Anda di halaman 1dari 12

DEFINISI USHUL FIQH

MARET 29, 2013 BY ANSYORIMUHAMMAD

1. I. fiqih

Definisi dan Pengertian ushul

Pada dasarnya, istilah ushul fiqih mempunyai dua makna terminologis, yaitu terminology ahli fiqih (at tariff al idafi) dan terminology ajli ushul yaitu (at-tarif al-laqabi). Tarif idafi ushul fiqih artinya dalil dalil fikih atau sumber sumber fikih. Adapun at-tarif al-laqabi ushul fikih artinya kaidah kaidah yang menjadi sarana istinbat hukum syari dari sumber sumbernya yang terperinci. Istilah ushul fiqih berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu ushul, bentuk jamak dari asl dan al-fiqh. Asl secara etimologis memiliki arti pangkal (asl),sumber (mansya), pokok,induk,sentarl,lawan dari cabang (muqabil al-far), asas, sebab keturunan dan orang tua atau ayahnya. Sedangkan secara etimologis, kata fiqh digunakan untuk menyebut pemahaman yang mendalam terhadap suatu ilmu, tidak sekedar tahu saja. Karenanya, setiap faqih dapat dipastikan alim, tetapi tidak semua alim adalah faqih . pada umumnya, istilah fiqh digunakan dalam bidang ilmu-ilmu agama, karena disiplin ilmu agama dinilai lebih mulia dan utama dibandingkan disiplin ilmu lainya. Jumhur ulama ushul fiqh mendefinisikanya sebagai himpunan kaidah(norma-norma)yang berfungsi sebagai alat penggalian syara dari dalil dalilnya. Pendapat ini dikemukakan oleh syekh Muhammad Al-Khudhary Beik,seorang guru besar universitas Al-Azhar kairo. Adapun Kamaludin Ibnu Humam dari kalangan ulama Hanafiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai pengetahuan tentang kaidah kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqh. Pengertian ushulfiqh di atas memiliki penekanan yang berbeda. Menurut ulama Syafiiyaah,objek kajian ushul fiqh adalah dalil dalil yang bersifat ijmali(global) bagaimana cara men-instinbath hukum; syarat orang yang menggali hukum, atau syarat syarat seorang mujtahid . Hal itu berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh jumhur ulama,yang menekankan pada operasional ataj fungsi ushul fiqh itu sendiri,yaitu proses penggunaan kaidah kaidah ushul fiqh dalam menggali hukum syara.

Penggalian hukum islam dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan konstekstual. Dalam istilah lain dalam dapat dikatakan sebagai pendekatan yang menitik beratkan maksud maksud syariat atau maqasid yang menjadi roh hukum itu sendiri. Rachmat SyafiI mengatakan bahwa pendekatan esensial atau substantive sering munggunakan kaidah fiqiyah sebagai kerangka teoritis yang mengandung kandungan hukum yang terdapat dalam dalil-dalil kully Dalil hukum syara yang yang dimaksudkan adalah hujjah syariyah yang dapat bersifat riwayah maupundirayah. Dalam realitasnya,semua praktik keseharian atau amaliyah syariyah yang dilaksanakan oleh umat islam wajib didasarkan dalil dalil tertentu. Ibadah kepada Allah, misalnya shalat, pelaksanaanya wajib didasarkan oleh dalil dalil, baik perintah yang menetapkan hukum wajib maupun yang hukumnya sunnat. Demikian pula, dalam ibadah muamalah,tidak semuanya dibolehkan. Hal tersebut karena dari berbagai jenis kemuamalahn, ada dalil dalil yang melarang perbuatan tertentu dengan kedudukan hukum yang jelas, misalnya hukumnya haram. 1. II. Objek kajian ilmu ushul fiqh

Dalam ilmu ushul fikih perihal tentang objek kajiannya para ulama dalam hal ini ada yang berbeda pendapat dalam memberikan titik tekan terhadap objek kajian ilmu ushul fikih. Miaslnya, al Amidi lebih menekankan pada aspek dalil, macam-macam, tingkatan, dan cara pengeluaran hokum darinya. Menurut Abu Zahrah, objek ilmu ushul adalah keterangan ynag menjelaskan tentang metode istinbat hukum. Namun demikian, semua pendapat akhirnya bermuara pada objek kajian yang sama yaitu dalili-dalil hukum, macam-macam, tingkata, dan metode pengeluaran hukum darinya. Al-Ghazali membagi ilmu ushul fikih menjadi empat objek utama dengan analogi sebuah pohon yang terdiri atas unsure-unsur berikut : 1. Buah (as tsamrah) Yang dimaksud dengan buah ilmu ushul fiqih adalah hasil kegiatan ijtihad atau istinbat hukum. 1. Pohon (al musmir) Yang dimaksud pohon ialah sumber-sumber hukum yang berkaita dengan macam-macam, tingkatan,definisi dan hakikatnya, nilai otensitas dan otoritasnya. Abdullah Wahab khallaf membagi sumber-sumber hokum menjadi 2 kelompok yaitu:

(1). Sumber hokum yang disepakati, yaitu al quran,sunnah,ijma, dan qiyas. (2). Sumber hokum yang diperselisihkan, yaitu isttihsan,masalih,istislah,Zariah, urf, istishab, mazhab sahabi, syaru man qablana. 1. Cara menanam dan memetik (turuq al istismar) Yaitu metode istinbat hokum dari sumber-sumber aslinya. Dalam kajian ini ada tiga metode pokok, yaitu : (1). Metode lugawi (bahasa) yang mana metode istinbatnya menggunakan kaidah-kaidah bahasa. (2). Talili (kausasi) yaitu metode istinbat dengan menerapkan teori qiyas dan istihsan. (3). Istislahi (teleologis) yaitu metode istinbat dengan menerapkan teori maslahat mursalah. 1. Penanam (al musmir) Yang dimaksud ialah mujtahid yaitu orang yang mempunyai otoritas untuk melakukan ijtihad atau al faqih (orang yang paham). 1. III. Kegunaan

Adapun kegunaan lain dari ilmu-ilmu ushul fiqih diantaranya : 1. Dengan mengetahui ushul fiqih, kita akan mengetahui dasar-dasar dalam berdalil, dapat menjelaskan mana saja dalil yang benar dan mana saja dalil yang palsu. Dalil yang benar adalah apa yang ada di dalam al-quran, hadist rosulullah serta perkataan para sahabat, sedangkan dalil-dalil yang palsu adalah seperti apa yang didakwahkan oleh kaum syiah, dimana mereka mengatakan bahwa mimpi dari seorang yang mereka agungkan adalah dalil. Atau juga kelompok lain yang mengatakan bahwa perkataan para tabiin adalah dalil, ini merupakan dalil yang palsu yang dapat merusak syariat islam yang mulia ini 2. Dengan ushul fiqih, kita dapat mengetahui cara berdalil yang benar, dimana banyak kaum muslimin sekarang yang berdalil namun dengan cara yang salah. Mereka berdalil namun dalil yang mereka gunakan tidaklah cocok atau sesuai dengan pembahasan yang dimaksudkan, sehingga pemaknaan salah dan hukum yang diambil menjadi keliru. Seperti halnya mereka menghalalkan maulid nabi dengan dalil sunnahnya puasa senin, yang mana ini sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa itu adalah salah?? Yakni dengan mempelajari ushul fiqih.

3. Ketika pada jaman sekarang timbul perkara-perkara yang tidak ada dalam masa nabi, terkadang kita bingung, apa hukum melaksanakan demikian dan demikian, namun ketika kita mempelajari ushul fiqih,kita akan tahu dan dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan di dalam al-quran dan hadits. Seperti halnya penggunaan komputer, microphone dll. 4. Dalam ushul fiqih akan dipelajari mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syaratsyaratnya serta adab-adabnya. Sehingga fatwa yang diberikan sesuai dengan keadaan dari yang ditanyakan. 5. Dengan mempelajari ushul fiqih, kita dapat mengetahui sebab-sebab yang menjadikan adanya perselisihan diantara para ulama dan juga apa alasan mereka berselisih, sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti maksud dari perbedaan pendapat tersebut, yang akhirnya kita bisa berlapang dada terhadap perbedaan pendapat yang terjadi, bukannya saling mengejek dan menjatuhkan satu sama lainnya. 6. Ushul fiqih dapat menjauhkan seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau guru-gurunya. Begitu pula dengan ushul fiqih seseorang tidak menjadi taklid dan ikutikutan tanpa mengetahui dalil-dalilnya. 7. Ushul fiqih dapat menjaga aqidah islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang menyimpang. Sehingga ushul fiqih merupakan alat yang bermanfaat untuk membendung dan menangkal segala bentuk kesesatan. 8. Ushul fiqih menjaga dari kebekuan agama islam. Karena banyak hal-hal baru yang belum ada hukumnya pada jaman nabi, dengan ushul fiqih, hukum tersebut dapat diketahui. 9. Dalam ushul fiqih, diatur mengenai cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui, tidak semata-mata pendapatnya masing-masing. Sehingga dengan hal ini, debat kusir akan terhindari dan jalannya diskusi dihiasi oleh ilmu dan manfaat bukannya dengan adu mulut. 10. Dengan ushul fiqih, kita akan mengetahui kemudahan, kelapangan dan sisi-sisi keindahan dari agama islam.

1. IV. 2. A.

KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQIH Al amru dan An nahyu

Pembahasan Al amru dalam pasal ini hanya meliputi pengertiandan beberapa lahkaidah tentang Al amru.

1. Pengertian Al amru Al amru artinya menurut bahasa adalah perintah,suruhan,tuntutan. Al amru yang dimaksudkan dalam istilah ushul fiqih adalah: Satu tuntutan untuk mengerjakan (atau berbuat sesuatu) dari jurusan yang lebih tinggi terhadap yang lebih rendah. Contoh: seorang bapak memerintahkan pada anaknya untuk membersihkan kamar. Dalam hal ini adalah ayah kedudukanya lebih tinggi daripada anak. 1. Pengertian An nahyu An nahyu atau nahi, artinya menurut bahasa adalah larangan,tegahan atau yang terlarang. An nahyu menurut pengertian yang dimaksudkan oleh ahli ushul fiqih. Tuntutan untuk tidak mengerjakan (mengerjakan)sesuatu dari pihak yang lebih tinggi terhadap yang lebih rendah.

1. B.

Al Am dan Al-Khas

a.Pengertian Al-am Al-am artinya adalah umum. Maksudnya, mencakupnya sesuatu perkara terhadap yang berbilang-bilang,seperti perkataan, berita itu telah diumumkan. Yang maknanya adalah telah meliputi semua orang. Al-am menurut istilah ushul fiqih adalah: lafaz yang mencakup akan semua apa saja masuk padanya dengan satu ketetapan dan sekaligus.

Maksudnya lafaz Am itu adalah lafaz yang mencakup seluruh afrad-afrad yang terkandung didalamnya, seperti lafaz laki-laki dalam lafaz tersebut mencakup semua laki-laki. b.Pengertian Al-khas Khas adalahisim fail yang berasal dari kata kerja: , , , yang mengkhususkan atau yang menentukan Dalam istilah ushul fiqih yang dimaksudkan dengan khas adalah:

Sesuatu yang tidak mencapai sekaligus dua atau lebih tanpa batas. C.MUTLAQ DAN MUQAYYAD

1.Pengertian mutlaq dan muqayyad Mutlak artinya terlepas,tidak terbatas, dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah ilmu ushul fiqih mutlak adalah:

lafaz yang menunjukan sesuatu hakikat,tanpa ada satu ikatan dari (beberapa) ikatanya.

muqayyad artinya mengikat,yang membatasi, dan lain-lain. Sedanglan menurut istilah ilmu ushul fiqih muqayyad adalah:

lafaz yang menunjukan sesuatu hakikat,dengan satu ikatan dari (beberapa)ikatanya.

D.MANTUQ DAN MAFHUM

1.Pengertian mantuq dan mafhum Mantuq artinya adalah yang diucapkan,yang tersurat atau teks,dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah ilmu ushul fiqih adalah:

sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz sesuai dengan teks ucapan itu.

Mafhum artinya adalah yang dipaham,dan tersirat. Sedangkan menurut istilah ushul fiqih mafhum adalah:

sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz diluar teks ucapan itu

E. AL-MUJMAL dan AL-MUBAYYAN

1.Pengertian Al-mujmal dan Al-Mubayyan Arti Al-mujmal menurut bahasaadalah kabur atau tidak jelas,samr-samar. Maksudnya suatu perkara atau lafaz yang tidak jelas atau hal-hal yang memerlukan penjelasan. Sedangkan Al-mujmal menurut istilah ushul fiqih adalah:

lafaz atau mantuq yang memerlukan bayan(penjelasan).

Arti Al-mubayyan menurut bahasa adalah yang menjelaskan. Maksudnya adalah suatu lafaz yang mengandung penjelasan.

Sedangkan al-mubayyan menurut istilah ushul fiqih adalah:

Mengeluarkan sesuatu dari bentuk yang musykil(kabur)kepada bentuk yang terang. Jadi ringkasnya bayan adalah penjelasan atau yang menjelaskan, sedangkan mujmal adalah yang dijelaskan. F. MURADIF dan AL-MUSYTARAK 1.Muradif Muradif menurut bahasa artinya adalah membonceng/ikut serta. Sedangkan muradif menurut istilah ushul fiqih adalah: beberapa lafaz terpakai untuk satu makna. 2.Al-musytarak Musytarak artinya menurut bahasa adalah berserikat,berkumpul Sedangkan musytarak menurut istilah ushul fiqih adalah: lafaz yang dibentuk untuk dua arti atau lebih yang berbeda-beda. Sebagai contoh misalnya lafaz Quru yang terdapat dalam firman Allah yang berbunyi: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)tiga kali Quru. (Q.S Al-baqarah:228) G. AL-DZAHIR dan AL-TAKWIL 1.Al-dzahir Artinya menurut bahasa adalah terang,jelas,nyata,dan lain-lain. Sedangkan dzahir menurut istilah ushul fiqih adalah Keragu-raguan diantara dua perkara atau dua lafaz sedang salah satunya adalah lebih jelas. 2.Takwil

Takwil menurut bahasa adalah kembali,pulang,atau paling. menenangkan makna lafaz dari makna dzahir kepada makna yang memungkinkan untuknya berdasarkan dalil/alasan.

H. AL-NASIKH dan AL-MANSUKH 1.Pengertian Nasikh dan Mansukh Kalimat An-nasikh berasal dari kata kerja nasakh artinya menghapus,dalam ilmu Nahwu kedudukanya adalah isim faail(pelaku), artinya yang menghapus,yang menghilangkan,yang mencatat atau berubah. Sedangkan al-mansukh dalam ilmu nahwu kedudukanya adalah sebagai ism maful (penderita atautujan), artinya adalah yang dihapus,yang dihilangkan,yang dicatat atau yang di rubah. 1. V. Kaidah Fiqhiyah:

Dalam hal ini yang dijadikan contoh adalah kaidah asasiah yang merupakan 5 (panca kaidah) yang digali dari sumber-sumber , baik dari Al-Quan dan As-Sunnah maupun dalil-dalil Istinbath, karena itu setiap kaidah didasarkan pada nash-nash pokok yang dapat dinilai sebagai standar fiqh. 1. Kaidah yang berkaitan dengan fungsi tujuan. Teks Kaidah :

Segala urusan tergantung kepada tujuannya. Hal ini didasarkan pada nash Firman Allah SWT : 5 : [.. ] Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan kepada-Nya agama yang lurus

Sabda Nabi SAW : Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah apa yang ia niati. Tujuan utama disyariatkan niat adalah untuk membedakan antara perbuatan-perbuatan ibadah dengan perbuatan adat dan untuk menentukan tingkat ibadah satu sama lain. Contoh : Mandi dan wudhu yang disertakan dengan niat beribadah berbeda dengan mandi dan mencuci muka yang menurut kebiasaan untuk membersihkan badan atau muka. Menyerahkan harta kepada fakir miskin iika tidak dibarengi denganv niat zakat, sedekah atau tebusan sumpah yang dilanggar maka itu merupakan sumbangan social.

Adapun kaidah yang Berkenaan Dengan Niat adalah : Sesungguhnya (amalan) yang tidak diisyaratkan untuk dijelaskan, baik secara global maupun tafshili, apabila kemudian dipastikan dan ternyata salah maka kesalahannya tidak membahayakan (tidak membatalkan). Misalnya dalam shalat tidak diisyaratkan niat menetukan bilangan rakaat, udian musholli niat shalat maghrib dengan 4 rakaat dan pelaksanaannya tetap taat maka shalatnya tetap sah. 1. Kaidah yang Berkenaan Dengan Keyakinan. Teks Kaidah : Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan. Dasar Kaidahnya adalah, sabda Nabi Muhammad saw : Artinya : Apabila seorang diantara kalian menemukan sesuatu didalam perut kemudian sangsi apakah telah keluar sesuatu dari perutnya atau belum, maka janganlah keluart dari mesjid sehingga mendengar suara atau mendapatkan baunya.

Misalnya ada dua orang yang mengadakan utang piutang, dan keduanya berselisih apakah utangnya sudah dibayar atau belum, sedang pemberi utang bersumpah bahwa utang itu belum dilunasi, maka sumpah pemberi utang itu akan dimenangkannya karena yang demikian itu yang yakin menurut kaidah diatas. Dan hal itu dapat berubah jika yang utang dapat rnemberikan bukti bukti baru atas pelunasan utangnya. 1. Kaidah yang Berkenaan Dengan Kondisi Menyulitkan. Teks kaidahnya : Kesukaran itu dapat menarik kemudahan.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw :

Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah agama yang benar dan mudah . (H.R.Bukhari).

Allah SWT memiliki kekuasaan yang tiada tara, dengan kekuasaan-Nya itu Dia mampu menundukkan ketaatan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Agar dalam realisasi penghambaan itu tidak terjadi kekeliruan maka Dia membuat aturan-aturan khusus yang disebut sebagani syariah demi kemaslahatan mausia itu sendiri. Syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki seorang hamba, karena pada dasarnya syari ah itu bukan untuk kepentingan Tuhan melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Allah SWT. Berfirman, Allah tidak membebani seseorang kecuali dalam batas kesanggupan.

1. Kaidah yang Berkenaan Dengan Kondisi Membahayakan. Kaidahnya :

Apabila suatu perkara itu sempit maka hukumnya menjadi luas, sebaliknya jika suatu perkara itu luas maka hukumnya menjadi sempit. Misalnya, pada dasarnya seorang saksi adalah laki-laki yang terpercaya, namun bita tiada lakilaki sama sekali maka boleh digantikan pada wanita. Contoh lain, Misalnya seseorang di hutan tiada makanan sama sekali kecuali ada babi hutan dan bila ia tidak makan menjadi mati, maka babi hutan itu boleh dimakan sebatas keperluannya.

e. Kaidah yang Berkenaan Dengan Adat Kebiasaan.

Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw, Apa yang dipandang baik oleh muslim maka baik pula disisi Allah. Contohnya : hukum syariah menetapkan hukum mahar dalam perkawinan namun tidak ada kejelasan berapa banyak ketentuan mahar itu, maka ketentuannya dikembalikan pada kebiasaan.
http://ansyorimuhammad.wordpress.com/2013/03/29/definisi-ushul-fiqh/\

Anda mungkin juga menyukai