Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

“PENGERTIAN USHUL FIKIH”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

Apriani

Nurkhaliza

PRIODE EKONOMI SYARIAH 1D

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH KUALA TUNGKAL


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang menjadi sarana
untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai dalil-dalilnya yang
terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat
diumpamakan seperti sebuah pabrik yang mengolah data-data dan menghasilkan sebuah produk
yaitu ilmu fiqh

Ilmu ushul fiqh bersamaan munculnya dengan ilmu fiqh meskipun dalam penyusunannya
ilmu fiqh dilakukan lebih dahulu dari ushul fiqh. Sebenar nya keberadaan fiqh harus didahului oleh
ushul fiqh, karena ushul fiqh itu adalah ketentuan atau kaidah yang harus diikuti mujtahid pada
waktu menghasilkan figh nya. Namun dalam perumusannya ushul fiqh datang belakangan.

Menurut sejarahnya, fiqh merupakan suatu produk ijtihad lebih dulu dikenal dan dibukakan
dibanding dengan ushul fiqh. Tetapi jika suatu produk telah ada maka tidak mungkin tidak ada
pabriknya. Ilmu fiqh tidak mungkin ada jika tidak ada ilmu ushul fiqh. Oleh karena itu, pembahasan
pada makalah ini mengenai sejarah perkembangan dan aliran-aliran ilmu ushul fiqh. Sehingga kita
bisa mengetahui bagaimana dan Kapan ushul fiqh itu ada. Penelitian ini menyelidiki sejarah
perkembangan Ushul fiqh, aliran dalam ushul fiqh, serta karya ilmiah pada bidang ushul fiqh.

Ushul Fiqh merupakan ilmu hukum islam di bidang amaliyah praktis; bidang kajian usul fiqh
merupakan persoalan yang praktis bukan dalam bidang tauhid/ iktiqad,Ushul Fiqh merupakan
prosedur yang terukur bagi fuqaha dalam menjalankan istinbat hukum. Metode yang digunakan
fuqaha merupakan aplikasi satuan dalil tertentu dalam khasus hukum amaliyah dengan nalar
deduktif dan normatif.

Kaidah usul fiqh secara umum dibagi kepada dua macam, yaitu kaidah yang disepakati
(Ulammutafagun alaih) dan kaidah yang tidak disepakati ulama (mukhtalafun alaih). Kaidah yang
disepakati ulama terdiri dari ijma dan qiyas,sedangkan yang tidak disepakati terdiri dari istihsan,
masalah man qablana, istishab, qaul sahabi dan seterusnya. Kaidah yang disepakati di sini berarti
kaidah yang telah diterima dan digunakan oleh kalangan mujtahid dari semua mazhab.Sedangkan
kaidah yang tidak disepakati berarti kaidah tersebut hanya diakui olehsebahagian mujtahid dan
menggunakannya dalam kegiatan ijtihad mereka. Sedangkanmujtahid yang lain menolaknya, karena
menganggapnya salah.

Sumber secara etimologi berarti asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Dan dalil
berarti petunjuk pada sesuatu, baik yang bersifat material maupun nonmaterial. Adapun secara
terminologi dalam ushul fiqh, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok/utama dalam
menetapkan hukum islam.
Yang dimaksud sumber fiqh ialah asal pengambilan ketentuan-ketentuan figh Sumber fiqh islam
terdiri dari dua macam sumber yaitu sumber formal yang berasal dari wahyu, baik wahyu yang
berupa Al-Qur’an yang dinamakan “wahyu matluw”maupun yang berupa sunah yang dinamakan
“wahyu khafi”. Sedang dalil mengandung pengertian sebagai suatu petunjuk yang dijadikan landasan
berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis. Baik yang kedudukkan
nyaqath’i (pasti) atau zhanni ( relatif).

Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat lepas dari ketentuan
hukum syari’at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam Qur ’an dan sunnah, maupun yang
tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber lain yang diakui syari’at.
Sebagaimana yang di katakan Imam Ghazali, bahwa megetahui hukum syara’ merupakan buah (inti)
dari ilmu Fiqh dan Ushul fiqh. Sasaran kedua di siplin ilmu ini memang mengetahui hukum syara’
yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Meskipun dengan tinjauan yang berbeda.
Ushul fiqhmeninjau hukum syara’ dari segi metodologi dan sumber-sumbernya, sementara ilmu figh
meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara’, yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa igtidha (tuntutan perintah dan larangan), takhyir
(pilihan), maupun berupa wadhi (sebab akibat), yang dimaksud dengan ketetapan Allah ialah sifat
yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang mukallaf.
Seperti hukum haram,makruh, wajib, sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani’)
ungkapan lain yang akan kami jelaskan pada makalah ini yang ke semuanya itu merupakan objek
pembahasan ilmu Ushul fiqh.

Memperhatikan jenis-jenis metode penemuan hukum ataupun metode penerapan hukum


dalam ilmu hukum Islam (istinbath al-hukm) dan penerapan hukum ( tathbiqalhukm ), dalam hukum
Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan metode penemuan hukum dan penerapan hukum yang
digunakan oleh praktisi hukum umum. Demikian pula dengan metode yang diberlakukan dalam
suatu negara menurut hukum Islam yang tellah dikemukan oleh para Juris Islam (fuqaha‟) dan
sangat mendasar metode yangmereka temukan, seperti pemahaman hukum yang terdapat dalam
teks hukum dikaji dengan metode seperti dengan metode hermeneutika maupun dari segi
bahasanya yang disebut Ushul fiqh

.Di dalam ilmu Ushul Fiqh dirumuskan metode memahami hukum Islam dan memahami dalil-dalil
hukum yang mana dengan dalil-dalil tersebut dibangun hukum islam yang ketentuan hukum nya
sesuai dengan akal sehat (a reasionable assumption). Imam Syafi‟i contohnya mempunyai jasa dan
andil yang besar sebagai pendiri atau guruarsitek Ushul Fiqh dalam kitabnya “Ar Risalah” yang tidak
hanya karya pertamanya membahas Ushul Fiqh, tetapi juga sebagai model bagi ahli-ahli hukum dan
Para teorisasi yang muncul kemudian.

Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat lepas dari ketentuan
hukum syari’at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam Qur ’an dan sunnah, maupun yang
tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber lain yang diakui syari’at.
Sebagaimana yang di katakan Imam Ghazali, bahwa megetahui hukum syara’ merupakan buah (inti)
dari ilmu Fiqh dan Ushul fiqh. Sqsaran kedua di siplin ilmu ini memang mengetahui hukum syara’
yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Meskipun dengan tinjauan yang berbeda.
Ushul fiqh meninjau hukum syara’ dari segi metodologi dan sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh
meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara’, yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa igtidha (tuntutan perintah dan larangan),takhyir
(pilihan), maupun berupa wadhi (sebab akibat), yang dimaksud dengan ketetapan Allah ialah sifat
yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang mukallaf.
Seperti hukum haram,

BAB 2 :

PENGERTIAN USHUL FIQH DANHUBUNGANNYA DENGAN FIQH,

RUANG LINGKUP KAJIAM,SERTA TUJUAN MEMPELAJARINYA

A. Pengertian Ushul Fiqh

Ushul fiqih terdiri atas dua kata yang masing-masing mempunyai arti cukup luas, yaitu
ushul dan fiqih. Dalam bahasa arab kata ushul merupakan jama’ dari Ashal yang artinya fondasi
sesuatu.Sedangkan fiqih berarti pemahaman secara mendalam yang membutuhkkan pergerakan
potensi akal atau ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar’iyah yang berhubungan dengan segala
tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang diambil dari nash-nash yang ada, atau
dari mengistinbath dalil-dalil syariiat Islam.

Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu
yang dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa Ushul Fiqh itu adalah ilmu
yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalil nya yang terinci. Atau dalam
artian sederhana: kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-
dalilnya. Sebagai contoh didalam-kitab fiqh terdapat ungkapan bahwa “mengerjakan shalat itu
hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan shalat itulah yang disebut “hukum syara’” Tidak pernah
tersebut dalam Al-Qur;an maupun hadis bahwa salat itu hukumnya wajib. Yang ada hanya Allah
redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an yang mengandung perintah salat itulah yang
dinamakan “Dalil syara’”. Dalam merumuskan kewajiban shalat yang terdapat dalam dalil syara’ ada
aturan yang harus menjadi pegangan. Kaidah dalam menetukan nya, umpamanya “setiap perintah
itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara mengeluarkan hukum dari
dalil-dalil syara’ tersebut,itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan Fiqh adalah, jika
ushul fiqh itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang Amir Syarifuddin, Ushul
Fiqh, harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dari
dalilnya. Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil
menurut aturan yang sudah ditentukan itu.

B. Hubungan Ushul Fiqh dengan Fiqh

Antara ilmu ushul Fiqh dan Fiqh seperti hubungan ilmu manthiq dengan filsafat, bahwa
manthiq merupakan kaedah berfikir yang memelihara akal agar tidak ada keracunan dalam berfikir.
Juga seperti hubungan ilmu nahwu dalam bahasa arab,dimana ilmu nahwu merupakan gramatikal
yang menghindarkan kesalahan seseorang didalam menulis dan mengucapkan bahasa arab.
Demikian juga ushul fiqih adalah merupakan kaidah yang memelihara fuqaha agar tidak terjadi
keslahan di dalam engistimbatkan (menggali) hukum.

Hubungan ushul Fiqh dengan Fiqh adalah seperti hubungan ilmu mantiq (logika) dengan
filsafat; mantiq merupakan kaidah berfikir yang memelihara akal agar tidak terjadi kerancuan dalam
berpikir. Juga seperti hubungan ilmu nahwu dengan bahasa arab; ilmu nahwu sebagai gramatika
yang menghindarkan kesalahan seseorang dala. menulis dan mengucapkan bahasa arab. Demikian
ushul Fiqh diumpamakan dengan limu mantiq atau ilmu nahwu, sedangkan Fiqh seperti ilmu filsafat
atau bahasa arab, sehingga ilmu ushul Fiqh berfungsi menjaga agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengistinbatkan hukum.

Ushul Fiqh merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara menginstinbath
(menggali hukum). Sekalipun ushul fiqh muncul setelah fiqih, tetapi secara teknis, terlebih dahulu
para ulama menggunakan ushul fiqh untuk meghhasilkan fiqh. Artinya sebelum ulama menetapkan
suatu perkara itu haram, ia telah megkaji dasar-dasar yang menjadi alasan perkara itu diharamkan.
Hukum haramnya disebut fiqh, dan dasar-dasar sebagai alasannya disebut ushul fiqh.

Kemudian tujuan dari pada ushul fiqih itu sendiri adalah untuk mengetahui jalan dalam
mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk menginstinbatkan suatu hukum dari dalil-dalilnya.
Dengan menggunakan ushul fiqih itu, seseorang dapat terhindar dari jurang taklid. Ushul fiqih itu
juga sebagai pemberi pegangan pokok atau sebagai pengantar dan sebagai cabang ilmu fiqih
itu.Dapat dikatakan bahwa ushul fiqih sebagai pengantar dari fiqih, memberikan alat atau sarana
kepada fiqih dalam merumuskkan,menemukan penilaian- penilaian syari’at dan peraturan-
peraturannya dengan tepat.

C. Ruang Lingkup Kajian Ushul

Berdasrkan sebagai pemaparan diatas, terutama berbagai definisi yang dipaparkan oleh

Para ulama ahli ilmu ushul Fqih dapat diketahui ruang ligkup kajian yang (maudhu’) dari Ushul fiqh
secara global diantaranya :

 Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.


 Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
 Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.

Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istibat (mujtahid) dengan berbagai
permasalahannya.

Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa (tanpa tahun, 1 : 8) ruang ligkup kajian Ushul fiqh ada
4, yaitu :

 Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah /hasil) yangdicari oleh
ushul fiqh.
 Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya ini adalah
mutsmir (pohon).
 Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini adalah thariq al-istitsmar
(jalan / proses pembuahan). Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq
(tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (kemadharatan), dan dalalah
bil ma’na al -ma’qul (makna rasional).
 Mustatsmir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan
dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti magtahid,
sehinga harus menyebutkan syarat2 mukhalid dan mujthid serta sifat-sifat kedua nya.

D. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqh

Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari ilmu ushul Fiqh adalah menerapkan kaidah-kaidah dan
teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukuk syara’ yang ditunjuki dalil itu.
Jadi, berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan- bahasannya maka nash-nash syara’ dapat
dipahami dan hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat
menghilangkan kesamaran lafadz yang sammar dapat diketahui. Selain itu juga diketahui juga dalil-
dalil yang dimenangkan Ketika terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lainnya.
Termasuk menetapkan nmetode yang paling tepat untuk menggali hukum dari sumbernya terhadap
sesuatu kajiian konkret yang belum terdapat nashnya dan mengetahui dengan sempurnya dasr-
dasar dan metode para mujtahid mengambil hukum sehingga terhindar dari taqlid. Ilmu ini juga
membicarakan metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau kajian yang secara pasti
tidak ditemui nashnya, yaitu denggan jalan Qiyas istishab, danlain sebagainya.

Menurut Khudhari Beik dalam kitab ushul Fiqh nya merinci tujuan ushul fiqihs sebagai
berikut :

1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu
menggali hukum syara’ secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui bermetode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalan baru
yang muncul.
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum.Ushul fiqih
menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka
gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan
dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan pendapatnya.

Jadi, disini ilmu ushul fiqh memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang system hukum dan
metode pengambilan hukum itu sendiri. Dengan demikian diharapkan umat islam akan terhindar
dari taqlid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil dan alasan-alasannya.

Ushul fiqh juga sangat penting bagi umat Islam, karena disatu pihak pertumbuhan nash telah
terhenti sejak meninggalnya nabi, sementara dipihak lain,akibat kemajuan sains dan teknologi,
permasalahan yang mereka hadapi kian hari kian bertambah. Kehadiran sains dan teknologi tidak
hanya dapat membantu dan membuat kkehidupan manusia menjadi mudah, tetapi juga membawa
masalah-masalah baru yang memerlukan penanganan serius oleh para ahli dengan berbagai
bidangnya.Penggunaan produk-produk teknologi maju itu, atau pergeseran nilai-nilai Social sebagai
akibat modernisasi, langsung atau tidak langsung telah pula membawa pengaruh yyang cukup
berarti terhadap praktik-praktik keagamaan (Islam). Hal ini antara lain terlihat disekitar perkawinan,
warisan dan bahkan ibadat sekalipun. sebagai contoh dalam permasalahan pernikahan misalnya,
ditemui kasus-kasus baru seperti akad nikah lewat telepon, penggunaan alat-alat kontrasepsi KB,
harta pencarian bersama suami istridan lain sebagainya secara tekstual tidak ditemui jawabannya
dalam Al-Kitab As-Sunnah, apakah hal ini berarti islam tidak mau bicara mengenai hal tersebut
sehingga masalah ini tidak masuk dalam permasalahan hukum Islam? Disinilah peran ulama
ahlihukum Islam dan para intelektualnya agar supaya mereka mampu merepresentasikan islam
untuk semua bidang kehidupan manusia, mereka dituntut untuk mencari kepastian itu dengan
mengkaji dan meneliti nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara cermat dan
intens dengan alat yang digunakan yakni Ushul fiqh. Yang juga perlu dipahami bersama adalah
bahwa ilmu Ushul Fiqh tidak hanya berguna bagi para Mujtahid atau ahli hukum saja, akan tetapi
bagi semua orang Islam untuk mencari kepastian hukum bagi setiap masalah yang mereka hadapi
sekalipun tidak sampai ketingkat Mujtahid mereka akan beramal sebagai muttabi’, mengikuti
pendapat para ahli dengan mengetahui dalil dan alas an-alasannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al -Karim

al-Qardhawi, Yusuf. 1987.Ijtihad Dalam Syariat Islam– Beberapa Pandangan Analitis tentang
Kontemporer ,(Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Al-Qardhawi, Yusuf. 2003.Bagaimana Berinteraksi dengan peninggalan Ulama Salaf . Jakarta:


Pustaka

Al-Kautsar.al-Utsmani, Muhammad bin Shaleh. al-Ushul min Ilmi al- Ushul. Beirut: Dar al-Fikr.

Abdullah, Sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jakarta:Sinar Grafika.

Ali, Mohammad Daud. 1998. Pengantar Ilmu Hukum Islam danTata Hukum di Indonesia .
Jakarta, Rajawali Pers.Ali, Mohammad Daud. 2007. Hukum Islam. Jakarta, PT Rajja grapindo Persada
alkap.

Idrus H. 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman , (CVRamadhani: Solo.Anhari ,

Masykur. 2008. Ushul Fiqih . Surabaya: Diantama .Arifin, Miftahul dan Haq, Ahmad Faisal. 1997.
Ushul FiqhKaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam .Surabaya: CitraMedia.

Anda mungkin juga menyukai