Anda di halaman 1dari 17

A.

Hadis Mutawatir
1. Pegertian Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa adalah isim fail musytaq dari at-tawatur artinya At-tatabu
(berturut-turut).[1]
Adapun hadis mutawatir menurut istilah ulama hadis adalah



Khabar yang di dasarkan pada pancaindra yang di kabarkan oleh sejumlah orang yang
mustahil menurut adat mereka bersepekat untuk mengkabarkan berita itu dengan dusta
Ada juga yang mengartikan hadis mutawatir sebagai berikut:
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fail dari at-tawatur yang artinya berurutan.
Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak
orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga
akhir sanad. Atau : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan
sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan
memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat
diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya.[2]

2. Pembagian Hadis Mutawatir


Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi dua, yakni Mutawatir Lafzi
dan Mutawatir Manawi, namun sebagian yang lain membagi menjadi tiga, yakni Hadis
Mutawatir Lafzi, Manawi, dan Amali.
a. Hadis mutawatir lafzhi
Yang dimaksud hadis mutawatir lafzi adalah:


Hadis yang mutawatir periwayatannya dalam satu lafzi. [3]
Hadis mutawatir lafzi ialah hadis yang makna dan lafadznya memang mutawatir.
Contohnya :

Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka kehendaknya ia bersiap-siap
menempati tempatnya di neraka.
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat.[4]
b. Hadis mutawatir maknawi
Hadis mutawatir manawi ialah:


Hadis yang maknanya mutawatir, tetapi lafaznya tidak.
Contoh hadis ini adalah:

Abu Musa Al-Asyari berkata: Nabi SAW berdoa kemudian mengangkat kedua tangannya dan
aku melihat putih-putih kedua ketiaknya.[5]
Hadis-hadis yang menggambarkan keadaan Rasulullah SAW seperti ini ada sekitar 100 hadis.
Masing-masing hadis menyebutkan Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ketika
berdoa, meskipun masing-masing (hadis) terkait dengan berbagai perkara (kasus) yang berbeda-
beda. Masing-masing perkara tadi tidak bersifat mutawatir. Penetapan bahwa mengangkat kedua
tangan ketika berdoa itu termasuk mutawatir karena pertimbangan digabungkannya berbagai
jalur hadis tersebut.[6]
c. Hadis mutawatir amali
Yang dimaksud dengan hadis ini ialah:

Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir
antara umat Islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan
pengertian ini sesuai dengan tarif Ijma.
Macam hadis mutawatir amali ini banyak jumlahnya, seperti hadis yang menerangkan waktu
shalat, rakaat shalat, shalat jenazah, shalat id, tata cara shalat, pelaksanaan haji, kadar zakat
harta, dan lain-lain.[7]

3. Kehujjahan Hadis Mutawatir


Hadis mutawatir mempunyai nilai ilmu dharuri (ufid ila ilmi aldhururi), yakni
keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh hadis
tersebut, hingga membawa kepada keyakinan yang qathi (pasti).[8]
Ibnu Thaimiyah mengatakan bahwa suatu hadis dianggap mutawatir oleh sebagian
golongan lain dan kadang-kadang telah membawa keyakinan bagi suatu golongan tetapi tidak
bagi golongan lain. Barang siapa yang telah meyakini akan kemutawatiran suatu hadis, wajib
baginya mempercayai kebenarannya dan mengamalkan sesuai tuntutannya. Sedang bagi orang
yang belum mengetahui dan meyakini akan kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan
mengamalkan suatu hadis mutawatir yang disepakati oleh para ulama sebagaimana kewajiban
mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang disepakati oleh imam.[9]

ILMU HADITS : DEFINISI HADITS MUTAWATIR


Syarat-Syaratnya
Dari definisi di atas jelaslah bahwa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat
syarat berikut ini :

Diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.

Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad.

Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol / bersepakat untuk dusta.

Sandaran hadits mereka dengan menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami
telah mendengar, atau kami telah melihat, atau kami telah menyentuh, atau yang seperti
itu. Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat dikatakan
sebagai hadits mutawatir.
Apakah untuk Mutawatir Disyaratkan Jumlah Tertentu ?

Jumhur ulama berpendapat bahwasannya tidak disyaratkan jumlah tertentu dalam


mutawatir. Yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran
nash dari Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam.

Diantara mereka ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang
dari jumlah tersebut.

Ada yang berpendapat : Jumlahnya empat orang berdasarkan pada kesaksian perbuatan
zina.

Ada pendapat lain : Jumlahnya lima orang berdasarkan pada masalah lian.

Ada yang berpendapat lain juga yang mengatakan jumlahnya 12 orang seperti jumlah
pemimpin dalam firman Allah (yang artinya) : Dan sesungguhnya Allah telah
mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12
orang pemimpin (QS. Al-Maidah ayat 12).
Ada juga yang berpendapat selain itu berdasarkan kesaksian khusus pada hal-hal tertentu,
namun tidak ada ada bukti yang menunjukkan adanya syarat dalam jumlah ini dalam
kemutawatiran hadits.

Pembagian Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir Manawi.

Mutawatir Lafdhy adalah apabila lafadh dan maknannya mutawatir. Misalnya hadits (yang
artinya) : Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka. Hadits ini telah
diriwayatkan lebih dari 70 orang shahabat, dan diantara mereka termasuk 10 orang yang dijamin
masuk surga.

Mutawatir Manawy adalah maknannya yang mutawatir sedangkan lafadhnya tidak. Misalnya,
hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi
sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Dan setiap hadits tersebut
berbeda kasusnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat
mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan dan persamaan antara
hadits-hadits tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan ketika berdoa.

Keberadaannya

Sebagian di antara mereka mengira bahwa hadits mutawatir tidak ada wujudnya sama sekali.
Yang benar (insyaAllah), bahwa hadits mutawatir jumlahnya cukup banyak di antara hadits-
hadits yang ada. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hadits ahad, maka jumlahnya sangat
sedikit.

Misalnya : Hadits mengusap dua khuff, hadits mengangkat tangan dalam shalat, hadits tentang
telaga, dan hadits : Allah merasa senang kepada seseorang yang mendengar ucapanku.. dan
hadits Al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf, hadits Barangsiapa yang membangun
masjid karena Allah, maka Allah akan membangun untuknya rumah di surga, hadits Setiap
yang memabukkan adalah haram, hadits Tentang melihat Allah di akhirat, dan hadits
tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid.

Mereka yang mengatakan bahwa hadits mutawatir keberadaannya sedikit, seakan yang dimaksud
mereka adalah mutawatir lafdhy, sebaliknya..mutawatir manawy banyak jumlahnya. Dengan
demikian, maka perbedaan hanyalah bersifat lafdhy saja.

Hukum Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir mengandung ilmu yang harus diyakini yang mengharuskan kepada manusia
untuk mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi mengkaji dan menyelidiki.
Seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah Al-Mukarramah, Madinah Al-Munawarah,
Jakarta, New York, dan lainnya; tanpa membutuhkan penelitian dan pengkajian. Maka hadits
mutawatir adalah qathI tidak perlu adanya penelitian dan penyelidikan tentang keadaan para
perawinya .

adits Mutawatir

a. Tarif Hadits Mutawatir

Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut
antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah:

Suatu hasil hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang
menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.

Artinya:
Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat
mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga
akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan.

Tidak dapat dikategorikan dalam hadits mutawatir, yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan
tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang
terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi
mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta.

Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini
kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadis itu langsung dari Nabi Muhammad SAW,
maka jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat
memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut.
Dalam sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan
hadits. Ada yang melihat atau mendengar, ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan
pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui
pula banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu.

Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa
sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu
adalah secara mutawatir.

b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir

Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1). Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya
tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil
pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa- peristiwa yang lain dan yang semacamnya,
dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh
pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu
mencapai jumlah yang banyak.
2). Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk
berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak
memungkinkan bersepakat dusta.

Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan


jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.

Ashabus Syafii menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah
para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.

Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan


ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji,
yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat
65).

Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut
diqiyaskan dengan firman Allah:Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang
mengikutimu (menjadi penolongmu). (QS. Al-Anfal: 64).

Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun
thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak
jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak
mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah
berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.

Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar
mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat
perawi yang dapat memustahilkan hadits mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana
dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus
menghimpun hadits-hadits mutawatir, seperti Al-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-
Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti(911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir,
susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H).

c. Faedah Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara
bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qathi (pasti),
dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau
mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadits mutawatir
tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya
mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah
bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir.
Umat Islam telah sepakat tentang faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan
orang yang mengingkari hasil ilmu daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan
mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan musyahailat (penglibatan pancaindera).

d. Pembagian Hadits Mutawatir

Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :

1. Hadits Mutawatir Lafzi

Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi antara lain :

Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi dan demikian juga pada
hukum dan maknanya.

Pengertian lain hadits mutawatir lafzi adalah :

Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari
sejumlah rawi.

Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :


Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah
ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka.

Silsilah/urutan rawi hadits di atas ialah sebagai berikut :

Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat,
kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu
diterima 200 sahabat.

2. Hadits mutawatir maknawi

Hadits mutawatir maknawi adalah :


Artinya :
Hadis yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau
satu makna yang umum.

Artinya:
Hadis yang disepakati penulisannya atas maknanya tanpa menghiraukan perbedaan pada
lafaz.

Jadi hadis mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir yang para perawinya berbeda dalam
menyusun redaksi hadis tersebut, namun terdapat persesuaian atau kesamaan dalam maknanya.

Contoh :
Artinya :
Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa
salat istiqa dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih- putih kedua ketiaknya.
(HR. Bukhari Muslim)

Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah
dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadis-hadis yang ditakrijkan oleh Imam ahmad,
Al-Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :

Artinya :
Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau.

3. Hadis Mutawatir Amali

Hadis Mutawatir Amali adalah :


Artinya :
Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di
antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya
atau serupa dengan itu.
Contoh :
Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat)
rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita
mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau
memerintahkannya demikian.

Di samping pembagian hadis mutawatir sebagimana tersebut di atas, juga ulama yang membagi
hadis mutawatir menjadi 2 (dua) macam saja. Mereka memasukkan hadis mutawatir amali ke
dalam mutawatir maknawi. Oleh karenanya hadis mutawatir hanya dibagi menjadi mutawatir
lafzi dan mutawatir maknawi.

Hadits dari Aspek Kuantitas


I. PENDAHULUAN

Dalam pen entuan suatu hadis itu dilihat dari kualitas dan kuantitas rawi,
telaah ini dilakukan ulama dalam upaya menelusuri secara akurat sanad yang ada pada setiap
hadis yang dikumpulkannya. Dengan penelitian kedua aspek inilah, upaya pembuktian shahih
tidaknya suatu hadis lebih dapat dipertimbangkan ketika orang membicarakan hadis yang tidak
mutawatir, maka saat itulah telaah hadis dilihat dari kuantitas rawi sangat diperlukan.

Pembagian hadis dilihat dari sudut bilangan perawi dapat digolongkankan menjadi dua
bagian yang besar yaitu mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir terbagi menjadi mutawatir lafzi
dan mutawatir manawi. Kedua-dua bagian ini menjadi nas hukum dalam bidang akidah dan
syariah, hadis ahad pula terbagi menjadi tiga bagian yaitu masybur, aziz dan gharib.

Pada kesempatan ini kita akan mencoba untuk menelusuri tentang hadis-hadis ditinjau dari segi
kuantitas rawinya. Baik yang mutawatir, ahad, gharib, dan aziz.

II. PEMBAHASAN

1) Hadits Mutawatir
a) Definisi hadits mutawatir

Mutawatir menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang berikut dengan kita
atau yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya.[1]

Sedangkan hadits mutawatir menurut istilah terdapat beberapa formulasi definisi, antara
lain sebagai berikut:

Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.

Sementara itu Nur ad-Din Atar mendefinisikan :

Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk
berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan panca indra.

Habsy As-Sidiqie dalam bukunya Ilmu Musthalah al hadits mendefinisikan hadits


mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan berdasarkan pengamatan panca indra orang banyak
yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta.

b) Syarat- syarat hadits mutawatir

1. pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca
indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu benar-benar hasil penglihatan atau
pendengaran sendiri.

2. jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka
bersepakat untuk berbohong.[2]

Ulama hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk
dapat dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus empat rawi[3],
sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa jumlahnya minimal lima orang, seperti tertera
dalam ayat-ayat yang menerangkan mengenai mulaanah[4]. Ada yang minimal sepuluh
orang, sebab di bawah sepuluh masih dianggap satuan atau mufrad, belum dinamakan
jama, ada yang minimal dua belas orang[5], ada yang dua puluh orang[6], ada juga yang
mengatakan minimal empat puluh orang[7], ada yang tujuh puluh orang[8], dan yang
terakhir berpendapat minimal tiga ratus tiga belas orang laki-laki dan dua orang
perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada waktu Perang Badar.

Kemudian menurut as-Syuyuti bahwa hadis yang layak disebut mutawatir yaitu paling
rendah diriwayatkan oleh sepuluh orang.

3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqoh pertama dengan jumlah
rawi-rawi dalam thobaqoh berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu hadits diriwayatkan
oleh sepuluh sahabat umpamanya, kemudian diterima oleh lima orang tabiI dan seterusnya
hanya diriwayatkan oleh dua orang tabiit-tabiin, bukan hadits mutawatir. Sebab jumlah
rawi-rawinya tidak seimbang antara thabaqoh pertama, kedua dan ketiga.

c) Pembagian hadits mutawatir

Para ahli ushul membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir lafdzi dan
mutawatir manawi.

Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan
redaksi dan mananya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Contoh hadits
mutawatir lafdzi adalah:

artinyaBarang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka tempat tinggalnya
adalah neraka.

Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang sama, bahkan
menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.

Hadits mutawatir manawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun
redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya.
Contoh hadits ini adalah hadits yang menerangkan kesunnahan mengangkat tangan ketika
berdoa. Hadits ini berjumlah sekitar seratus hadits dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi
mempunyai titik persamaan, yaitu keadaan Nabi Muhammad mengangkat tangan saat berdoa.

d) Faedah hadits mutawatir

Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk menerimanya
dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits mutawatir tersebut hingga
membawa pada keyakinan qothI (pasti).[9]

Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian golongan
membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan lain yang tidak
menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah meyakini ke-mutawatir-an
hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka
yang belum mengetahui dan meyakini kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan
mengamalkan hadits mutawatir yang disepakati oleh para ulama sebagaimana kewajiban mereka
mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh ahli ilmu.[10]

Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan maupun
kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat, sebagaimana telah
ditetapkan diatas, menjadikan mereka tidak munkin sepakat melakukan dusta.

2) Hadits Ahad

a) Definisi hadits ahad

Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau khobar
wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu.

Adapun yang dimaksud hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan oleh para ulama,
antara lain:
Hadits ahad adalah khobar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits
mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang memberikan
pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.

Ada juga ulama yang mendefinisikan hadits ahad secara singkat yaitu: hadits yang tidak
memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.

Muhammad Abu Zarhah mendefinisikan hadis ahad yaitu tiap-tiap khobar yang yang
diriwayatkan oleh satu,dua orang atau lebih yang diterima oleh Rosulullah dan tidak memenuhi
persyaratan hadits mutawatir.

Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh
satu, dua, atau sejumlah orang tetapi jumlahnya tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadits
mutawatir. Keadaan perawi seperti ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi terakhir.[11]

b) Pembagian hadits ahad

Para muhadditsin membagi atau memberi nama-nama tertentu bagi hadits ahad mengingat
banyak sedikitnya rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap thabaqot, yaitu Hadits Masyhur, Hadits
Aziz, dan Hadits Ghorib.

a. Hadits Masyhur

Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan
mutawatir[12]. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur secara ringkas, yaitu hadits yang
mempunyai jalan terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas hadits
mutawatir.[13]

Hadits ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat. Ada
ulama yang memasukkan seluruh hadits yang popular dalam masyarakat, sekali pun tidak
mempunyai sanad, baik berstatus shohih atau dhiif ke dalam hadits masyhur. Ulama Hanafiah
mengatakan bahwa hadits masyhur menghasilkan ketenangan hati, kedekatan pada keyakinan
dan kwajiban untuk diamalkan, tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.
Contoh hadits masyhur:

Hadis tersebut sejak tingkatan pertama (sahabat) sampai ketingkat imam-imam yang
membukukan hadis (dalam hal ini adalah Bukhari, Muslim dan Tirmidzi) diriwayatkan tidak
kurang dari tiga rawi dalam setiap tingkatan.

Hadis masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dhaif. Yang dimaksud dengan
hadis masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan hadis sahih
baik pada sanad maupun matannya, seperti hadis dari Ibnu Umar:

Sedangkan yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah apabila telah mencapai
ketentuan hadis hasan, begitu juga dikatakan dhoif jika tidak memenuhi ketentuan hadis sahih.

b. Hadits Aziz

Dinamakan Aziz karena kelangkaan hadits ini. Sedangkan pengertiannya adalah hadits
yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.

Contoh:




.[14]

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari dua sahabat yakni Anas dan
Abi Hurairoh. Hadis aziz juga ada yang sahih, hasan dan dhaif tergantung pada terpenuhi atau
tidaknya ketentuan ketentuan yang berkaitan dengan sahih, hasan dan dhoif.[15]

3. Hadits Ghorib
Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja. Hadits Ghorib terbagi menjadi dua:
yaitu ghorib mutlaq dan ghorib nisbi.

Gorib mutlaq terjadi apabila penyendirian perawi hanya terdapat pada satu thabaqat. Contoh :


:
[16].

Artinya: kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan dengan


nasab, tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan.

Hadis ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari Ibnu Umar hanya Abdullah bin
Dinar saja yang meriwayatkanya. Sedangkan Abdulallah bin Dinar adalah seorang tabiin hafid,
kuat ingatannya dan dapat dipercaya.

Hadis ghorib nisbi terjadi apabila penyendiriannya mengenai sifat atau keadaan tertentu
dari seorang perawi. Penyendirian seorang rawi seperti ini bisa terjadi berkaitan dengan
kesiqahan rawi atau mengenai tempat tinggal atau kota tertentu.

Contoh dari hadis ghorib nisbi berkenaan dengan kota atau tempat tinggal tertentu:

[17].

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad Abu Al-Walid, Hamman, Qatadah, Abu
Nadrah dan Said. Semua rawi ini berasal dari Basrah dan tidak ada yang meriwayatkannya dari
kota-kota lain.[18]

III. KESIMPULAN

Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut
adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan
redaksi dan mananya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.

Hadits mutawatir manawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun
redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada
prinsipnya.

Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.

Hadits Masyhur Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak
sampai pada batasan mutawatir.

Hadits Aziz adalah hadits yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.

Hadits Ghorib Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja.

*Penulis: Misbahus Surur (Mahasiswa STAI Mahad Aly Al-Hikam Malang).

[1] Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:113

[2] Fathur Rahman.1974. Ikhtisar Musthathalah al Hadits. Al Maarif: Bandung.hlm.79

[3]Hal ini berdasarkan firman Allah:Mengapa mereka(menuduh itu) tidak mendatangkan empat
orang saksi atas berita bohong itu?.S.An-Nur:13

[4] Seperti S.An-Nur 6-9:Dan orang-orang yang menuduh isterinya(berzina), padahal mereka
tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat
kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar. Dan
sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika dia termasuk orang orang yang berdusta.
Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang
kelima bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.

Berdasarkan S.Al-Maidah 11:Dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang
[5]
pemimpin.

Berdasarkan S.Al-Anfal 65 :Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya
[6]
mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.
[7]Berdasarkan S.Al-Anfal 64 :Hai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang
mengikutimu(menjadi penolongmu). Pada waktu ayat terakhir turun, jumlah mereka mencapai
empat puluh orang laki-laki disebabkan Umar telah masuk Islam.

[8]Berdasarkan S.aL-Araf 155 :Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya
untuk(memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan.

Anda mungkin juga menyukai