memberikan nama
klasik kepada Filosofi mereka.

D. Etik yunani klasik Socrates, Plato dan Aristotheles,

Budi ialah tahu, kata Socrates inilah intisari daripada Etikanya. Orang yang berpengetahuan dengan
sendirinya berbudi baik. Paham etikanya itulah kelanjutan daripada metode Sokrates.

Ajaran Etik Sokrates intelektual sifatnya, selain dari itu juga rasional. Menurut Socrates, Manusia itu
pada dasarnya baik. Seperti dengan selaga barang yang ada itu ada tujuannya, begitu juga hidup
Manusia. Keadaan dan tujuan Manusia ialah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya. Dari
pandangan Etik yang rasioal itu Socrates sampai kepada sikap hidup, yang penuh rasa keagamaan.
Menurut keyakinannya, menderita kezaliman lebih baik dari berbuat zalim. Dalam segi pandangan
Socrates yang berisi keagamaan, terdapat pengaruh paham rasionalisme. Semuanya itu
menunjukkan kebulatan ajarannya, yang menjadikan ia sekarang Filosof yang utama seluruh masa.
Seperti juga Socrates etika Plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya ialah mencapai
budi baik. Pendapat Plato seterusnya tentang etik bersendi pada ajarannya tentang idea.

Menurut Plato, ada dua macam budi :

1. Budi Filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian.

2. Budi yang biasa terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari
keyakinan, melainkan disesuaikan kepada moral orang banyak.

Ada dua jalan yang dapat ditempuh untuk melaksanakan dasar etik yaitu:

1. melarikan diri dalampikiran dari dunia yang lahir dan hidup semata-mata dalam dunia idea.

2. mengusahakan berlakunya idea itu dalam dunia yang lahir ini.

Kedua-dua jalan itu di tempuh oleh Plato. Tujuh etik Plato bersatu kembali pada bidang Agama, yang
menekankan bahwa budi adalah tujuan untuk melaksanakan idea keadilan dalam penghidupan
seseorang dalam Negara sebagai badan kolektif. Etik Aristotheles pada dasarnya serupa dengan etik
Socrates dan Plato. Tujuannya mencapai Eudaemunic, kebahagiaan sebagai “Barang yang tertinggi”
dalam penghidupan. Tetapi ia memahamkannya secara realis dan sederhana. Ia tidak bertanya
tentang budi dan berlakunya seperti yang di kemukakan Socrates. Ia tidak pulang menuju
pengetahuan tentang idea yang di tegaskan oleh Plato. Ia menuju kepada kebaikan yang tercapai
oleh Manusia yang sesuai dengan jenisnya laki-laki atau perempuan, derajatnya, kedudukannya atau
pekerjaannya. Tugas daripada etik ialah mendidik kemauan manusia untuk memiliki sikap yang
pantas dalam segala perbuatan. Budipikiran, seperti kebijaksanaan, kecerdasan dan pendapat yang
sehat lebih diutamakan oleh Aristotheles dari budi perengai, seperti keberanian, kesederhanaan dan
lain-lainnya. Keadilan dan persahabatan, menurut Aristoteles adalah Budi yang menjadi dasar hidup
bersama dalam keluarga dan Negara.

E. Tokoh-Tokoh yunani klasik

Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran
filsafat. Karena itu tidak ada pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan
pemikiran filsafat di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan tentang Plato: “All Western
phylosophy is but a series of footnotes to Plato”. Pada Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai
problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani seperti ada,
menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah dan dunia merupakan tema-
tema bagi filsafat seluruhnya.
1.Filsuf- Filsuf Pertama Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes.
Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama
tertarik pada adanya perubahan yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau
prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu.
Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang
tak terbatas sedangkan Anaximenes menunjuk udara. Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak
di atas air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya
dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan bahwa
semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama adalah ikan. Dan manusia
pertama tumbuh dalam perut ikan. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir
pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam
semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.

2. Pythagoras. Filosof berikutnya adalah Pythagoras. Ajaran-ajarannya yang pokok adalah pertama
dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan,
dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya,
jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu. Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama
dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras
menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya
adalah bilangan. Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa
jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari
sebuah rumah.

3. Herakletos. Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan bahwa api
sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena api menyebabkan kayu atau
bahan apa saja berubah menjadi abu sementara apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga
berpandangan bahwa di dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu yang ada
sedang menjadi. Pernyataannya yang masyhur “Pantarhei kai uden menei” yang artinya semuanya
mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap.

4. Parmenides. Filosof pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah Parmenides.
Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada tidak ada. Konsekuensi dari
pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3)
sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya tidak
mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos.

5.Filsuf Pruralis Empedokles. Para filsuf tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu pendirian
bahwa realitas seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu unsur saja. Para Filsuf berikut ini
dikenal sebagai filsuf pluralis, karena pandangannya yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari
banyak unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri dari empat rizomata (akar) yaitu api,
udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu
cinta (Philotes) dan benci (Neikos). Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan (manusia)
berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama.

6.Filsuf Prularis Anaxagoras. Pluralis yang berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa
realitas adalah terdiri dari sejumlah tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari Empedokles yang
mengatakan bahwa setiap unsur hanya memiliki kualitasnya sendiri seperti api adalah panas dan air
adalah basah, Anaxagoras mengatakan bahwa segalanya terdapat dalam segalanya. Karena itu
rambut dan kuku bisa tumbuh dari daging. Perubahan yang membuat benih-benih menjadi kosmos
hanya berupa satu prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-
benih dan Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras dikatakan sebagai
filsuf pertama yang membedakan antara “yang ruhani” dan “yang jasmani”.

7.Leukippos dan Demokritos. Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf atomis.
Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang tak dapat dibagi-bagi lagi,
karenanya unsur-unsur terakhir ini disebut atomos. Lebih lanjut dikatakan bahwa atom-atom
dibedakan melalui tiga cara: (seperti A dan N), urutannya (seperti AN dan NA) dan posisinya (seperti
N dan Z). Jumlah atom tidak berhingga dan tidak mempunyai kualitas, sebagaimana pandangan
Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan kekal.

Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga memungkinkan adanya gerak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu
atom-atom dan yang kosong. Menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya
proses pengenalan manusia tidak lain sebagai interaksi antar atom. Setiap benda mengeluarkan
eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari atom-atom dan berbentuk sama seperti benda
itu). Eidola ini masuk ke dalam panca indra dan disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari atom-
atom eidola. Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan sebagainya, semua hanya berkuantitatif
belaka. Atom jiwa bersentuhan dengan atom licin menyebabkan rasa manis, persentuhan dengan
atom kesat menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan dengan atom berkecepatan tinggi
menyebabkan rasa panas, dan seterusnya.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya aliran Sofisme dalam filosofi yunani dapat membawa berubahan budaya dan peradaban
Athena. Aspek positif dari adanya aliran sofisme ini akan mempengaruhiterhadap kebudayaan
yunani, yaitu suatu revolusi intelektual dan mengangkat manusia sebagai objek pemikiaran Filsafat,
gerakan aliarn sofisme juga penting bagi sejarah filosofi karena aliarn sofisme telah memajukan
pandangan baru.

2. Sokrates , Plato dan Aristoteles pada dasarnya mempunyai pandangan etik yang sama.
Pandangan etik Sokrates dan Plato bersifat intelektual dan rasional. Sedangkan pandangan etik
Aristoteles bersifat realis dan sederhana.

B. Saran
Tujuan hidup tidaklah mencapai kebaikan untuk kebaikan melainkan merasa kebahagiaan. Tujuan
kita nukan mengetahui, melainkan berbuat, bukan unuk mengehaui apa budi itu. Melainkan supaya
kita menjadi oarng yang berbudi manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya
kadang-kadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu manusia perlu sekali tahu
menguasai diri, manusia yang tahu menguasai diri hidup sebagaimana mestinya tidak terombang
ambing oleh hawa nafsu.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Asmoro, Filsafat Umum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).

www.google.com//filsafah yunani klasik.kawasan Palembang.21-10-2011.

Soemargono Soejono, berfikir secara kefilsafatan (Yogyakarta:Nur Cahaya,1984).

Anda mungkin juga menyukai