Oleh :
1. Nining Widiyanti
2. M. Alfarisi
3. Ufi Fikrotul Amna
1
Kata Pengantar
Puji Syukur Kehadirat Allah Swt Atas Limpahan Rahmat Dan Anugrah Dari-Nya Kami
Dapat Menyelesaikan Makalah Tentang “Pendekatan Sosiologis tentang pendidikan: Teori
Struktural Fungsional, Teori Struktural Konflik, Teori Interaksionosme Simbiotik, dan Teori
Pertukaran” Ini. Sholawat Dan Salam Semoga Senantiasa Tercurahkan Kepada Junjungan Besar
Kita, Nabi Muhammad Saw Yang Telah Menunjukkan Kepada Kita Semua Jalan Yang Lurus
Berupa Ajaran Agama Islam Yang Sempurna Dan Menjadi Anugrah Terbesar Bagi Seluruh
Alam Semesta.
Kami Sangat Bersyukur Karena Dapat Menyelesaikan Makalah Yang Menjadi Tugas
Sosiologi Pendidikan. Dengan Judul “Pendekatan Sosiologis tentang pendidikan: Teori
Struktural Fungsional, Teori Struktural Konflik, Teori Interaksionosme Simbiotik, dan Teori
Pertukaran”. Disamping Itu, Kami Mengucapkan Banyak Terimakasih Kepada Semua Pihak
Yang Telah Membantu Kami Selama Pembuatan Makalan Ini Berlangsung Sehingga Dapat
Terealisasikanlah Makalah Ini.
Demikian Yang Dapat Kami Sampaikan, Semoga Makalah Ini Dapat Bermanfaat Bagi
Para Pembaca. Kami Mengharapkan Kritik Dan Saran Terhadap Makalah Ini Agar Kedepannya
Dapat Kami Perbaiki. Karena Kami Sadar, Makalah Yang Kami Buat Ini Masih Banyak
Terdapat Kekurangannya.
Penyusun
2
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan..............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
2.1. Teori struktural fungsional................................................................................................5
2.2. Teori struktural konflik.....................................................................................................6
2.3. Teori interaksionisme simbolik.........................................................................................7
2.4 Teori pertukaran...................................................................................................................9
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
melahirkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelek dan watak, sesuai
tuntutan masyarakat politik (bangsa) secara keseluruhan dan tuntutan lingkungan
khusus tempat mereka akan hidup dan berada.
b. Talcott Parsons (1920 – 1979) melihat pendidikan sebagai pemegang fungsi
sosialisasi dan seleksi, diantara keduanya Parsons lebih menekankan pada
sosialisasi. Sosialisasi meliputi segala aspek kehidupan : nilai, kognisi, maupun
motorik, melalui sosialisasi nilai-nilai budaya masyarakat diubah menjadi nilai
yang diimplementasikan oleh setiap masyarakat secara individu maupun
masyarakat.
Teori konflik berkembang sebagai lawan terhadap fungsional struktural. Teori ini
menganggap bahwa masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok dan golongan yang berbeda
kepentingan. Konflik ini diharapkan mampu memperteguh identitas. Sehingga dalam teori
konflik dibutuhkan katup pengaman untuk mengamankan konflik tersebut.
Karl Marx dianggap sebagai orang yang paling banyak memberi sumbangsi dalam
pengembangan teori sosial konflik. Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan
sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Marx
mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak
mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat,
pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal – borjuis– dan
kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar (Lukacs, 2010: 95100 dan Umar, 1999: 43-51).
Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan
eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan
selama kesadaran semu eksis –false consiousness– dalam diri proletar, yaitu berupa rasa
menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara
kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu
revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum
borjuis terhadap mereka. Teori ini belakangan dikembangkan oleh Merton dan Parsons
(Faqih: 80).
Dalam teori konflik masalah dominasi dan subordinasi menjadi pokok bahasan penting
karena berasumsi bahwa aturan, norma, dan nilai masyarakan dominasi memaksa masyarakat
subordinat untuk ikut mengikutinya. Dengan pemaksaan ini, masyarakat dominan
mempertahankan struktur sosial yang menguntungkannya. Konflik dengan kelompok lain
dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam
dunia sosial sekelilingnya. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat
memperkuat struktur sosial. Sehingga ketiadaan konflik bukanlah indikator dari kekuatan dan
kestabilan suatu hubungan. Pendidikan yang dilaksanakan baik pemerintah maupun suasta
adalah pendidikan yang tidak statis, akan tetapi penuh dengan dinamika sosial. Konflik yang
6
terjadi dalam pendidikan adalah bagaian dari proses konstruksi pendidikan kea rah yang lebih
baik.
Pakar yang pertama kali memperkenalkan teori interaksionisme simbolik adalah Jesse
Shera. Teori interaksi simbolik berangkat dari pemikiran bahwa realitas sosial merupakan
sebuah proses yang dikonstruksi secara dinamis, dan didasari oleh tiga premis Herbert
Blumer. Ketiga premis ini adalah meaning, language, dan thought. Premis ini kemudian
mengarah pada kesimpulan tentang pembentukan diri seseorang dan sosialisasinya dalam
komunitas (community) yang lebih besar.
Premis pertama yang dikemukakan oleh Blumer adalah meaning (makna), perilaku
seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami
tentang obyek atau orang tersebut. Makna akan didapat dari interaksi yang berarti makna
merupakan hasil interaksi sosial, Blumer menempatkan language pada premis kedua. Makna
tidak melekat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa
adalah bentuk dari simbol. Oleh karena itu, teori ini kemudian disebut sebagai
interaksionisme simbolik. Manusia memiliki kemampuan untuk menamai sesuatu. Simbol,
termasuk nama, adalah tanda yang arbitrer. Percakapan adalah sebuah media penciptaan
makna dan pengembangan wacana. Pemberian nama secara simbolik adalah basis
terbentuknya masyarakat. Para interaksionis meyakini bahwa upaya mengetahui sangat
tergantung pada proses pemberian nama, sehingga dikatakan bahwa Interaksionisme simbolik
adalah cara kita belajar menginterpretasikan dunia.
7
bahasa untuk berpikir dan berinteraksi secara simbolik. Bahasa merupakan software untuk
menjalankan mind. Penganut interaksionisme simbolik menyatakan bahwa self adalah fungsi
dari bahasa. Tanpa pembicaraan tidak akan ada konsep diri, oleh karena itu untuk mengetahui
siapa dirinya, seseorang harus menjadi anggota komunitas.
Dalam dunia pendidikan, teori ini sangat penting untuk interaksi antara guru-murid, murid-
murid, dan sebagainya. Dalam memahami individu lain haruslah menggunakan makna yang
didapat dari komunikasi antar keduanya yang kemudian akan mendapatkan hasil berupa
pemikiran yang sebenarnya, artinya butuh pendekatan yang intensif begitupun dengan guru
dalam menilai muridnya.
Teori pertukaran melihat dunia ini sebagai arena pertukaran, tempat orang-orang saling
bertukar ganjaran/hadiah. Apapun bentuk perilaku sosial seperti persahabatan, perkawinan,
atau perceraian tidak lepas dari soal pertukaran. Semua berawal dari pertukaran, begitu kata
tokoh teori pertukaran. Apabila kita pahami dari berbagai pemikiran teori yang dikemukakan
oleh George Caspar Homans, Peter M. Blau, Richard Emerson, John Thibout dan Harold H.
Kelly maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa teori pertukaran memiliki asumsi dasar
sebagai berikut:
a. Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan untung dan nugi
Pemikiran tentang manusia merupakan makhluk yang rasional. Teori pertukaran melihat
bahwa manusia terus menerus terlibat dalam memilih di antara perilaku-perilaku
alternatif, dengan pilihan mencerminkan cost and reward (biaya dan ganjaran) yang
diharapkan berhubungan dengan garis-garis perilaku alternatif itu. Tindakan sosial
dipandang ekuivalen dengan tindakan ekonomis. Suatu tindakan adalah rasional
berdasarkan perhitungan untung rugi. Dalam rangka interaksi sosial, aktor
mempertimbangkan keuntungan yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkannya
(cost benefit ratio). Oleh sebab itu, semakin tinggi ganjaran (reward) yang diperoleh
makin besar kemungkinan suatu prilaku akan diulang. Sebaliknya, makin tinggi biaya
atau ancaman hukuman (punishment) yang akan diperoleh maka makin kecil
kemungkinan prilaku yang sama akan diulang.
b. Perilaku Pertukaran Sosial Terjadi Apabila: (1) Perilaku Tersebut Harus Berorientasi
pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang Lain" dan
(2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan
Tersebut. Asumsi dari Blau ini, menurut Poloma (1984), juga sejalan dengan pemikiran
Homans tentang pertukaran. Perilaku sosial terjadi melalui interaksi sosial yang mana
para pelaku berorientasi pada tujuan.
Untuk memperoleh kasih sayang, misalnya, seseorang harus berorientasi pada
perolehan kasih sayang tersebut. Perolehan kasih sayang tersebut hanya mungkin
dilakukan melalui interaksi dengan orang lain. Tidak mungkin bertepuk sebelah tangan.
8
Perilaku untuk mendapatkan kasih sayang tersebut memerlukan sarana bagi penca-
paiannya, misalnya, hubungan persahabatan atau perkawinan. Dalam hubungan
persahabatan atau perkawinan, pihak terlibat (antara dua sahabat atau antara suami istri)
melakukan interaksi dengan meng- orientasikan perilakunya untuk memperoleh kasih
sayang. Dengan cara tersebut pertukaran sosial bisa terjadi.
c. Transaksi-Transaksi Pertukaran Terjadi Hanya Apabila Pihak yang Terlibat memperoleh
Keuntungan dari Pertukaran itu Sebuah tindakan pertukaran tidak akan terjadi apabila
dari pihak-pihak yang terlibat ada yang tidak mendapatkan keuntungan dari suatu
transaksi pertukaran. Keuntungan dari suatu pertukaran, tidak selalu berupa ganjaran
ekstrinsik seperti uang, barang-barang atau jasa, tetapi juga bisa bisa ganjaran intrinsik
seperti kasih sayang, kehormatan, kecantikan, atau keperkasaan. Seperti yang telah
dikatakan di atas, tidak mungkin bertepuk sebelah tangan. Dalam kaitan dengan asumsi
ini, tidak mungkin suatu pertukaran sosial terjadi kalau satu pihak saja mendapat
keuntungan, sedangkan yang lain tidak mendapat apa-apa, apalagi kalau pihak lain
tersebut justru mendapatkan kerugian.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sosiologi pendidikan menuntut pengetahuan yang cukup kuat tentang teori-teori
sosiologi. Penguasaan teori-teori sosiologi merupakan satu persyaratan yang tidak dapat
ditawarkan lagi bagi analisis sosiologi pendidikan. Tanpa teori sosiologi, analisis sosiologi
tidak akan terjadi dan sosiologi pendidikan hanya akan merupaka deskripsi datau atau
laporan gambaran apa adanaya tentang pendidikan itu. Ada empat teori sosiologi pendidikan
yang dibahas yaitu teori struktural fungsional, teori struktural konflik, teori interaksionosme
simbiotik, dan teori pertukaran.
Teori struktural fungsional berangkat dari asumsi bahwa kehidupan masyarakat
merupakan sebuah sistem besar yang terdiri atas sejumlah subsistem yang saling pengaruhi
dan saling tergantung serta terintegrasi satu sama lain dalam membuat masyarakat itu
berfungsi. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok dan golongan yang berbeda
kepentingan merupakan teori struktural konflik yang menjadi lawan dari teori struktural
fungsional. Teori interaksionisme lebih fokus pada individu yang menjadi objeknya, teori ini
berurusan dengan struktur-struktur sosial, bentukbentuk kongkret dari perilaku individual
atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada
hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Teori
pertukaran beranggapan bahwa dunia ini tempat orang-orang bertukat, dalam pertukaran
orang akan mencari keuntungan dan memegang prinsip give and take.
3.2 Saran
Dengan mengucap syukur alhamdulillah pada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tentunya masih jauh dari harapan, oleh karena itu penulis masih
perlu kritik dan saran yang membangun serta bimbingan, terutama dari Dosen. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis.
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi pendidikan. Jakarta.
Burke, P. 2001. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor.
Daimah dan Prambudi, Setyo. 2018. Pendekatan Sosiologi dalam Kajian Pendidikan Islam.
Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 9(2).
Damsar. 2015. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Hayat, Rahmat. 2014. Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Martono, N. 2014. Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Rasyid, M. Rusydi. 2015. Pendidikan Dalam Perspektif Teori Sosiologi. Jurnal Lauladuna.
Vol. 2(2).
10
Syukurman. 2020. Sosiologi Pendidikan Memahami Pendidikan dari Aspek
Multikulturalisme. Jakarta: Penerbit Kencana.
11