Anda di halaman 1dari 13

PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN USHUL FIQIH

Muhammad Faiz Ullami


Muhammadfaiz4621@gmail.com
Najmudin Jadid
Najmudinjadid20@gmail.com

Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Salatiga

PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman banyak sekali perubahan yang terjadi begitupun
dalam permasalahan syari’at islam. Banyak sekali masalah -masalah baru yang tidak ada
jalan keluarnya dalam kitab-kitab fiqih terdahulu oleh karena itu diperlukan kajian-
kajian keilmuan yang mampu menyelesaikan masalah tersebut salah satunya yaitu ilmu
ushul fiqih.

Ushul fiqih adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah bahasa yang menjadi
sarana untuk mengambil hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai dalil-
dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqih dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang
mengelola data-data dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqih.1

Ilmu ushul fiqih muncul bersamaan dengan ilmu fiqih meskipun dalam
penyusunanya ilmu fiqih lebih dahulu dari ilmu ushul fiqih. Sebenarnya keberadaan fiqih
harus didahului oleh ushul fiqih, karena ushul fiqih adalah suatu ketentuan atau kaidah
yang harus diikuti mujtahid untuk menhhasilkan suatu hukum fiqih.

Ilmu fiqih muncul sebagai suatu produk hasil dari ijtihad yang lebih dahulu dikenal
dibandingkan ilmu ushul fiqih. Tetapi secara logika tidak mungkin jika suatu produk ada
tanpa ada pabriknya. Begitu juga ilmu fiqih, ilmu fiqih tidak akan hadir tanpa adanya
ilmu ushul fiqih. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang

1
Irwansyah Saputra, Jurnal Syariah Hukum Islam: Perkembangan Ushul Fiqih, Vol. 1, No. 1, Maret 2018,
hlm. 39.

1
pengertian dan kedudukan ilmu ushul fiqih sehingga kita bisa mengetahui bagaimana
pengertian, kedudukan, tujuan serta urgensi dari ilmu ushul fiqih.

Ilmu ushul fiqih merupakan ilmu hukum islam dibidang amaliah praktis; bidang
kajian ushul fiqih merupakan persoalan yang bersifat praktis, ushul fiqih merupakan
prosedur yang terukur bagi seorang fuqaha dalam menjalankan istinbat hukum.

2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ushul Fiqih

Secara bahasa ushul fiqih terdiri dari dua kata yaitu ushul dan fiqih yang
memiliki makna luas. Dalam bahasa Arab kata ushul merupakan bentuk jamak dari
kata Ashal yang memiliki arti pondasi atau dasar sedangkan kata fiqih berarti
pemahaman secara mendalam yang membutuhkan pergerakan potensi akal atau
ilmu yang menjelaskan tentang hukum syari’ah yang berhubungan dengan segala
tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan yang diambil dari dalil nash
yang ada, atau dari menginstinbatkan dalil-dalil syari’at islam.2
Menurut Imam Al-Ghazali, ushul fiqih adalah pengetahuan tentang dalil-
dalil hukum (hukum syara’ yang amali) serta pengetahuan tentang dalil-dalil dari
segi dalalahnya (petunjuk) kepada hukum secara global, tidak secara terinci. 3
Menurut kamaludin ibnul humam, usuhl fiqih adalah pengetahuan tentang
kaidah-kaidah yang dipergunakan sebagai alat untuk menginstinbatkan fiqih.
Menurut Muhammad Ibn Aly ibn Muhammad asy-Syaukani, ushul fiqih
adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dipergunakan sebagai alat untuk
menginstinbatkan hukum-hukum syara’ yang far’iyah (cabang) dari dalil-dalilnya
yang tafsili.
Menurut Imam Muhammad Abu Zahrah, ushul fiqih adalah ilmu trntang
kaidah-kaidah yang memberikan gambaran tentang metode-metode untuk
meninstinbatkan hukum-hukum yang amali dari dalil-dalinya yang tafsili.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, usuhul fiqih adalah tentang kaidah-kaidah
dan pembahasan-pembahasan yang digunakan sebagi alat untuk memperoleh
hukum-hukum syara’ yang amali dari dalil-dalil yang tafsili.4
Dari semua definisi yang dikemukakan oleh para ulama tersebut dapat
disimpulkan bahwa ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan dan
membahas tentang jalan-jalan dan metode-metode tertentu yang harus dilalui dan
dipergunakan dalam meninstinbatkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya.

2
Hanafi Sulaiman, “Makalah Ushul Fiqih”, 2020, 5.
3
Zarkasji Abdul Salam dkk, “Pengantar Ilmu Ushul Fiqih I”, (Yogyakarta: LESFI, 1994), 67.
4
Abdul Wahab Khallaf, “Ilmu Ushul Fiqih”, (Semarang :Dina Utama Semarang, 2014), 2.

3
Sedangkan pengertian ilmu fiqih secara definitif adalah ilmu tentang
hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang digali dan ditemukan dari dalil-
dalil yang tafsili. Dalam definisi ini kata “syara’” menjelaskan bahwa fiqih
menyangkut ketentuan yang berasal dari kehendak Allah , kata “amaliyah” dalam
definisi ini menunjukkan bahwa fiqih hanya menyangkut tentang perbuatan
manusia yang bersifat lahiriah. Oleh karena itu, hal-hal yang tidak berhubungan
dengan perbuatan yang lahiriah seperti tentang keimanan, maka tidak temasuk
dalam pembahasan ilmu fiqih.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya ilmu fiqih
dapat dipahami dalam empat sudut pandang, yaitu merupakan ilmu tentang syara’,
mengkaji hal-hal yang bersifat amaliyah,kemudian pengetahuan tentang hukum-
hukum syara’ berdasarkan dalil-dalil yang tafsili, fikih digali dan ditentukan oleh
penalaran dan penarikan kesimpulan para mujtahid.

B. Hubungan Antar Fiqih Dan Ilmu Ushul Fiqih


Bicara tentang ilmu ushul fiqih tidak akan bisa dipisahkan dengan ilmu fiqih
karena korelasi antara ilmu fiqih dan ushul fiqih itu seperti ilmu mantiq dan ilmu
filsafat, ilmu mantiq merupakan suatu kaidah berfikir yang memelihara agar tidak
ada kerancuan dalam berfikir, hubungan ushul fiqih dan ilmu fiqih juga bisa
disamakan seperti hubungan ilmu nahwu dalam ilmu bahasa arab karena ilmu
nahwu merupakan ilmu gramatikal bahasa yang bisa mencegah seseorang
melakukan kesalahan dalam menulis dan mengucapkan bahasa. Begitu juga ilmu
ushul fiqih yang berisi kaidah-kaidah yang memelihara para fuqaha agar tidak
terjadi kesalahan dalam mengisitinbatkan hukum-hukum syara’.
Sebagaimana definisi dari ushul fiqih yaitu ilmu pengetahuan yang
membicarakan dan membahas tentang jalan-jalan dan metode-metode tertentu yang
harus dilalui dan dipergunakan dalam meninstinbatkan hukum-hukum dari dalil-
dalilnya. Sedangkan ilmu fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syara’
mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.

4
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ilmu fiqih merupakan produk dari
ushul fiqih, sedangkan ushul fiqih itu sendiri merupakan dasar-dasar atau kaidah-
kaidah yang menghasilkan hukum syara’ kemudian diterapkan dalam ilmu fiqih.
Oleh karena itu, kedua ilmu ini sangatlah berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Karena fiqih tidak akan pernah ada ada jika ushul fiqih tidak bekerja.
Dengan demikian fiqih sangat bergantung pada ushul fiqih, karena ushul fiqih
adalah awal proses dan dapat melihat keputusan-keputusan lama yang ada di dalam
fiqih.

C. Objek Pembahasan Ushul Fiqih

Dalam disiplin ilmu perlu mengetahui apa objek pembahasan, agar kita
dapat memahami secara mendalam. Begitu juga ilmu ushul fiqih. Yang dimaksud
dengan objek pembahasan ini adalah pembahasan yang akan menjadi kajian di
bidang ilmu ushul fiqih.

Yang menjadi pembahasan ilmu fiqih adalah perbuatan orang mukallaf dari
penetapan hukum syariat kepadanya. Para ahli fiqih membahas tentang amal
keseharian manusia seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Fiqih juga
membahas perbuatan manusia dalam bidang muamalah, seperti jual beli, hutang
piutang, sewa menyewa dan lain sebagainya. Dalam bidang munakahat membahas
tentang akad nikah, nafkah, hak pemeliharaan anak dan lain sebagainya. Dalam
bidang jinayah (pidana) dan urusan pengadilan seperti mencuri, pembunuhan, zina
sumpah palsu dan lain sebagainya.

Sedangkan objek pembahasan ushul fiqih adalah tentang dalil syar’i yang
bersifat umum ditinjau dari ketetapan-ketetapan hukum yang bersifat umum pula.5
Maksudnya adalah ushul fiqih membahas tentang dalil-dalil yang bersifat global
seperti ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, qiyas, ijma’ dan lain sebagainya. Ushul fiqih
juga membahas hukum-hukum kulli yang bersifat umum. Seperti halal, haram,
mubah dan makruh dalam pembahsan yang masih global. Contohnya, Al-Qur’an

5
Abdul Wahhab Khallaf, “Ilmu Ushul Fiqih”, (Semarang: Dina Utama Semarang, 2014), 3.

5
merupakan dalil syara’ yang pertama. Akan tetapi penunjukan hukum di dalam Al-
Qur’an tidak hanya dalam satu bentuk saja, adakalanya berbentuk perintah (amr),
larangan (nahi) dan adakalanya berbentuk kalimat yang umum, mutlaq dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan untuk mendapatkan ketentuan
hukum dari dalil-dalil syara’, para ahli ushul membahasan itu semuanya dengan
bantuan dari penelitian terhadap gaya bahasa arab dan pemakaiannya dalam syariat.
Makaa setelah mereka mengetahui dan menemukan bentuk penunjukan hukum dari
Al-Qur’an misalnya menemukan bentuk perintah (amr) maka itu menunjukkan
hukum wajib, jika bentuk larangan (nahi) maka menunjuka hukum haram, dan lain
sebagainya.

Dapat disimpulkan objek pembahasan dalam ilmu ushul fiqih adalah


sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali :6

1. Pengetahuan tentang hukum.


2. Pengetahuan tentang dalil-dalil syara’ dan pembagiannya.
3. Pengetahuan tentang metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan
dalilnya.
4. Syarat-syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid) dengan
berbagai permasalahnnya.

Intinya, objek pembahasan ushul fiqih itu adalah membahas tentang semua
perangkat yang dibutuhkan oleh para faqih sehingga terhindar dari kesalahan dalam
istinbat hukum. 7

D. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqih

Tujuan ilmu fiqih adalah penerapan hukum syariat pada amal perbuatan
manusia. Ilmu fiqih merupakan ilmu yang digunakan seorang hakim dalam
memutuskan perkara yang ada, kemudian digunakan oleh mufti dalam memberikan
fatwa. Sedangkan bagi orang mukallaf mereka dapat mengetahui hukum-hukum
syariat dari setiap perkataan dan perbuatannya.

6
Zarkasji Abdul Salam, dkk, “Pengantar Ilmu Ushul Fiqh”, (Yogyakarta: LESFI, 1994), 78.
7
Sapiudin Shidiq, “Ushul Fiqh”, (Jakarta: KENCANA, 2017), hal 7.

6
Sedangkan tujuan ilmu ushul fiqih ialah penerapan kaidah-kaidahnya dan
pembahasan-pembahasannya pada dalil-dalil yang terperinci untuk mencapai
hukum-hukum syariat yang ditunjukan.8 Dengan kaidah-kaidah dan pembahasan-
pembahasan ini, maka nash-nash dapat dipahami dengan sempurna dan hukum-
hukum yang ditunjukan oleh nash-nash tersebut dapat diketahui dengan seksama.
Bahkan peristiwa-peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash dapat
ditentukan hukumnya melalui qiyas, istihsan, istishhab dan lain sebagainya. Hal-
hal semacam ini tidak dapat dicapai jalan keluarnya dengan sempurna jika tidak
mengetahui tentang ilmu ushul fiqih.

Kalaupun kita tidak melakukan ijtihad, maka tujuan kita mempelajari ushul
fiqih adalah mengetahui nalar dan metode yang dilakukan para mujtahid dalam
istinbat suatu hukum. Sehingga kita dapat memahami pijakan yang digunakan oleh
para mujtahid. Karena ushul fiqih adalah salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh
mujtahid. Sehingga kita dapat terhindar dari perilaku taqlid atau mengikuti
pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil dan alasan-alasannya.

Dengan mempelajari ushul fiqih, kita dapat mengetahui metode ushul fiqih
itu sendiri yang telah dirumuskan oleh ulama terdahulu. Maka apabila suatu ketika
kita menghadapi suatu masalah baru yang tidak mungkin ditemukan dalam kitab-
kitab fiqih terdahulu, maka kita dapat mencari jawaban hukum terhadapa masalah
baru tersebut dengan menerapkan kaidah-kaidah ushul fiqih yang telah dirumuskan
oleh ulama terdahulu.

Menurut Khudhari Beik dalam buku ushul fiqihnya merinci tujuan ushul
fiqih sebagai berikut:

1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar


mampu menggali hukum syara’ secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui
bermetode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat
memecahkan masalah baru yang muncul.

8
Abdul Wahhab, “Ilmu Ushul Fiqih”, 7.

7
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil
hukum, Ushul fiqih menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang
mereka gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum islam dapat
melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan
mengemukakan pendapatnya. 9

E. Kedudukan dan Urgensi Ushul Fiqih

Sebagaimana pengertian ushul fiqih yang telah dipaparkan di atas, kita


dapat memahami betapa pentingnya kedudukan ushul fiqih ini dalam memahami
dan menganalisis hukum-hukum yang ditetapkan kepada umat islam. Karena dalam
menentukan sebuah hukum syariat dibutuhkan pemahaman yang mendalam pada
dali-dalil dan peristiwa-peristiwa yang muncul secara bersamaan.

Oleh karena itu, ilmu ushul fiqih dan fiqih sangatlah dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dalam menyesuaikan diri dengan kondisi zaman
mereka. Karena semakin berkembangnya zaman, akan selalu ada masalah-masalah
baru yang tidak dapat ditemukan hukumnya dalam kitab-kitab terdahulu. Maka jika
kedua ilmu ini tidak ada, maka mukallaf akan sangat kesulitan dalam memenuhi
perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.

Dengan kaidah-kaidah ushul fiqih, dapat memudahkan para mujtahid dalam


menistinbatkan suatu hukum, sehingga mencegah kekeliruan dalam menentukan
hukum dari sebatu permasalahan yang ada.

F. Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih


Secara garis besar sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih ini dibagi menjadi
empat fase:

9
Hanafi Sulaiman, “Makalah Ushul Fiqih”, 2020, 8.

8
Fase yang pertama adalah pada masa Rasulullah SAW, Sahabat dan awal
masa tabi’in. Pada fase ini ushul fiqih belum menjadi bidang keilmuan, akan tetapi
substansi dari ilmu ushul fiqih itu sendiri sudah dipraktikan sejak zaman Rasulullah
SAW. Seperti yang dilakukan oleh sahabat Muadz bin Jabal ra. ketika ia diutus
untuk berdakwah di Yaman.begitupum yang dilakukan oleh para sahabat pada masa
khulafaurassyidin.

Fase yang kedua adalah pada akhir masa tabi’in. Pada fase ini banyak
permasalahan baru yang muncul, karena wilayah islam sudah semakin luas dan
diikuti oleh perdebatan antara golongan Ahlu Ra’yi di Iraq yaitu golongan yang
mengutamakan logika dan Ahlu Hadits di Madinah. Oleh karena itu, pada masa ini
ilmu ushul fiqih mulai dibukukan salah satunya yang dilakukan oleh Imam Syafi’i,
beliau membukukan kitab ushul fiqih yaitu Ar-Risalah.Pada fase ini, muncul dua
aliran dalam ushul fiqih yaitu aliran mutakallimin (Syafi’iyyah) dan aliran fuqaha
(Hanafiyyah). Oleh karena itu, ada perdebatan tentang siapa yang pertama kali
membukukan ilmu ushul fiqih ini, terutama golongan Syafi’iyyah dan Hanafiyyah.

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, orang yang pertama kali mengumpulkan


ilmu ushul fiqih dalam satu buku secara terpisah dengan kajian lainnya adalah Abu
Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Akan tetapi, hasil rangkumannya itu tidak
samapai kepada kita sekarang. Sedangkan orang yang pertama kali membukukan
ilmu ushul fiqih dalam satu buku tersendiri yang memuat tentang kaidah-kaidah
dan bahasan-bahasan dengan sistematis berikut dalil dan pandangannya serta
karyanya sampai kepada kita adalah Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i dalam
karya monumentalnya berjudul Ar-Risalah.10

Fase ketiga yaitu masa keemasan pada abad ke-5 hingga awal abad ke-6,
pada masa ini bermunculan kitab-kitab ushul fiqih di antaranya adalah Al-Amd
karya Qadhi Abdul Jabbar, Al-Uddah karya ya’la, Al-Mu’tamad karya Abu Hasan
Al-Bashri, Al-Mustashfa karya Imam Al-Ghazali dan lain sebagainya.

10
M.Noor Harisudin, “Ilmu Ushul Fiqih”, (Instrans Publishing, 2020), 19.

9
Fase keempat yaitu pada akhir abad ke-6 hingga awal masa modern. Pada
fase ini sudah mulai bermunculan mukhtashor atau ringkasan-ringkasan kitab ushul
fiqih beserta syarahnya. Kemudian pada fase ini muncul para ulama yang dalam
pembahasannya memandukan antara kedua aliran. Di antaranya kitab Badi’ An-
Nizam karya Ibnu Sha’atiy.

Sedangkan pada zaman modern ini, para ulama masih berusaha


mengklasikfikasikan ilmu ushul fiqih dan berusaha disederhanakan dan disajikan
dengan cara yang mudah, agar memudahkan para mukallaf dalam memahami ilmu
ushul fiqih.

Pada masa sekarang, penulisan materi ushul fiqih mencakup keseluruhan


pembahasan ushul fiqih yang berdiri sendiri ataupun salah satu pembahasan saja
akan tetapi secara menyeluruh, kemudian melakukan tahqiq (pengecekan editorial)
ulama terdahulu dan membuat syarah-syarah (penjelas).

G. Aliran-aliran Ushul Fiqih

Dalam perkembangan ilmu ushul fiqih, muncul dua aliran besar yang
disebabkan perbedaan dalam membangun kaidah ushul fiqih untuk menggali
hukum islam.

Aliran yang pertama adalah aliran Syafi’iyyah atau yang sering dikenal
dengan aliran mutakallimin. Aliran ini membangun ushul fiqih secara teoritis
murnii tanpa dipengaruhi oleh masalah cabang keagamaan. Mudahnya aliran ini
dalam membuat suatu kaidah terlebih dahulu tentu dengan alasan yang kuat, baik
dari dalil naqli maupun aqli. Kemudian mengambil contoh masalah furu’ (cabang).
Sehingga terkadang kaidah tersebut tidak sesuai dengan masalah furu’ tersebut.

Kitab standar dalam aliran ini adalah Ar-Risalah karya Imam Syafi’i, Al-
Mu’tamad karya Hasan Al-Bashri, Al-Burhan Fi Ushul Fiqh Karya Imam Al-
Haramyn Al-Juwani, Al-Mustashfa karya Imam Al-Ghazali dan lain sebagainya.

10
Aliran yang kedua adalah aliran Hanafiyyah atau yang sering disebut
dengan aliran fuqaha, karena dalam menyusun teorinya aliran ini banyak
dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam madzhab mereka. Mudahnya dalam
membangun kaidah ushul fiqih mereka mencari contoh masalah furu’ di dalam
madzhabnya terlebih dahulu. Setelah itu, barulah mereka membuat kaidah dari
masalah tersebut.

Diantara kitab standar dalam aliran ini adalah, Al-Ushul karya Abu Hasan
Al-Karkhi, Al-Ushul karya Abu Bakar Al-Jassas, Uhul Al-Syarakhsi karaya Al-
Syarakhsi dan lain sebagainya..

Ada sebagian ulama yang menggabungkan dua aliran besar ini dalam satu
buku, seperti kitab Badi’ An-Nizam karya Ibnu Sha’ati, Tanhiq Al-Ushul karya
Ubaidillah bin Mas’ud, Jam’u Al-Jawami karya Taj Al-Din As-Subki dan lain
sebagainya.

11
KESIMPULAN

Dari pemaparan-pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, ushul fiqih adalah


ilmu pengetahuan yang membicarakan dan membahas tentang jalan-jalan dan metode-
metode tertentu yang harus dilalui dan dipergunakan dalam meninstinbatkan hukum-
hukum dari dalil-dalilnya.

Objek kajian dari ilmu ushul fiqih, meliputi hukum syara’, sumber dalil dan
pembagiannya, metode penggalian sebuah hukum dari dalil-dalinya dan membahas
tentang syarat-syarat orang yang berhak mengistinbatkan hukum.

Ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih sangatlah erat hubungannya, ilmu fiqih merupakan
produk dari ushul fiqih, sedangkan ushul fiqih itu sendiri merupakan dasar-dasar atau
kaidah-kaidah yang menghasilkan hukum syara’ kemudian diterapkan dalam ilmu fiqih.

Kedudakan ushul fikih sangat penting karena salah satu tujuan dari ilmu ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menyesuaikan diri dengan kondisi zaman
mereka. Karena semakin berkembangnya zaman, akan selalu ada masalah-masalah baru
yang tidak dapat ditemukan hukumnya dalam kitab-kitab terdahulu.

Sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih secara garis besar dibagi menjadi empat
fase:

1. Fase Rasulullah SAW, sahabat dan awal masa tabi’in.


2. Fase akhir masa tabi’in.
3. Fase keemasan antara abad ke-5 hingga awal abad ke-6 H.
4. Fase akhir abad ke-6 hingga awal masa modern.

Dalam perkembangan ilmu ushul fiqih, muncul dua aliran besar yang disebabkan
perbedaan dalam membangun kaidah ushul fiqih untuk menggali hukum islam. Yaitu
aliran mutakallimin (Syafi’iyyah) dan aliran fuqaha (Hanafiyyah)

12
Daftar Pustaka

Abdul Salam, Zarkasji, dkk. 1994. “Pengantar Ilmu Ushul Fiqih I”. Yogyakarta: LESFI.

Harisudin, M.Noor. 2020. “Ilmu Ushul Fiqih”. Instrans Publishing.

Khallaf, Abdul Wahhab. 2014. “Ilmu Ushul Fiqih”. Semarang: Dina Utama Semarang.

Shidiq, Sapiudin. 2017. “Ushul Fiqh”. Jakarta: KENCANA.

Saputra, Irwansyah. 2018. Jurnal Syariah Hukum Islam: Perkembangan Ushul Fiqih.
Vol. 1, No. 1, Maret.

Sulaiman, Hanafi. 2020. “Makalah Ushul Fiqih”.

13

Anda mungkin juga menyukai