Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TAKHRIJ HADITS
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Hadits
Dosen pengampu : Muhammad Fathurrahman Hakim, S.Kom.
I,M.Kom. I

Disusun oleh :

Fauzi Rahman (1911203043)

Yopinda (1911203041)

Chikanti Fajriani Amanda (1911203045)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


mencurahkan nikmat sehat dan kesempatan sehingga para penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Takhrij Hadits”. Serta tak lupa kita
haturkan shalawat serta salam kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyyah sampai saat ini.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dari


berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih
khususnya kepada Bapak Muhammad Fathurrahman Hakim, S.Kom. I, M.Kom. I,
selaku dosen pengampu dalam mata kuliah “Ulumul Hadits”, yang telah memberi
ilmu serta arahan untuk pembuatan makalah kepada para mahasiswa dan
mahasiswi nya, kepada orang tua kami, para pembaca, dan seluruh rekan
seperjuangan program studi Pendidikan Bahasa Arab 3 yang telah memberi
motivasi dan semangat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
angka sempurna, baik isi maupun metode penyajian. Hal ini disebabkan
keterbatasan kemampuan. Kami berharap semoga makalah ini dapat berfaedah
bagi yang memerlukan dan segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis
baik dalam materi, kritik dan saran, maupun bentuk lainnya mendapat balasan dari
Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamualaikum wr.wb

Samarinda, 12 September 2019

Para Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

COVER............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2

1.3 Tujuan Masalah...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Takhrij Hadits...................................................................3

2.2 Objek Takhrij Hadits...........................................................................4

2.3 Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadits....................................................5

2.4 Faedah dan manfaat Takhrij Hadits....................................................5

2.5 Metode Takhrij Hadits........................................................................6

2.6 Contoh Praktek Takhrij Hadits..........................................................13

2.7 Kitab-Kitab Hasil Takhrij...................................................................16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.........................................................................................18

3.2 Saran..................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adapun di dalam kajian Islam, yang menjadi pedoman, sumber, maupun


pencaharian solusi atas segala sesuatu permasalahan yakni Al Qur’an, dan yang
kedua yaitu Hadits sebagai perinciannya. Di dalam Al Qur’an, tentunya tidak ada
permasalahan yang signifikan, hal tersebut dikarenakan Al Qur’an merupakan
perkataan Allah SWT yang diturunkan Allah untuk Rasulnya. Namun beda halnya
dengan hadits, didalam memahami hadits tentunya banyak persoalan yang perlu
dikaji, baik dari segi periwayatannya (sanad) ataupun isi hadits tersebut.

Takhrij hadits merupakan salah satu metode (cara) untuk mengetahui asal-
usul riwayat hadits yang akan diteliti, untuk mengetahui seluruh riwayat bagi
hadits yang akan diteliti, dan untuk mengetahui ada atau tidaknya “syahid” dan
“mutabi” pada sanad yang diteliti. Jadi, ketika salah satu sanad diteliti, mungkin
ada periwayat lain yang sanadnya mendukung sanad yang diteliti. Dukungan
tersebut itu bila terletak pada bagian tingkat periwayat pertama, yakni tingkat
sahabat Nabi disebut sebagai syahid. Sedangkan, bila terdapat di bagian bukan
periwayat tingkat sahabat disebut sebagai mutabi. Hal ini agar bisa diketahui
bahwa hadits tersebut datangnya dari Rasul.

Didalam mempelajari takhrij hadits, yang menjadi kebutuhan juga adalah


memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah mengetahui
bahwa suatu hadits adalah hadits maqbul (dapat diterima). Dan sebaliknya, tidak
mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak).

Adanya peristiwa pemalsuan hadits akibat konflik politik antara


pendukung Sayyidina Ali dan Muawiyah (41 H), para ilmuwan bangkit
mengadakan penelitian hadits, secara garis besar, ada beberapa faktor yang
melatar belakangi perlunya takhrij hadits, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Prof. Dr. M. Syuhudi Ismal, sebagai berikut :

1
1. Hadits sebagai sumber ajaran Islam.
2. Tidak seluruh hadits ditulis pada masa Nabi.
3. Timbul berbagai pemalsuan hadits.
4. Proses penghimpunan hadits membutuhkan waktu yang lama.
5. Banyak kitab hadits yang teknik penyusunannya beragam
6. Banyak hadits bertebaran diberbagai buku yang tidak jelas kualitasnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian takhrij hadits?


2. Apa saja objek takhrij hadits?
3. Apa saja tujuan dan manfaat takhrij hadits?
4. Apa saja metode-metode takhrij hadits?
5. Bagaimana contoh praktek takhrij hadits?
6. Apa saja kitab-kitab hasil takhrij?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian takhrij hadits


2. Untuk mengetahui objek takhrij hadits
3. Untuk memahami tujuan dan manfaat takhrij hadits
4. Untuk mengetahui metode-metode takhrij hadits
5. Untuk mengetahui contoh praktek takhrij hadits
6. Untuk mengetahui kitab-kitab hasil takhrij

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Takhrij Hadits

Secara etimologi kata “Takhrij” berasal dari kata : ‫ خروجا‬-‫خرج – يخرج‬

mendapat tambahan tasydid/syiddah pada ra’ (ain fi’il) menjadi :‫خرج يخرج تخريجا‬

yang berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan


menumbuhkan. Maksudnya yakni menampakkan sesuatu yang tidak jelas atau
masih tersembunyi, tidak kelihatan, dan masih samar. Pengeluaran dan
penampakkan disini tidak harus berbentuk fisik yang nyata, tetapi mencakup non
fisik yang hanya memerlukan tenaga, dan fikiran, seperti makna kata istikhraj
)‫ (استخراج‬yang diartikan instinbath (‫ )استنباط‬yang berarti mengeluarkan hukum dari
nash/teks Al qur’an dan hadits.

Menurut terminologi, ada beberapa definisi takhrij yang dikemukakan


oleh para ulama karena takhrij ini terus berkembang sesuai dengan situasi dan
kondisi, diantaranya sebagai berikut :

1. Pengertian takhrij

‫ذكر األحاديث بأسانيدها‬

Menyebutkan beberapa hadits dalam sanadnya.

2. Pengertian lain :

‫الزيَادَةِ فِى ْال َمتْ ِن‬ ِ ْ ‫ب الت َّ ْق ِويَ ِة ِفى‬


ِ ‫اْل ْسنَا ِد َو‬ َ َ‫ت أ‬
ِ ‫سانِ ْيدُهُ ِم ْن بَا‬ ْ ‫ب ذ ُ ِك َر‬ ِ ‫سانِ ْيدَ أ ُ ْخ َرى ِأل َ َحا ِد ْي‬
ٍ ‫ث ِكت َا‬ َ َ ‫ِذ ْك ُر أ‬

Menyebutkan sanad-sanad lain beberapa hadits yang terdapat dalam


sebuah kitab. Penyebutan beberapa sanad tersebut dalam suatu bab
memperkuat posisi sanad dan menambah ragam dalam matan.

3. Pengertian takhrij hadits setelah dibukukan

3
‫ان ْال ُح ْك ِم عليها‬
ِ َ‫ب ْال َم ْو ُج ْودَةِ فِ ْي َها َم َع َبي‬
ِ ُ ‫ث اِلَى ْال ُكت‬
ِ ‫َع ْز ُو ْاأل َ َحا ِد ْي‬

Menunjukkan asal beberapa hadits pada kitab-kitab yang ada (kitab induk
hadits) dengan menerangkan hukumnya.
Definisi pertama mendiskusikan keadaan sanad dan matan yang
sebenarnya. Setelah ditelaah dari kitab sumber aslinya, sanad dan matan tersebut
menjadi jelas. Definisi kedua menyebutkan beberapa sanad lain dari sebuah
hadits dalam satu tema untuk memperkuat posisi sanad dan memperjelas maksud
matan. Jika ada yang lebih lengkap, akan saling menjelaskan maksud matan.
Devinisi yang ketiga menelusuri hadist dari berbagai sumber aslinya atau dari
buku induk hadist untuk diteliti sanad dan matannya sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmu hadist riwayah dan dirayah sehingga status hadist dapat ditemukan,
baik secara kualitas maupun kuwantitas. Buku induk hadits itu seperti kitab
sunan al-nasa’i.
Devinisi terakhir inilah yang pada umumnya berlaku diperguruan tinggi
Islam dalam meningkatkan kualitas studi hadist yang lebih kritis dan ilmiah,
yaitu dengan melakukan penelusuran kebuku induk hadist serta penelitian mutu
sanat dan matan. Dengan demikian, takhrij memang dapat dipisahkan dari
penelitian hadist dan inti sebenarnya adalah penelitian itu sendiri.

2.2 Objek takhrij hadist

Ada dua objek dalam takhrij al-hadits, yaitu penelitian matan dan sanad.
Kedua objek penelitian tersebut saling berkaitan karena matan dapat dianggap
valid jika disertai silsilah sanad yang valid pula. Studi pertama, yaitu penelitian
matan, biasanya menurut para pakar, hadits disebut studi internal hadits
(dakhili). Sementara itu studi kedua, yaitu penelitian sanad disebut studi
eksternal hadits (khariji). Studi internal hadits yang tidak disertai silsilah sanad
yang valid atau disertai silsilah sanad tetapi terlalu tidak memiliki kredibilitas
(google) yang tinggi, haditsnya menjadi tidak shohih dan dapat ditolak.

4
Studi internal hadits adalah tujuan studi, sedangkan studi eksternal hadits
adalah sarana proses validitas suatu matan. Studi eksternal hadits merupakan
output, sedangkan studi internal hadits merupakan input. Studi internal hadits
bertujuan pengamalan semata, karena hadits merupakan sumber ajaran Islam
yang harus dipatuhi, sedangkan studi eksternal hadits bertujuan memilihara
orsinalitas syariat Islam itu sendiri.

Untuk peneliti, kualitas hadits apakah shohih atau tidak, hadits tersebut
perlu ditelusuri terlebih dahulu sanad dan matannya dari buku induk hadits
sehingga dapat ditemukan siapa perawi nya dan isi hadits tersebut.

2.3 Tujuan dan manfaat tahkrij hadist

Dalam melakukan tahkrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
pokok dari tahkrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui eksistensi atau ketetapan suatu hadist apakah benar suatu


hadist yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku hadist atau tidak.
2. Mengetahui sumber otentik suatu hadist dari buku hadist apapun yang
telah didapatkan
3. Mengetahui ada berapa tempat hadist tersebut dengan sanad dan berbeda
4. Mengetahui kualitas hadist (maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).

2.4 Faedah dan manfaat tahkrij hadist

Faedah dan manfaat tahrij hadist cukup banyak, diantaranya yang dapat
dipetik oleh yang melakukanya adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui referensi beberapa buku hadist.Dengan tahkrij, seseorang


dapat mengetahui siapa prawi suatu hadist yang diteliti dan didalam kitab
hadist apa saja hadist tersebut didapatkan.
2. Menghipun sejumlah sanad hadist. Dengan tahkrij, seseorang dapat
menemukan sebuah hadist yang akan diteliti disebuah atau dibeberapa
buku induk hadist. Misalnya terkadang dibeberapa tempat didalam kitab

5
al- bukhori saja, atau didalam kitab- kitab lain. Dengan demikian di akan
menghimpun sejumlah sanad.
3. Mengetahui keadaan sanad yang bersambung ( muttashil) dan yang
terputus (munqathi’), dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam
mengingat hadist serta kejujuran dalam periwayatannya.
4. Mengetahui status suatu hadist. Terkadang ditemukan sanad suatu hadist
dha’if , tetapi melalui sanad lain hukumnya shahih.
5. Meningkatkan suatu hadist yang dha’if menjadi hasan li ghayrihi dengan
ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
6. Mengetahui bagaimana para imam hadist menilai kualitas suatu hadist
dan bagaimana kritikan yang disampaikan.
7. Seseorang yang melalukakn takhrij dapat menghimpun atau
mengumpulkan beberapa sanad dan matan suatu hadist

2.5 Metode takhrij hadits

Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadits, terlebih dahulu ia


harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij, sehingga akan
mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Diantaranya,
ada yang secara tematik, pengelompokan hadits didasarkan pada tema-tema
tertentu, seperti kitab Al jami’ As shohih lil Bukhori dan Sunan Abu Dawud.
Diantaranya lagi, ada yang didasarkan pada nama perawi yang paling atas,
yaitu para sahabat seperti kitab musnad Ahmad bin Hambal. Buku lain lagi
didasarkan pada huruf permulaan matan hadits diurutkan sesuai dengan
alphabet arab seperti kitab Al-jami ‘As Shaghir karya As-Suyuthi, dan lain-
lain. Semua itu dilakukan oleh para ulama dalam rangka memudahkan umat
Islam untuk mengkajinya sesuai dengan kondisi yang ada.

Karena banyaknya teknik dalam pengodifikasian buku hadist, sangat


diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan teknik buku hadist
yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhirj dalam arti penelusuran
hadist dari sumber buku hadist, yaitu takhij dengan kata (bi al-lafzhi), dengan
tema (bi al-mawdhu’), takhrij dengan permulaan matan (bi awwal al-matan),

6
takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi al a’la),dan takhrij dengan sifat (bi
ash-shifah). Cara penggunaannya sebagai berikut :

1) Takhrij dengan Kata (Bi Al-Lafzhi)


Pada metode takhrij pertama ini, penelusuran hadits melalui kata/lafal
matan hadits, baik dari permulaan, pertengahan, dan atau akhiran. Kamus
yang diperlukan metode takhrij ini satu-satunya yang paling mudah adalah
kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfash Al-Hadits An-Nabawi.
Maksud takhrij dengan kata adalah takhrij dengan kata benda (kalimat
isim) atau kata kerja (kalimat fi’il), bukan kata sambung (kalimat huruf).
Dalam bahasa arab yang mempunyai asal akar kata 3 huruf. Kata itu diambil
dari salah satu bagian dari teks hadits yang mana saja selain kata
sambung/kalimat huruf, kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa arab
yang tiga huruf yang disebut dengan fi’ul tsulatsi. Jika kata dalam teks hadits
yang dicari kata : ‫ سلم‬misalnya, maka harus dicari akar katanya, yaitu dari kata
: ‫ سلم‬setelah itu baru membuka kamus bab ‫ س‬bukan bab ‫م‬, demikian juga jika
kata yang dicari itu kata : ‫ يلتمس‬maka akar katanya adalah : ‫ لمس‬kamus yang
dibuka adalah bab ‫ ل‬bukan bab ‫ ي‬dan begitu seterusnya.
Kamus yang digunakan untuk mencari hadits adalah Al-Mu’jam Al-
Mufahras li Alfash Al-Hadits An-Nabawi. Kamus ini terdiri dari 8 jilid,
disusun oleh tim orientalis, salah satunya adalah Arnord John Wensink atau
disingkat A.J. Wensinck (w. 1939 M), seorang professor bahasa-bahasa semit
termasuk bahasa arab di Lieden, Belanda. Tim telah berhasil menyusun
urutan berbagai lafal dan penggalan matan hadits, serta mensistematiskannya
dengan baik. Untuk kegiatan takhrij dalam arti kegiatan mencari hadits dapat
diketahui melalui periwayatan dalam kitab-kitab yang ditunjuknya. Kitab
hadits yang dimuat dalam kitab Al-Mu’jam ini bereferensi pada induk hadits
sebanyak 9 kitab, yaitu sebagai berikut :
a. Shahih Al-Bukhori dengan diberi lambang : ‫خ‬
b. Shahih Muslim dengan diberi lambang : ‫م‬
c. Sunan Abu Dawud dengan diberi lambang : ‫د‬
d. Sunan At-Tirmidzi dengan diberi lambang : ‫ت‬

7
e. Sunan An-Nasa’i dengan diberi lambang : ‫ن‬
f. Sunan Ibnu Majah dengan diberi lambang : ‫جه‬
g. Sunan Ad-Darimi dengan diberi lambang : ‫دي‬
h. Muwatha’ Malik dengan diberi lambang : ‫ط‬
i. Musnad Ahmad dengan diberi lambang : ‫حم‬

Contoh hadits yang ingin di takhrij adalah :

‫ال تدخل الجنة حتى تؤمن وال تؤمن حتى تحابوا‬

Pada penggalan teks diatas dapat ditelusuri melalui kata-kata yang digaris
bawahi. Andaikan dari kata ‫ تحابوا‬dapat dilihat bab ‫ ح‬dalam kitab Al-Mu’jam,
karena kata itu berasal dari kata ‫ حبب‬setelah ditelusuri kata tersebut dapat
ditemukan di juz 1 halaman 408 dengan bunyi.

165 ،1 ‫ حم‬،11 ‫ أدب‬،9 ‫ جه مقدمة‬،1 ‫ إستئذان‬،54 ‫ ت صفة القيامة‬،131 ‫ د أدب‬،93 ‫م إيمان‬

Maksud ungkapan diatas adalah :

a. 93 ‫ =م إيمان‬Shahih Muslim kitab iman nomor urut hadits 93.


b. 131 ‫ =د أدب‬Sunan Abu Dawud kitab Al-Adab nomor urut 131.
c. ‫ إستئذان‬،54 ‫ = ت صفة القيامة‬Sunan At-Tirmidzi kitab sifah al-qiyamah nomor
urut bab 54 dan kitab isti’dzan nomor urut bab 1.
d. ‫ أدب‬،9 ‫ = جه مقدمة‬Sunan Ibnu Majah kitab mukaddimah nomor urut bab 9
dan kitab-kitab Al-Adab nomor urut bab 1.
e. 165 ،1 ‫ = حم‬Musnad Imam Ahmad bin Hanbal juz 1 halaman 165.
Metode takhrij dengan lafal ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Diantara kelebihannya adalah hadits dapat dicari melalui kata mana saja
yang diingat peneliti, tidak harus dihafal seluruhnya dan dalam waktu
relatif singkat, seorang peneliti akan menemukan hadits yang dicari dalam
beberapa kitab hadits. Sedangkan diantara kesulitannya adalah seorang
peneliti harus menguasai ilmu shorof tentang asal usul suatu kata.

2) Takhrij dengan Tema (Bi Al-Mawdhu’)

8
Arti takhrij yang kedua ini adalah penelusuran hadits yang didasarkan
pada topik, misalnya bab Al-Khatam, Al-Ghusl, Adh-Dhahiyah, dan lain-lain.
Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu hadits kemudian
ditelusuri melalui kamus hadits tematik. Salah satu kamus tematik adalah
Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, dalam kamus ini
dikemukakan berbagai topik, baik yang berkenaan dengan petunjuk-petunjuk
Rasulullah maupun berkaitan dengan nama. Untuk setiap topik biasanya
disertakan subtopik dan untuk setiap subtopik dikemukakan data hadits dan
kitab yang menjelaskannya.
Kitab-kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14
kitab, lebih banyak daripada takhrij bi al-lafzhi diatas, yaitu 8 kitab dan
ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan spesifik, yaitu sebagai
berikut :
a. Shahih Al-Bukhori dengan lambang : ‫بخ‬
b. Shahih Muslim dengan lambang : ‫مس‬
c. Sunan Abu Dawud dengan lambang : ‫بد‬
d. Sunan At-Tirmidzi dengan lambang :‫تر‬
e. Sunan An-Nasa’i dengan lambang :‫نس‬
f. Sunan Ibnu Majah dengan lambang :‫مس‬
g. Sunan Ad-Darimi dengan lambang :‫مي‬
h. Muwatha’ Malik dengan lambang :‫ما‬
i. Musnad Ahmad dengan lambang : ‫حم‬
j. Musnad Abu Dawud At-Thayalisi dengan lambang : ‫ط‬
k. Musnad Zaid bin Ali dengan lambang :‫ز‬
l. Syirah ibnu Hisyam dengan lambang : ‫حش‬
m. Maghazi Al-Waqidi dengan lambang : ‫قد‬
n. Thabaqat ibnu Sadin dengan lambang : ‫عد‬

Kemudian arti singkatan lain yang dipakai dalam kamus ini adalah sebagai
berikut :

a. Kitab = ‫ك‬

9
b. Hadits = ‫ح‬
c. Juz = ‫ج‬
d. Bandingkan (qabil) = ‫قا‬
e. Bab = ‫ب‬
f. Shahifah = ‫ص‬
g. Bagian (qismun) = ‫ق‬

Misalnya ketika ingin men-takhrij hadits :

‫صالة الليل مثنى مثنى‬

Hadits diatas temanya solat malam (sholat al-layi). Dalam kamus miftah
dicari pada bab al-layl tentang sholat malam, yaitu dihalaman 430. Disana
dicantumkan sebagai berikut :

1. 10 ‫ب‬, 19 ‫ك‬, 1 ‫ب‬, 145 ‫ك‬, 84 ‫ب‬, 8 ‫بخك‬


2. 148 – 145 ‫ ح‬6 ‫مس – ك‬
3. 24 ‫ ب‬5 ‫بد – ك‬

Makudnya hadits tersebut adanya dalam :

1. Al-Bukhori, nomor urut kitab 8 dan nomor urut bab 84, nomor urut kitab
145 nomor urut bab 1, nomor urut kitab 19 nomor urut bab 10.
2. Muslim, nomor urut kitab 6 dan nomor urut hadits 145-148
3. Abu Dawud, nomor urut kitab 5 dan nomor urut bab 24.
Diantara kelebihan metode ini, peneliti bisa hanya mengetahui makna
hadits, tidak diperlukan harus mengingat permulaan matan teks hadits, tidak
perlu menguasai asal usul akar kata, dan tidak perlu mengetahui sahabat yang
meriwayatkan. Disamping itu, peneliti terlatih berkemampuan menyingkap
makna kandungan hadits. Sedangkan diantara kesulitannya adalah terkadang
peneliti tidak memahami kandungan hadits atau kemungkinan hadits
memiliki topik berganda.

3) Takhrij dengan Permulaan Matan (Bi Awwal Al-Matan)

10
Takhrij menggunakan permulaan matan dari segi hurufnya, misalnya
awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka dicari pada bab mim, jika
diawali dengan huruf ba maka dicari pada bab ba, dan seterusnya. Takhrij
seperti ini diantaranya dengan menggunakan kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir,
salah satu karangan As-Suyuti (w. 991 H). Dia seorang ulama hadits yang
memiliki gelar Al-Musnid (gelar keahlian meriwayatkan beserta sanadnya)
dan al-muhaqqiq (peneliti) dan beliau hafal 200.999 hadits.
Kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir nama lengkapnya Al-Jami’ Ash-Shaghir fi
ahadits Al-Basyir An Nadzir, sebuah kitab yang menghimpun ribuan hadits
yang terpilih dan yang singkat-singkat dipetik dari kitabnya yang besar
Jami’u Al-Jawami, terdiri dari dua juz dan susunan kitab hadits ini sesuai
dengan urutan alphabet arab Alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya. Jika seorang
peneliti ingin mencari hadits melalui kitab ini, harus ingat huruf permulaan
haditsnya kemudian membuka kitab tersebut pada bab yang sesuai dengan
huruf permulaan tersebut.
Misalnya, ketika ingin mencari hadits yang popular dikalangan santri dan
mahasiswa tentang wajibnya mencari ilmu.

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬

Kita buka kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir bab ‫ ط‬kita temukan pada juz 2 halaman 54
ada 4 tempat periwayatan yang disebutkan, yaitu sebagai berikut :

1. ‫ تمام عن ابن عمر‬,‫طلب العلم فريضة على كل مسلم (عد هب) عن انس (طص) عن ابن عباس‬
)‫(طب) عن ابن مسعود (خط) عن علي (طس هب) عن ابي سعي (صح‬

Keterangan lambang-lambang diatas :


1. a. )‫ =(عد هب‬Ibnu Adi dalam kitab Al-Kamil
b. )‫ =(طص خط‬Ath-Thabrani dalam kitab Ash-Shaghir, )‫ =(خط‬Al-Katib
c. )‫ =(طس‬Ath-Tabrani dalam kitab Al-Aswah
d. )‫ =(طب‬Ath-Tabrani dalam kitab Al-Kabir
e. )‫ =(صح‬Hadist Shahih

11
Dari hasil takhrij diatas ditemukan bahwa hadist hanya menyebutkan
sampai ‫مسلم‬tidak ada yang menyebutkan ‫ومسلمة‬, tetapi yang beredar selalu
menyebutkan seperti itu.
Diantara kelebihan metode ini dapat menemukan hadist yang dicari
dengan cepat dan mendapatkan hadistnya secara utuh atau keseluruhan. Akan
tetapi kesulitannya bagi seseorang yang tidak ingat permulaan hadist, khawatir
hadist yang diingat itu penggalan dari pertengahan atau akhir hadist bukan
permulaannya.

4) Takhrij Melalui Perawi yang Paling Atas (Bi Ar-Rawi Al-A’la)

Takhrij ini menelusuri hadist melalui perawi yang paling atas dalam sanad,
yaitu dikalangan shabat (muttashil isnad) atau tabi’in (dalam hadist mursal).
Artinya peneliti harus mengatahui terlebih dahulu siapa sanad-nya dikalangan
sahabat atau tabi’in. Diantara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah
kitab musnad atau Al-Atraf, seperti musnad Ahmad bin Hambal, Tuhfat Al-
Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf karya Al-Mizzi, dan lain-lain. Kitab musnad adalah
pengodifikasian hadist yang sistematikanya didasarkan pada nama-nama sahabat
atau nama-nama tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Adapun Al-Athraf
adalah kitab hadist yang menghimpun beberapa hadistnya para sahabat atau
tabi’in sesuai dengan urutan alphabet arab dengan menyebutkan sebagian dari
lafal hadist.

Cukup banyak kitab musnad pada awal abad kedua hijriyah, diantaranya
yang sangat popular adalah Musnad Ahmad bin Hambal (w. 241 H). sesuai
dengan masa perkembangannya dan latar belakang penulisannya agar mudah
dihafal, beberapa hadist dikelompokkan berdasarkan pada sahabat yang
meriwayatkannya. Kitab ini memuat sekitar 30.000 hadist, sebagian pendapat
40.000 hadist secara terulang-ulang (mukarrar) sebanya 6 jilid besar.
Sistematikanya tidak disesuaikan dengan alphabet arab, tetapi didasarkan pada
sifat-sifat tertentu, yaitu pertama sepuluh seorang sahabat Nabi yang
digembirakan surga, kemudian musnad sahabat empat, musnad sahabat ahli bait,

12
musnad-musnad sahabat yang popular, musnad sahabat dari mekkah (Al-
Makkiyah), dari Syam (Asy-Syamiyyin), dari Kufah, Bashrah, Sahabat Anshor,
Sahabat Wanita, dan dari Abu Ad-Darda.

Bagaimana men-takhrij hadist berikut dalam Musnad Ahmad :


‫عن أنس بن مالك قال أمر بالل أنيشفع األذان ويؤت اْلقامة‬

Dalam hadist tersebut sahabat perawi sudah diketahui, yaitu sahabat Anas
bin Malik, terlebih dahulu nama Anas situ dilihat pada daftar isi (mufahras)
sahabat pada kitab musnad, maka didapati adanya sahabat Anas pada juz 3
halaman 98. Bukalah kitab dan halaman tersebut maka akan didapatkan musnad
Anas.

Diantara kelebihan metode takhrij ini adalah memberikan informasi


kedekatan pembaca dengan pen-takhrij hadist dan kitabnya. Sedangkan kesulitan
yang dihadapi adalah jika seorang peneliti tidak ingat atau tidak tahu nama
sahabat atau tabi’in yang meriwayatkannya, disamping bercampurnya berbagai
masalah dalam satu bab dan tidak fokus pada satu masalah/tema.

5) Takhrij dengan Sifat (Bi Ash-Shifah)


Telah banyak disebutkan sebagaimana pembahasan diatas tentang metode
takhrij. Seseorang dapat memilih metode mana yang tepat untuk ditentukannya
sesuai sesuai dengan kondisi orang tersebut. Jika suatu hadist sudah dapat
diketahui sifatnya, misalnya mawdhu’, Shahih, Qudsi, Mursal, Myashur,
mutawatir dan lain-lain sebaiknya di-takhrij melalui kitab-kitab yang telah
menghimpun sifat-sifat tersebut. Misalnya hadist mawdhu’ akan lebih mudah di-
takhrij melalui buku himpunan hadist mawdhu’ seperti Al-Mawdu’at karya Ibnu
Al-Jauzi, mencari hadist mutawatir takhrij-lah melalui kitab Al-Azhar Al-
Mutantsirah an Al-Akhbar Al-Muwatirah karya As-Suyuthi, dan lain-lain.
Disana peneliti akan mendapatkan informasi tentang kedudukan suatu hadist,
kualitasnya, sisfat-sifatnya terutama dapat dilengkapi dengan kitab-kitab
syarahnya.

2.6 Contoh Praktek Takhrij Hadits

13
Praktek takhrij Al-Hadist sangat penting untuk menelusuri suatu hadist.
Dan untuk memudahkan praktek, berikut saya akan memaparkan langkah-
langkah takhrij.

Berbagai buku
induk hadist.
Seperti karya A-
1.Penelusur Bukhori, Hasil 2.Penghim
an hadist Muslim, Abu penelusuran punan hasil
Dawud, Al- Penelusura
Tirmidzi, Al- n hadist
Nasa’I dan Ibnu
Majah

6.Kesimpulan
nya apakah :
mauquf,
marfu’, 5.Ma 4.Sa 3.Pembuata
shahih, hasan, tan Analisis nad Aanalisis n skema
dha’if, sanad
mutawatir/ah
ad.

Berikut ini penjelasan mengenai skema diatas :

1. Penelusuran Hadist
Penelusuran hadist dilakukan keberbagai buku induk hadist yang masih
lengkap sanad dan matannya. Dalam menelusuri hadist, boleh menggunakan
metode diantara salah satu yang lima disatas, seperti saya disini menggunakan
metode takhrij bi al-laftzhi, seperti contoh hadist berikut :
‫س ِل َو ْال ُجب ِْن َو ْال َه َر ِم‬
َ ‫ع ْوذُ ِبكَ ِمن َْال َعجْ ِز َو ْال َك‬
ُ َ ‫اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ‬
Artinya : Ya Alloh, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada engkau
dari sifat lemah, malas, rasa takut dang penyakit pilkun. (HR. Al-
Bukhori dan Muslim)
Hadist tersebut telah dicari dikitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fazh Al-
Hadist An-Nabawi dan ditemukan dalam juz 4 halaman 137.
.115 ،70 ‫ ت دعوات‬،22 ‫ د وتر‬.73 ،51 ،49 ‫ م ذكر‬،74 ،35 ‫ جهاد‬،40 ،26 ،28 ‫خ دعوات‬
.112 ،2 ‫ حم‬.7 ،6 ‫ن إستعاذة‬

14
Kode diatas memberikan informasi bahwa hadist tersebut terdapat
diberbagai buku induk hadist.
a. 74 ،35 ‫ جهاد‬،40 ،26 ،28 ‫خ دعوات‬. Dalam Shahi Al-Bukhori : bab Da’awat :
nomor 26, 28 dan 40. Didapatkan pula bab jihad : nomor 35, 40, dan 74.
b. 73 ،51 ،49 ‫م ذكر‬. Dalam Shahih Muslim : bab Dzikir : nomor 49, 51, dan 73.
c. 22 ‫د وتر‬. Dalam Suna Abi Dawud : witr : nomor 22.
d. 115 ،70 ‫ت دعوات‬. Dalam Jami’ At-Tirmidzi : bab Da’awat : nomor 70 dan
115.
e. 7 ،6 ‫ن إستعاذة‬. Dalam Sunan An-Nasa’i : bab Isti’adzah : nomor 6 dan 7.
f. 112 ،2 ‫حم‬. Dalam Musnad Ahmad : juz 2, halaman 112.
Penelusuran hadist juga dapat dibantu dengan CDR, seperti Al-Maktabah
Al-Syamilah, Al-Kutub Al-Tis’ah, dan Al-Fiyah Al-Sunnah. Namun keterangan
kitab Al-Mu’jam dan CDR terebut tentunya berdasarkan buku-buku induk yang
diteliti pada masanya atau didasarkan atas terbitan pada tahun-tahun tertentu.
2. Penghimpunan Hasil Penelusurun Hadist
Penghimpunan dan penelusuran hadist dapat menggunakan kitab Al-
Mu’jam atau CDR. Berikut ini contoh hasil penelusuran hadist diatas tentang
permohonan perlindungan dari sifat lemah dan malas melalui Al-Maktabah As-
Syamilah yang hanya diambil sebagian karena tidak memungkinkan jika
diambil semuanya.
) 405 / 9 ( – ‫صحيح البخاري‬
‫حدثنا مسدد حدثنا معتمر قال سمعت أبي قال سمعت أنس بن مالك رضي هللا عنه‬
‫س ِل َو ْال ُجب ِْن‬
َ ‫ع ْوذُبِكَ ِمن َْال َعجْ ِز َو ْال َك‬
ُ َ ‫قال كان النبي صلى هللا عليه وسلم يقول اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ‬
‫َو ْال َه َر ِم واعوذبك من فتنة المحيا والممات وأعوذبك من عذاب القبر‬
) 465 / 19 ( – ‫صحيح البخاري‬
‫حدثنا أبو معتمر حدثنا عبد الوريث عن عبد العزيز بن صهيب عن أنس بن مالك‬
ُ َ ‫رضي هللا عنه قال كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يتعوذ يقول اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ‬
َ‫ع ْوذُ ِبك‬
‫ع ْوذُ ِبكَ ِمن َْالبخل‬
ُ َ ‫ع ْوذُ ِبكَ من َْال َه َر ِم وأ‬
ُ َ ‫ع ْوذُ ِبكَ من ْال ُجب ِْن وأ‬ َ ‫من َْال َك‬
ُ َ ‫س ِل وأ‬
) 249 / 3 ( – ‫صحيح مسلم‬

15
‫حدثنا محمد بن المثنى حدثنا ابن أبي عدي عن هشام عن يحي عن أبي سلمة أنه‬
ُ َ ‫سمع أبا هريرة يقول قال النبي صلى هللا عليه وسلم اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ‬
‫ع ْوذُ ِبكَ من من عذاب القبر‬
‫وعذاب النار وفتنة المحيا والممات وشرالمسيح الدجال‬
) 389 / 11 ( – ‫سنن الترمذي‬
‫حدثنا علي بن حجر حدثنا إسمعيل بن جعفر عن حميد عن أنس أن النبي صلى هللا‬
ْ ‫وال َه َر ِم‬
‫وال ُجب ِْن وفتنة المسيح‬ ْ ‫س ِل‬
َ ‫ع ْوذُ ِبكَ من َْال َك‬
ُ َ ‫عليه وسلم كان يدعو يقول اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ‬
‫وعذاب القبر قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح‬
) 324 / 16 ( – ‫سنن النسائي‬
‫أخبرنا حميد بن مسعدة قال حدثنا بشر عن حميد قال قال أنس كان النبي صلى هللا‬
ْ ‫وال َه َر ِم‬
‫وال ُجب ِْن والبخل وفتنة الدجال وعذاب‬ ْ ‫س ِل‬
َ ‫ع ْوذُ ِبكَ من َْال َك‬
ُ َ ‫عليه وسلم يدعو اَللَّ ُه َّم إِ ِني أ‬
.‫القبر‬

2.7 Kitab-Kitab Hasil Takhrij


Takhrij al-hadits dari berbagai kitab hingga saat ini telah banyak
dilakukan, baik dari kitab tafsir, fiqh, akhlak, tasawuf, tauhid, maupun
sejarah. Akan tetapi, masih banyak hadits yang terdapat dalam berbagai kitab
tersebut yang tidak menyebutkan sanad dan matannya. Oleh karena itu,
melalui takhrij ini ulama dapat menemukan sanad dan mukharrihnya. Bahkan
hadits yang salah tulis, salah redaksi, dan tidak sempurna. Setelah itu, mereka
dapat menjelaskan kelengkapannya sehingga dapat menilai hadits, baik secara
kualitas dan kuantitas. Berikut ini kitab-kitab takhrij hasil penelitian ulama :
1. Takhrij Ahadist Al-Kasysyaf karya Jamaluddin Muhammad bin Abdillah
Al-Hanafi (w. 762 H). sementara itu, Al-Kasysyaf adalah kitab tafsir yang
ditulis oleh Al-Zamakhsyri.
2. Al-Fath Al-Samawi bi Takhrij Ahadist Al-Baidhawi karya Abdurrahman Al-
Manawi (w. 1031 H)

16
3. Al-Turuq wa Al-Wasa’il fi Ma’rifah Khulashah Al-Dalail karya Ahmad bin
Ustman Al-Turkumani (w. 747 H). kitab Khulashah tersebut merupakan
syarah dari Mukhtasyar Al-Qaduri, kitab penting dalam madzhab Hanafi.
4. Takhrij Ahadist Al-Hidayah karya Muhammad bin Abdillah (w. 775 H).
kitab ini di-takhrij oleh Abdullah bin Yusuf Al-Zaila’i (w. 727 H). kitab Al-
Hidayah adalah kitab yang terkenal dalam mazhab Hanafi.
5. Khulashah Al-Badar Al-Munir fi Takhrij Ahadist Al-Syarah Al-Kabir li Al-
Wajiz karya Sirajuddin bin Umar bin Ali Al-Anshari yang terkenal dengan
nama Ibnu Al-Mulaqqin (w. 808 H).
6. Takhrij Ahadist Al-Minhaj karya Sirajuddin bin Umar bin Ali Al-Anshari
(Ibnu Al-Mulaqqin). Ia ulamak besar bermazhab Syafi’e yang ahli dalam
bidang hadist, fiqh, dan tarikh al-rijal.
7. Takhlish Al-Habir karya Al-Hafidzh bin Hajar Al-Asqalani. Kitab ini
merupakan ringkasan dari kitab Al-Badr Al-Munir yang ditulis oleh Ibnu Al-
Mulaqqin dan dicetak bersama Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab.
8. Al-Mugni’am Haml Al-Asfar fi Takhrij ma fi Al-Ihya’ min Al-Akbhar karya
Al-Hafidz Abdurrahman bin Husain Al-Iraqi (w. 806 H).

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Secara
etimologi kata “Takhrij” berasal dari kata ‫ خرج يخرج خروجا‬mendapat
tambahan tasydid/syiddah pada ra’ (ain fi’il) menjadi : ‫ خرج يخرج تخريجا‬yang
berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan
menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi, ada beberapa definisi
takhrij yang dikemukakan oleh para ulama karena takhrij ini terus
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi, diantaranya ‫ث اِ َلى‬ ِ ‫َع ْز ُو ْاأل َ َحا ِد ْي‬
‫ان ْال ُح ْك ِم عليها‬
ِ َ‫ب ْال َم ْو ُج ْودَةِ فِ ْي َها َم َع َبي‬
ِ ُ ‫ ْال ُكت‬menunjukkan asal beberapa hadits pada
kitab-kitab yang ada (kitab induk hadits) dengan menerangkan hukumnya.
Sebelum melakukan takhrij, sangat diperlukan beberapa metode takhrij
yang sesuai dengan teknik buku hadits yang ingin diteliti. Setidaknya ada 5
metode takhrij, yakni dengan kata (bi al-lafzhi), takhrij dengan tema (bi al-
mawdhu’), takhrij dengan permulaan matan (bi awwal al matan), takhrij
melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-a’la), dan takhrij dengan sifat (bi ash-
shifah).
Takhrij ini sangat utama bagi seseorang yang ingin memahami ilmu
secara komprehensif karena dengan sekian banyak hadits yang terkadang
kontradiktif satu dengan yang lain menjadikannya sulit dipelajari. Seseorang
tidak cukup hanya melihat satu hadits kemudian mengklaim bahwasannya
hadits tersebut atau pemahamannya yang paling benar, sebelum menelusuri
hadits-hadits lain diberbagai buku induk, dengan demikian, takhrij al-hadits
sangat membantu seseorang dalam memahami hadits.

3.2 Saran

Kritikan terhadap isi makalah ini sangat diharapkan para penulis, untuk
kemajuan dan perkembangan para penulis, untuk kedepannya, khususnya

18
dibidang ulumul hadits. Semoga, kita bisa mengamalkan dan
menyampaikan kepada orang lain. Amin...

Materi tanpa implementasi bagaikan pohon yang hanya berduri, dunia


sementara akhirat selama-lamanya.

19
Daftar Pustaka
Khon, Abdul Majid. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta : PT. Amzah (hal.127-131)

Suparta, Munzier. 2011. Ilmu Hadits. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Suryadilaga, Muhammad Alfatih dan Suryadi. 2009. Metodologi Penelitian Hadis.


Yogyakarta : PT Teras TH-Press.

Yaqub, A.M. 2004. In Kritik Matan Hadits. Yogyakarta : Teras.

Rahman, A. 2014. Argumentasi Otoritas Sunnah dan Bantahan Terhadap Inkar


Sunnah. Jakarta : Maktabah Mafaza.

Ismail, Syuhudi. 1991. Metodelogi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta : PT. Bulan
Bintang.

Ash-Shidieqiy, T.M Hasbi. 1976. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, jilid 2.


Jakarta : PT. Bulan Bintang.

Metode Takhrij Hadits Dalam Menakar Hadits. Pdf Drive. Diakses secara online
pada hari Kamis, 5 September 2019 pukul 13:00 WITA.

Ilmu Takhrijul Hadits.Pdf Drive. Diakses secara online pada hari Sabtu, 14
September 2019 pukul 10:09 WITA.

Takhrij Hadits 2012. Pdf Drive. Diakses secara online pada hari Sabtu, 14
September 2019 pukul 10:15 WITA.

Metode Takhrij Hadits, “Takhrij Al-Hadits dan Metode-Metodenya”. Pdf Drive.


Diakses secara online pada hari Sabtu, 14 September 2019 pukul 10:20
WITA.

20
21

Anda mungkin juga menyukai