Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam Dunia Pendidikan Guru dan Murid adalah Komponen yang tidak bisa di pisahkan
satu sama lain. Guru adalah Motivator, Mediator, Fasilitator, Creator dan Tombak Ujung Pendidikan
di dalam proses pembelajaran. Peran Guru dalam membentuk kepribadian dan masa depan Murid
sangatlah besar, bisa kita simpulkan bahwa pada konteks yang lebih luas, guru akan sangat menentukan
masa depan Agama dan Bangsa. Dalam setiap proses pendidikan, pasti terjadi interaksi antara seorang
Guru dengan peserta didiknya , hal ini dikarenakan interaksi bagian terpenting didalam proses
pendidikan, karena dari interaksi tersebut seorang Guru bisa mengetahui kondisi atau keadaan peserta
didik, Sejak di zaman Rasulullah shallahu alaihi was salam telah ada interaksi edukatif antara Guru
dan Peserta didik yaitu Rasulullah shallahu alaihi wa sallam dan Para Sahabat yang dimana pada saat
itu bertempat dikediaman rumah al-Arqom, disinilah Proses interaksi edikatif pertama didalam sejarah
Islam, dan dari proses tarbiyah tersebut lahirlah pejuang-pejuang Islam yang tangguh dan Inspiratif dari
seorang Guru hebat yang tangguh dan Inspiratif pula yaitu Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.
Didalam al-Quran Allah Ta’ala juga banyak menjelaskan proses Interaksi Guru - Murid maupun dalam
bentuk tersurat maupun tersirat, Seperti Kisah Nabi Musa dan Orang Sholeh (khidir) di dalam surat al-
Kahfi 60-82 yang al-Quran Menceritakan dengan sangat indah, bagaimana interaksi seorang guru dan
murid dengan baik agar menghasilkan output yang baik pula, sehingga proses pembelajaran pun akan
maksimal dan efektif. Hal ini menunjukan bahwa Interkasi Guru – Murid sangat berpera aktif di dalam
keberhasilan Pembelajaran.
Di Era ke kinian pada saat ini banyak sekali, khususnya Para pendidik kurang sadar di dalam
interaksi, padahal interaksi tersebut sangatlah berpengaruh terhadap pembelajaran peserta didik,
sehingga banyak mengakibatkan peserta didik menjadi tidak semangat didalam proses pembelajar. Oleh
karena itu untuk mengetahui interaksi yang baik antara Guru - Murid, yang di landasi al-Quran surat al-
Kahfi 60-82 dengan Penjelasan para ahli tafsir yang mumpuni di bidangnya Sehingga bisa teratasi
Permasalahan Interaksi Guru – Murid. Oleh karena Itu Perlu adalanya Pengetahui Penelitian Tindakan
Kelas Terutama Oleh Pendidik, agar didalam Mengajar menjadi Kondusif dan Efektif

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas, maka dapat di
rumuskan sebuah masalah tentang
1. Apa yang di maksud Interaksi ?
2. Bagaimana penjelasan tentang Interaksi Guru-Murid dalam surat al-kahfi 60-82 ?
3. Apakah Interaksi Guru-Murid dalam surat al-Kahfi 60-82 ada kaitannya dengan Penelitian
Tindakan Kelas ?

1
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah Ingin Mengetahui apakah
ada Korelasi PTK di dalam Interaksi Guru – Murid : Tafsir Tematik Analsis surat al-Kahfi
60-82.
D. Metodologi Penelitian
Penulisan makalah ini di lakukan dengan menggunakan Metode Tafsir Maudu’i 1
dengan mencari dan mengumpulkan data data ilmiah yang relevan dan objektif dengan tema
yang di bahas terutama yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir para Ulama dan Kitab Para Pakar
Pendidikan Klasik maupun Kontenporer saat ini.

1
Metode Tafsir yang cara bekerjanya dimulai dengan menetapkan tema yang akan dibahas, menghimpun ayat-
ayat yang ada hubungannya dengan tema, menghubungkan antara ayat-ayat, mempelajari latar belakang
turunnya ayat-ayat, menjelaskan makna kosa kata yang terdapat pada ayat-ayat, melakukan pembahasan ayat
dengan menggunakan hadist, kaidah kebahasaan, dan menganalisanya dengan menggunakan ilmu bantu yang
relevan, dan kemudian menyimpulkannya. Lihat Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 4.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEBAB PERJALANAN MUSA AS


Sebelum masuk pada tafsir ayat secara detail dan mengkorelasikannya dengan Materi Interaksi
Guru dan Murid ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu latar belakang cerita atau kisah Nabi
Musa as yang diceritakan dalam QS. Al-Kahfi ayat 60-82 ini.
Dari Ibnu Abbas mendengar dari Ubai bin Kaab berkata bahwa ia mendengar Rasululloh saw
bersabda, “Musa berdiri khutbah di hadapan Bani Israil, kemudian ia ditanya, ‘Siapa Manusia yang
paling Pintar?’ Musa menjawab, ‘Saya’. (Atas jawaban itu) Alloh swt mencela Musa yang tidak
mengembalikan ilmu kepada Alloh. Kemudian Alloh mewahyukan kepada Musa bahwasanya
seorang hamba-Ku berada di tepat bertemunya dua laut dia lebih pintar dari padamu. Kemudian
Musa bertanya, ‘Bagaimana aku dapat bertemu dengannya?’ Alloh berfirman,’Ambillah seekor ikan
lalu tempatkan ia di wadah. Maka, dimana engkau kehilangan ikan itu, disanalah dia (hamba yg
dimaksud)’” (HR. Bukhori).
Dalam rentetan surat Al-Kahfi kita akan dapai surat ini menceritakan 4 kisah, yaitu: (1) Kisah
tentang pemuda-pemuda Ash-Habul Kahfi, (2) Kisah tentang Pemilik dua kebun, (3) Kisah Musa
dan Khidir, (4) Kisah tentang Dzul-Qornain. Empat kisah ini oleh para ulama yang menjadi
munasabah kenapa surat ini mendapat keutamaan bisa menyelamatkan manusia dari fitnah al-masih
ad-dajjal2, karena empat kisah ini menggambarkan empat jenis fitnah yang akan dibawa dajjal di
akhir zaman nanti, yaitu (1) Fitnah Agama, ini digambarkan dalam kisah para pemuda yang lari ke
gua untuk menyelamatkan agamanya, (2) Fitnah Harta, ini digambarkan dalam kisah pemilik dua
kebun, (3) Fitnah Ilmu, ini digambarkan dalam kisah Musa yang menjadi sebab Musa di wahyukan
untuk bertemu Khidir belajar padanya, (4) Fitnah Kekuasaan, ini digambarkan dalam kisah Dzul-
Qornain. Dan surat ini menggambarkan bagaimana solusi dari empat fitnah tersebut.
Pada hadits yang disebutkan di atas, terang bahwa Musa tidak mengembalikan ilmu kepada
Alloh, merasa diri paling pintar. Hal ini yang menjadi sebab ia diperintahkan untuk belajar kembali
kepada Hamba sholeh yaitu Khidir.3 Dari hadits tersebut pula dapat kita dapat melihat bagaimana
Alloh menggambarkan sikap Musa as yang terfitnah oleh Ilmu untuk dijadikan ibroh oleh kita semua
dan Alloh pun memberikan solusi dengan belajar kepada hambanya dalam lebih unggul dalam
beberapa keilmuan tertentu dari Musa as. Alloh memilih Khidir sebagai Pendidik bagi Musa as yang
tentu pasti Khidir bukanlah orang sembarangan untuk menjadi Pendidik sekaliber Musa as, karena

2
Lihat HR. Muslim pada pembahasan tentang fitnah, bab: Dajjal dan sifat-sifatnya (4/2252)
3
Ahmad Syaikhu, Skripsi: Proses Pembelajaran Dalam Al-Qur’an-Telaah kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
dalam QS. Al-Kahfi:60-82 (Jaarta, UIN Syarif Hidayatulloh) Thn.2010, Hlm.60

3
memilih Pendidik terbaik yang bisa meningkatkan kualitas Peserta Didiknya baik secara intelektual
maupun spiritual adalah langkah pertama yang tak mungkin disepelekan.4
Untuk riwayat turunnya surat al-Kahfi sendiri mayoritas ulama berpendapat surat ini turun di
Makkah sehingga digolongkan kategori surat Makiyyah5, namun sekelompok ulama ada juga yang
mengatakan bahwa sebagian surat ini di Miadinah hingga firman-Nya: ‫( ُج ُرزَ ا‬al-kahfi :8)6.

B. TAFSIR SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82


ِ ‫ال موسى لَِفتَاهُ ََل أَب رح ح ىَّت أَب لُ َغ ََْممع الْبحري ِن أَو أَم‬
)06( ‫ض َي ُح ُقبًا‬ ْ ْ َْ ْ َ َ َ ْ َ ُ َْ َ ُ َ َ‫َوإِ ْذ ق‬
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-
tahun"
Pendapat paling kuat tentang dua laut itu adalah laut rum dan laut qolzum atau laut
putih dan laut merah7. Kita dapat memahami dari arahan kisah ini bahwa Musa memiliki
Target dari perjalanannya yang direncanakan dengan kuat ini. Musa bermaksud mencapai
sesuatu dari perjalanannya ini. Dia mempermaklumkan keinginannya untuk mencapai
pertemuan dua laut itu walaupun harus menghadapi kesulitan yang sangat besar dan harus
di tempuh dalam waktu yang angan lama. Dinyatakan cita-citanya tersebut dengan apa yang
diceritakan oleh al-Quran sendiri dari firman Allah Ta’ala “ Atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun8”9

‫ال لَِفتَاهُ آتِنَا غَ َداءَنَا لَ َق ْد ل َِقينَا ِم ْن‬


َ َ‫) فَ لَ ىما َج َاوَزا ق‬06( ‫فَ لَ ىما بَلَغَا ََْم َم َع بَ ْينِ ِه َما نَ ِسيَا ُحوتَ ُه َما فَ ىاَّتَ َذ َسبِيلَهُ ِِف الْبَ ْح ِر َس َربًا‬

‫سانِيهُ إِىَل ال ى‬
‫ش ْيطَا ُن أَ ْن أَذْ ُك َرهُ َو ىاَّتَ َذ‬ َ ْ‫وت َوَما أَن‬ ُ ‫ص ْخ َرةِ فَِإِِّن نَ ِس‬
َ ُ‫يت ا ْْل‬ ‫ت إِ ْذ أ ََويْ نَا إِ ََل ال ى‬
َ ْ‫ال أ ََرأَي‬ َ َ‫َس َف ِرنَا َه َذا ن‬
َ َ‫) ق‬06( ‫صبًا‬

)06( ‫َسبِيلَهُ ِِف الْبَ ْح ِر َع َجبًا‬

4
Lihat bagaimana pentingnya memilih pendidik terbaik dalam proses pendidikan para generasi salaf, Ahmad
Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jamaah, Terj. Najib Nunaidi, (Surabaya: Pustaka eLBA,
2011) hlm. 494
5
Pendapat ini seperti di ungkapkan Sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair dll, Lihat: Imam Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qodir, Terj: Amir Hamzah Fachrudin, (Jakarta: Pustaka Azzam) Thn. 2011, Cet.1, jilid.6, hlm.737
6
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj: Asmuni, (Jakarta : Pustaka Azzam), Thn.2008, Cet.1, jilid.10, hlm.866
7
Tempat bertemu keduanya adalah di danau murah (pahit) dan danau timah (buaya) atau ditempat bertemu di
dua tebuk aqobah dan terusan zus dilaut merah Daerah ini Merupakan panggung sejarah Bani Israel setelah
eksodus mereka di Mesir.
8
Kata Huquba digunakan untuk menyatakan masa satu atau delapan puluh tahun. Itu menunjukan cita-cita yang
kuat, bukan keterangan tentang waktu secara khusus.
9
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an , jilid VII (Di Bawah Naungan Qur’an) Penerjemah As’ad Yasin Dkk
, Gema insani Press, Jakarta, 2004, hal 329

4
“Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya,
lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih
jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya
kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini" Muridnya menjawab: "Tahukah kamu
tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang
aneh sekali"
Pendapat yang paling kuat menyebutkan bahwa ikan tersebut adalah ikan bakar10.
sesungguhnya kehidupan kembali dan perjalanannya ke laut dengan cara yang aneh sekali
merupakan mukjizat di antara mukjizat-mukjizat lain bagi Musa. Dengan kedua peristiwa
menakjubkan itu diketahuilah tempat yang dijanjikan untuk bertemu dengan hamba saleh
tersebut. Kedua peristiwa tersebut dapat disimpulkan dengan dalil ketakjuban pada diri
orang yang menyertai Musa ketika ikan itu berjalan ke laut, kalau ikan itu jatuh lalu
tenggelam ke laut, maka tidak ditemukan keanehan sama sekali. Kesimpulan itu diperkuat
lagi dengan kondisi perjalanan itu yang semuanya merupakan kejadian yang tiba-tiba dan
gaib, salah satunya adalah peristiwa tersebut. Kemudian Musa menyadari bahwa tempat
yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala untuk berjumpa dengan hamba yang saleh itu telah
terlewati, dan bahwa letaknya di sebuah batu. Maka, Musa dan murid yang menemaninya
menelusuri kembali jejak perjalanan sebelumnya, hingga mereka menemukannya.
ِ ‫) فَ وج َدا َعب ًدا ِمن ِعب‬06( ‫ك ما ُكنىا نَب ِغ فَارتَدىا َعلَى آثَا ِرِِهَا قَصصا‬
‫ادنَا آتَ ْي نَاهُ َر ْْحَةً ِم ْن ِع ْن ِدنَا َوعَلى ْمنَاهُ ِم ْن لَ ُدنىا‬ ِ َ َ‫ق‬
َ ْ ْ ََ ً َ ْ ْ َ َ ‫ال ذَل‬

)06( ‫ِعل ًْما‬

“Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak
mereka semula.” Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami
Tampaknya pertemuan ini merupakan rahasia antara Musa dan Tuhannya. Sehingga,
murid, sehingga muridnya yang menemaninya tidak tahu apa-apa tentang itu sehingga
mereka bersama-sama menemui hamba tersebut. Dari sinilah Musa dan hamba yang Soleh
itu mengalami episode perjalanan dalam kisah tersebut.

10
Lihat pula penjelasan Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam tafsirnya Al-Aisar, Terj Suratma dkk, (Jakarta:
Darus Sunnah Press), th.2007, cet.1, Jilid.4, hlm.463

5
َ ‫ك َعلَى أَ ْن تُ َعلِِ َم ِن ِِمىا ُعلِِ ْم‬
)00( ‫ت ُر ْش ًدا‬ َ ‫وسى َه ْل أَتىبِ ُع‬
َ ‫ال لَهُ ُم‬
َ َ‫ق‬

“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan

kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”

Alangkah sopan adab yang ditunjukan oleh seorang nabi Allah ini. Musa memohon
penjelasan pemahaman tanpa memaksa, dan ia mencari ilmu yang dapat memberikan
petunjuk dari hamba Soleh yang alim itu.
Namun, ilmu hamba yang Soleh itu bukalah ilmu seorang manusia yang sebab-
sebabnya jelas dan hasil-hasilnya dekat. Sesungguhnya ia termasuk ilmu Laduni tentang
perkara ghoib, Yang diajarkan Allah kepadanya tentang qadar yang diinginkan-Nya untuk
hikmah yang di inginkan-Nya. Oleh karena itu Musa tidak mampu bersabar bersama hamba
Soleh itu dan perilaku-perilakunya, walaupun dia seorang Nabi dan Rasul. Karena perilaku
perilaku hamba Soleh tersebut yang tampak dipermukaan kadangkala terbentur dengan
logika akal yang lahiriah dan hukum-hukum yang lahiriah. Pasalnya, perilaku hamba yang
Soleh itu mengharuskan adanya pengertian dan pengetahuan tentang hikmah gaib yang ada
dibaliknya.
Bila tidak memiliki bekal tersebut itu, maka perilaku-perilaku tersebut akan nampak
aneh dan pasti diingkari. Sehingga, hamba Soleh yang telah diberi ilmu laduni itu sangat
khawatir terhadap Musa, karena ia pasti tidak akan mampu bersabar atas keikutsertaanya
dan tingkah lakunya.11

)06( ‫صِِبُ َعلَى َما ََلْ ُُِت ْط بِ ِه ُخ ْب ًرا‬ ِ ‫ك لَن تَستَ ِط‬
ْ َ‫ف ت‬
َ ‫) َوَك ْي‬06( ‫ص ْب ًرا‬ َ ْ ْ َ ‫ال إِنى‬
َ ‫يع َمع َي‬ َ َ‫ق‬

“Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang hal itu?”
Musa berazam akan bersabar dan ta’at, sambil memohon pertolongan dari Allah dan
pantang menyerah untuk merealisasikan kehendaknya,
ِ ‫اَّلل صابِرا وََل أَ ْع‬ ِ َ َ‫ق‬
)06( ‫َك أ َْم ًرا‬
َ ‫صي ل‬ َ ً َ ُ‫ال َستَج ُدِّن إِ ْن َشاءَ ى‬
“Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku
tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun"

11
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an , jilid VII (Di Bawah Naungan Qur’an) Penerjemah As’ad Yasin
Dkk , Gema insani Press, Jakarta, 2004, hal 330

6
Hamba Soleh pun masih menekankan dan memperjelaskan permasalahan. Ia
menyebutkan persyaratan dalam menemaninya sebelum memulai perjalanan. Yaitu, Musa
harus bersabar untuk tidak bertanya dan meminta penjelasan tentang sesuatu dari perilaku-
perilaku hingga rahasianya terbuka sendiri baginya.

)66( ‫َك ِم ْنهُ ِذ ْك ًرا‬ َ ‫ُح ِد‬ ٍ ِ َ َ‫ق‬


َ ‫ثل‬ ْ ‫ال فَِإن اتىبَ ْعتَ ِِن فَ ََل تَ ْسأَل ِِْن َع ْن َش ْيء َح ىَّت أ‬
“Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku
tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu"

Musa pun menyetujui dengan penuh kerelaan. Maka, dihadapan kita berputarlah
episode awal dari kisah dua orang ini.
“Maka bejalanlah keduanya hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu khidir (orang
Soleh) melubanginya,....”
Perahu itu membawa keduanya dan juga membawa para penumpag lainya. Mereka sang
berada ditengah tengah lautan. Kemudian hamba Soleh itu tiba-tiba melubangi perahu itu.
Tampak jelas bahwa perbuat ini membawa kesulitan bagi perahu dan para penumpangnya
dengan ancaman bahaya tenggelam dan mereka menjadi terjepit. Jadi, kenapa hamba Soleh
ini melakukan perbuatan keji dan berbahaya itu ?
Musa menjadi lupa akan janjinya yang dikatakan kepada hamba Soleh itu dan
persyaratan yang telah diajukan oleh hamba itu. Dihadapan perilaku aneh yang tidak bisa
diterima sama sekali oleh akal sehat. Kadangkala seseorang hanya memahami secara teoritis
tentang gambaran umum yang menyeluruh tentang suatu makna. Maka, ketika berbenturan
dengan praktisi kerja nyata untuk mengimplementasikan makna itu dalam contoh nyata, dia
akan berhadapan dengan fakta lain yang berbeda dengan gambaran dalam panadangannya.
Inilah contoh nyata pada diri Musa, yang telah diperingatkan sebelumnya bahwa dia
tidak mungkin bersabar menghadapi apa yang belum diketahui dan dikuasainya. Namun, Isa
tetap kokoh dengan berazam untuk bersabar, memohon pertolongan taufiq dengan kalimat
Insya Allah, diperkuat pula dengan janji dan menerima persyaratan khidir. Namun, kerik
Musa berhadapan dengan kenyataan lapangan berkenaan dengan prilaku khidir, dia dengan
semangat membara mengingkarinya.
Memang benar, tabi’at Musa adalah yang responsif, refleks, dan peka yang menyala-
nyala, sebagaimana terlihat jelas dari perilakunya dalam fase-fase jehidupannya. Sejak dia
memukul roboh seorang Mesir yang dilihatnya sedang berkelahi melawan seorang dari bani
Israel, kemudi dia membunuhnya dalam salah satu refleks-nya. Kemudi dia kembali

7
pertaubat kepada Tuhannya memohon ampunan, serta mengemukakan alasan dan uzurnya.
Sehingga , pada hari kedua dan dan ketika dia melihat seorang dari bani Israel sedang
berkelahi dengan seorang Mesir lainya, Musa pun ingin memukul seorang Mesir lainya itu
sekali lagi.
Tabiat Musa memang seperti itu, oleh karena itu, dia tidak dapat menahan kesabarannya
untuk tidak mengingkari prilaku khidir dan tidak mampu memenuhi janji ketika berhadapan
dengan keanehan dan penyimpangan perilaku tersebut. Namun seluruh tabiat manusia pasti
bertemu dengan fakta nyata yang tidak bisa di pungkiri bahwa ketika berhadapan dengan
kenyataan lapangan, ia akan menemukan fakta dan cinta rasa yang berbeda dengan gambaran
pandangannya. Ia tidak akan mengetahui hakikat suatu perkara tanpa merasa dan
mencobanya.
Dari sinilah Musa terdorong untuk mengingkarinya,

َ ‫َخ َرقْتَ َها لِتُ ْغ ِر َق أ َْهلَ َها لَ َق ْد ِج ْئ‬


)66( ‫ت َش ْيئًا إِ ْم ًرا‬ َ َ‫س ِفينَ ِة َخ َرقَ َها ق‬
َ ‫ال أ‬ ‫فَانْطَلَ َقا َح ىَّت إِذَا َركِبَا ِِف ال ى‬
“Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu
menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan
yang besar”
Dengan penuh kesabaran dan kelembutan hamba Soleh itu mengingatkan Musa dengan
komitmen yang telah dinyatakan sejak awal,
ِ ‫ك لَن تَستَ ِط‬
)66( ‫ص ْب ًرا‬ َ ْ ْ َ ‫ال أَََلْ أَقُ ْل إِنى‬
َ ‫يع َمع َي‬ َ َ‫ق‬

“Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sabar bersama dengan aku"
Musa cepat-cepat meminta agar dimaafkan atas kealpaannya. Dia memohon agar khidir
menerima uzurnya dan tidak membebaninya kesulitan dengan merujuk dan
memperingatinya..

)66( ‫يت َوََل تُ ْرِه ْق ِِن ِم ْن أ َْم ِري ُع ْس ًرا‬ ِ ‫ال ََل تُ َؤ‬
ُ ‫اخ ْذِّن ِِبَا نَ ِس‬ َ َ‫ق‬

” Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu
membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku"
Hamba Soleh itu menerima udzurnya, sehingga tibalah penayangan episode kedua
dihadapan kita.

......... ُ‫فَانْطَلَ َقا َح ىَّت إِذَا ل َِقيَا غُ ََل ًما فَ َقتَ لَه‬

8
“Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak,
maka Khidhr membunuhnya.”
Pembunuhan yang disengaja., bukan hanya ancaman dalam bentuk angan-angan. Ini
merupakan perbuat keji yang besar Diana Musa tidak mampu menahan kesabarannya untuk
menegurnya, walaupun dia sendiri sadar dan ingat akan janjinya..
ٍ ‫سا َزكِيىةً بِغَ ِْْي نَ ْف‬
َ ‫س لَ َق ْد ِج ْئ‬
)66( ‫ت َش ْيئًا نُ ْك ًرا‬ ً ‫ْت نَ ْف‬
َ ‫ال أَقَ تَ ل‬
َ َ‫ق‬

“Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh
orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar"
Pada kali ini Musa tidaklah dalam kondisi lupa ataupun lalai, namun dia benar-benar sengaja
melakukannya. Dia benar-benar sengaja mengingkari perbuatan keji ini, Diana dia tidak
sabar atas kejadiannya dan tidak pula mengetahui takwil penyebab-penyebabnya. Sementara
anak kecil itu menjadi korban pembunuhan terhadapnya. Bahkan, dia sendiri belum balig
sehingga harus bertanggung jawab da hukum atas segala perilaku yang berasal darinya.
Sekali lagi hamba yang Soleh itu mengingatkan Musa dengan persyaratan dan janji yang
telah di sepakatinya. Dia mengingatkan dengan pertnyaan pertama,
ِ ‫ك لَن تَستَ ِط‬
)66( ‫ص ْب ًرا‬ َ ْ ْ َ ‫َك إِنى‬
َ ‫يع َمع َي‬ َ ‫ال أَََلْ أَقُ ْل ل‬
َ َ‫ق‬

“Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak
akan dapat sabar bersamaku?”
Dalam kesempatan kali ini, hamba Soleh itu menetapkan dengan pasti bahwa dia telah
bekata kepada Musa "Bukankah sudah kukatakan kepadamu” , yaitu Musa, tertuju langsung
dengan pasti dantepat kepadanya, bukankah sudah kukatakan padamu bahwa kamu tidak
akan sabar bersamaku, tapi kamu tidak puas dan tetap ngotot ikut serta menemaniku dan
kamu telah menerima persyaratanku?
Musa kembali introspeksi diri dan menyadari bahwa dia telah melanggar janji dua kali,
dan dia tetap lupa akan janjinya walaupun telah diperingatkan dan disadarkan. Maka dia pun
terdorong untuk memutuskan mutlak atas dirinya dan menjadikan kesempatan berikutnya
(kalau diizinkan) menemani hamba itu sebagai peluang terakhir.

)60( ‫ت ِم ْن لَ ُدِِّن عُ ْذ ًرا‬ ِ ‫ك عن َشي ٍء ب ع َدها فَ ََل تُص‬


َ ْ‫اح ْب ِِن قَ ْد بَلَغ‬ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُ‫ال إِ ْن َسأَلْت‬
َ َ‫ق‬

“Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka

janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup


memberikan uzur padaku"
Arahan redaksi ayat pun terus bertolak, maka sampailah kita pada episode ke tiga,

9
‫وِهَا فَ َو َج َدا فِ َيها ِج َد ًارا يُ ِري ُد أَ ْن يَ ْن َق ى‬
ُ‫ َّ فَأَقَ َامه‬ ُ ‫ضيُِِف‬ ٍ
ْ ‫فَانْطَلَ َقا َح ىَّت إِذَا أَتَيَا أ َْه َل قَ ْريَة‬
َ ُ‫استَط َْع َما أ َْهلَ َها فَأَبَ ْوا أَ ْن ي‬
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu”
Sesungguhnya keduanya sedang lapar sekali, sementara mereka sedang berada
disebuah kota yang penduduknya sangat akil. Mereka tidak menjamu tamu yang lapar dan
tidak pula menerima dan menghormati tamu, Kemudian Khidir menemukan sebuah dinding
yang hampir runtuh. Pertanyaan itu menggambarkan seolah-olah dinding itu hidup dengan
memiliki kamaua a kehidupan. Allah berfirman.
“Yuridu anyanqaddha’ dinding itu ingin runtuh’.” Kemudian tiba-tiba seorang yang
asing (Khidir) serta Erta menyibukannya tanpa imbalan apa pun?
Disini Musa mengalami pertentangan dalam bersikap. Apa yang mendorong hamba
Soleh ini mengeluarkan maksimal tenaganya dalam menegakkan dinding yang hampir
runtuh itu, di suatu kota yang penduduknya tidak sudi memberikan mereka sedikit makanan
pun padahal mereka sangat lapar da mereka semua enggan menerima dan menghormati
mereka sebagai tamu? Kenapa Musa tidak mengusulkan kepadanya agar mengambil upah
atasnya sehingga mereka berdua dapat makanan darinya ?

)66( ‫َج ًرا‬ ِ َ ‫ت ََل ىَّتَ ْذ‬


َ ‫ال ل َْو ِش ْئ‬
ْ ‫ت َعلَْيه أ‬ َ َ‫ق‬

“Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu"
Itulah akhir dari petualangan. Musa tidak mungkin lagi mengemukakan uzurnya. Dia

tidak lagi memiliki kesempatan menemai hamba Soleh itu

)66( ‫ص ْب ًرا‬ ِ ِ ِ ‫ك بِتَأْ ِو‬ َ ِ‫ال َه َذا فِ َرا ُق بَ ْي ِِن َوبَ ْين‬
َ ُ‫ك َسأُنَبِِئ‬
َ ‫يل َما ََلْ تَ ْستَط ْع َعلَْيه‬ َ َ‫ق‬

“Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.”
Sampai di sini Musa dan (Kita yang mengikuti arahan kisah al-Quran ini) dihadapan
kejadian Yang tiba-tiba dan berurutan tanpa mengetahui rahaasianya. Sasaran utama yang
ditunjukan sebetulnya adalah semata-mata mencontohkan hikmah ilahiah yang sangat tinggi
. ia tidak mengatur hasil-hasil dekat yang diperoleh atas muqoddimah muqoddimah yang
tampak jelas, namun, ia menargetkan sasaran sasaran yang jauh yang tidak tampak oleh

10
mata yang kemampuanya terbatas. Tidak dicantumkannya nama dari hamba Soleh itu
selaras dengan kepribadian yang penuh makna dari toko yang mencontohkannya
Sesungguhnya kekuatan ghoib sangat berperan ala, kisah ini sejak permulaannya. Sejak
Musa ingin berjumpa dengan orang yang dijanjikan itu, kemudian menelusuri perjajian
panjang untuk menemuinya, tetapi, muridnya melupakan makan mereka berdua disebuah
batu, Saolah olah dia melupakannya karena mereka berdua akan kembali ke batu itu. Mereka
menemukan hamba Soleh itu Diana. Pertemuan itu tidak akan tejadi bila Musa dan
Muridnya tetap meneruskan perjalanan ke arah dihadapannya. Seandainya qadar tidak
mengembalikan mereka kepada batu itu, seluruh peristiwa itu gelap dan penuh rahasia
sebagai mana nama hamba Soleh itu juga penuh misteri dan rahasia dalam arahan redaksi
al-Quran.
Kemudian Rahasia yang menyelimuti kisah itu mulai terungkap,
ٍ ِ ٌ ِ‫اء ُه ْم َمل‬ ِ ُ ‫ني يَ ْع َملُو َن ِِف الْبَ ْح ِر فَأ ََر ْد‬ِ ‫ت لِم‬ ِ ‫أَ ىما ال ى‬
ْ َ‫ك يَأْ ُخ ُذ ُك ىل َسفينَة غ‬
)66( ‫صبًا‬ َ ‫ت أَ ْن أَعيبَ َها َوَكا َن َوَر‬ َ ‫ساك‬
َ َ ْ َ‫سفينَةُ فَ َكان‬
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang
merampas tiap-tiap bahtera”
Dengan adanya cacat dan lubang itu, perahu itu pun selamat dari rampasan raja yang
zalim dan bengis. Bahaya yang kecil itu telah menyelamatkan perahu itu dari bahaya besar
yang terdembunyi di alam ghoib kalau ia tetap mulus tanpa cacat.

‫ب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫وأَ ىما الْغُ ََلم فَ َكا َن أَب واهُ م ْؤِمن‬


َ ‫) فَأ ََر ْدنَا أَ ْن يُ ْبد ََلَُما َربُّ ُه َما َخ ْي ًرا م ْنهُ َزَكا ًة َوأَق َْر‬66( ‫ني فَ َخشينَا أَ ْن يُ ْره َق ُه َما طُ ْغيَانًا َوُك ْف ًرا‬ ُ ََ ُ َ
)66( ‫ُر ْْحًا‬

”Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami
khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan
kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan
anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya
(kepada ibu bapaknya).”
Anak kecil itu12 tidak menampakan sedikit pun dalam dirinya dan menampilkan
sesuatu yang mengharuskannya untuk dibunuh, Namun, tirai gaib tentang anak itu telah
menyingkapkan hakikat lain kepada hamba Soleh itu. Ternyata watak dasar anak itu adalah

12
Imam At-Thobari bahkan menyebutkan sebuah riwayat bacaan (qiro’at) yakni ‫ َوأ َ َّما ا ْلغُ ََل ُم فَكَانَ كَافِ ًرا‬Lihat:
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj.Ahsan Askan, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), cet.1, jilid.17, hlm.315

11
kafir dan dzolim, tersmpan di dalam dirinya benih-benih kekafiran dan kebiadaban. Semakin
hari hal itu semakin tampak dan terang. Sehingga, bila anak itu tetap hidup, pasti
mendurhakai kedua orangtuanya yang mukmin dengan kekafiran dan kebiadabannya.
Kemudian mengarahkan keduanya karena dorong cinta keduanya kepadanya untuk
mengikuti jalannya.
Maka, Allah pun berkehendak dan mengarahkan kehendak hamba-Nya yang Soleh
untuk membunuh anak itu yang membawa watak kafir dan biadab tersebut. Allah akan
menggantikannya bagi kedua orang tuanya, anak yang lebih baik dan lebih sayang kepada
kuda orangtuanya.

‫ىِهَا‬
ُ ‫ك أَ ْن يَ ْب لُغَا أَ ُشد‬ َ ‫صا ِْلًا فَأ ََر‬
َ ُّ‫اد َرب‬ ُ ُ‫ني ِِف ال َْم ِدينَ ِة َوَكا َن َُتْتَهُ َك ْن ٌز ََلَُما َوَكا َن أَب‬
ِ ْ ‫يم‬ِ ِ ْ ‫وأَ ىما ا ْْلِ َدار فَ َكا َن لِغُ ََلم‬
َ ‫وِهَا‬ َ ‫ني يَت‬ َ ُ َ
)66( ‫ص ْب ًرا‬ ِ ِ
ُ ‫ك تَأْ ِو‬
َ ‫يل َما ََلْ تَ ْسط ْع َعلَْيه‬ َ ِِ‫َويَ ْستَ ْخ ِر َجا َك ْن َز ُِهَا َر ْْحَةً ِم ْن َرب‬
َ ِ‫ك َوَما فَ َعلْتُهُ َع ْن أ َْم ِري ذَل‬
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang
yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan
bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya"
Dinding yang dengan susah payah dibangun dan dibetulkan kembali oleh hamba oleh
itu dibawahnya terdapat harta karun , dinding itu menyimpan harta yang cukup banyak bagi
dua anak yatim lemah dikota itu. Bila Dinding dibiarkan runtuh , maka akan tampaklah harta
karun itu dibawahnya. Maka. Tidak Mungkin Kedua anak itu menjaganya dan mempelanya
dari perampasa orang lain. Sementara orang tua kedua anak itu sangat Soleh , dan dengan ke
sholehan Allah menjaga kedua anaknya dalam usia belianya dan masa lemahnya. Allah
menghendaki agar mereka cukup dewasa dan matang akalnya sehingga dapat menjaga harta
karun yang dikeluarkan penyimpanannya. Hamba Soleh itu membebaskan diri dari segala
campur tangan dalam perkara itu. Itu semua merupakan rahmat Allah Ta’ala, yang mengatur
perilaku itu. Semua itu adalah urusan Allah, bukan urusannya. Allah telah membukakan
kepadanya pintu-pintu ghoib dalam masalah ini dan masalah masalah sebelumnya. Dia
mengarahkannya kepada tindakan itu sesuai dengan ilmu ghoib yang dibukaakan kepadanya,
“sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku
sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya"

12
Sekarang tersingkaplah rahasia dari hikmah tindakan-tindakan itu, sebagaimana
tersingkapnya keghoiban Allah yang tidak akan tersingkap kecuali bagi orang-orang yang di
ridhoi-Nya.
Demikian berapa indahnya tatanan kisah Musa dan Hamba Sholeh itu dalam arahan
redaksi ayat, dengan Kisah Ashabul Kahfi berkenaan dengan sikap terhadap penyerahan
perkara-perkara kepada Allah. Dialah mengatur segala urusan dengan hikmah-Nya, sesuai
dengan kesempurnaan ilmu-Nya yang mencakup segala hal yang tidak mungkin di jangkau
oleh manusia. Manusia hanya mampu meneliti hal-hal tampak. Sedangkan perkara-perkara
yang berada dibalik tabir segala sesuatu, tidak mungkin dilampauinya. Dari rahasia-rahasa
itu, hanya sedikit yang terungkap kepadanya.13

C. DEFINISI INTERAKSI GURU-MURID


Istilah interaksi, pada umumnya adalah suatu hubungan timbal balik (feed-back) antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya yang terjadi pada lingkungan masyarakat
atau selain lingkungan masyarakat.14 Dalam konteks kajian makalah ini tentang Interaksi
Guru-Murid dalam tafsir surat al-kahfi ayat 60-82 yang menceritakan tentang Nabi Musa as
dan Khidir adalah termasuk dalam kategori Interaksi Edukatif, yaitu hubungan aktif dua arah
antar Guru/Pendidik yang dalam hal ini adalah Khidir dengan Peserta didik yang dalam hal
ini adalah Musa as.
Sehubungan dengan pengertian interaksi edukatif tersebut, dalam hal ini diperjelas oleh
beberapa Tokoh pendidikan antara lain:
a. Menurut Shuyadi dan Abu Achmadi pengertian interaksi edukatif adalah suatu
gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam
ikatan tujuan pendidikan.15
b. Menurut Sadirman A.M pengertian interaksi edukatif dalam pengajaran adalah proses
interaksi yang disengaja, sadar akan tujuan, yakni untuk mengantarkan anak didik
ketingkat kedewasaannya.16
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa Interaksi Guru-Murid atau Interaksi Edukatif adalah
hubungan timbal balik (feed back) aktif antar Guru dan Murid atau antara Pendidik dan Peserta Didik
yang disengaja dan sadar akan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak.

13
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an , jilid VII (Di Bawah Naungan Qur’an) Penerjemah As’ad Yasin
Dkk , Gema insani Press, Jakarta, 2004, hal 337
14
Skripsi UIN Sunan Ampel, http://digilib.uinsby.ac.id/8021/6/BAB%20II.pdf , hlm. 20
15
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 11
16
Skripsi UIN Sunan Ampel, http://digilib.uinsby.ac.id/8021/6/BAB%20II.pdf , hlm.21

13
Dalam setiap bentuk interaksi edukatif senantiasa mengandung dua unsur pokok yaitu:
a. Unsur normatif.
Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif karena di dalamnya ada sejumlah nilai yaitu
nilai edukatif, pendidikan pada hakikatnya adalah suatu peristiwa yang memiliki norma, artinya
dalam peristiwa pendidikan seorang guru dan siswa berpegang pada ukuran, norma hidup,
pandangan terhadap individu dan masyarakat, nilai-nilai moral, kesusilaan yang semuanya itu adalah
sumber norma di dalam pendidikan dan perbuatan siswa semakin baik, dewasa dan bersusila, aspek
ini sangat dominan dalam merumuskan tujuan secara umum sebagai ilustrasi dari unsur normatif
adalah pendidikan sebagai usaha pembentukan manusia yang bertanggung jawab dan demokratis.
b. Unsur proses teknis.
Dalam sebuah pendidikan akan dirumuskan mengenai proses teknis, yaitu dilihat dari
peristiwanya. Peristiwa dalam hal ini merupakan suatu kegiatan praktis yang berlangsung pada masa
dan terikat dalam satu situasi dan terarah dalam satu tujuan. Peristiwa tersebut merupakan satu
rangkaian komunikasi antara manusia dan rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi, satu
rangkaian perubahan dan pertumbuhan-pertumbuhan fungsi jasmaniah, pertumbuhan watak,
pertumbuhan intelek dan pertumbuhan sosial, semua ini tercakup dalam peristiwa pendidikan,
dengan demikian pendidikan itu merupakan kultural yang sangat komplek yang dapat digunakan
sebagai perencanaan kehidupan manusia.17

D. INTERAKSI EDUKATIF MUSA DAN KHIDIR


1. Surat Al-Kahfi ayat 66-70 : Seorang Pendidik harus memiliki tujuan yg jelas, sudah
memiliki prosedur atau rencana sebelum melakukan tindakan dan Peserta didik harus
memiliki komitmen untuk mentaati pendidik/gurunya juga sabar dalam menempuh
pendidikan.

‫ف‬
َ ‫) َوَك ْي‬06( ‫ص ْب ًرا‬ ِ ‫ك لَن تَستَ ِط‬
َ ْ ْ َ ‫ال إِنى‬
َ ‫يع َمع َي‬ َ ‫ك َعلَى أَ ْن تُ َعلِِ َم ِن ِِمىا عُلِِ ْم‬
َ َ‫) ق‬00( ‫ت ُر ْش ًدا‬ َ ‫وسى َه ْل أَتىبِ ُع‬
َ ‫ال لَهُ ُم‬
َ َ‫ق‬

‫ال فَِإ ِن اتىبَ ْعتَ ِِن فَ ََل‬ ِ ‫اَّلل صابِرا وََل أَ ْع‬ ِ ِ َ َ‫) ق‬06( ‫صِِب َعلَى َما ََلْ ُُِت ْط بِ ِه ُخ ْب را‬
َ َ‫) ق‬06( ‫َك أ َْم ًرا‬
َ ‫صي ل‬ َ ً َ ُ‫اء ى‬ َ ‫ال َستَج ُدِّن إ ْن َش‬ ً ُ ْ َ‫ت‬
)66( ‫َك ِم ْنهُ ِذ ْك ًرا‬ َ ‫ُح ِد‬ ٍ
َ ‫ثل‬ ْ ‫تَ ْسأَل ِِْن َع ْن َش ْيء َح ىَّت أ‬
“Musa berkata kepada Khidir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” “Dia
menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan
bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang hal itu?” “Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang

17
Skripsi UIN Sunan Ampel, http://digilib.uinsby.ac.id/8021/6/BAB%20II.pdf , hlm. 28

14
yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun" “Dia berkata: "Jika
kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun,
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu"
Point-point Interaksi Edukatif Musa dan Khidir pada ayat ini adalah :
a. Kesopanan dan adab seorang murid kepada gurunya yang dilakukan oleh Nabi Musa as saat
meminta untuk diajarkan suatu ilmu kepada Khidir tanpa paksaan dan dengan perkataan yang
sopan lagi santun.
b. Interaksi antara Musa dan Khidir memiliki Tujuan yaitu untuk memberikan ilmu kepada Nabi
Musa. Namun demikian jika dipahami lagi tujuan lain yang melatarbelakangi pertemuan
keduanya tersebut adalah untuk memberi pelajaran kepada Nabi Musa bahwa ada orang yang
lebih pintar (dalam sisi tertentu) sehingga dalam hidup tidak boleh sombong.18
c. Memiliki prosedur yang direncanakan dalam hal ini prosedur yang direncanakan itu berupa
persyaratan yang diberikan Khidir kepada Nabi Musa bahwa Nabi Musa tidak boleh
menanyakan apapun kepada Khidir sampai khidir sendiri yang menjelaskan.
d. Dalam interaksi Musa dan Khidir terdapat penerapan kedisiplinan. Khidir sebagai pendidik
mensyaratkan agar musa disiplin menjalani prosedur yang ditetapkan khidir.

2. Surat Al-Kahfi ayat 71-73 : Kesabaran Pendidik dalam mendidik peserta didiknya

‫َن‬
ْ‫كل‬َ ‫ال أَََلْ أَقُ ْل إِنى‬ َ ‫َخ َرقْتَ َها لِتُ ْغ ِر َق أ َْهلَ َها لَ َق ْد ِج ْئ‬
َ َ‫) ق‬66( ‫ت َش ْيئًا إِ ْم ًرا‬ َ َ‫س ِفينَ ِة َخ َرقَ َها ق‬
َ ‫ال أ‬ ‫فَانْطَلَ َقا َح ىَّت إِ َذا َركِبَا ِِف ال ى‬

)66( ‫يت َوََل تُ ْرِه ْق ِِن ِم ْن أ َْم ِري عُ ْس ًرا‬ ِ ‫ال ََل تُ َؤ‬
ُ ‫اخ ْذِّن ِِبَا نَ ِس‬ َ َ‫) ق‬66( ‫ص ْب ًرا‬ ِ ‫تَستَ ِط‬
َ ‫يع َمع َي‬
َ ْ

"Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu
menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang
besar. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak akan sabar bersama dengan aku". Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku
karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku".
Point interaksi Musa as dan Khidir dalam ayat ini adalah sebagai berikut:
a. Ibnu ‘Abbas berkata, “Rasulullah Shalallahu‘alahi wasallam bersabda : “Protes Musa
yang pertama ini dilakukannya karena lupa”19 oleh sebab itu Musa mengakui
kesalahannya dengan berkata "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". As-Sa’di

18
Lihat hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas ra, di Bab II Point A halaman......
19
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, Shahih Tafsir Ibnu Katsir,
Terj.Abu Ihsan al-Atsari (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014) Cet.10, jilid.5, hlm.569

15
berkata: Musa memadukan antara pengakuan kesalahan dan pengajuan alasan, dan bahwa
angkau wahai Khidhir tidak patut bersikap keras terhadap kawanmu ini, maka khidir pun
memaafkannya.20 Di sini terlihat bagaimana interaksi seorang peserta didik kepada gurunya
ketika ia melakukan kesalahan karena lupa dengan syarat pertama yang ditetapkan gurunya
di awal.21
b. Sikap khidir sebagai guru memaafkan peserta didiknya yang lupa dengan ketentuan di awal
dan menerima permintaan maaf beserta alasan kelupaan Musa pada khidir.
3. Surat Al-Kahfi ayat 74-76 : Keharusan seorang Pendidik untuk senantiasa mengingatkan
Peserta didiknya yang berbuat kesalahan

‫َك‬
َ ‫ال أَََلْ أَقُ ْل ل‬
َ َ‫) ق‬66( ‫ت َش ْيئًا نُ ْك ًرا‬ ٍ ‫سا َزكِيىةً بِغَ ِْْي نَ ْف‬
َ ‫س لَ َق ْد ِج ْئ‬ ً ‫ْت نَ ْف‬ َ َ‫فَانْطَلَ َقا َح ىَّت إِذَا ل َِقيَا غُ ََل ًما فَ َقتَ لَهُ ق‬
َ ‫ال أَقَ تَ ل‬

)60( ‫ت ِم ْن لَ ُدِِّن ُع ْذ ًرا‬ ِ ‫ك عن َشي ٍء ب ع َدها فَ ََل تُص‬ ِ ‫ك لَن تَستَ ِط‬
َ ْ‫اح ْب ِِن قَ ْد بَلَغ‬ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُ‫ال إِ ْن َسأَلْت‬
َ َ‫) ق‬66( ‫ص ْب ًرا‬ َ ْ ْ َ ‫إِنى‬
َ ‫يع َمع َي‬

Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka
Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan
karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan
dapat sabar bersamaku?". Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah
(kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah
cukup memberikan uzur padaku".
Point interaksi dari ayat ini adalah sebagai berikut:
a. Saling beramar ma’ruf nahi munkar dengan kapasitas keilmuan masing-masing baik itu
dilakukan oleh guru ke murid atau murid ke guru. Dalam konteks ini, Musa as melakukan
nahi munkar terhadap Khidir dengan kafasitas keilmuan yg dimilikinya, karena secara dzohir
apa yg dilakukan Khidir adalah perbuatan kemunkaran, di Sisi lain pun khidir justru sedang
melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar namun dengan kontesk keilmuan yg tidak dimiliki
Musa sehingga Khidir mengingatkan Musa dengan berkata "Bukankah aku telah berkata:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".
b. As-Sa’di dalam tafsirnya: Teguran Musa yang pertama muncul karena kelupaan, Sedangkan
sanggahan ini bukan karena lupa, tetapi karena tidak sabar22 melihat hal yg dalam pandangan
Musa adalah sebuah kemunkaran yang nyata, kemunkaran mana yang sebanding dengan
membunuh anak kecil yang belum ternoda oleh dosa, dan anak kecil itu pun tidak membunuh

20
Syaikh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di, Terj: Muhammad Iqbal, dkk (Jakarta: Darul Haq, 2013), cet.II,
Jilid.4, hlm.410
21
Dia(Khidir) berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu
apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu"
22
Syaikh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di, Terj: Muhammad Iqbal, dkk (Jakarta: Darul Haq, 2013), cet.II,
Jilid.4, hlm.410

16
orang lain? Sehingga hal ini yang mendorong Musa menyanggah perbuatan yg dilakukan
Khidir terhadap anak kecil tersebut.
c. Sikap Khidir sebagai pendidik yang tetap bersabar menghadapi sikap Musa yang tidak tau
hakikat apa yg dilakukan Khidir sehingga ia pun mengingatkan Musa dengan berkata
"Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama
dengan aku".
4. Surat Ayat Al-Kahfi ayat 77-78 Ketegasan seorang Pendidik

‫ال‬ ‫وِهَا فَ َو َج َدا فِ َيها ِج َدا ًرا يُ ِري ُد أَ ْن يَ ْن َق ى‬


َ َ‫ َّ فَأَقَ َامهُ ق‬ ُ ‫ضيُِِف‬ ٍ
ْ ‫فَانْطَلَ َقا َح ىَّت إِذَا أَتَيَا أ َْه َل قَ ْريَة‬
َ ُ‫استَط َْع َما أ َْهلَ َها فَأَبَ ْوا أَ ْن ي‬

)66( ‫صْب ًرا‬ ِ ِ ِ ‫ك بِتَأْ ِو‬ َ ِ‫ال َه َذا فِ َرا ُق بَ ْي ِِن َوبَ ْين‬
َ ُ‫ك َسأُنَبِِئ‬ ِ َ ‫ت ََل ىَّتَ ْذ‬
َ ‫ل َْو ِش ْئ‬
َ ‫يل َما ََلْ تَ ْستَط ْع َعلَْيه‬ َ َ‫) ق‬66( ‫َج ًرا‬
ْ ‫ت َعلَْيه أ‬
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,
maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu
mengambil upah untuk itu". Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak
akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.
Di awal telah disebutkan bahwa Musa berkata pada Khidir ketika ia lupa dengan
ketentuan yg ditetapkan Khidir sebelumnya "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu
sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya
kamu sudah cukup memberikan uzur padaku"23. Ini adalah pernyataan final dari Musa yg jika
setelah ini dia menyelisihi atau bertanya kepada Khidir tentang sesuatu maka sudah cukup udzur
Musa untuk tidak menyertai Khidir lagi dan itu artinya perpisahan keduanya.

5. Surat Al-Kahfi 79-82 : Memberikan Hikmah Serta Penjelasan Terhadap Setiap Hal yang
dalam Pandangan Musa as adalah sebuah Kemunkaran.

ٍ ِ ٌ ِ‫اء ُه ْم َمل‬ ِ ُ ‫ني يَ ْع َملُو َن ِِف الْبَ ْح ِر فَأ ََر ْد‬ِ ‫ت لِم‬ ِ ‫أَ ىما ال ى‬
ْ َ‫ك يَأْ ُخ ُذ ُكلى َسفينَة غ‬
)66( ‫صبًا‬ َ ‫ت أَ ْن أَعيبَ َها َوَكا َن َوَر‬ َ ‫ساك‬
َ َ ْ َ‫سفينَةُ فَ َكان‬

ً‫) فَأ ََر ْدنَا أَ ْن يُ ْب ِد ََلَُما َربُّ ُه َما َخ ْي ًرا ِم ْنهُ َزَكاة‬66( ‫ني فَ َخ ِشينَا أَ ْن يُ ْرِه َق ُه َما طُغْيَانًا َوُك ْف ًرا‬
ِ ْ َ‫َوأَ ىما الْغُ ََل ُم فَ َكا َن أَبَ َواهُ ُم ْؤِمن‬

ِ ‫وِهَا ص‬ ِ ِ ِ ْ ‫يم‬ِ ِ ْ ‫) وأَ ىما ا ْْلِ َدار فَ َكا َن لِغُ ََلم‬66( ‫وأَقْرب ر ْْحًا‬
‫ك‬
َ ُّ‫اد َرب‬
َ ‫اْلًا فَأ ََر‬ َ ُ ُ‫ني ِِف ال َْمدينَة َوَكا َن َُتْتَهُ َك ْن ٌز ََلَُما َوَكا َن أَب‬ َ ‫ني يَت‬ َ ُ َ ُ ََ َ
)66( ‫ص ْب ًرا‬ ِ ِ
ُ ‫ك تَأْ ِو‬
َ ‫يل َما ََلْ تَ ْسط ْع َعلَْيه‬ َ ِِ‫ىِهَا َويَ ْستَ ْخ ِر َجا َك ْن َز ُِهَا َر ْْحَةً ِم ْن َرب‬
َ ِ‫ك َوَما فَ َعلْتُهُ َع ْن أ َْم ِري ذَل‬ ُ ‫أَ ْن يَ ْب لُغَا أَ ُشد‬

23
Al-Kahfi ayat 76

17
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang
merampas tiap-tiap bahtera”. ”Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah
orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya
itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka
mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu
dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” “Adapun dinding rumah
adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-
perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya"
Ini adalah interaksi terakhir dan pelurusan persepsi dari apa yang telah dilakukan Khidir yang
dalam pandangan Musa as adalah sebuah kemunkara.
a. As-Sa’di dalam hal ini berkata Hukum segala urusan berjalan sesuai dzohirnya dan begitu pula
dalam hukum-hukum agama dalam masalah harta, darah dan lainnya terkait dengannya.
Sesungguhnya Musa as mengingkari Khidir atas tidakannya melubangi kapal dan membunuh anak
kecil, dua tindakan ini secara dzohir merupakan kemunkaran dan Musa as tidak boleh
mendiamkannya selain dalam kondisi menyertai Khidir. Maka, Musa tergesa-gesa dan segera
menilainya dalam konteks umum tidak memperhatikan aspek kondional bersama Khidir yang
mengharuskannya bersabar, dan tidak tergesa-gesa mengingkarinya.24
b. Di sisi lain Khidir mema’lumi kondisi Musa as yang menghukumi sesuatu dengan kadar
keilmuannya secara dzohir, dan mengetahui pembawaan sifat Musa yang tergesa-gesa dalam
mengambil sikap, sehingga di batas ini Khidir memberikan semua ta’wil atau penjelasan atas hal-
hal yang di pandangan Musa adalah sebuah kemunkaran, seperti melubangi Kapal untuk
melindungi para penumpangnya dari madorot yg lebih besar berupa pembajakan kapal yg
dilakukan oleh raja dzolim, dan membunuh anak kecil untuk melindungi agama kedua orangnya.

E. KORELASI INTERAKSI EDUKATIF MUSA DAN KHIDIR DENGAN PENELITIAN


TINDAKAN KELAS

24
Syaikh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di, Terj: Muhammad Iqbal, dkk (Jakarta: Darul Haq, 2013), cet.II,
Jilid.4, hlm.419-420

18
Korelasi Penelitan Tindakan Kelas dengan Interaksi Edukatif Khidir dan Nabi Musa
adalah adanya kesamaan global di dalam tujuan25 PTK itu sendiri yaitu Perbaikan. McNff (
1992 ) menegakan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya penelitian tindakan kelas
adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan disini terkait dengan memiliki konteks dengan
proses pembelajaran. Jika tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan
dan peningkatan layanan professional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar,
bagaimana tujuan itu dapat dicapai?

Tujuan itu dapat dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternative dalam
memecahkan berbagai persoalan pembelajaran. Oleh karena itu, focus penelitian tindakan
kelas terletak pada tindakan tindakan alternative yang direncanakan oleh pendidik,
kemudian dicobakan dan selanjutnya di evaluasi apakah tindakan-tindakan alternative itu
dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi oleh
pendidik atau tidak. Jika perbaikan dalam konteks pembelajaran dapat terwujud berkat
diadakannya penelitian tindakan kelas, ada tujuan penyerta yang juga dicapai sekaligus
dalam kegiatan pendidikan itu. Apa yang dimaksud dengan tujuan penyerta ? tujuan
penyerta yang dapat dicapai adalah terjadinya proses latihan dalam jabatan dan pemberian
layanan pembelajaran yang akurat. Dengan demikian, akan lebih banyak berlatih untuk
dapat mengaplikasikan berbagai tindakan alternative sebagai upaya meningkatkankan
layanan pembelajaran dari perolehan pengetahuan umum dalam bidang pendidikan yang
dapat diaplikasikan.

Dengan kata lain, guru akan lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang
keterampilan praktik pembelajaran secara reflektif26 dan bukan bertujuan untuk
mendapatkan ilmu baru dari penelitian tindakan yang dilakukannya. Dalam hal ini Brog
(1996) juga menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama penelitain tindakan kelas
ialah pengembangan keterampilan (expert)27 proses pembelajaran yang dihadapi oleh guru

25
Menurut Zakiah Darajat adalah sesuatu yang diharapkan tercapainya setelah suatu atau kegiatan selesai.
Sementara menurut HM. Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukan kepada futuritas (masa depan) yang terletak
suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu. Lihat Moh. Hiitami
Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2012) Cet I hal 144
26
Istilah Refleksi beraasal dari bahasa inggris reflection, yang diterjemahkam dalam bahasa Indonesia
pemantulan. Kegiatan Refeksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakuakan
tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Lihat
Prof. Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014) hal.19
27
Keahlian yang di maksud disini adalah dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas
mendidik. Seseorang guru tidak hanya menguasai pengajaran yang diajarkan, tetapi juga mampu menanamkan
konsep mngenai pengetahuan yang diajarkan. Lihat Prof. Dr. H. Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan,
(Jakarta :Kalam Mulia, 2013) Cet. II, hal.41

19
di kelasnya, bukan bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang
pendidikan.

Dengan memahami dan mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas, diharapkan


kemampan pendidik dalam proses pembelajaran makin meningkat kualitasnya dan sekaligus
akan meningkatkan kualitas pendidikan serta profesi pendidik/tenaga kependidikan yang
sekarang dirasakan menjadi hambatan utama.28

28
Prof. Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2014) hal.106-108

20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas kita dapat mengmbil beberapa kesimpulan
diantaranya sebagai berikut :
a. Interaksi adalah hubungan timbal balik (feed Back) baik secara verbal maupun non-verbal
yang terjadi antar individu dengan individu lain, atau dengan masyarakat. Dalam kontek
Pendidikan interaksi yg terjadi adalah Interaksi Edukatif yaitu hubungan timbal balik (feed
Back) baik secara verbal maupun non-verbal yang terjadi antar Pendidik dan Peserta Didik
secara sengaja dan sadar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b. Interaksi Edukatif yang terjadi antara Musa dan Khidir yang terdapat dalam surat al-kahfi
adalah sebagai berikut:
1) Seorang guru harus memiliki tujuan jelas, sudah memiliki prosedur atau rencana dalam proses
pendidikan, memahami kondisi atau perangai dari peserta didiknya dan Peserta didik harus
memiliki komitmen untuk mentaati Pendidik/gurunya, juga sabar dalam menempuh
pelajarannya.29
2) Kesabaran Pendidik dalam mendidik peserta didiknya.30
3) Wajibnya seorang Pendidik terus mengingatkan Peserta didiknya yang berbuat kesalahan.31
4) Ketegasan seorang Pendidik.32
5) Memberikan Hikmah Serta Penjelasan Terhadap Setiap Hal yang dalam Pandangan Peserta
didiknya dalam hal ini Musa as adalah sebuah Kemunkaran.33
c. Korelasi Interaksi Musa dan Khidir dengan Penelitian Tindakan Kelas
Korelasi Penelitan Tindakan Kelas dengan Interaksi Edukatif Khidir dan Nabi Musa
adalah adanya kesamaan global dalam tujuan PTK itu sendiri yaitu Perbaikan. Kata
perbaikan disini terkait dengan memiliki konteks proses pembelajaran.

29
Surat Al-Kahfi ayat 66-70
30
Surat Al-Kahfi ayat 71-73
31
Surat Al-Kahfi ayat 74-76
32
Surat Al-Kahfi ayat 77-78
33
Surat Al-Kahfi ayat 79-82

21
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) cet.3, Tahun 2013;
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an , jilid VII (Di Bawah Naungan Qur’an)
Penerjemah As’ad Yasin Dkk , (Jakarta: Gema insani Press) Tahun 2004;
Syaikh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di, Terj: Muhammad Iqbal, dkk (Jakarta: Darul
Haq), cet.II, Jilid.4, Tahun 2013;
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, Shahih
Tafsir Ibnu Katsir, Terj.Abu Ihsan al-Atsari (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir) Cet.10, jilid.5,
Tahun 2014;
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam tafsirnya Al-Aisar, Terj Suratma dkk, (Jakarta:
Darus Sunnah Press), cet.1, Jilid.4, Tahun 2007;
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj: Asmuni, (Jakarta : Pustaka Azzam), Cet.1,
jilid.10, Tahun 2008;
Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qodir, Terj: Amir Hamzah Fachrudin, (Jakarta:
Pustaka Azzam) Cet.1, jilid.6 Tahun 2011;
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj.Ahsan Askan,
(Jakarta: Pustaka Azzam) , cet.1, jilid.17, Tahun 2009;
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) Tahun
2010;
Farid, Ahmad, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jamaah, Terj. Najib
Nunaidi, (Surabaya: Pustaka eLBA) Tahun 2011;
Bahri, Syaiful Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta) Tahun 2000;
Salim, Hiitami & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruz
Media) Cet.1, Tahun 2012;
Arikunto, Suharsimi dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara) Tahun
2014;
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta :Kalam Mulia) Cet. II, Tahun 2013;
Supardi, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: PT Bumi Aksara) Tahun 2014;
Syaikhu, Ahmad, Skripsi: Proses Pembelajaran Dalam Al-Qur’an-Telaah kisah Nabi
Musa dan Nabi Khidir dalam QS. Al-Kahfi:60-82 (Jaarta, UIN Syarif Hidayatulloh) Tahun
2010;
Skripsi UIN Sunan Ampel, http://digilib.uinsby.ac.id/8021/6/BAB%20II.pdf;

22

Anda mungkin juga menyukai