BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk
mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3. Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa
adanya ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah
ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4. Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut itulah yang
akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus
mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B. Saran-saran
1. Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara
Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras, Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin, M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 9.
[6] Amir Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] A. Basiq Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 17.
[10] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya
tidak terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para peminat hukum
perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang lebih kuat, serta adanya upaya untuk
memparbarui hukum Islam, akan semakin terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum.
tidak terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran utama ushul fiqh adalah
mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu
menggantungkan diri pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi
ketika dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para Mujtahid mengerahkan
semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit
permasalahan yang timbul didalam masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para
Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini, permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu pengambilan hukum yang tepat.
yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa
bergerak dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa
muncul yang perlu ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa
yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia, cloning, qasar shalat karena waktu tempuh
dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad
sudah ditutup, karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu dengan syarat-syarat
yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat
fenomena kelancangan orang bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari kaidah-kaidah ushul fiqh hingga
rujukan yang digunakan mujtahid sebagai landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali
dapat membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan hukum sesuai
dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam. Menyusun kaidah-kaidah umum
yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan sosial yang terus
berkembang. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau
pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil
kesimpulan hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan logika saja. Suatu
pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan
semata. Melalui ushul fiqh seseorang dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak
bersifat personal melainkan harus bersifat umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk
mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3. Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa
adanya ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah
ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4. Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut itulah yang
akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus
mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B. Saran-saran
1. Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara
Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras, Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin, M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 9.
[6] Amir Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] A. Basiq Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 17.
[10] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk
mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3. Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa
adanya ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah
ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4. Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut itulah yang
akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus
mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B. Saran-saran
1. Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara
Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras, Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin, M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 9.
[6] Amir Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] A. Basiq Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 17.
[10] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk
mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3. Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa
adanya ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah
ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4. Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut itulah yang
akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus
mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B. Saran-saran
1. Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara
Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras, Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin, M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 9.
[6] Amir Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] A. Basiq Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 17.
[10] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya
tidak terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para peminat hukum
perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang lebih kuat, serta adanya upaya untuk
memparbarui hukum Islam, akan semakin terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum.
tidak terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran utama ushul fiqh adalah
mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu
menggantungkan diri pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi
ketika dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para Mujtahid mengerahkan
semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit
permasalahan yang timbul didalam masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para
Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini, permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu pengambilan hukum yang tepat.
yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa
bergerak dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa
muncul yang perlu ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa
yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia, cloning, qasar shalat karena waktu tempuh
dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad
sudah ditutup, karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu dengan syarat-syarat
yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat
fenomena kelancangan orang bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari kaidah-kaidah ushul fiqh hingga
rujukan yang digunakan mujtahid sebagai landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali
dapat membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan hukum sesuai
dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam. Menyusun kaidah-kaidah umum
yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan sosial yang terus
berkembang. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau
pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil
kesimpulan hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan logika saja. Suatu
pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan
semata. Melalui ushul fiqh seseorang dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak
bersifat personal melainkan harus bersifat umum.
[1] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin, M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 9.
[6] Amir Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] A. Basiq Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 17.
[10] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia
dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan
men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk
mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3. Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa
adanya ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah
ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4. Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut itulah yang
akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus
mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B. Saran-saran
1. Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara
Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras, Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin, M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 9.
[6] Amir Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[8] Ibid., hal. 7.
[9] A. Basiq Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 17.
[10] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
on 12:09:00 AM by Ayo Belajar | Leave a comment
Newer Post Older Post Home
0 komentar:
Post a Comment
Create a Link
Popular Posts
Sejarah Perkembangan Hadist dari Zaman Rasulullah hingga Sahabat, Makalah Ulumul Hadist