Disusun Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
1443 H / 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaanNya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang
sempurna dengan bahasa yang sangat indah
Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT. Kami bersyukur telah menyelesaikan makalah yang
berjudul “Citra Manusia dalam Islam”.
Dalam Kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Layyinah selaku dosen mata kuliah Islam Dan Psikologi
2. Rekan-rekan kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
bagi kami agar lebih baik dari masa yang akan datang. Harapan kami semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diskursus mengenai dimensi manusia telah ada sejak lampau. Dalam sejarahnya,
kajian mengenai manusia telah ada sejak zaman filosof Yunani Purba, Socrates (468-
399). Socrates adalah seorang filsuf yang memiliki pandangan berbeda dengan para
filsuf sebelumnya yang umumnya mencoba mencari hakikat alam semesta
(macrocosmos), sedangkan Socrates mencoba untuk membuka tabir misteri hakikat
manusia dan kemanusiaan (microcosmos). Oleh karenanya, tema sentral ajaran Socrates
terangkum dalam semboyan “Gnoti Theauton” (kenali diri). Motto ajaran Socrates
tersebut terus berkembang sampai saat ini, hal ini terbukti dengan pernyataan Alexis
Carrel dalam buku Man, The Unknown yang mengatakan bahwa realitas manusia dan
kemanusiaan tidak akan pernah terbuka tuntas oleh berbagai ilmu pengetahuan. Hal ini
dikarenakan manusia merupakan makhluk majemuk yang mengandung rahasia.
Menurut Rollo Reese May, ketidakberdayaan yang dialami oleh manusia modern
tidak lain karena ketidaktahuannya akan siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya.
Ketidaktahuan akan eksistensi diri dan orientasi hidup inilah yang kemudian
menyebabkan munculnya gangguan psikologis seperti kehampaan, meaningless, dan
kekosongan spiritual. Para tokoh Psikolog Islam melihat bahwa psikologi humanistik
melihat manusia secara utuh, bahwa manusia memiliki kendali atas dirinya sendiri, tidak
seperti psikologi behaviour yang hanya menganggap manusia sebagai mekanistik dan
psikoanalisa yang menganggap perilaku adalah hasil dari masa lalu. Walaupun begitu,
terdapat perbedaan diantara psikologi humanistic dan psikologi Islam. Psikologi
humanistik berorientasi antroposentris dan berdimensi eksoterik yang netral etik
sedangkan Islam berorientasi teosentris dan berdimensi esoterik yang sarat etik.
Berangkat dari hal ini, maka penulis ingin membahas mengenai citra manusia dalam
Islam, dengan harapan dapat menambah khasanah pembaca dan penulis tersendiri.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Psikoanalisis
Citra manusia diartikan sebagai gambaran umum mengenai manusia. Menurut
psikoanalisis Sigmund freud citra manusia lebih ditujukan kepada totalitas struktur
kepribadian yang membangunnya. Adapun struktur kepribadian yang membangun
citra manusia menjadi utuh yaitu id, ego, dan superego (Zilbersheid, dalam Maslahat,
2020) ; nafsu hewani, intelektual, dan moral. Id merupakan sistem kepribadian yang
dibawa sejak lahir yang darinya muncul ego dan superego. Id berperan sebagai pusat
instink dan beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle).
Sedangkan ego berfungsi sebagai fasilitator untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan
id dengan jalan yang dapa diterima. Dan superego merupakan nilai-nilai sosial
berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat. komponen biologis (Das Id),
psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan
moral (hewani, akali, dan moral). Hanna Djumhana Bastaman menyimpulkan bahwa
konsep citra dan kepribadian manusia dalam pandangan psikoanalisis dinilai sebagai
makhluk yang berkeinginan (homo volens) yang terus mengejar kenikmatan-
kenikmatan jasmani, buruk, liar, kejam, kelam, non etis, egois serta pesimis terhadap
potensi yang dimiliki (Bastaman dalam Maslahat, 2020). Manusia sebagai makhluk
yang perilaku-perilaku nya dikendalikan oleh alam bawah sadar.
Achmad Mubarok juga menjelaskan bahwa antara id, ego, dan superego memiliki
fungsi dan mekanisme yang berbeda-beda. Id merupakan sistem kepribadian asli yang
dibawa sejak lahir yang darinya muncul struktur ego dan superego yang kemudian
berperan sebagai pusat instink dan beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan
(pleasure principle) (Mubarak, 2014). Menurut Roger Frie, usaha manusia yang selalu
mengejar kenikmatan ini dipengaruhi oleh dua instink yang terdapat dalam sub sistem
id. Adapun kedua instink tersebut yaitu libido atau eros dan thanatos. Libido (instink
reproduktif) atau eros (instink kehidupan) merupakan energi dasar untuk melakukan
kegiatan yang sifatnya konstruktif dan mendatangkan kenikmatan (pleasure
principle), sedangkan thanatos (instink kematian) merupakan instink destruktif dan
agresif yang mendorong untuk melawan dan merusak segala sesuatu yang
menghalangi kenikmatan. Ego merupakan sub sistem yang beroperasi berdasarkan
prinsip realitas dan berfungsi sebagai penengah antara dorongan-dorongan hewani
manusia (id) dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan realistik kehidupan
6
yang dihadapinya. Sedangkan superego merupakan sub sistem yang beroperasi
berdasarkan prinsip idealitas dan berfungsi sebagai self-control yang jika akan
berperilaku ia akan menyesuaikannya dengan norma-norma sosial dan kultural
masyarakat (Frie, 2013dalam Maslahat, 2020)
Menurut freud bahwasannya perilaku manusia didasari oleh hasrat seksualitas yang
pada awalnya dirasakan manusia sejak kecil dari ibunya (Alwisol dalam Alisyahbana
& Pasiska, 2020) sedangkan erikson mengatakan bahwa dalam setiap perkembangan
manusia tidak hanya dipengaruhi oleh aspek seksual tetapi juga dipengaruhi oleh
sosial. (Boeree dalam Alisyahbana & Pasiska, 2020). Freud juga mengatakan bahwa
manusia dipengaruhi oleh masa lalunya dari pada tujuan individu kedepannya. Dan
perilaku manusia muncul terkait dengan doronngan ketidaksadaran manusia.
(Fatwakiningsih, 2020)
Menurut Allfort manusia adalah organisme yang pada waktu lahirnya adalah
mahluk biologis, lalu berubah atau berkembang menjadi individu yang egonya selalu
berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti dari tujuan-tujuan
serta aspirasi masa depan. (Fatwakiningsih, 2020)
2. Behavioristik
Aliran behavioristik dipelopori oleh John Broades Watson psikolog dari Amerika
Serikat yang terkenal dengan teori reinforcement (reward and punishment),
mengemukakan bahwa citra manusia dan kepribadiannya ditentukan oleh lingkungan
(Feist & Feist dalam Maslahat, 2020). Perilaku manusia dibentuk oleh proses belajar
dan pengondisian. (Fatwakiningsih, 2020). Aliran behavioristik ini lebih banyak
memfokuskan kajiannya terhadap perilaku real manusia yaitu perilaku yang dapat
diukur, dinilai, diobservasi dan dilukiskan. disimpulkan bahwa dalam aliran
behavioristik perilaku manusia sangat ditentukan oleh lingkungan dan pengalamannya
saat ini (here and now). Menurut mereka, lingkungan yang relevan dan baik akan
membentuk pribadi yang baik, sebaliknya lingkungan yang tidak baik maka akan
membentuk pribadi yang tidak baik pula (Maslahat, 2020).
3. Psikologi Kognitif
7
dari lingkungan, namun manusia mencoba memahami lingkungan yang dihadapi dan
merespon dengan pikiran yang dimiliki. Dengan berpikir manusia mampu mengolah
informasi mengenai lingkugan dan dirinya dengan baik yang nantinya akan
mengahsilkan sebuah perilaku. Dalam otak organisme, khususnya manusia, sudah
terdapat suatu struktur kognitif yang akan mengelola informasi yang diterima dari
lingkungan. Pengetahuan dan persepsi organisme akan lingkungannya memiliki
peranan yang amat besar dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian, respon atau perilaku organisme terhadap lingkungan merupakan
proses pengambilan keputusan. Maka tidaklah mengherankan jika penganut teori
kognitif menyebut manusia disebut sebagai homo sapiens, yakni makhluk yang
berpikir. (Tondok, 2018)
4. Humanistik
Humanistik dipelopori oleh Carl Rogers, Abraham Maslow, dan Rollo Reese May
yang ikut andil dalam mengkaji citra dan kepribadian manusia . Sejak tahun 1950,
ketiga tokoh ini mengembangkan pemahaman bahwa manusia adalah makhluk unik
yang mengerti makna hidup (homo ludens), memiliki potensi, kreativitas, cinta,
makna, dan memiliki kualitas-kualitas pribadi lainya. Hadirnya aliran humanistik
merupakan reaksi kritis terhadap aliran sebelumnya, psikoanalisis yang memandang
manusia buruk dan behavioristik yang memandang manusia netral. (Maslahat, 2020)
5. Psikologi Transpersonal
8
B. Hakikat Fitrah
Menurut M. Quraish Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata al-fithr yang
berarti belahan. Dari makna ini kemudian lahir makna-makna lain, antara lain
pencipta atau kejadian. Dalam gramatika bahasa Arab, kata fitrah sewazan degan
kata fi'lah, yang artinya al- ibtida', yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh. Dalam
al-Maarif al-Islamiyah dan Nahjul Balaghah, dan kitab-kitab lain, sebagaimana
dikutip oleh Muthari, ditegaskan bahwa Allah tidak pernah mencontoh dalam
penciptaan yang dilakukannya. Oleh karena itu, Allah menciptakan manusia
merupakan suatu karya yang tanpa contoh dan tidak meniru karya sebelumnya.
Fi'lah dan fitrah adalah bentuk masdar (infinitif) yang menunjukkan arti keadaan.
Demikian pula menurut Ibn al-Qayyim dan Ibnu Katsir, karena fithir artinya
menciptakan, maka fitrah berarti keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu.
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal mula
penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Quran
dalam konteksnya, selain yang berkaitan dengan manusia. Makna fitrah yang berarti
penciptaan merupakan makna yang lazim dipakai dalam penciptaan manusia, baik
penciptaan fisik (al-jism), maupun fsikis (an-nafs). Pemaknaan penciptaan pada kata
fitrah biasanya disejajarkan dengan kata al-'amr, al-bad', al-ja'l, al-khalq, al-shum'u,
dan al-nasy'. Semua term tersebut secara umum memiliki makna yang sama.
9
Fitrah yang dimaksud pada intinya secara umum (general) fithrah manusia
meliputi tiga hal, yaitu; fithrah jasmani, fithrah ruhani, dan fithrah nafs.
a. Fithrah jasmani
Aspek biologis yang dipersiapkan sebagai wadah dari fithrah ruhani. Ia
memiliki arti bagi kehidupan manusia untuk mengembangkan proses
biologisnya. Daya ini disebut dengan daya hidup (al-hayat), kendatipun sifatnya
abstrak tetapi ia belum mampu menggerakkan tingkah laku. Tingkah laku baru
terwujud jika fithrah jasmani ini telah ditempati fithrah ruhani. Proses ini terjadi
pada manusia ketika berusia empat bulan dalam kandungan --(pada saat yang
sama berkembang fithrah nafs). Oleh karena natur fithrah jasmani inilah maka
ia tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya.
b. Fithrah ruhani,
Aspek psikis manusia. Aspek ini tercipta dari alam amar Allah yang sifatnya
ghaib. Ia diciptakan untuk menjadi substansi dan esensi pribadi manusia.
Eksistensinya tidak hanya di alam imateri, tetapi juga di alam materi (setelah
bergabung dengan jasmani), sehingga ia lebih dahulu dan lebih abadi adanya
dari pada fithrah jasmani. Naturnya suci dan mengejar pada dimensi-dimensi
spiritual tanpa memperdulikan dimensi material. Ia mampu bereksistensi
meskipun tempatnya di dunia abstrak, selanjutnya akan menjadi tingkah laku
aktual jika fithrah ruhani ini menyatu dengan fithrah jasmani.
c. Fithrah nafs,
10
dalam keaktifan Allah. Tanpa keaktifan-Nya, maka manusia (termasuk seluruh
alam ini), akan hancur dan rusak. Keaktifan Allah diwujudkan dalam bentuk
pemberian sunnah dan hidayah (Qs. Thaha [20] ayat 50 dan Qs. al- ‘Ala [87]
ayat 2-3). Sunnah dan hidayah merupakan pertolongan (inayah) dan ketentuan
(taqdir)-Nya untuk manusia. Sunnah Allah adalah hukum-hukum dan aturan-
aturan Allah yang ditetapkan untuk fithrah nafs manusia agar tetap lestari dan
berdaya fungsi. Sedangkan hidayah adalah petunjuk Allah berupa al-Quran (Qs.
al-Baqarah [2] ayat 2) yang mengandung ajaran agama. Apabila fithrah nafs
manusia mau mengikuti sunnah dan hidayah Allah, maka akan mewujudkan
pribadi yang baik.
Fitrah merupakan citra asli manusia, yang berpotensi baik atau buruk dimana
aktualisasi nya tergantung pilihan nya. Fitrah yang baik merupakan citra asli
yang premier. sedangkan fitrah yang buruk merupakan citra yang sekunder.
Fitrah adalah citra asli yang dinamis, yang terdapat pada system-sistem
psikofisik manusia dan adapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. Citra
unik tersebut telah ada sejak awal penciptaannya. Fitrah ini ada sejak zaman
azali dimana penciptaan jasad manusia belum ada, seluruh manusia memiliki
fitrah yang sama meskipun perilakunya berbeda. Fitrah manusia yang paling
esensial adalah penerimaan terhadap amanah untuk menjadi khalifah dan hamba
Allah di muka bumi.
11
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya .
2. Aspek Rūhiyyah
Aspek rūhiyyah adalah aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan
transandental. Sedangkan pengertian lain dari ruh adalah substansi yang memiliki
natur tersendiri. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal jiwa alami
manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Ruh memiliki nilai
multidimensi karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga dapat keluar
masuk dari dalam tubuh manusia. Kematian tubuh bukan-lah kematian ruh. Ruh
masuk kedalam tubuh ketika tubuh tersebut siap me-nerimanya. Berkaitan dengan
ruh ini, dijelaskan dalam Q.S.Al-A’raf:172:
Dalam hal ini, ruh dibagi menjadi dua yaitu, pertama ruh yang berhubungan
dengan zatnya sendiri (al-munazallah), berkaitan dengan esensi asli ruh yang
12
diturunkan secara langsung pada manusia dan esensinya pun tidak berubah sebab
jika berubah maka berubah juga eksistensi manusia. Kedua adalah ruh yang
berhubungan dengan badan atau jasmani (al-gharizah). Dalam hadits nabi
disebutkan bahwa masuknya ruh ke dalam jasad manusia yaitu ketika manusia
berusia 4 bulan dalam kandungan. Ruhani manusia dapat terhubung dengan
Tuhan karena sesungguhnya ruh yang ada pada diri manusia pada dasarnya
berasal dari Tuhan. Berdasarkan Q.S. Shaad:72
Dimensi ruh yang ada dalam diri manusia adalah dimensi yang terus
mencari hakikat kebenaran sejati dan yang selalu menarik manusia dari kondisi
rendah (asfala safilin) untuk kembali ke derajat yang lebih tinggi (ahsan taqwim).
Menurut Abdul Razak al-Kasyani (salah satu murid syaikh Ibn Arabi)
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyadhi Kartanegara, substansi ruh inilah yang
membuat manusia merindukan Tuhan dan ingin selalu berbuat kebajikan.
3. Aspek Nafsiyyah
13
mencerminkan kepribadian yang terkadang tenang namun juga terkadang
dihinggapi kebimbangan. Jika kondisi nafs ini dipengaruhi oleh dimensi hawa
nafsu maka kepribadiannya akan mencerminkan kepribadian yang tidak tenang
(Kartanegara, 2007).
Aspek nafsiyyah ini memiliki tiga dimensi utama lagi yaitu al-nafs, al-‘aql dan
al-qalb yang menjadikan aspek nafsiyyah ini mewujudkan peran dan fungsinya.
a. Al-Nafs
Pada surat lain juga dijelaskan bahwa al-nafs adalah merupakan potensi
manusia yang menunjukan kearah keburukan maupun kebaikan yaitu Q.S. Al-
Syams:7-8:
14
sendiri; memanfaatkan dan merasionalisasikan perbuatannya sendiri. Al-
syahwat adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala
yang menyenangkan. Al-syahwah dalam terminologi psikologi disebut dengan
appetite yaitu suatu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu), motif atau impuls
berdasarkan perubahan keadaan dalam fisiologi. Dalam konsepnya, secara
psikologi, nafs ini berkedudukan di perut dan alat kelamin dalam berbentuk
syahwah (menginduksi yang menyenangkan) dan ghadlab (menghindar dari
yang merugikan), berdaya konasi karsa, mengikuti natur jasad, potensinya
bersifat indrawi, berkedudukan pada alam bawah atau prasadar manusia,
apabila mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang
jahat (alnafs al-ammārah).
15
Secara etimologis, akal memiliki arti al-imsāk (menahan), al-ribāth (ikatan),
al-hajr (menahan), al-nahy (melarang), dan al-man’ (mencegah). Berdasarkan
makna bahasa ini maka yang disebut orang berakal (al-‘āqil) adalah orang
yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya sehingga mampu
bereksistensi.
Menurut Baharuddin, akal dapat memiliki dua makna yaitu akal jasmani
yang merupakan satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini
menggunakan daya kognisi (al-mudrikah) dalam otak (al-dimāgh) untuk
proses berfikir. Obyek pemikirannya adalah hal-hal yang bersifat sensoris dan
empiris. Kedua adalah akal ruhani yaitu akal abstrak yang mampu
memperoleh pengetahuan abstrak atau metafisika, seperti memahami proses
penciptaan langit dan bumi.
Dalam Al-Qur’an, penjelasan akal ini terdapat dalam berbagai macam surat
dan ayat yang menjelaskan bagaimana fungsi akal yang sebenarnya, yaitu daya
untuk memahami dan menggambarkan sesuatu. Sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S Al- ‘Ankabut:43:
16
Selain itu, akal berfungsi sebagai dorongan moral untuk meninggalkan hal-
hal yang bersifat al-nafs al-ammārah sehingga manusia tidak keluar dari
konsep fitrahnya. Seperti termaktub dalam Q.S. Al-An’am:151:
17
bersifat halus (lathīf), rabbanī dan rohani yang berhubungan dengan kalbu
jasmani. Bagian ini merupakan esensi manusia. Kata qalb terambil dari akar
kata yang bermakna membalik karena seringkali berbolak-balik; sekali senang,
sekali susah, sekali setuju, dan sekali menolak. Qalb amat berpotensi untuk
tidak konsisten.
Q.S.Al-Hadid:27:
Q.S.Ali Imran:151:
Dari ayat-ayat di atas terlihat bahwa kalbu adalah wadah dari pengajaran,
kasih sayang, takut dan keimanan. Secara analisa psikologi, kalbu ini memiliki
3 fungsi yaitu fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta berupa berfikir,
memahami, mengetahui, memperhatikan dan lainya; fungsi emosi atau daya
18
rasa seperti tenang, sayang, santun, tunduk, bergetar, kasar, dengki, sombong,
panas, kesal; dan fungsi konasi atau daya karsa seperti kemauan berusaha,
semangat, dan sebagainya.
19
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Fitrah manusia merupakan sebuah citra asli manusia yang sudah ada sejak
awal penciptaanya. Hakekatnya, fitrah yang bersifat primer adalah perilaku yang
dihasilkan manusia secara baik, sedangkan sebaliknya perilaku yang buruk dihasilkan
dari fitrah sekunder. Dalam Psikologi Barat, hal ini berkaitan dengan teori
Psikoanalisis milik Sigmund Freud, yaitu id, ego, dan super-ego. Freud menjelaskan
jika manusia memiliki id yang merupakan suatu kebutuhan secara alamiah yang harus
dipenuhi, namun dalam perilaku yang dihasilkan (ego) ditentukan oleh super-ego
sebagai nilai-nilai kebaikan yang berlaku.
Secara hakekat penciptaannya, manusia memiliki citra asli atau fitrah yang
ditentukan dari aspek biologisnya, di mana aspek ini merupakan penggerak manusia
dalam bertingkah laku. Kemudian aspek biologis ini memiliki korelasi dengan ruh,
yang secara eksistensinya berisikan kebaikan dari Allah SWT. Dan yang terakhir
adalah nafs sebagai aspek psiko-fisik manusia yang menentukan perilaku seperti apa
yang akan dihasilkan. Nafs memiliki dimensi nafsu amarah, akal dan kalbu. Nafsu
amarah merupakan nafsu amarah ini membutuhkan pengendalian akal dan ruh agar
menghasilkan perilaku yang baik. Akal sebagai tempat untuk pengetahuan berfungsi
untuk mencegah dan mengendalikan perilaku. Sedangkan yang terakhir kalbu sebagai
tempat manusia mengakui kesalahan atau kebenaran akan suatu hal yang telah
dilakukannya. Kalbu juga merupakan tempat kebenaran dari nilai-nilai ruh berada.
20
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, Takdir & Pasiska. (2020). Manusia Dalam Pandangan Psikologi. Deepublish:
Sleman.
Maslahat, Meta S. (2020). Citra Dan Kepribadian Manusia Dalam Perspektif Psikologi Barat
Dan Psikologi Islam. Jurnal Studi Psikoterapi Sufistik
Mujib, A. (2019). Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam (2 ed.). Rajawali Pers.
Sukanto dan A.Dardiri Hisyam, Nafsiologi Refleksi Analisa Tentang Diri dan Tingkah laku
Manusia Surabaya: Risalah Gusti, 1995
21