Para ulama telah meletakkan kaidah dan asas untuk memahami nash Al Qur'an dan As Sunnah
serta cara istinbath (menyimpulkan hukum) dari dalil-dalil yang ada. Kaidah dan asas ini diambil
dari Al Qur'an dan As Sunnah serta ilmu bahasa arab, para ulama menamakannya "Ushul Fiqh".
Karena pentingnya pembahasan ushul fiqh ini, kami akan berusaha menerjemahkan matan
"Ushul min Ilmi Ushul" karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ' Utsaimin, secara berangsur.
Saya mempersilahkan jika ada teman-teman yang ingin diskusi, dan saya dengan senang hati jika
para ustadz atau tholabul ilmi di sini memberi ilmu tambahan, ataupun mengoreksi.
Berikut adalah part 1 dari kitab matan Ushul min Ilmi Ushul.
Definisinya:
Ushul fiqh dapat didefinisikan dari dua sisi,
Pertama:
Ditinjau dari sisi kedua kata (yang menyusunnya), yaitu kata ushul dan kata fiqh.
Adapun ushul ()أصول, merupakan jama’ dari ashl ()أصل, yaitu apa-apa yang menjadi pondasi
bagi yang lainnya. Oleh karena itu, ashl jidar ( )أصل الجدارartinya pondasi dinding, dan ashl
syajarah ( )أصل الشجرةartinya akar pohon.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit” (QS Ibrahim : 24).
Sementara fiqh, secara bahasa artinya pemahaman, berdasarkan firman Allah ta’ala, “dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka memahami perkataanku” (QS Thoha: 27-28)
Fiqh secara istilah artinya pengenalan terhadap hukum-hukum syar’i, yang sifatnya
amaliyah, dengan dalil-dalilnya yang detail.
Maksud perkataan kami “pengenalan” yaitu secara ilmu (yakin) dan zhon (dugaan), karena
pengenalan terhadap hukum-hukum fiqh terkadang menyakinkan dan terkadang bersifat dugaan
sebagaimana yang terdapat di banyak masalah-masalah fiqh.
Maksud perkataan kami “hukum-hukum syar’i” yaitu hukum-hukum yang didatangkan oleh
syari’at seperti wajib dan haram, maka tidak tercakup hukum-hukum akal (logika) seperti
mengetahui bahwa keseluruhan itu lebih besar dari sebagian, dan juga tidak mencakup hukum-
hukum kebiasaan, seperti mengetahui bahwa gerimis biasanya akan turun di malam yang dingin
jika cuacanya cerah.
Maksud perkataan kami “amaliyah” adalah perkara-perkara yang tidak berkaitan dengan
keyakinan (akidah), contoh “amaliyah” tersebut yaitu sholat dan zakat, maka fiqh tidak
mencakup perkara-perkara yang berkaitan dengan keyakinan seperti mentauhidkan Allah,
ataupun mengenal nama dan sifat-Nya, yang demikian itu tidak dinamakan fiqh secara istilah.
Maksud perkataan kami “dengan dalil-dalilnya yang detail” adalah dalil-dalil fiqh yang
berhubungan dengan masalah-masalah fiqh yang detail. Berbeda dengan ushul fiqh, karena
pembahasan di dalam ushul fiqh tersebut hanyalah dalil-dalil yang global.
Kedua:
Ditinjau dari sisi nama untuk cabang ilmu tertentu, maka ushul fiqh tersebut didefinisikan:
“ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang global dan cara menggunakannya serta
menentukan keadaan dari penentu hukum (mujtahid)”
Maksud perkataan kami “global” adalah kaidah-kaidah umum seperti perkataan “perintah
menuntut kewajiban”, “larangan menuntut keharaman”, “benar berkonsekuensi terlaksana”.
Ushul fiqh tidak membahas dalil-dalil yang detail, dan dalil-dalil yang detail tersebut tidak
disebutkan di dalamnya melainkan sebagai contoh terhadap suatu kaidah (umum).
Maksud perkataan kami “dan cara menggunakannya” adalah mengenal cara menentukan
hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya dari
umum dan khusus, mutlak dan muqoyyad, nasikh dan mansukh, dan lain-lain. Dengan mengenal
ushul fiqh maka dapat ditentukan hukum-hukum dari dalil-dalil fiqh.
Maksud perkataan kami “keadaan penentu hukum” yaitu mengenal keadaan mujtahid,
dinamakan penentu hukum karena dia dapat menentukan sendiri hukum-hukum dari dalil-
dalilnya sehinggga sampai ke tingkatan ijtihad. Mengenal mujtahid dan syarat-syarat ijtihad serta
hukumnya dan semisalnya dibahas di dalam ushul fiqh.
Orang yang pertama kali menjadikan ushul fiqh sebagai cabang ilmu yang tersendiri adalah
Imam Asy Syafi’i Muhammad bin Idris –rahimahullah-. Kemudian diikuti oleh para ulama,
mereka menulis tentang ushul fiqh dengan tulisan yang beraneka ragam, ada yang acak ada yang
teratur, ada yang ringkas ada yang panjang, sampai ushul fiqh ini menjadi cabang ilmu yang
tersendiri, yang memiliki keistimewaan.
PENDAHULUAN
Sebagai hamba Allah yang beriman, sudah selayaknya kita mengerti dan
melaksanakan apa yang Allah kehendaki, sekaligus menjauhi apa yang tidak
diridhoi Allah. Untuk mengetahui dan melaksanakan kehendak Allah kita harus
mengetahui hukum Islam yang telah ada. Namun, hukum Islam menghadapi
tantangan lebih serius, terutama pada abad kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk menjawab berbagai permasalahan baru yang berhubungan dengan
hukum Islam, para ahli yang sudah tidak bisa lagi sepenuhnya mengandalkan ilmu
tentang fiqih, hasil ijtihad di masa lampau. Alasannya, karena ternyata warisan
fiqih yang terdapat dalam buku-buku klasik, bukan saja terbatas kemampuannya
dalam menjangkau masalah-masalah baru yang belum ada sebelumnya. Oleh
karena itu, umat Islam perlu mengadakan penyegaran kembali terhadap warisan
fiqih.
Dalam konteks ini, ijtihad menjadi sebuah kemestian dan metode ijtihad
mutlak harus dikuasai oleh mereka yang akan melakukannya. Metode ijtihad itulah
yang dikenal dengan ushul fiqih.
USHUL FIQIH
A. Definisi Ushul Fiqh
1. Definisi Ushul Fiqh dilihat dari sisi dua kata yang membentuknya.
Ushul Fiqh berasal dari bahasa Arab Ushul Al-Fiqh yang terdiri dari 2 kata,
yaitu al-Ushul al-Fiqh.
a. Al-Ushul
Al-Ushul adalah jamak dari kata al-ashl, menurut bahasa berarti
b. Al-Fiqh
Kata kedua yang membentuk istilah ushul al-fiqh adalah kata al-fiqh. Kata
al-fiqh menurut bahasa berarti pemahaman.
Fiqh adalah ilmu tentang (himpunan) hukum-hukum syara’ mengenai
perbuatan manusia ditinjau dari apakah perbuatan itu diharuskan (wajib), sunah,
atau haram untuk dikerjakan.
Menurut istilah, al-fiqh dalam pandangan az-Zuhaili, terdapat beberapa
pendapat tentang definisi fiqh. Abu Hanifah mendefinisikan sebagai berikut :[2]
Simpulan
Ushul fiqih mempunyai pengertian al-ushul berarti dalil-dalil fiqih,
seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain. Al-Fiqih
berarti pemahaman yang mendalam yang membutuhkan pengarahan potensi
akal.
Objek Kajian Ushul Fiqih menurut Al-Ghazali membahas tentang hukum
syara’, tentang sumber-sumber dalil hukum, tentang cara mengistinbatkan
hukum dan sumber-sumber dalil itu serta pembahasan tentang ijtihad.
Ruang lingkup ushul fiqih secara global adalah sumber dan dalil hukum
dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil
hukum tersebut dan lain-lain.
Sejarah perkembangan ushul fiqih terlihat pada masa ushul fiqih sebelum
dibukukan dan ushul fiqih sesudah dibukukan dan ushul fiqih pasca Syafi’i.
Tujuan dan urgensi ushul fiqih adalah mengemukakan syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’
secara tepat dan lain-lain.