Anda di halaman 1dari 12

Muhkam dan Mutasyabih

Kelompok 10

• Muhammad Irfan
• Nur Apriliana
• Putri Nur Fajriyati Amanah
PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH
Menurut etimologi
muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau
diubah. Adapun
mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna lahirnya samar.
PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH MENURUT PARA ULAMA
• Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Ulama golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang
diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan
ditakwilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli Allah
SWT. Manusia tidak ada yang bias mengetahuinya. Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya
Dajjal, arti huruf-huruf Muqaththa’ah.
• Hanafiyah
Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas petunjuknya, dan
tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafal mutasyabih adalah lafal yang
samar maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia atau pun tidak
tercantum dalam dalil-dalil nash (teks dalil-dalil). Sebab, lafal mutasyabih termasuk hal-hal yang
diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
•  Ahlul Fiqh
Mayoritas ulama golongan ahlul fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali satu arah atau segi saja.
Sedangkan lafal mutasyabih adalah artinya dapat ditakwilkan dalam beberapah arah atau segi, karena
masih sama. Misalnya, seperti masalah surga, neraka, dan sebagainya.
• Imam Ibnu Hanbal
Imam Ibnu Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang bisa
berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedang
lafal yang tidak bisa berdiri sendiri adalah lafal mutasyabih, yang membutuhkan penjelasan arti
maksudnya, karena adanya bermacam-macam takwilan terhadap lafal tersebut. Contohnya seperti lafal
yang bermakna ganda (lafal musytarak), lafal yang asing (gharib), lafal yang berarti lain (lafal majaz),
dan sebagainya.
• Imamul Haramain,
Imamul Haramain mengatakan bahwa lafal muhkam ialah lafal yang tepat susunan, dan tertibnya
secara biasa, sehingga mudah dipahami arti dan maksudnya sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal
yang makna maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia, kecuali jika disertai dengan
adanya tanda-tanda atau isyaratyang menjelaskannya. Contohnya seperti lafal yang musytarak, mutlak,
khafi (samara), dan sebagainya.
• Imam Ath-Thibi
Imam Ath-Thibi mengatakan, lafal muhlam ialah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak
mengakibatkan kemusykilan atau kesulitan arti. Sebab, lafal muhkam itu diambil dari lafal ihkam
(Ma’khuudzul Ihkami) yang berarti baik atau bagus. Contohnya seperti yang dhahir, lafal yang tegas,
dan sebagainya. Sedangkan lafal yang mutasyabih ialah sebaliknya, yakni yang sulit dipahami,
sehingga mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran. Contohnya seperti lafal musytarak, mutlak, dan
sebagainya.
• Imam Fakhruddin Ar-Razi
Imam Fakhruddin Ar-Razi berpendapat lafal muhkam ialah lafal yang petunjuknya
kepada sesuatu makna itu kuat, seperti lafal yang nash, atau yang jelas, dan sebagainya.
Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang petunjuknya tidak kuat, seperti lafal yang global,
yang musykil, yang ditakwili, dan sebagainya.
• Ikrimah dan Qatadah
Ikrimah dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang isi maknanya dapat
diamalkan, karena sudah jelas dan tegas, seperti umumnya lafal Al-Quran. Sedangkan lafal
mutasyabih ialah lafal yang isi maknanya tidak perlu diamalkan, melainkan cukup diimani
eksistensinya saja. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang
mutasyabih mengandung banyak wajah.
Jadi, jika semua definisi muhkam tersebut dirangkum, maka :
 pengertian muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan
kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat,
dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan
karena tidak dinasakh.
 pengertian mutasyabih ialah lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak
dapat dijangkau oleh akal manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam
sehingga tidak dapat berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat
sehingga menimbulkan kesulitan cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu
amalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.
SEBAB-SEBAB ADANYA AYAT-AYAT MUHKAM DAN
MUTASYABIH
• Allah SWT telah berfirman:
‫شبه ٌت‬
‫َ ُتِم‬ ‫ُ َ ُاخور‬ ‫َا ِْتالكِب‬ ‫ُ َمحْكم ٌت َُّهن ُّ ُما‬ ‫َاآي ٌت‬ ‫َا ِْتَالكب ْهُْنم‬ ‫َي َلْكع‬ ‫ْ َ ََنزأل‬ ‫ِ َّ َ ُْذالهو‬
‫ي‬ •
Artinya: “Dia-lah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara
isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran, dan yang lain
ayat-ayat mutasyabihat .” (Q.S. Ali Imran: 7)

Menurut kebanyakan ulama, Sedang sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam


Al-Qur’an ialah karena ada kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga
sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti yang lain, disebabkan karena bisa
ditakwilkan dengan bermacam-macam dan petunjuk pun tidak tegas, karena sebagian
besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja .
Macam-Macam Ayat Mutasyabihat

1. Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat


manusia, kecuali Allah SWT. contohnya, seperti Dzat Allah SWT, hakikat
sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat, dan sebagainya.
2. Ayat-ayat yang mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang
dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contohnya,
seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, mengkayyidkan
yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
3. Ayat-ayat yang mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar
ilmu dan sain, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini
termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-
orang yang rasikh (mendalam) ilmu pengetahuannya
Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Ada tiga pendapat para ulama mengenai Ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. Pendapat pertama berpendirian, bahwa semua Al-Qur’an itu muhkam, berdasarkan
ayat 1 surah Hud:”‫ُ َْ ِأحْكمت ُآيهت‬ ‫( ” ِ ٌتكب‬suatu Kitab yang ayat-ayatnya tersusun rapih).
2.Pendapat kedua mengatakan, bahwa Al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabihat, dalam
arti yang saling bersesuaian yang sebagian dengan bagian yang lain. Hal ini
berdasarkan ayat 23 surah Az-Zumar:
‫ْ ََّهُمبر‬ َ ْ‫َْي‬
‫خشون‬ ‫َ ِ َّيذاْنل‬ ‫ْ ُ ُلدوج‬ ‫ًّ ْ ِ َقتشعًر ُْ ِهنم‬7 ‫شتك‬ ‫ِ َاَِنًُاثَتاه‬
‫يبِم‬ ‫ْ َِيال ِدحْث‬ ‫َا َحْسن‬ ‫هللَا ُ ََّ َنزل‬ •
Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya .”
3.Pendapat ketiga mengatakan, bahwa Al-Qur’an itu terdiri dari dua bagian, yakni
muhkam dan mutasyabih. Pendapat ini berdasarkan ayat 7 surah Ali Imran.
Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih

• Madzhab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat
mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah).
Mereka menyucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah
dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an. Di antara ulama yang
masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik yang berasal dari ulama
mutaqaddimin.
• Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-
ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai
dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin.
 
Faedah Ayat-Ayat Muhkam dan Ayat-Ayat Mutasyabih

Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat

• Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan
adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya
bagi mereka.
• Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka
dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
• Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran,
karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk
diamalkan.
• Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal
ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu
penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat

• Di antara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabihat di dalam Al-Quran dan ketidakmampuan akal untuk
mengetahuinya adalah sebagai berikut:
• Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat
mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang
merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan
menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih
merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan
akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
• Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma
yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat
mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-
orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka
berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
• Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada
kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan
kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
• Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
• Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam

Anda mungkin juga menyukai