Anda di halaman 1dari 14

Ushul Fiqh 1 (Definisi dan Faedah Ushul Fiqh)

June 16, 2009 at 8:50pm


Sesungguhnya Allah telah menjadikan syari'at Islam sebagai penutup segala syariat. Di antara
keistimewaan syariat Islam ini adalah kesempurnaannya dan kecakupannya terhadap solusi dari
seluruh masalah, serta manfaatnya untuk setiap tempat dan zaman.
Walaupun terdapat masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang baru dengan berkembangnya
tempat dan zaman, syariat Islam telah mencakup dan memberi solusinya. Yaitu dengan bersandar
kepada hukum-hukum dan kaidah-kaidah sebagai asas yang umum.
Allah ta'ala berfirman bahwa Al Qur'an telah menjelaskan segalannya:
"dan Kami turunkan Al Qur'an kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu" (QS An Nahl : 89)

Para ulama telah meletakkan kaidah dan asas untuk memahami nash Al Qur'an dan As Sunnah
serta cara istinbath (menyimpulkan hukum) dari dalil-dalil yang ada. Kaidah dan asas ini diambil
dari Al Qur'an dan As Sunnah serta ilmu bahasa arab, para ulama menamakannya "Ushul Fiqh".

Karena pentingnya pembahasan ushul fiqh ini, kami akan berusaha menerjemahkan matan
"Ushul min Ilmi Ushul" karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ' Utsaimin, secara berangsur.
Saya mempersilahkan jika ada teman-teman yang ingin diskusi, dan saya dengan senang hati jika
para ustadz atau tholabul ilmi di sini memberi ilmu tambahan, ataupun mengoreksi.
Berikut adalah part 1 dari kitab matan Ushul min Ilmi Ushul.

Definisinya:
Ushul fiqh dapat didefinisikan dari dua sisi,
Pertama:
Ditinjau dari sisi kedua kata (yang menyusunnya), yaitu kata ushul dan kata fiqh.
Adapun ushul (‫)أصول‬, merupakan jama’ dari ashl (‫)أصل‬, yaitu apa-apa yang menjadi pondasi
bagi yang lainnya. Oleh karena itu, ashl jidar (‫ )أصل الجدار‬artinya pondasi dinding, dan ashl
syajarah (‫ )أصل الشجرة‬artinya akar pohon.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit” (QS Ibrahim : 24).

Sementara fiqh, secara bahasa artinya pemahaman, berdasarkan firman Allah ta’ala, “dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka memahami perkataanku” (QS Thoha: 27-28)

Fiqh secara istilah artinya pengenalan terhadap hukum-hukum syar’i, yang sifatnya
amaliyah, dengan dalil-dalilnya yang detail.

Maksud perkataan kami “pengenalan” yaitu secara ilmu (yakin) dan zhon (dugaan), karena
pengenalan terhadap hukum-hukum fiqh terkadang menyakinkan dan terkadang bersifat dugaan
sebagaimana yang terdapat di banyak masalah-masalah fiqh.
Maksud perkataan kami “hukum-hukum syar’i” yaitu hukum-hukum yang didatangkan oleh
syari’at seperti wajib dan haram, maka tidak tercakup hukum-hukum akal (logika) seperti
mengetahui bahwa keseluruhan itu lebih besar dari sebagian, dan juga tidak mencakup hukum-
hukum kebiasaan, seperti mengetahui bahwa gerimis biasanya akan turun di malam yang dingin
jika cuacanya cerah.

Maksud perkataan kami “amaliyah” adalah perkara-perkara yang tidak berkaitan dengan
keyakinan (akidah), contoh “amaliyah” tersebut yaitu sholat dan zakat, maka fiqh tidak
mencakup perkara-perkara yang berkaitan dengan keyakinan seperti mentauhidkan Allah,
ataupun mengenal nama dan sifat-Nya, yang demikian itu tidak dinamakan fiqh secara istilah.

Maksud perkataan kami “dengan dalil-dalilnya yang detail” adalah dalil-dalil fiqh yang
berhubungan dengan masalah-masalah fiqh yang detail. Berbeda dengan ushul fiqh, karena
pembahasan di dalam ushul fiqh tersebut hanyalah dalil-dalil yang global.

Kedua:
Ditinjau dari sisi nama untuk cabang ilmu tertentu, maka ushul fiqh tersebut didefinisikan:
“ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang global dan cara menggunakannya serta
menentukan keadaan dari penentu hukum (mujtahid)”

Maksud perkataan kami “global” adalah kaidah-kaidah umum seperti perkataan “perintah
menuntut kewajiban”, “larangan menuntut keharaman”, “benar berkonsekuensi terlaksana”.
Ushul fiqh tidak membahas dalil-dalil yang detail, dan dalil-dalil yang detail tersebut tidak
disebutkan di dalamnya melainkan sebagai contoh terhadap suatu kaidah (umum).

Maksud perkataan kami “dan cara menggunakannya” adalah mengenal cara menentukan
hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya dari
umum dan khusus, mutlak dan muqoyyad, nasikh dan mansukh, dan lain-lain. Dengan mengenal
ushul fiqh maka dapat ditentukan hukum-hukum dari dalil-dalil fiqh.

Maksud perkataan kami “keadaan penentu hukum” yaitu mengenal keadaan mujtahid,
dinamakan penentu hukum karena dia dapat menentukan sendiri hukum-hukum dari dalil-
dalilnya sehinggga sampai ke tingkatan ijtihad. Mengenal mujtahid dan syarat-syarat ijtihad serta
hukumnya dan semisalnya dibahas di dalam ushul fiqh.

Faidah Ushul Fiqh:


Sesungguhnya ushul fiqh adalah ilmu yang mulia kedudukannya, sangat penting, dan
yang besar faedahnya, faedahnya adalah mengokohkan kemampuan bagi mujtahid
untuk menyimpulkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya di atas asas yang benar .

Orang yang pertama kali menjadikan ushul fiqh sebagai cabang ilmu yang tersendiri adalah
Imam Asy Syafi’i Muhammad bin Idris –rahimahullah-. Kemudian diikuti oleh para ulama,
mereka menulis tentang ushul fiqh dengan tulisan yang beraneka ragam, ada yang acak ada yang
teratur, ada yang ringkas ada yang panjang, sampai ushul fiqh ini menjadi cabang ilmu yang
tersendiri, yang memiliki keistimewaan.

Makalah Ushul Fikih-DEFINISI DAN TUJUAN USUL FIQH-

PENDAHULUAN
Sebagai hamba Allah yang beriman, sudah selayaknya kita mengerti dan
melaksanakan apa yang Allah kehendaki, sekaligus menjauhi apa yang tidak
diridhoi Allah. Untuk mengetahui dan melaksanakan kehendak Allah kita harus
mengetahui hukum Islam yang telah ada. Namun, hukum Islam menghadapi
tantangan lebih serius, terutama pada abad kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk menjawab berbagai permasalahan baru yang berhubungan dengan
hukum Islam, para ahli yang sudah tidak bisa lagi sepenuhnya mengandalkan ilmu
tentang fiqih, hasil ijtihad di masa lampau. Alasannya, karena ternyata warisan
fiqih yang terdapat dalam buku-buku klasik, bukan saja terbatas kemampuannya
dalam menjangkau masalah-masalah baru yang belum ada sebelumnya. Oleh
karena itu, umat Islam perlu mengadakan penyegaran kembali terhadap warisan
fiqih.
Dalam konteks ini, ijtihad menjadi sebuah kemestian dan metode ijtihad
mutlak harus dikuasai oleh mereka yang akan melakukannya. Metode ijtihad itulah
yang dikenal dengan ushul fiqih.
USHUL FIQIH
A.   Definisi Ushul Fiqh
1.  Definisi Ushul Fiqh dilihat dari sisi dua kata yang membentuknya.
Ushul Fiqh berasal dari bahasa Arab Ushul Al-Fiqh yang terdiri dari 2 kata,
yaitu al-Ushul al-Fiqh.
a.     Al-Ushul
Al-Ushul adalah jamak dari kata al-ashl, menurut bahasa berarti

‫ ما يبىن عليه غري ه‬landasan tempat membangun sesuatu. Menurut istilah,


seperti dikemukakan wahbah az-Zahuli, kata al-ashl mengandung beberapa
pengertian.
1)    Bermakna dalil, seperti dalam contoh

‫اال صل ىف و جو ب الصلو ة الكتا ب و السنة‬


“Dalil wajib sholat adalah al-qur’an dan sunnah”
2)    Bermakna kaidah umum satu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku pada
seluruh cakupan. Seperti contoh :

‫بين اال سال م علي مخسة خسة اصول‬


 “Islam di bangun di atas lima kaidah umum”.
3)    Bermakna Al-Rajih (yang lebih kuat dari beberapa kemungkinan). Contoh

‫اال صل يف الكال م احلقيقة‬


“Pengertian yang lebih kuat dari suatu perkataan adalah pengertian hakikatnya”.
4)    Bermakna asal’, tempat menganalogikan sesuatu yang merupakan salah satu dari
rukun qiyas. Misalnya, khamar merupakan asal’ (tempat mengkiaskan narkotika).
5)    Bermakna sesuatu yang diyakini bilamana terjadi keraguan dalam satu masalah.
Pengertian kata Al-Ashl’u yang dimaksud bila dihubungkan dengan makna
al-dalil. Dalam pengertian ini, maka kata ushul al-fiqh berarti dalil-dalil fiqih,
seperti al-qur’an, sunnah Rasulullah, Ijma’, qiyas, dan lain-lain.[1]    

b.    Al-Fiqh
Kata kedua yang membentuk istilah ushul al-fiqh adalah kata al-fiqh. Kata
al-fiqh menurut bahasa berarti pemahaman.
Fiqh adalah ilmu tentang (himpunan) hukum-hukum syara’ mengenai
perbuatan manusia ditinjau dari apakah perbuatan itu diharuskan (wajib), sunah,
atau haram untuk dikerjakan.
Menurut istilah, al-fiqh dalam pandangan az-Zuhaili, terdapat beberapa
pendapat tentang definisi fiqh. Abu Hanifah mendefinisikan sebagai berikut :[2]

‫معر قة النفس ما هلاو ما عليها‬


“Pengetahuan diri seseorang tentang apa yang menjadi hakikatnya, dan apa yang
menjadi kewajibannya atau dengan kata lain, pengetahuan seseorang tentang apa
yang  menguntungkan dan apa yang merugikan.”
Menurut ulama’ kalangan Syafi’iyah

‫العلم با ال حكام الشر عية العملية املكتسب من اد لتها التفصيلية‬


“Pengetahuan tentang hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan,
yang digali dari satu persatu dalilnya.”
Fiqh adalah hukum Islam yang tingkat kekuatannya hanya sampai Zhan,
karena di tarik dari dalil-dalil yang dzannya. Bahwa hukum fiqh itu adalah zhannya
sejalan pula dengan kata “al-muktasab” dalam definisi tersebut yang berarti
“diusahakan” yang mengandung pengertian adanya campur tangan akal pikiran
manusia dalam penarikannya dari al-qur’an dan sunnah Rasulullah.
Objek kajian ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf, ditinjau dari segi hukum
syara’ yang tetap baginya. Seorang faqih membahas tentang jual beli mukallaf,
sewa-menyewa, pegadaian, perwalian, shalat, puasa, haji, pembunuhan, qazhaf,
pencurian, ikrar dan wakaf yang dilakukan mukalaf, supaya mengerti tentang
hukum syara’ dalam segala perbuatan itu.
Maka tujuan ilmu fiqih adalah menerapkan hukum-hukum syariat terhadap
perbuatan dan ucapan manusia. Jadi, ilmu fiqih itu adalah tempat kembali seorang
mufti dalam fatwanya dan tempat kembali seorang mukallaf untuk mengetahui
hukum syara’ yang berkenaan dengan ucapan dan perbuatan yang muncul dari
dirinya.[3]

2.  Definisi Ushul al-Fiqh sebagai suatu disiplin ilmu.


Ushul al-fiqh adalah ilmu tentang( pemahaman) kaidah kaidah dan
pembahasan yang dapat menghantarkan kepada diperolehnya hukum-hukumsyara’
mengenai perbutan manusia dari dalil-dalilnya yang rinci.
Ushul fiqih secara istilah teknik hukum adalah:” ilmu tentang kaidah-kaidah
yang membawa kepada usaha merumuskn hukum syara’ dari dalilnya yang terinci
“atau dalam arti sederhana adalah:” kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya.”
Umpamanya dalam kitab-kitab fiqih ditemukan ungkapan, ”mengerjakan
sholat itu hukumnya wajib. ”wajibnyanya melakukan sholat itu disebut “ hukum
syara”.
          Tidak pernah tersebut dalam Al-Qur’an maupun hadits bahwa sholat itu
hukumnya wajib.yang tersebut dalam Al-Quran hanyalah perintah mengerjakan
sholat yang  berbunyi.

‫ ا قيمو الصال ة‬    


             Artinya”kerjakanlah sholat” 
            Ayat al-Quran yang mengandung perintah mengerjakan sholat itu
disebut”dalil syara”.Untuk merumuskan kewajiban sholat  yang disebut “hukum
syara” dari firmanAllah:

  ‫ الصال ة‬ ‫ ا قيمو‬    


            Yang disebut dalil syara itu ada aturanya dalam bentuk kaidah,
umpamanya: ”setiap perintah itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah
kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara
tersebut, itulah yang disebut ” ilmu ushul fiqh ”.[4]

          Perbedaan Fiqih dan Ushul fiqih


Dari penjelasan diatas dapat diketahui perbedaan ushul fiqih dan fiqih.Ushul
fiqih adalah pedoman atau aturan - aturan  yang membatasi dan menjelaskan cara-
cara yang harus diikuti oleh seorang faqih dalam usahanya menggali dan
mengeluarkan hukum syara dan dalilnya, sedangkan fiqih ialah hukum-hukum
syara” yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan yg sudah
ditentukan itu.[5]
Berbagai hal yang menjadi pembahasan seperti yang ditunjukkan oleh
definisi tersebut adalah:
a)     Tentang dalil-dalil fiqh secara global
Menurut istilah ushul fiqh, dalil berarti
‫ما ميكن بصحيح النظر فيه ا يل مطلو ب خربي‬
“Sesuatu yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan
seseorang kepada kesimpulan yang di cari”.
b)    Tentang cara mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya.
             Artinya”kerjakanlah sholat” 
            Ayat al-Quran yang mengandung perintah mengerjakan sholat itu
disebut”dalil syara”.Untuk merumuskan kewajiban sholat  yang disebut “hukum
syara” dari firmanAllah:

  ‫ الصال ة‬ ‫ ا قيمو‬    


            Yang disebut dalil syara itu ada aturanya dalam bentuk kaidah,
umpamanya: ”setiap perintah itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah
kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara
tersebut, itulah yang disebut ” ilmu ushul fiqh ”.

          Perbedaan Fiqih dan Ushul fiqih


Dari penjelasan diatas dapat diketahui perbedaan ushul fiqih dan fiqih.Ushul
fiqih adalah pedoman atau aturan - aturan  yang membatasi dan menjelaskan cara-
cara yang harus diikuti oleh seorang faqih dalam usahanya menggali dan
mengeluarkan hukum syara dan dalilnya, sedangkan fiqih ialah hukum-hukum
syara” yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan yg sudah
ditentukan itu.[6]
Berbagai hal yang menjadi pembahasan seperti yang ditunjukkan oleh
definisi tersebut adalah:
c)     Tentang dalil-dalil fiqh secara global
Menurut istilah ushul fiqh, dalil berarti
‫ما ميكن بصحيح النظر فيه ا يل مطلو ب خربي‬
“Sesuatu yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan
seseorang kepada kesimpulan yang di cari”.
d)    Tentang cara mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya.
Metode istinbat dibahas secara keseluruhan, membahas istinbat bilamana dalam
pandangan mujtahid terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lain.
e)     Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan
ijtihad, tentang ijtihad itu sendiri dan hal-hal yang menjadi lapangannya.

        Objek Kajian Ushul Fiqh


Dari definisi Ushul Fiqh menurut Abdullah bin Al-Baidlawi, dapat
dipaparkan tiga masalah pokok yang akan dibahas dalam ushul fiqh, yaitu tentang
sumber dan dalil hukum, tentang metode istinbat dan tentang ijtihad. Berpegang
pada pendapat Al-Ghazali, objek pembahasan ushul fiqh ada 4 bagian:
1.  Pembahasan tentang hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti
hakim, mahkumfih, dan mahkum alaih.
2.  Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
3.  Pembahasan tentang cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumber dalil itu.
4.  Pembahasan tentang ijtihad.
Meskipun yang menjadi objek bahasan ushul fiqh ada 4, namun wahbah az-
Zuhaili menjelaskan bahwa yang menjadi inti objek kajian ushul Fiqh adalah
tentang dua hal yaitu dalil-dalil secara global dan tentang al-ahkam (hukum-hukum
syara’) yang menjadi objek bahasan ushul fiqh adalah sifat-sifat esensial dari
berbagai macam dalil dalam kaitannya dengan penetapan sebuah hukum dan
sebaliknya segi sebagaimana tetapnya suatu  hukum dengan dalil.
B.   Ruang Lingkup Ushul Fiqh
Berdasarkan kepada beberapa definisi di atas, terutama definisi yang
dikemukakan oleh al-Baidhawi dalam kitab Nihayah al-Sul, yang menjadi ruang
lingkup kajian (maudhu’). Ushul fiqh, secara global adalah sebagai berikut :[7]
1.       Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
2.       Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3.       Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4.       Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat ( mujtahid ) dengan
berbagai permasalahannya.
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ( tanpa tahun, 1 : 8 ) ruang
lingkup kajian Ushul  fiqh ada 4, yaitu :[8]
1.       Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah / hasil ) yang
dicari oleh ushul fiqh.
2.       Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya ini
adalah mutsmir (pohon).
3.       Sisi penunjukkan dalil-dalil ( wujuh dalalah al-adillah ), karena ini adalah thariq
al-istitsmar ( jalan / proses pembuahan ). Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4, yaitu
dalalah bil manthuq ( tersurat ), dalalah bil mafhum ( tersirat ), dalalah bil dharurat
( kemadharatan ), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul ( makna rasional ).
4.       Mustamtsir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum
berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib
mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan
mujtahid serta sifat-sifat keduanya.
C.   Tujuan dan Urgensi Ushul Fiqih
Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa ushul fiqih merupakan salah satu
sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang dikehendaki
oleh Allah dan Rasul-Nya, baik yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah,
muamalah, uqubah (hukuman) maupun akhlak. Dengan kata lain, ushul fiqih
bukanlah sebagai tujuan melainkan hanya sebagai metode, sarana atau alat.
(Syafe’i, 1999 : 24).[9]
Tujuan ilmu ushul fiqih adalah menerapkan kaidah-kaidah nya dan teori-
teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukum syara’ yang
ditunjukki dalil itu.
Jadi berdasarkan kaidah kaidahnya dan bahasan-bahasanya,maka nash-nash
syara’ dapat dipahami dan hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta
sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran lafal, yang samar dapat diketahui.
Bahkan tujuan utama dari ushul fiqih adalah untuk mencapai dan
mewujudkan sesuatu yang dimaksud syara’. Ada ulama Yng berkata: ”Barang
siapa yang memelihara ushul, tentulah dia akan sampai kepada maksud. Dan
barang siapa memelihara Qawaid, tentulah dia akan mencapai maksud.[10]
Menurut Khudhari Bek (1994:15) dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan
ushul  fiqih sebagai berikut :
1.  Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar
mampu menggali hukum syara’ secara tepat.
2.  Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui
bermetode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan
berbagai persoalan baru yang muncul.
3.  Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum.
Ushul fiqih menjadi  tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4.  Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang
mereka gunakan.
5.  Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan
tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan
pendapatnya.[11]
Studi ushul fiqih baru terasa penting bilamana dihadapkan kepada masalah-
masalah baru yang hukumnya tidak terdapat dalam perbendaharaan fiqih lama.
Disamping itu, dengan maraknya para peminat hukum islam melakukan
perbandingan madzhab bahkan untuk mengetahui mana yang lebih kuat, serta
adanya upaya untuk memperbaharui hukum islam, akan semakin terasa betapa
pentingnya melakukan studi ushul fiqih.[12]
Dibawah ini akan dikemukakan beberapa manfaat penting studi ushul fiqih.
Beberapa manfaat mempelajari ushul fiqih, yaitu :
1.     Dengan mempelajari  ushul fiqih akan memungkinkan untuk mengetahui dasar-
dasar para mujtahid masa silam dalam membentuk pendapat fiqihnya.
2.     Dengan studi  ushul  fiqih seorang akan memperoleh kemampuan untuk
memahami ayat-ayat hukum dalam Al-qur’an dan hadits-hadits hukum dalam
sunah Rasulullah, kemudian mengistinbatkan hukum dari dua sumber tersebut.
3.     Dengan mendalami ushul fiqih seseorang akan mampu secara benar dan lebih baik
melakukan muqaramat al mazahib al-fiqhiyah.

D.   MATERI TAMBAHAN


Perbedaan antara hukum fiqih dengan hukum syariat:
a.     Hukum fiqih merupakan hukum yang ditetapkan dengsn ijma para ulama’ melalui 
ijtihad sedangkan  hukum syariat yaitu hukum yang sudah ditentukan oleh Allah
dalam Alquran tanpa adanya ijma para ulama. Misalnya: Didalam Al-quran telah
dijelaskan rukun-rukun wudhu, salah     satunya membasuh tangan hal ini
merupakan hukum syariat, sedangkan batas membasuh tangan hingga mana maka
hal ini merupakan kajian fiqih    yang ditentukan oleh para imam.
Kalau kita berbicara syariat yang dimaksud adalah wahyu Allah dan Sunah
Nabi Muhammad. Fikih terdapat dalam kitab-kitab fiqih, fiqih : pemahaman
manusia yang memenuhi syarat tentang syariat dan hasil pemahaman itu.
b.     Syariat besifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup  yang lebih luas karena
kedalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlaq. Fiqih bersifat
instrumental, ruang lingkupnya terbatas  pada hukum yang mengatur perbuatan
manusia, yang biasanya disebut perbuatan hukum.
c.      Syariat adalah ketetapan Allah dan ketetapan Rosul-Nya,karena itu berlaku abadi.
Fiqih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dai masa ke
masa.
d.     Syariat hanya satu,sedang fiqih mungkin lebih dari satu  seperti(misalnya)terlihat
pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau mazhab-
mazhab itu.
Syariat : semua ketetapan hukum yang ditentukan langsung oleh Allah yang
terdapat dalam alquran dan penjelasan Nabi Muhammad dalam kedudukan
beliausebagai Rosulloh yang dapat kita baca pada kitab-kitab hadits
Fiqih  : ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan oleh ijtihad para ahli
hukum islam.
PENUTUP

Simpulan
Ushul fiqih mempunyai pengertian al-ushul berarti dalil-dalil fiqih,
seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain. Al-Fiqih
berarti pemahaman yang mendalam yang membutuhkan pengarahan potensi
akal.
Objek Kajian Ushul Fiqih menurut Al-Ghazali membahas tentang hukum
syara’, tentang sumber-sumber dalil hukum, tentang cara mengistinbatkan
hukum dan sumber-sumber dalil itu serta pembahasan tentang ijtihad.
Ruang lingkup ushul fiqih secara global adalah sumber dan dalil hukum
dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil
hukum tersebut dan lain-lain.
Sejarah perkembangan ushul fiqih terlihat pada masa ushul fiqih sebelum
dibukukan dan ushul fiqih sesudah dibukukan dan ushul fiqih pasca Syafi’i.
Tujuan dan urgensi ushul fiqih adalah mengemukakan syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’
secara tepat dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai