Anda di halaman 1dari 14

HADIS TENTANG LARANGAN MEMINTA-MINTA

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas


Dalam Mata Kuliah Hadis Ahkam

OLEH: KELOMPOK 04
Ilhami Khairi :11511103488
Nopri Susandi :11511101413
Rahman :11511103874

DOSEN PENGAMPU
Dr. H. Muhammad Syaifudin, M.Ag

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM LOKAL FIQIH VI-A


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2018
A. TEKS HADIS

ِ ‫اء ب ِْن يَ ِزيدَ اللَّ ْي ِثي‬ ِ ‫ط‬ َ ‫ع‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫ع ْن اب ِْن ِش َها‬ َ ٌ‫ف أ َ ْخبَ َرنَا َما ِلك‬ َ ‫س‬ ِ َّ ُ ‫َحدَّثَنَا َع ْبد‬
ُ ‫َّللا ب ُْن يُو‬
ِ َّ ‫سو َل‬
‫َّللا‬ ُ ‫سأَلُوا َر‬ َ ‫ار‬ ِ ‫ص‬ َ ‫سا ِم ْن ْاْل َ ْن‬ ً ‫َّللاُ َع ْنهُ إِ َّن نَا‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫س ِعي ٍد ْال ُخد ِْري ِ َر‬ َ ‫ع ْن أَبِي‬ َ
‫طا ُه ْم َحتَّى َن ِفدَ َما‬ َ
َ ‫سألوهُ فَأ ْع‬ ُ َ ُ
َ ‫طا ُه ْم ث َّم‬ َ
َ ‫سألوهُ فَأ ْع‬ ُ َ ُ
َ ‫طا ُه ْم ث َّم‬ َ َّ
َ ‫سل َم فَأ ْع‬ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ َ
ْ‫َّللاُ َو َمن‬ َّ
َّ ُ‫ف يُ ِعفه‬ ْ
ْ ‫عنك ْم َو َمن يَ ْستَ ْع ِف‬ ُ ْ َ ْ َ ْ
َ ُ‫ون ِعندِي ِمن َخي ٍْر فَلن أد َِّخ َره‬ ْ ُ
ُ ‫ِع ْندَهُ فَقا َل َما يَك‬
َ
‫س َع ِم ْن‬ َ ‫طا ًء َخي ًْرا َوأ َ ْو‬ َ ٌ‫ي أ َ َحد‬
َ ‫ع‬ َ ‫ْط‬ ِ ‫َّللاُ َو َما أُع‬
َّ ُ‫ص ِب ْره‬ َ ُ‫صب َّْر ي‬َ َ‫َّللاُ َو َم ْن َيت‬َّ ‫َي ْست َ ْغ ِن يُ ْغ ِن ِه‬
(Bukhari 1469) ‫صب ِْر‬ َّ ‫ال‬
ada padaku dari kebaikan (harta) sekali-kali tidaklah aku akan
meyembunyikannya dari kalian semua. Namun barangsiapa yang menahan
(menjaga diri dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya dan
barangsiapa yang meminta kecukupan maka Allah akan mencukupkannya dan
barangsiapa yang mensabar-sabarkan dirinya maka Allah akan memberinya
kesabaran. Dan tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang
yang lebih baik dan lebih luas daripada (diberikan) kesabaran".

B. MUFRADAT HADIS
َ‫نَ ِفد‬ : habis
ُ‫أَد َِّخ َره‬ : meyembunyikannya
‫يَ ْست َ ْغ ِن‬ : meminta kecukupan
‫ف‬ ْ ‫َي ْست َ ْع ِف‬ : yang menahan (menjaga diri dari meminta-minta)
‫ي‬َ ‫ْط‬ِ ‫أُع‬ : pemberian
َ ‫أ َ ْو‬
‫س َع‬ : lebih luas
C. TERJEMAH

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan


kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari 'Atha' bin Yazid Al Laitsiy dari Abu
Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu bahwa ada beberapa orang dari kalangan
Anshar meminta (pemberian shodaqah) kepada Rasulullah `, maka Beliau
memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu Beliau memberi. Kemudian
mereka meminta kembali lalu Beliau memberi lagi hingga habis apa yang ada
pada Beliau. Kemudian Beliau bersabda: "Apa-apa yang ada padaku dari
kebaikan (harta) sekali-kali tidaklah aku akan meyembunyikannya dari kalian
semua. Namun barangsiapa yang menahan (menjaga diri dari meminta-minta),
maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan maka
Allah akan mencukupkannya dan barangsiapa yang mensabar-sabarkan

1
dirinya maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada suatu
pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas
daripada (diberikan) kesabaran".

D. PENJELASAN
1. Definisi Minta-Minta (Mengemis)

Minta-minta atau mengemis adalah meminta bantuan, derma,


sumbangan, baik kepada perorangan atau lembaga. Mengemis itu identik
dengan penampilan pakaian serba kumal, yang dijadikan sarana untuk
mengungkapkan kebutuhan apa adanya. Hal-hal yang mendorong seseorang
untuk mengemis –salah satu faktor penyebabnya- dikarenakan mudah dan
cepatnya hasil yang didapatkan. Cukup dengan mengulurkan tangan kepada
anggota masyarakat agar memberikan bantuan atau sumbangan.

2. Faktor-Faktor Yang Mendorong Seseorang Untuk Mengemis Dan


Minta-Minta

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang mencari bantuan atau


sumbangan. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat permanen, dan ada pula
yang bersifat mendadak atau tak terduga. Contohnya adalah sebagai berikut:

a. Faktor ketidakberdayaan, kefakiran, dan kemiskinan yang dialami oleh


orang-orang yang mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan
keluarga sehari-hari. Karena mereka memang tidak memiki gaji tetap,
santunan-santunan rutin atau sumber-sumber kehidupan yang lain.
Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian
khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang. Sama
seperti mereka ialah anak-anak yatim, orang-orang yang menyandang
cacat, orang-orang yang menderita sakit menahun, janda-janda miskin,
orang-orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup bekerja, dan
selainnya.
b. Faktor kesulitan ekonomi yang tengah dihadapi oleh orang-orang yang
mengalami kerugian harta cukup besar. Contohnya seperti para

2
pengusaha yang tertimpa pailit (bangkrut) atau para pedagang yang jatuh
bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total. Mereka ini juga
orang-orang yang memerlukan bantuan karena sedang mengalami
kesulitan ekonomi secara mendadak sehingga tidak bisa menghidupi
keluarganya. Apalagi jika mereka juga dililit hutang yang besar sehingga
terkadang sampai diadukan ke pengadilan.
c. Faktor musibah yang menimpa suatu keluarga atau masyarakat seperti
kebakaran, banjir, gempa, penyakit menular, dan lainnya sehingga
mereka terpaksa harus minta-minta.
d. Faktor-faktor yang datang belakangan tanpa disangka-sangka
sebelumnya. Contohnya seperti orang-orang yang secara mendadak harus
menanggung hutang kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya,
menanggung anak yatim, menanggung kebutuhan panti-panti jompo, dan
yang semisalnya. Mereka ini juga adalah orang-orang yang membutuhkan
bantuan, dan biasanya tidak punya simpanan harta untuk membayar
tanggungannya tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain yang kaya,
atau tanpa berusaha mencarinya sendiri walaupun dengan cara mengemis.
3. Jenis-Jenis Peminta-Minta (Pengemis)

Ketika kita membahas tentang fenomena pengemis dari kacamata


kearifan, hukum, dan keadilan, maka kita harus membagi kaum pengemis
menjadi dua kelompok:

a. Kelompok pengemis yang benar-benar membutuhkan bantuan


Secara riil (kenyataan hidup) yang ada para pengemis ini memang benar-
benar dalam keadaan menderita karena harus menghadapi kesulitan
mencari makan sehari-hari.
Sebagian besar mereka ialah justru orang-orang yang masih
memiliki harga diri dan ingin menjaga kehormatannya. Mereka tidak
mau meminta kepada orang lain dengan cara mendesak sambil mengiba-
iba. Atau mereka merasa malu menyandang predikat pengemis yang

3
dianggap telah merusak nama baik agama dan mengganggu nilai-nilai
etika serta menyalahi tradisi masyarakat di sekitarnya.
b. Kelompok pengemis gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan
tipu muslihat.
Selain mengetahui rahasia-rahasia dan trik-trik mengemis, mereka
juga memiliki kepiawaian serta pengalaman yang dapat menyesatkan
(mengaburkan) anggapan masyarakat, dan memilih celah-celah yang
strategis. Selain itu mereka juga memiliki berbagai pola mengemis yang
dinamis, seperti bagaimana cara-cara menarik simpati dan belas kasihan
orang lain yang menjadi sasaran. Misalnya di antara mereka ada yang
mengamen, bawa anak kecil, pura-pura luka, bawa map sumbangan yang
tidak jelas, mengeluh keluarganya sakit padahal tidak, ada yang
mengemis dengan mengamen atau bermain musik yang jelas hukumnya
haram, ada juga yang mengemis dengan memakai pakaian rapi, pakai jas
dan lainnya, dan puluhan cara lainnya untuk menipu dan membohongi
manusia.
E. DALIL PENDUKUNG DARI AL-QURAN

‫ض‬ ِ ‫ض ْربًا فِي ْاْل َ ْر‬ َ َ‫َّللاِ ََل يَ ْست َ ِطيعُون‬ َّ ‫سبِي ِل‬ َ ‫ص ُروا فِي‬ ِ ‫اء الَّذِينَ أ ُ ْح‬ ِ ‫ِل ْلفُقَ َر‬
‫اس إِ ْل َحافًا‬
َ َّ‫ف ت َ ْع ِرفُ ُه ْم ِبسِي َما ُه ْم ََل َيسْأَلُونَ الن‬ ِ ُّ‫سبُ ُه ُم ْال َجا ِه ُل أ َ ْغ ِنيَا َء ِمنَ الت َّ َعف‬
َ ‫َي ْح‬
َّ ‫َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْر فَإ ِ َّن‬
‫َّللاَ ِب ِه َع ِلي ٌم‬
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan
Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta.
kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. (al-
Baqarah [02] : 273)
  
 


4
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.(Az-zariyat [51]: 19)
 

bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang
tidak mau meminta),(Al-Ma’arij [70]: 25)

F. DALIL PENDUKUNG DARI HADIS

‫ع ْن أ َ ِبي‬َ ِ‫ع ْن ْاْلَع َْرج‬ َ ‫الزنَا ِد‬ ِ ‫ع ْن أ َ ِبي‬ َ ٌ‫ف أ َ ْخبَ َرنَا َما ِلك‬
َ ‫س‬ ُ ‫َّللاِ ب ُْن يُو‬ َّ ُ ‫ع ْبد‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫سلَّ َم قَا َل َوالَّذِي نَ ْفسِي بِيَ ِد ِه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْنهُ أ َ َّن َر‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ُه َري َْرة َ َر‬
ُ‫ي َر ُج ًًل فَ َيسْأَلَه‬ ْ َ ‫َْل َ ْن َيأ ْ ُخذَ أ َ َحدُ ُك ْم َح ْبلَهُ فَ َي ْحتَ ِط‬
َ ‫ظ ْه ِر ِه َخي ٌْر لَهُ ِم ْن أ َ ْن َيأ ِت‬
َ ‫علَى‬ َ ‫ب‬
(Bukhari 1470) ُ ‫عه‬ َ َ‫طاهُ أ َ ْو َمن‬َ ‫أ َ ْع‬
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan
kepada kami Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah
radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh seorang dari kalian
yang mengambil talinya lalu dia mencari kayu bakar dan dibawa dengan
punggungnya lebih baik baginya daripada dia mendatangi seseorang lalu
meminta kepadanya, baik orang itu memberi atau menolak".

َّ ‫ي‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫الز َبي ِْر ب ِْن ْال َع َّو ِام َر‬
ُّ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن أ َ ِبي ِه‬
َ ‫ْب َحدَّثَنَا ِهشَا ٌم‬ ٌ ‫سى َحدَّثَنَا ُو َهي‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُمو‬
ْ ْ
‫ي ِب ُح ْز َم ِة‬َ ‫سلَّ َم قَا َل َْل َ ْن يَأ ُخذَ أ َ َحدُ ُك ْم َح ْبلَهُ فَيَأ ِت‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬ َ ُ‫ع ْنه‬َ
‫اس‬َ َّ‫َّللاُ ِب َها َو ْج َههُ َخي ٌْر لَهُ ِم ْن أ َ ْن َيسْأ َ َل الن‬ َّ ‫ف‬ َّ ‫ظ ْه ِر ِه َف َي ِبي َع َها فَ َي ُك‬َ ‫علَى‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ط‬ َ ‫ْال َح‬
ُ‫ط ْوهُ أ َ ْو َمنَعُوه‬
َ ‫أ َ ْع‬
Telah menceritakan kepada kami Musa telah menceritakan kepada kami
Wuhaib telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari [Az
Zubair bin Al 'Awam radliallahu 'anhu dari Nabi n bersabda: "Demi Dzat
yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh seorang dari kalian yang
mengambil talinya lalu dia mencari seikat kayu bakar dan dibawa dengan
punggungnya kemudian dia menjualnya lalu Allah mencukupkannya dengan
kayu itu lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada manusia, baik
manusia itu memberinya atau menolaknya".
1. Pandangan Syariat Terhadap Minta-Minta (Mengemis)

5
Islam tidak mensyari’atkan meminta-minta dengan berbohong dan
menipu. Alasannya bukan hanya karena melanggar dosa, tetapi juga karena
perbuatan tersebut dianggap mencemari perbuatan baik dan merampas hak
orang-orang miskin yang memang membutuhkan bantuan. Bahkan hal itu
merusak citra baik orang-orang miskin yang tidak mau minta-minta dan
orang-orang yang mencintai kebajikan. Karena mereka dimasukkan dalam
golongan orang-orang yang meminta bantuan. Padahal sebenarnya mereka
tidak berhak menerimanya, terlebih kalau sampai kedok mereka terungkap.

Meminta-minta dengan menipu dan tanpa adanya kebutuhan yang


mendesak adalah haram. Diantara hadits-hadits tersebut ialah sebagai
berikut.

Hadits Pertama. Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar


Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

.‫عةُ َل ْح ٍم‬ َ ‫ي َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة لَي‬ ْ َ َّ‫الر ُج ُل َيسْأ َ ُل الن‬


َ ‫ْس ِف ْي َو ْج ِه ِه ُم ْز‬ َ ‫ َحتَّى َيأ ِت‬،‫اس‬ َّ ‫َما زَ ا َل‬
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan
datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di
wajahnya”.1

Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu ‘anhu, ia


berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

.‫سأ َ َل ِم ْن َغي ِْر فَ ْق ٍر فَ َكأَنَّ َما يَأ ْ ُك ُل ْال َج ْم َر‬


َ ‫َم ْن‬
“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan,
maka seolah-olah ia memakan bara api”.2
Hadits Ketiga. Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

1
Muttafaqun ‘alaihi. HR al-Bukhâri (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (103)).
2
Shahîh. HR Ahmad (IV/165), Ibnu Khuzaimah (no. 2446), dan ath-Thabrâni dalam al-Mu’jamul-
Kabîr (IV/15, no. 3506-3508). Lihat Shahîh al-Jâmi’ish-Shaghîr, no. 6281.

6
َ ‫س ْل‬
‫طانًا أ َ ْو ِف ْي أ َ ْم ٍر ََل‬ َّ ‫ْالـ َمسْأَلَةُ َكدٌّ َي ُكدُّ ِب َها‬
َّ ‫ ِإ ََّل أ َ ْن َي ْسأ َ َل‬،ُ‫الر ُج ُل َو ْج َهه‬
ُ ‫الر ُج ُل‬
.ُ‫بُدَّ ِم ْنه‬
“Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya
dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas
suatu hal atau perkara yang sangat perlu” 3

2. Bolehnya kita meminta kepada penguasa, jika kita dalam kefakiran.

Penguasa adalah orang yang memegang baitul maal harta kaum


Muslimin. Seseorang yang mengalami kesulitan, boleh meminta kepada
penguasa karena penguasalah yang bertanggung jawab atas semuanya.

Namun, tidak boleh sering meminta kepada penguasa. Hal ini


berdasarkan hadits Hakiim bin Hizaam Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
Aku meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau
memberiku. Kemudian aku minta lagi, dan Rasulullah memberiku.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫َاو ِة نَ ْف ٍس ب ُْو ِر َك لَه‬ َ ‫سخ‬ َ ِ‫ فَ َم ْن أ َ َخذَهُ ب‬، ٌ ‫َض َرة ٌ ُح ْل َوة‬ ِ ‫ إِ َّن َهذَا ْالـ َمـا َل خ‬،‫يَا َح ِك ْي ُم‬
.‫ِي َيأ ْ ُك ُل َو ََل َي ْش َب ُع‬
ْ ‫ َو َكانَ َكالَّذ‬، ‫ار ْك لَهُ فِ ْي ِه‬ ِ ‫ َو َم ْن أ َ َخذَهُ ِبإ ِ ْش َر‬،ِ ‫فِيْه‬
َ ‫اف نَ ْف ٍس لَ ْم يُ َب‬
ُّ ‫ْاليَد ُ ْالعُ ْليَا َخي ٌْر ِمنَ ْاليَ ِد ال‬
.‫س ْفلَى‬

“Wahai Hakiim! Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barang siapa
mengambilnya dengan berlapang hati, maka akan diberikan berkah
padanya. Barang siapa mengambilnya dengan kerakusan (mengharap-
harap harta), maka Allah tidak memberikan berkah kepadanya, dan
perumpamaannya (orang yang meminta dengan mengharap-harap)
bagaikan orang yang makan, tetapi ia tidak kenyang (karena tidak ada
berkah padanya). Tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik daripada
tangan yang di bawah (yang meminta)”.

3
Shahîh. At-Tirmidzi (no. 681), Abu Dawud (no. 1639), an-Nasâ`i (V/100) dan dalam as-Sunanul-
Kubra (no. 2392), Ahmad (V/10, 19), Ibnu Hibbân (no. 3377 –at-Ta’lîqâtul Hisân), ath-Thabrâni
dalam al-Mu’jamul Kabîr (VII/182-183, no. 6766-6772), dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyâ`
(VII/418, no. 11076).

7
Kemudian Hakîm berkata: “Wahai Rasulullah! Demi Dzat yang
mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menerima dan mengambil
sesuatu pun sesudahmu hingga aku meninggal dunia”.

Ketika Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, ia memanggil


Hakîm Radhiyallahu ‘anhu untuk memberikan suatu bagian yang berhak ia
terima. Namun, Hakîm tidak mau menerimanya, sebab ia telah berjanji
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika ‘Umar menjadi
khalifah, ia memanggil Hakîm untuk memberikan sesuatu namun ia juga
tidak mau menerimanya. Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu
‘anhu berkata di hadapan para sahabat: “Wahai kaum Muslimin! Aku
saksikan kepada kalian tentang Hakîm bin Hizâm, aku menawarkan
kepadanya haknya yang telah Allah berikan kepadanya melalui harta
rampasan ini (fa’i), namun ia tidak mau menerimanya. Dan Hakîm
Radhiyallahu ‘anhu tidak mau menerima suatu apa pun dari seorang pun
setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ia meninggal dunia”.4

Hadits ini menunjukkan tentang bolehnya meminta kepada penguasa.


Akan tetapi tidak boleh sering, seperti kejadian di atas, yaitu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihati Hakîm bin Hizâm. Hadits ini juga
menerangkan tentang ta’affuf (memelihara diri dari meminta kepada
manusia) itu lebih baik. Sebab, Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu ‘anhu pada
waktu itu tidak mau meminta dan tidak mau menerima.

3. Orang-Orang Yang Dibolehkan Meminta-Minta

Diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq al-Hilali


Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

ُ‫ت لَه‬ْ َّ‫ َر ُج ٍل تَ َح َّم َل َح َما َلةً َف َحل‬: ‫ ِإ َّن ْالـ َمسْأ َ َلةَ ََل ت َ ِح ُّل ِإ ََّل ِْل َ َح ِد ث َ ًَلث َ ٍة‬،ُ‫صة‬
َ ‫َيا َق ِب ْي‬
ْ َّ‫ت َمالَهُ فَ َحل‬
ُ‫ت لَه‬ ْ ‫اجتَا َح‬ْ ٌ‫صابَتْهُ َجائِ َحة‬ َ َ ‫ َو َر ُج ٍل أ‬، ُ‫ُص ْي َب َها ث ُ َّم ي ُْم ِسك‬ ِ ‫ْالـ َمسْأَلَةُ َحتَّى ي‬
4
Shahîh. Al-Bukhâri (no. 1472), Muslim (no. 1035), dan lainnya.

8
‫ َو َر ُج ٍل‬-‫عي ٍْش‬ َ ‫ ِسدَادً ِم ْن‬: ‫ْب ِق َوا ًما ِم ْن َعي ٍْش –أ َ ْو َقا َل‬ َ ‫ُصي‬ ِ ‫ْالـ َمسْأ َ َلةُ َحتَّى ي‬
ٌ ‫ت فُ ًَلنًا فَاقَة‬ َ َ ‫ لَقَ ْد أ‬: ‫صابَتْهُ فَاقَةٌ َحتَّى يَقُ ْو َم ثَ ًَلثَةٌ ِم ْن ذَ ِوي ْال ِح َجا ِم ْن قَ ْو ِم ِه‬
ْ َ‫صاب‬ َ َ‫أ‬
-‫عي ٍْش‬ َ ‫ ِسدَادً ِم ْن‬: ‫ –أ َ ْو قَا َل‬،ٍ ‫ْب قِ َوا ًما ِم ْن َع ْيش‬ َ ‫ُصي‬ ِ ‫ت لَهُ ْالـ َمسْأَلَةُ َحتَّى ي‬ ْ َّ‫ فَ َحل‬،
.‫حتًا‬
ْ ‫س‬
ُ ‫احبُ َها‬ ِ ‫ص‬ َ ‫س ْحتًا َيأ ْ ُكلُ َها‬ َ ‫فَ َما ِس َوا ُه َّن ِمنَ ْالـ َمسْأَلَ ِة َيا قَ ِب ْي‬
ُ ، ُ ‫صة‬
“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali
bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang
orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian
berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya,
ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3)
seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang
berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan
hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup.
Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram,
dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.5

4. Keutamaan Tidak Meminta-Minta Dan Anjuran Untuk Berusaha

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya menganjurkan kita


untuk berusaha dan mencari nafkah apa saja bentuknya, selama itu halal dan
baik, tidak ada syubhat, tidak ada keharaman, dan tidak dengan meminta-
minta. Kita juga disunnahkan untuk ta’affuf (memelihara diri dari minta-
minta), sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya.

‫سبُ ُه ُم‬ ِ ‫ض ْربًا ِفي ْاْل َ ْر‬


َ ‫ض َي ْح‬ َ َ‫َّللا ََل َي ْست َ ِطيعُون‬
ِ َّ ‫س ِبي ِل‬ َ ‫ص ُروا ِفي‬ ِ ‫اء الَّذِينَ أ ُ ْح‬
ِ ‫ِل ْلفُقَ َر‬
‫اس ِإ ْل َحافًا َو َما‬ َ َّ‫ف ت َ ْع ِرفُ ُه ْم ِبسِي َما ُه ْم ََل يَسْأَلُونَ الن‬ ِ ُّ‫ْال َجا ِه ُل أ َ ْغنِيَا َء ِمنَ الت َّ َعف‬
‫ع ِلي ٌم‬
َ ‫َّللاَ بِ ِه‬َّ ‫ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْر فَإ ِ َّن‬
“(Apa yang kamu infakkan adalah) untuk orang-orang fakir yang terhalang
(usahanya karena jihad) di jalan Allah sehingga dia tidak dapat berusaha di
bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-
orang kaya karena mereka menjaga diri (dari minta-minta). Engkau
(Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak minta secara

5
Shahîh. HR Muslim (no. 1044), Abu Dâwud (no. 1640), Ahmad (III/477, V/60), an-Nasâ`i
(V/89-90), ad-Dârimi (I/396), Ibnu Khuzaimah (no. 2359, 2360, 2361, 2375), Ibnu Hibbân (no.
3280, 3386, 3387 –at-Ta’lîqtul-Hisân), dan selainnya.

9
paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan,
sungguh, Allah Maha Mengetahui”6

Diriwayatkan dari az-Zubair bin al-‘Awwâm Radhiyallahu ‘anhu dari


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ْ ْ
َ ‫علَى‬
َّ ‫ظ ْه ِر ِه فَ َي ِب ْي َع َها فَ َي ُك‬
‫ف للاُ ِب َها‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫ط‬ َ ‫َْل َ ْن َيأ ُخذَ أ َ َحدُ ُك ْم َح ْب َلهُ َف َيأ ِت‬
َ ‫ي ِب ُح ْز َم ِة َح‬
.ُ‫ط ْوهُ أَ ْو َم َنعُ ْوه‬
َ ‫ أ َ ْع‬،‫اس‬
َ َّ‫َو ْج َههُ َخي ٌْر لَهُ ِم ْن أ َ ْن يَسْأ َ َل الن‬
“Sungguh, seseorang dari kalian mengambil talinya lalu membawa seikat
kayu bakar di atas punggungnya, kemudian ia menjualnya sehingga
dengannya Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), itu lebih baik baginya
daripada ia meminta-minta kepada orang lain, mereka memberinya atau
tidak memberinya”.7

Seseorang yang menjual kayu bakar yang ia ambil dari hutan adalah
lebih baik daripada ia harus meminta-minta kepada orang lain. Nabi n
menjelaskan jalan yang terbaik karena meminta kepada orang lain hukumnya
haram dalam Islam, baik mereka (orang yang dimintai sumbangan) itu
memberikan atau pun tidak. Tetapi yang terjadi pada sebagian kaum
muslimin dan thâlibul-‘ilmi (para penuntut ilmu) adalah meminta kepada
orang lain, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa dan wajar.
Padahal, hal ini hukumnya haram dalam Islam. Jadi, yang terbaik ialah kita
mencari nafkah, kemudian setelah itu kita makan dari nafkah yang kita dapat,
baik sedikit maupun banyak, dan sesuatu yang kita dapat itu lebih mulia
daripada minta-minta kepada orang lain.

Seorang anak yang minta kepada kedua orang tuanya, atau orang tua
kepada anaknya, atau isteri kepada suaminya, ini tidak termasuk dalam hadits
ini. Karena, orang tua wajib memberikan nafkah kepada anaknya. Jadi, kalau
anak meminta kepada orang tuanya, tidak termasuk dalam hadits ini, begitu
pun sebaliknya. Karena pada hakikatnya harta anak itu milik orang tuanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

6
al-Baqarah [2]: 273
7
Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 1471, 2075).

10
َ ‫أ َ ْن‬
.‫ت َو َمالُ َك ِِْل َ ِبي َْك‬
“Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu”.8

Sebagian dari para sahabat adalah orang-orang miskin, tetapi mereka


tidak meminta-minta kepada orang lain walaupun mereka sangat
membutuhkan. Tetapi, orang-orang yang tidak mengetahui menyangka
bahwa mereka adalah orang-orang kaya disebabkan mereka menjaga
kehormatan diri mereka dengan tidak meminta-minta kepada orang lain.

Orang yang paling berbahagia dan yang paling beruntung dalam hidup
ini adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang Allah berikan.
Contohnya, orang yang hanya mendapat rizki Rp 5000,- (Lima ribu rupiah)
sehari, kemudian ia merasa cukup dengannya, maka ia adalah orang yang
paling beruntung dan bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan apa yang Allah
berikan kepadanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

.ُ‫قَ ْد أ َ ْفلَ َح َم ْن أ َ ْسلَ َم َو ُر ِزقَ َكفَافًا َوقَنَّعَهُ للاُ بِ َما آتَاه‬


“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rizki yang cukup,
dan dia merasa puas dengan apa yang Allah berikan kepadanya”.9

Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫ َو َم ْن أَ ْنزَ لَ َها ِباهللِ أ َ ْوش ََك للاُ لَه‬، ُ‫سدَّ فَاقَتُه‬ ِ َّ‫صا َبتْهُ فَا َقةٌ فَأ َ ْنزَ َل َها ِبالن‬
َ ُ ‫اس لَ ْم ت‬ َ َ ‫َم ْن أ‬
.‫اج ٍل‬
ِ ‫ع‬ َ ‫اج ٍل أ َ ْو ِغنًى‬ ِ ‫ع‬ َ ‫ت‬ ٍ ‫ ِإ َّما ِب َم ْو‬: ‫ِب ْال ِغنَى‬
“Barang siapa yang ditimpa suatu kesulitan lalu ia mengadukannya kepada
manusia, maka tidak akan tertutup kefakirannya. Dan barangsiapa yang

8
Shahîh. HR Ibnu Mâjah (no. 2291) dari Jaabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, dan ath-
Thabrâni dalam Mu’jamul-Kabîr (VII/230, no. 6961, X/81-82, no. 10019) dari Samurah dan Ibnu
Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu. Lihat Irwâ`ul-Ghalîl (no. 838).
9
Shahîh. HR Muslim (no. 1054) dan lainnya, dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu
‘anhu.

11
mengadukan kesulitannya itu kepada Allah, maka Allah akan memberikannya
salah satu diantara dua kecukupan: kematian yang cepat atau kecukupan
yang cepat”.10

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seorang yang mendapat kesulitan


dan kesusahan, namun ia selalu berharap kepada orang lain, maka
kefakirannya tidak akan tertutupi. Kita dapat saksikan betapa banyaknya
kaum Muslimin yang tertimpa musibah dan kesulitan mereka adukan
semuanya kepada orang lain, baik dengan mengatakan bahwa ia sedang sakit
atau sedang bangkrut usahanya atau selainnya. Tetapi, apabila mereka sedang
mendapatkan senang dan mendapat keuntungan, mereka tidak
mengadukannya kepada orang lain. Seseorang yang mengadukan kefakiran
dan kesulitannya agar orang lain merasa kasihan kepadanya, maka hal itu
tetap tidak akan menutup kefakirannya. Namun jika ia merasa cukup dengan
karunia yang Allah Ta’ala berikan, dan ia mengadukan segala kesulitannya
kepada Allah, maka Dia akan menutupi kefakirannya itu dan akan menambah
karunia yang telah diberikan-Nya kepadanya. Apabila Allah Ta’ala
mentakdirkan kita mengalami kesulitan, lalu kita adukan kesulitan yang kita
alami kepada Allah, maka Dia akan memberikan kepada kita jalan keluar
yang baik dan rizki, baik cepat maupun lambat.

Kita harus mengimani, memahami, dan mengamalkan hadits ini


dalam kehidupan kita. Kita harus yakin bahwa hanya Allah-lah yang
mendengar kesulitan kita. Adapun manusia, mereka tidak suka mendengar
kesulitan orang lain. Islam menganjurkan kita untuk berusaha, berdasarkan
ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

G. KESIMPULAN

Ada beberapa poin yang dapat diambil sebagai kesimpulan dari pembahasan
ini, di antaranya:

10
Shahîh. HR Ahmad (I/389, 407, 442), Abu Dâwud (no. 1645), at-Tirmidzi (no. 2326), dan al-
Hâkim (I/408). Lafazh ini milik Abu Dâwud.

12
1. Harta yang kita peroleh dengan usaha kita sendiri adalah diberkahi.
2. Bila kita mengalami kesulitan, maka kita harus mengadukannya kepada
Allah Ta’ala.
3. Dianjurkan untuk menjaga diri (ta’affuf), dan tidak meminta-minta kepada
orang lain.
4. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat para sahabatnya, agar mereka
tidak meminta-minta kepada orang lain.
5. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabat dan ummatnya
untuk meminta-minta kepada orang lain.
6. Harta yang diperoleh dari minta-minta adalah tidak berkah.
7. Meminta-minta menghilangkan rasa malu.
8. Meminta-minta adalah perbuatan yang haram dan hina.
9. Harta hasil dari meminta-minta tanpa kebutuhan adalah haram.
10. Meminta-minta adalah cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya
dengannya.
11. Orang yang meminta-minta kepada manusia tanpa kebutuhan, maka pada
hari Kiamat tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.
12. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin dengan Surga bagi
siapa saja yang menjamin dirinya untuk tidak meminta-minta kepada
orang lain.
13. Meminta-minta tidak akan dapat menutupi kefakiran seseorang.
14. Kita harus berputus asa terhadap apa yang dimiliki orang lain, dan hanya
mengharapkan apa yang ada di Tangan Allah Ta’ala.

13

Anda mungkin juga menyukai