Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI SOSIOLOGI DALAM PENDEKATAN EKONOMI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Ekonomi
dipresentasikan dikelas E1-6F

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

Okta Pendra (3221114)

Pebi Soli Hadiansyah (3221115)

Ica Asmaika (3221137)

Dosen Pengampu: HAFIZAH

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah,
dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Teori
sosiologi dalam pendekatan ekonomi, tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dosen Hafizah selaku Dosen Pengampu
Mata Kuliah Sosiologi Ekonomi yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman
dalam penyusunan makalah ini.

Adapun penyusunan makalah ini telah kami upayakan dengan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya.
Semua itu bukan unsur kesengajaan kami, tetapi dikarenakan kurangnya ilmu dan pengetahuan
kami dalam ilmu ini.
Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka, kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami, sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini kedepannya agar lebih baik lagi.

Bukittinggi, 18 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Teori Struktural Fungsional..............................................................................................3
B. Teori Struktural konflik....................................................................................................5
C. Teori Interaksionalisme simbolis......................................................................................7
D. Teori Pertukaran..............................................................................................................10
BAB III.........................................................................................................................................12
PENUTUP....................................................................................................................................12
A. Kesimpulan.....................................................................................................................12
B. Saran................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidang ekonomi dan sosiologi seringkali dipandang sebagai dua entitas terpisah dala
m kajian ilmiah. Namun, dalam era globalisasi dan kompleksitas sosial yang semakin berke
mbang, hubungan antara kedua bidang ini menjadi semakin terjalin erat. Sosiologi, sebagai i
lmu yang mempelajari struktur, proses, dan pola interaksi sosial, memberikan pandangan ya
ng penting dalam memahami perilaku ekonomi individu, kelompok, dan masyarakat secara
lebih holistik. Teori-teori sosiologi menyoroti aspek-aspek seperti nilai-nilai budaya, norma
sosial, stratifikasi sosial, dan dinamika kekuasaan yang memengaruhi proses ekonomi. Oleh
karena itu, pengintegrasian teori sosiologi dalam pendekatan ekonomi menjadi relevan untu
k mengeksplorasi dinamika yang kompleks di dalam sistem ekonomi kontemporer.

Selain itu, melihat fenomena ekonomi hanya dari sudut pandang teknis dan matematis
saja dapat menghasilkan pemahaman yang terbatas. Masalah ekonomi seringkali melibatkan
faktor-faktor sosial seperti budaya, agama, dan politik yang memiliki pengaruh signifikan te
rhadap pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, penggunaan teori sosiologi dalam
analisis ekonomi dapat membuka wawasan baru dalam menjelaskan berbagai fenomena eko
nomi yang kompleks, seperti kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan perilaku konsumen. D
engan demikian, pendekatan yang menggabungkan teori sosiologi dan ekonomi menjadi pe
nting dalam menyelidiki hubungan antara struktur sosial dan proses ekonomi serta dampakn
ya terhadap masyarakat secara keseluruhan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Teori Struktural fungsional?
2. Apakah Teori Struktural konflik?
3. Apakah Teori Interaksionisme simbolis ?
4. Apakah Teori Pertukaran?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Teori Struktural fungsional

1
2. Untuk mengetahui Teori Struktural konflik
3. Untuk mengetahui Teori Interaksionisme simbolis
4. Untuk mengetahui Teori Pertukaran

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Teori Struktural Fungsional

Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural fungsional’


merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan
fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan
pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem.
Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada beberapa
konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur1.

Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan ant
ropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bag
ian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan d
alam hal fungsi dari elemen-lemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.
Dalam paradigma struktural fungsional semua unsur pembentuk masyarakat terjalin satu sa
ma lain yang dikenal dengan sistem. Sehingga jika ada salah satu unsurnya tidak bekerja ma
ka masyarakat tersebut akan terganggu. Dengan adanya saling ketergantungan, kerjasama m
enunjukkan bahwa masyarakat terintegrasi utuh dan bertahan lama 2.

Disamping tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedan
gkan unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. 1 Teori fungsionalisme s
truktural didasarkan pada kenyataan alam yang hidup secara teratur dengan adanya suatu sis
tem tanpa adanya kekacauan, seperti matahari selalu terbit dari sebelah timur dan terbenam
selalu di sebelah barat.

Demikian pula struktural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran tersebut.


Selain itu, struktural fungsional dipengaruhi pula oleh pemikiran biologis yang menganggap
masyarakat sebagai organisme biologis, terdiri dari berbagai macam organ yang saling
ketergantungan, di mana ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar
organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, teori fungsionalisme
struktural memiliki tujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori fungsional struktural di
cetuskan oleh Talcott Parsons 3.

1 Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
hlm. 188
2 Agung Tri Haryanta dan Eko Sujatmiko, Kamus sosiologi, (Surakarta: Aksarra Sinergi Media, 2012), 71.
3 Cuek Julyati Hisyam, Sistem Budaya Indonesia (Jakarta Timur: PT Bumi Aksara, 2020. Hal. 63

3
Talcott Parsons merupakan Sosiolog ternama yang mengemukakan pendekatan struk
tural fungsional pada abad ke-20. Teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehid
upan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam
struktur sebuah sistem. Pendekatan struktural fungsional menekankan pada keseimbangan si
stem yang stabil dalam suatu masyarakat.

Talcott Parsons meyakini bahwa ada empat fungsi penting untuk semua sistem tinda
kan yaitu:

1. Adaptation (adaptasi)
sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan hidup deng
an kebutuhannya.
2. Goal attainment (pencapaian tujuan), sebuah sistem harus mendefinisikan dan m
encapai tujuan utamanya
3. Integration (integrasi), sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagi
an yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ket
iga fungsi penting lainnya yaitu adaptation, goal attainment, dan latency.

Jadi pada intinya asumsi dasar dalam teori struktural fungsional ialah bahwa:

(1) masyarakat selalu mencari titik keseimbangan,

(2) masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar keseimbangan terpenuhi,

(3) untuk memenuhi kebutuhan dasar, fungsi-fungsi harus dijalankan,

(4) untuk memenuhi semua ini, harus ada struktur tertentu demi berlangsungnya suat
u keseimbangan atau homeostatik. Prasyarat dalam teori struktural fungsional menja
dikan suatu keharusan yang wajib ada agar keseimbangan sistem tercapai, baik pada
tingkat masyarakat khususnya yaitu peran penghayat paguyuban Kawruh Murti Tom
o Waskito Tunggal dalam melestarikan tradisi Suran di Desa Kecubung Kecamatan
Pace Kabupaten Nganjuk 4.

4 Herien Puspitasari, Gender Dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia, (Bogor: PT penerbit IPB pres
s, 2018). Hal. 78-79

4
B. Teori Struktural Konflik

Teori konflik atau teori struktur konflik (Musleh Wahid, 2019) diperkenalkan pada
tahun 1960. Teori ini pertama kali muncul dalam sosiologi Amerika sebagai kebangkitan d
ari ide-ide yang sebelumnya diungkapkan oleh Karl Marx dan Max Weber (Peter Singer, 2
021). Ide dasar teori konflik ini karena itu diambil dari pemikiran kedua pemikir ini. Marx
dan Weber dengan tegas menolak gagasan bahwa masyarakat cenderung mengarah pada k
onsensus dasar atau harmoni di mana struktur. masyarakat saat ini bekerja untuk kebaikan
semua. Bahkan, menurut Marx dan Weber, konflik dan konflik kepentingan masing-masin
g individu dan setiap kelompok saling bertentangan dan merupakan penentu terpenting org
anisasi kehidupan sosial. Karl Marx (1818-1883) (Peter Singer, 2021) dianggap sebagai pe
lopor penting teori konflik.
Dasar pemikiran Marx adalah eksploitasi massal, yang diyakini sebagai pendorong
utama kekuatan sejarah (Peter Singer, 2021). Marx menganggap perbedaan kelas, yang sal
ah satunya disebabkan oleh proyek industrialisasi, dan ini hanya mengejar keuntungan eko
nomi (Musleh Wahid, 2019). Perjuangan masyarakat kelas merupakan konsep fundamenta
l yang dikonseptualisasikan oleh Karl Marx pada saat itu. Pemicunya adalah situasi sosial
saat itu, yang dikelilingi oleh industrialisasi pada abad ke-19: industrialisasi menciptakan
kelas pekerja dan industrialis, yang pada gilirannya menyebabkan keterasingan. Perspektif
konflik, yang berakar pada pemikiran Karl Marx, diakui oleh sosiolog sebagai jalan keluar,
oleh karena itu terkait erat dengan revolusi (Peter Singer, 2021). Konflik di sini tidak dim
aksudkan sebagai revolusi radikal, apalagi pertumpahan darah. Bagaimanapun, Marx adala
h seorang humanis.
Pada hakikatnya teori konflik melihat adanya perbedaan pendapat dan konflik dala
m sistem sosial. Maka masyarakat tidak akan selalu baik-baik saja. Teori ini juga membah
as otoritas yang berbeda yang mengarah pada superioritas dan subordinasi. Perbedaan kep
entingan kedua hal ini kemudian menimbulkan konflik. Namun, teori konflik itu sendiri ju
ga menunjukkan bahwa konflik dalam proses sosial ini diperlukan untuk menghasilkan per
ubahan sosial baik ke arah negatif maupun positif. Teori konflik Karl Marx telah lama dia
baikan oleh para sosiolog. Namun, teori ini tidak muncul kembali sampai tahun 1960 (Pete
r Singer, 2021). Beberapa sosiolog telah menghidupkan kembali teori konflik, seperti C.
Wright Mills (1956-1959], Lewis Coser: [1956] dan lain-lain [Aron, 1957; Dahrendorf, 19

5
59, 1964; Chambliss, 1973; Collins, 1975]. Berbeda dengan fungsionalis, yang melihat ke
adaan normal masyarakat sebagai keseimbangan statis, teori konflik cenderung melihat ma
syarakat dalam konflik konstan dalam kelompok dan kelas. Para ahli teori konflik bahkan
mengklaim bahwa kaum fungsionalis tidak menanyakan kepada diri mereka sendiri pertan
yaan yang "berguna secara fungsional" tentang siapa yang dituju. Keseimbangan harmonis
yang dimaksud oleh fungsionalis hanya dipandang bermanfaat bagi sebagian orang sedang
kan merugikan bagi sebagian lainnya.
Para ahli teori konflik berpendapat bahwa keseimbangan sosial, seperti yang dimak
sudkan oleh para fungsionalis ini, hanyalah fantasi karena mereka tidak mampu menjelask
an bagaimana kelompok dominan mengeksploitasi dan membungkam kelompok lain. Dala
m teori Marx (Peter Singer, 2021), keberadaan hubungan pribadi dalam produksi dan kelas
sosial dipandang sebagai elemen kunci yang ada di banyak masyarakat. Marx juga berpen
dapat bahwa perubahan sosial yang tercipta sebagian besar dipengaruhi oleh adanya konfli
k antara kelas penguasa dan kelas bawahan. Adapun strategi konflik marsian-modern, yan
g disebutkan oleh Stephen K Sanderson (Stephen K. Sanderson, 2020), adalah sebagai beri
kut :
1. Kehidupan sosial merupakan arena konflik atau pertentangan di dalam kelompo
k-kelompok yang bertentangan.
2. Berbagai sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik adalah hal penting, sehing
ga berbagai kelompok berusaha untuk merebutnya.
3. Akibat tipikal dari pertentangan ini adalah adanya pembagian masyarakat menja
di kelompok yang determinan secara ekonomi dan kelompok yang tersubordinasi.
4. Pola sosial dasar dari suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial da
ri kelompok yang secara ekonomi merupakan kelompok yang determinan. 5. Konflik dan
pertentangan sosial dalam yang ada dalam berbagai masyarakat melahirkan kekuatan-keku
atan yang mampu menggerakkan perubahan sosial.
Teori konflik lain yang sangat populer adalah Dahrendorf (Olaf Kühne, 2020). Dah
rendorf adalah seorang intelektual Jerman yang menjadi populer pada tahun 1959 dengan
karyanya "Konflik Kelas dan Kelas dalam Masyarakat Industri". Bagi Dahrendorf (Olaf K
ühne, 2020), penjelasan fungsionalis tentang integrasi, nilai dan konsensus, serta stabilitas,
dianggap tidak seimbang. Dia menolak asumsi fungsionalis ini dan mencoba mendasarkan

6
teorinya pada perspektif Marxis modern. Konflik sosial yang dilandasi oleh konflik kepent
ingan dan akibat dari konflik tersebut dapat merasuk baginya dan sekaligus menimbulkan
perubahan sosial. Meskipun Dahrendorf memiliki pemikiran yang sama ketika mempertim
bangkan konflik kelas, Dahrendorf tidak setuju dengan tesis yang ditawarkan oleh Marx.
Serupa halnya dengan teori fungsional struktural, teori konflik pun juga tak luput d
ari kelemahan. Beberapa kritik yang ditujukan pada teori konflik, meliputi : 1. teori konfli
k dianggap mengabaikan ketertiban dan stabilitas dalam masyarakat. Padahal, sekalipun k
onflik konflik dan perubahan adalah bagian dari masyarakat, tapi bukan berarti masyarakat
tidak pernah mengalami kondisi dengan ketertiban dan stabilitas. 2. teori konflik memiliki
dasar ideologi radikal. Sama halnya dengan fungsionalisme yang dikritik karena ideologi k
onservatifnya, kedua teori ini dianggap tidak cukup memadai dalam menganalisa kehidupa
n sosial masyarakat karena masing – masing hanya dapat menerangkan sebagian kehidupa
n sosial saja. Padahal, diperlukan perspektif teoritis yang mampu menerangkan konflik da
n ketertiban sekaligus5.

C. Interaksionalisma Simbolis

Pendekatan yang digunakan dalam interaksi simbolik ini cenderung berfokus pada n
egosiasi terbuka atas definisi situasi dalam artian makna bersama. Ada beberapa sosiolog m
odern yang telah berkontribusi dan mendukung teori interaksionisme simbolik, seperti Jame
s Mark Baldwin, William James, Charles H. Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan
George Herbert Mead (Jean-François Côté, 2015). Di antara tokoh-tokoh tersebut, George
Herbert Mead adalah tokoh yang paling populer sebagai pelopor teori dasar.

Teori interaksionisme simbolik dikembangkan oleh George Herbert Mead pada tahu
n 1920-an dan 1930-an (Jean-François Côté, 2015). Pada saat itu, George Herbert Mead ada
lah seorang profesor filsafat di Universitas Chicago. Sebagai seorang guru, ia sering mengu
ngkapkan ide-idenya tentang interaksionisme simbolik kepada murid-muridnya. Dari mahas
iswa ini, yang menerbitkan banyak catatan dan kuliah, teori interaksionisme simbolik Georg
e Herbert Mead mulai berkembang (JeanFrançois Côté, 2015). Selanjutnya ketika buku itu
diterbitkan tak lama setelah kematian George Herbert Mead yang menjadi acuan utama teor
i interaksi simbolik, yaitu: Mind, Self, and Society (George Herbert Mead, 2015). Murid-m
5 Ari Cahyo Nugroho.2021. TEORI UTAMA SOSIOLOGI KOMUNIKASI (FUNGSIONALISME STRU
KTURAL, TEORI KONFLIK, INTERAKSI SIMBOLIK) kata, ISSN: 2721-6306

7
urid George Herbert Mead yang melakukan banyak interpretasi dan pengembangan teori ini.
Sebagai salah satu muridnya (1937) Herbert Blumer menciptakan istilah "interaksi simboli
k". Ia kemudian mempopulerkannya di kalangan civitas akademika. Dalam teori ini, George
Herbert Mead menganggap tindakan sebagai "unit sentral" teori. George Herbert Mead mela
kukan analisis tindakan dengan memfokuskan perhatiannya pada stimulus dan respon. Inter
aksi simbolik itu sendiri merupakan aktivitas khas manusia, yaitu berupa komunikasi atau p
ertukaran simbol yang memiliki makna. Gagasan tentang interaksi simbolik ini ditulis ulang
oleh Blummer dalam tulisannya, yang kemudian diperkaya dengan gagasan dari John Dewe
y, William I. Thomas, dan Charles H. Cooley (Jean-François Côté, 2015). Dalam arti yang l
ebih luas, perspektif interaksi simbolik berasal dari perspektif yang lebih luas, yaitu perspek
tif fenomenologis atau perspektif interpretatif. Maurice Natanson menggunakan istilah feno
menologi sebagai istilah yang mengacu pada semua pandangan ilmu-ilmu sosial yang meng
anggap bahwa untuk memahami tindakan sosial kita harus fokus pada kesadaran manusia d
an makna subjektifny.

Pada masa awal perkembangannya, teori interaksi simbolik seolah bersembunyi di b


alik dominasi teori fenomenologis Talcott Parsons (A. Javier Treviño, 2002). Namun, fungs
ionalisme, yang terus menurun pada 1950-an dan 1960-an, menyebabkan kebangkitan teori
interaksionisme simbolik. Teori interaksi simbolik ini berkembang pesat hingga hari ini. To
koh-tokoh interaksionisme simbolik pada tahun 1960-an, seperti Howard S. Becker dan Erv
ing Goffman, melahirkan banyak studi interpretatif yang menawarkan pandangan alternatif t
entang sosialisasi dan hubungan antara individu dan masyarakat (A. Javier Treviño, 2002) E
sensi utama dari interaksionisme simbolik itu sendiri adalah fokus mempelajari hakikat inter
aksi, yang merupakan aktivitas sosial manusia yang dinamis. Perspektif ini mengasumsikan
bahwa individu pada dasarnya aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan dan menampilkan per
ilaku yang kompleks dan tak terduga. Singkatnya, perspektif interaksi simbolik menolak ga
gasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan at
au struktur yang ada di luar dirinya. Individu adalah makhluk hidup yang dinamis dan terus
berubah. Karena individu ini adalah elemen utama masyarakat, itu berarti bahwa masyaraka
t berubah melalui interaksi antara individu-individu tersebut. Singkatnya, interaksi ini dipan
dang sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku manusia dan bukan sebagai peng

8
aruh pada struktur masyarakat. Struktur masyarakat itu sendiri dapat diciptakan dan dipenga
ruhi oleh interaksi manusia.

Teori Interaksi-Simbolik pun tidak lepas dari adanya kelemahan dan kritik. Adapun
kelamahan dari teori interaksi simbolik yang dapat dirangkum, sebagai berikut :

1. interaksionis terlalu memperhatikan kehidupan individu sehari-hari dan pembentu


kan sosial dari dirinya. Akan tetapi, mereka cenderung mengabaikan struktur so
sial. Padahal, struktur sosial bagi individu adalah hal penting.

2. interaksi simbolik mengabaikan faktor-faktor psikologis seperti kebutuhan, motif,


dan niat, dan justru lebih memusatkan kajiannya pada tindakan, simbol serta int
eraksi. Karenanya, perhatian dari para penganut teori ini pun tidak bisa terlalu m
endalam. 3. teori ini hanya memfokuskan pada kehidupan manusia sehari-hari, d
an tidak melihat hal-hal yang membuat atau melatarbelakangi tindakan itu terjad
i, hingga akhirnya dilakukan .

Lewis Coser menyebutkan beberapa fungsi dari konflik seperti yang dikutip Zetlin,
(1998: 156) yaitu :

1) Koflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar. Dalam masyar
akat yang terancam disintegrasi, konflik dengan masyarakat lain bisa menjadi kekuatan yang
mempersatukan. AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034 2) Kelompok s
atu dengan kelompok lain dapat menghasilkan solidaritas didalam kelompok tersebut dan soli
daritas itu bisa menghantarkannya kepada aliansi-aliansi dengan kelompok-kelompok lain.

3) Konflik juga bisa menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolir menja


di berperan secara aktif 6.

D. Teori Pertukaran
Teori pertukaran, yang dikembangkan oleh George C. Homans, merupakan reaks
i terhadap paradigma fakta sosial yang terutama dikemukakan oleh Durkheim. Homans
mengatakan bahwa proses interaksi sosial dapat menghasilkan fenomena baru sebagai ak
6 Nur Rohman, 2020. PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK. AT-TAHDZIB.
Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

9
ibat dari interaksi tersebut. Meskipun ia mengenali proses interaksi, ia juga mempertimb
angkan bagaimana menjelaskan fenomena yang dihasilkan dari proses interaksi. George
Caspar Homans lahir di Boston Massachusetts pada 11 Agustus 1910. Ia meninggal di C
ambridge Massachusetts pada 29 Mei 1989 pada usia 78 tahun. Dia adalah seorang sosio
log Amerika dan pendiri sosiologi perilaku dan teori pertukaran. Homans terkenal karen
a penelitiannya dan karyanya tentang perilaku sosial, termasuk The Human Group, Socia
l Behavior: Its Elementary Forms. Teori pertukaran dan berbagai argumen digunakan un
tuk menjelaskan perilaku sosial. Dalam sosiologi dan psikologi sosial, Homans diangga
p sebagai salah satu dari teori sosiologi penting dari tahun 1950-an hingga 1970-an.
Teori Pertukaran menyatakan, bahwa jika perilaku tertentu memperoleh reward
(ganjaran), maka besar kemungkinan perilaku tersebut akan diulangi. Semakin sering sua
tu reward diberikan bagi perilaku tertentu, maka semakin sering pula perilaku tersebut di
ulangi. Selain itu, semakin bernilai perilaku seseorang bagi orang lain, maka semakin bes
ar peluang orang tersebut mengulangi perlakunya. Pertukaran kembali (re-exchange) ber
peluang terjadi pada kedua pihak yang melakukan interaksi. Penilaian bagi suatu perilak
u tidak selalu bersifat ekonomi (perbandingan cost and benefit) melainkan dapat pula ber
sifat subyektif. Semakin sering seseorang memperoleh reward atas perilakunya, maka ak
an semakin berkurang nilai dari perilaku tersebut (Ritzer, 1985:92-94). Asal usul Teori P
ertukaran, sebagai berikut: Peter M. Blau menyatakan, bahwa berdasarkan konsep pertuk
aran, maka masyarakat memiliki struktur sosial yang kompleks. Prosesnya meliputi: (1)
pertukaran atau transaksi antar individu; (2) yang meningkat menjadi diferensiasi status
dan kekuasaan; (3) yang mengarah pada legitimasi dan pengorganisasian; (4) yang meny
ebarkan bibit oposisi dan perubahan. George Homan menyatakan, bahwa selama berlang
sungnya proses interaksi selalu timbul suatu fenomena baru .

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

tiga teori sosiologi yang berbeda dalam pendekatan ekonomi, yaitu fungsionalisme
struktural, teori konflik, dan interaksionalisme simbolis, serta teori pertukaran.
Fungsionalisme struktural menyoroti bagaimana masyarakat diorganisir sebagai sebuah
sistem dengan elemen-elemen yang saling berhubungan dan bagaimana fungsi dari elemen-
elemen tersebut berperan dalam menjaga keseimbangan sosial. Teori konflik, di sisi lain,
menekankan adanya pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok sosial dan peran
konflik dalam menghasilkan perubahan sosial. Sementara itu, interaksionalisme simbolis
memfokuskan pada bagaimana individu memberikan makna kepada simbol-simbol dalam
interaksi sosial dan bagaimana interaksi ini membentuk realitas sosial. Terakhir, teori
pertukaran menekankan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh reward yang mereka
peroleh dari interaksi sosial, dengan mengutamakan konsep pertukaran dan keuntungan

11
pribadi. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, ketiga teori ini memberikan
wawasan yang berharga dalam memahami dinamika sosial dan ekonomi dalam masyarakat.

Selain itu, melalui pembahasan teori-teori tersebut, kita memahami bahwa setiap
pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Fungsionalisme struktural
menekankan keseimbangan dan integrasi sosial, tetapi dapat mengabaikan konflik dan
perubahan sosial yang mungkin diperlukan. Teori konflik memberikan pemahaman tentang
pertentangan kepentingan dalam masyarakat, tetapi dapat kurang memperhatikan aspek-
aspek harmoni dan integrasi. Sementara itu, interaksionalisme simbolis menyoroti
bagaimana individu memberikan makna kepada simbol-simbol dalam interaksi sosial, tetapi
mungkin mengabaikan faktor-faktor struktural yang memengaruhi perilaku individu. Teori
pertukaran, meskipun menekankan rasionalitas dan keuntungan pribadi dalam interaksi
sosial, dapat gagal dalam menjelaskan aspek-aspek non-ekonomi dari perilaku manusia.
Oleh karena itu, dengan memahami kelebihan dan kelemahan masing-masing pendekatan,
kita dapat mengambil wawasan yang lebih komprehensif tentang kompleksitas hubungan
antara sosiologi dan ekonomi dalam masyarakat..

B. Saran

Setelah penulis mencoba menguraikan mengenai Teori sosiologi dalam pendekatan


ekonomi, penulis berharap dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan yang bermanfaat baik
bagi penulis sendiri ataupun para pembaca.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum
sempurna. Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George. 1985. “Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”. Jakarta, Rajaw
ali.

Nur Rohman, 2020. PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK. AT-


TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

Graham C. Kinloch. 2009. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, (Bandun
g: Pustaka Setia,) hlm. 188

Agung Tri Haryanta dan Eko Sujatmiko. 2012. Kamus sosiologi, (Surakarta: Aksarra Sinerg
i Media,),

Cuek Julyati Hisyam, Sistem Budaya Indonesia (Jakarta Timur: PT Bumi Aksara, 2020

13
Herien Puspitasari, Gender Dan Keluarga. 2018. Konsep dan Realita di Indonesia, (Bogor:
PT penerbit IPB press,).

Ari Cahyo Nugroho.2021. TEORI UTAMA SOSIOLOGI KOMUNIKASI (FUNGSIONALIS


ME STRUKTURAL, TEORI KONFLIK, INTERAKSI SIMBOLIK) kata, ISSN: 2721-63
06

14

Anda mungkin juga menyukai