Artinya : Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya memahami ayat – ayat
Allah ( QS. Al – A’raf / 7 : 179 )
1
Dalam hadis, kata fiqh terdapat dalam hadis di bawah ini :
Artinya : “ Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka ia diberikan pemahaman yang
mendalam tentang perkara agam “ ( HR. Bukhari Muslim )
Adapun menurut istilah, kata fiqh adalah ilmu halal dan haram, ilmu syariat dan
hokum sebagaimana dikemukakan oleh Al – Kassani. Namun yang lebih kuat dan
popular adalah definisi yang dikemukakan oleh Imam Syafi’I, sebagaimana dikutip
oleh Imam Subki dalam Jam’u al – Jawami’
B. Objek Kajian Ushul Fiqh
Untuk memahami secara mendalam tentang suatu disiplin ilmu perlu diketahui apa
yang menjadi objek pembahasannya dan dari sisi mana saja objek pembahasan ini
akan dikaji, demikian halnya dengan ilmu ushul fiqh.
Yang dimaksud dengan objek disini adalah maudhu’ ( materi ), pembahasan yang
menjadi kajian di bidang ilmu ushul Fiqh. Telah diketahui bahwa ushul fiqh berbeda
fiqh. Dengan demikian, yang menjadi objek pembahasan keduanya juga berbeda.
Objek pembahasan fiqh adalah pembuatan mukalaf ( Islam, baligh, dan berakal )
ditinjau dari hokum syara’ ( wajib,haram,dan mubah ). Maka seorang faqih akan
membahas tentang hokum jual beli mukalaf, puasanya, salatnya, hajinya, pencurianya,
dan sewa menyewanya. Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu ushul fiqh
ialah tentang dalil yang masih bersifat umum dilihat dari ketetapan hokum yang
umum pula. Dari objek pembahasan ini akan di bahas tentang macam – macam dalil,
syarat dan rukunnya, tingkatannya serta kehujahannya. Maka ahli ushul akan
membahas Al – Quran,Sunnah,ijma,qiyas serta kehujahannya, dalil ‘am dan yang
membatasinya,
Pendek kata objek pembahasan ushul fiqh itu, membahas semua perangkat yang
dibutuhkan oleh para faqih sehingga terhindar dari kesalahan dalam istinbat hukum.
Yang meliputi penjelasan tentang tertib sumber hukum, siapa yang menjadi sasaran
khitab hukum, siapa yang berhak untuk berijtihad dan siapa yang tidak
berhak,menjelaskan tentang kaidah kebahasan serta penerapannya sehingga seorang
faqih dapat mengeluarkan hukum dari nas.
Ulama ushul tidak membahas dalil – dalil yang bersifat juz’I ( parsial ) tidak pula
hukum yang juz’i. Ulama ushul hanya membahas dalil dan hukum yang bersifat kulli
( umum ) sehingga di susunlah kaidah – kaidah kulliyah. Sehingga ulama fiqh dapat
menerapkannya untuk memperoleh ketetapan hukum yang terperinci. Begitu pula
ulama fiqh tidak akan membahas dalil – dalil dan hukum yang bersifat kulli. Fiqh
hanya membahas dalil yang juz’I dan hukum juz’I pula.
2
C. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqh
Berikut ini akan ditampilkan beberapa rumusan tujuan mempelajari ilmu ushul fiqh
yang dikemukakan oleh ulama ushul, yaitu Abdul Wahab Khallaf, Wahbah Zuhaili,
dan Satria Effendi.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, mempelajari ilmu ushul fiqh memiliki tujuan antara
lain : “ mampu menerapkan kaidah terhadap dalil – dalil guna memperoleh hukum
syariat dan dapat memahami nas – nas syariat serta kandungan hukumnya.”
Menurut Satria Effendi, sedikitnya ada tiga tujuan penting mempelajari ushul fiqh:
a. Mengetahui dasar mujtahid masa silam dalam membentuk fiqh nya, sehingga
dapat diketahui kebenaran pendapat fiqh yang kembang.
b. Memahami ayat – ayat ahkam dan hadis ahkam dan mampu mengistinbat suatu
hukum yang berdasar kepada keduanya.
c. Mampu secara benar melakukan perbandingan mazhab fiqh, studi kompratif di
antara pendapat ulama fiqh dari berbagai mazhab.
Tujuan – tujuan mempelajari ushul fiqh hasil rumusan para ulama ushul di atas pada
klimaksnya bermuara kepada satu tujuan tertinggi, yaitu memihara agama Islam dari
penyimpangan dan penyalahgunaan dalil – dalil syara’, sehingga terhindar dari
kecerobohan yang menyesatkan.
D. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh
Dari uraian yang cukup panjang tentang pembahasan fiqh dan ushul fiqh pada
subbahan sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka dapat diketahui secara jelas
bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang memiliki ciri khas yang membedakannya dengan
fiqh. Perbedaan ini dapat di lihat dalam poin – poin berikut ini.
a. Dilihat dari objek pembasannya, ilmu ushul fiqh membahas tentang kaidah –
kaidah yang bersifat umum ( kulli ) dan hukum yang bersifat umum. Adapun yang
menjadi objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’I, sehingga
menghasilkan hukum juz’I pula yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf.
b. Dilihat dari tujuan yang hendak di capai, ushul fiqh bertujuan untuk dapat
menerapkan kaidah – kaidah yang bersifat kulli terhadap nas – nas syariat
sedangkan ilmu fiqh bertujuan untuk menerapkan hukum syariat terhadap
perbuatan dan ucapan mukalaf.
c. Ushul fiqh merupakan dasar pijakan bagi ilmu fiqh, sedangkan fiqh merupakan
hasil / produk dari ushul fiqh. Dengan kata lain dari ushul fiqh akan melahirkan
fiqh.
3
d. Dilihat dari sifatnya, ushul fiqh lebih bersifat kebahasan ( teoretis ) sedangkan
fiqh lebih bersifat praktis.
Menurut Abu Zahra munculnya ilmu ushul fiqh berbarengan dengan ilmu
fiqh, meskipun ilmu fiqh lebih dahulu dibukukan sebelum nya. Karena
menurutnya fiqh sebagai produk tidak mungkin terwujud tanpa adanya
metodologi istinbat. Dan metode istinbat ini sendiri adalah inti dari bagian
ushul fiqh.
b. Masa Tabi’in
Setelah selesai periode sahabat maka muncul periode berikutnya, yaitu
masa tabi’in serta imam – imam mujtahid sekitar abad kedua dan ketiga
hijriah. Pada masa ini Daulah Islamiyah sudah semakin berkembang dan
banyak muncul kejadiaan baru. Berbagai kesulitan, perselisihan dan
pandangan serta pembangunan material dan spiritual satu per satu
bermunculan. Semua persoalan ini menambahkan beban kepada imam
mujtahid untuk membuka cakrawala yang lebih luas terhadap lapangan
ijtihad yang membawa konsekuensi semakin meluasnya lapangan hukum
syariat Islam ( hukum fiqh ) dan hukum beberapa peristiwa yang masih
bersifat kemungkinan ( prediksi ). Sumber yang mereka gunakan pada
4
periode ini adalah sumber hukum pada dua periode sebelumnya ( periode
Nabi dan sahabat ). Jadi sumber hukum fiqh pada masa periode ini terdiri
dari hukum Allah ( Al – Quran ), Rasul – Nya ( hadis ), fatwa dan
keputusan sahabat Rasul serta fatwa mujtahidin.
Imam Malik Bin Anas dalam ijtihadnya juga memiliki metode yang jelas,
seperti terlihat pada sikapnya dalam mempertahankan praktik ahli
Madinah sebagai sumber hukum. Satu hal penting yang perlu dicatat
bahwa sampai pada masa Imam Malik ilmu ushul fiqh belum dibukukan
secara sistematis. Imam Malik sendiri tidak meninggalkan karyanya
dalam bidang ushul fiqh.
Sebelum Imam Syafi’i, tercatat orang yang pertama kali menghimpun kaidah
yang bercerai – berai dalam satu kumpulan adalah Imam Abu Yusuf seorang
5
pengikut Imam Abu Hanifah. Tetapi kumpulan ini tidak sampai pada
kita.Masa pembukuan ushul fiqh yang dilakukan oleh Imam Syafi’I seperti
menjelaskan di atas berbarengan dengan masa perkembangan ilmu
pengetahuan keislaman yang di sebut dengan masa keemasan Islam yang di
mulai dari masa Harun Al – Rasyid ( 145 H -193 H ) Khalifah ke 5 dinasti
Abbasyiah dan kemudian dilanjutkan lebih maju lagi oleh putranya bernama
Al – Ma’mun ( 170 H – 218 H ).
KESIMPULAN
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ushul fiqh ialah ilmu yang mengkaji
tentang dalil fiqh berupa kaidah untuk mengetahui cara penggunaanya,
mengetahui keadaan orang yang menggunakannya ( mujtahid ) dengan tujuan
mengeluarkan hukum amali ( perbuatan ) dari dalil – dalil secara terperinci
dan jelas.