Anda di halaman 1dari 31

“Ilmu Sosial Profetik Sebagai Konsep Kunci Merespon Kemandegan Ilmu

Sosial di Indonesia”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhis Semester Teori Sosial Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si

Disusun Oleh :

Dwi yuliyanto (16416241019)

Kelas A

PRODI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, saya panjatkan puji dan syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada saya. Tidak lupa saya
ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penulisan Makalah yang berjudul “Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Konsep Kunci Merespon Kemandegan Ilmu Sosial di Indonesia” ini hingga
tersusun dengan baik.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan harapan saya semoga
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Terlepas dari
semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah “Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Konsep Kunci Merespon Kemandegan Ilmu Sosial di Indonesia” ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun
ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya dan semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, 6 Januari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Pengertian Ilmu Sosial Profetik ........................................................................ 3


B. Tipe-tipe Ilmu Sosial ......................................................................................... 5
C. Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia ........................................................... 8
D. Permasalahan Ilmu sosial di Indonesia ............................................................. 14
E. Konsep Ilmu Sosial Profetik Untuk
Merespon Kemandegan Ilmu Sosial ................................................................. 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 23

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 26

LAMPIRAN ........................................................................................................................ 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Di masa sekarang, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah maju dan
berkembang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan peradaban manusia
yang sudah telah mengalami pergesaran yang sangat signifikan dalam
berbagai bidang misalnya saja sosial, budaya, ekonomi, iptek dan lain
sebagainya. Dengan peradaban yang semakin pesat tersebut nantinya akan
menimbulkan Globaliasai. Maka dari itu haruslah manusia mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan global yang ada. Penyesuain diri
yang dilakukan oleh manusia bisa dilakukan dengan berbagai ajaran
agama. Agar realitas penyesuaian diri yang terjadi lebih dipahami maka
harus melakukan kolaborasi. Kolaborasi yang dilakukan yaitu dengan
pengolaborasian antara ajaran islam dan teori sosial. Di Indonesia sendiri
Teori-teori sosial kebanyakan masih di dominasi oleh pemikiran asing atau
pemikiran dari bangsa Barat. Teori sosial barat memberi banyak pengaruh
pada keilmuwan maupun akademisi sosial di Indonesia. Faktanya bahwa
sebagian besar ilmu sosial dan humaniora di masyarakat Indonesia pada
saat dulu sampai sekarang berkembang datang dari barat yang telah
memunculkan masalah relevansi ilmu-ilmu sosial dari berbagi kebutuhan.
Teori sosial yang di kolaborasikan dengan ajaran islam adalah teori –teori
yang berluang lingkup pada rekayasa untuk transformasi sosial.
Dengan hal tersebut muncullah sebuah ilmu yaitu Ilmu sosial
Profetik, atau ISP. Ilmu Sosial Profetik merupakan sebuah ilmu yang
Tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga
memberi petunjuk kearah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan
oleh siapa. Oleh karena itu, ilmu sosial profetik tidak sekedar hanya
mengubah perubahan, tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan
profetik secara sengaja memuat kandungan nilai-nilai dari cita-cita
perubahan yang diidamkan masyarakat. Dalam ilmu sosial profetik juga

1
menghendaki bahwa kita harus secara sadar memilih arah, sebab dan
subyek dari ilmu sosial yang kita bangun. Ilmu sosial Profetik tersebut
bertumpu pada tiga konsep kunci yaitu humanisasi, liberasi dan transdensi.
Tiga konsep kunci tersebut dapat digunakan untuk merespon kemandegan
ilmu sosial akademik serta ilmu sosial kritis yang dapat memberikan solusi
atas berbagai persoalan yang muncul pada masyarakat Indonesia.

b. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian ilmu sosial Profetik ?
2. Apa saja tipe-tipe ilmu sosial?
3. Bagaimana perkembangan ilmu sosial di Indonesia?
4. Bagaimana permasalahan ilmu sosial di Indonesia?
5. Bagaimana konsep ilmu sosial profetik untuk merespon kemandegan
ilmu sosial?

c. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu sosial profetik
2. Untuk mengetahui tipe-tipe ilmu sosial
3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu sosial di Indonesia
4. Untuk mengetahui permasalahan ilmu sosial di Indonesia
5. Untuk mengetahui konsep ilmu sosial profetik untuk merespon
kemandegan ilmu sosial

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Sosial Profetik


Gagasan munculnya ilmu sosial profetik, bermula dan diawali
dengan munculnya perdebatan di sekitar pemikiran Muslim Abdurrahman
mengenai Teologi Transformatif. Istilah ‘teologi’ yang digunakan disini
adalah dimaksudkan agar agama diberi tafsir baru dalam rangka
memahami realitas. Selanjutnya, metode yang efektif untuk maksud
tersebut adalah dimaksudkan agar agama diberi tafsir baru dalam rangka
memahami realitas. Selanjutnya, metode yang efektif untuk maksud
tersebut adalah dengan mengelaborasi ajaran-ajaran agama ke dalam
bentuk teori sosial. Lingkup yang menjadi sasaran dalam pemikiran ini
adalah lebih pada rekayasa sosial untuk transformasi sosial. Namun
demikian, penggunaan istilah ‘teologi’ di sini’ tampaknya mengundang
banyak pertanyaan, karena banyak yang memahaminya dalam kerangka
aspek-asspek normatif yang bersifat permanen seperti pada pemahaman
terhadap Ilmu Kalam atau Ilmu Tauhid. Kuntowijoyo juga sempat
memikirkan tentang istilah ‘Ilmu Sosial Transformatif’, yaitu ilmu sosial
yang tidak seperti ilmu-ilmu sosial akademis maupun ilmu-ilmu sosial
kritis, yang tidak hanya berhenti hanya untuk menjelaskan fenomena
sosial, namun juga berupaya untuk mentransformasikannya. Tetapi
menurut Kuntowijoyo, ilmu – ilmu sosial transformatif tidak bisa
memberikan jawaban yang jelas (Kuntowijoyo, 2005:86).
Ilmu Sosial Profetik tersendiri berasal dari kata ‘ilmu’ dan
“prophet”. Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
sebab akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik
menurut kedudukannya. Ilmu didapatkan melalui sekolah, kebijaksanaan
dapat lewat pengalaman atau pembaca, tetapi kebenaran datang dari
Tuhan. Orang tidak boleh lupa ujung objektivitas ilmu. Dengan menyadari
keterbatasan ilmu itu, dalam masyarakat industri lanjut, kedudukan ilmu

3
dan teknologi akan makin penting. Pengetahuan dan teknologi adalah
kekuatan sejarah. Dalam kehidupan ini, ilmu-ilmu Islam sebagai sarana
memperbaiki kondisi umat. Kita hanya menyerahkan perkembangan
sejarah umat pada ilmu-ilmu normatif. Ilmu-ilmu sosial yang kita
kembangkan hanya membuat orang terasing dengan dirinya sendiri, atau
menjadikan orang asing dengan Islam. Itulah sebabnya karena ilmu yang
kita kembangkan adalah cangkokan, tidak berakar pada masyarakat. Ilmu-
ilmu itu juga menganut dikotomi yang jelas antara fakta dan nilai,
mempunyai bias positif seperti ilmu alam, dan seolah-olah ilmu sosial itu
bebas nilai, objektif, dan murni empiris. Kuntowijoyo menjelaskan, bahwa
dalam ilmu-ilmu yang terlahir dari akal budi manusia diawali dengan
filsafat, antroposentrisme, diferensiasi, hingga menjadi ilmu sekular.
Filsafat adalah awal berangkat ilmu-ilmu sekuler. Antroposentrisme
adalah konsekuensi logis dari penolakan atas wahyu. Di mana manusia
menjadi pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan, dan pengetahuan.
Kebenaran ilmu terletak pada ilmu sendiri. Maka jadilah apa yang
dinamakan dengan ilmu sekular, ilmu yang diklaim sebagai objektif, bebas
nilai, dan bebas dari kepentingan. Namun ternyata, ilmu itu telah
melampaui dirinya. Ilmu yang semula adalah ciptaan manusia berbalik
menjadi penguasa atas manusia. Ilmu menggantikan wahyu sebagai
pedoman kehidupan. Dalam ilmu dan agama, kiranya konsep mengenai
arah tujuan kehidupan manusia menempati posisi sentral dalam
mempertimbangkan budaya dan sosial.
Kata profetik berasal dari bahasa Inggris “prophet”, yang berarti
nabi. Makna profetik adalah mempunyai sifat atau ciri seperti nabi, atau
bersifat prediktif. Profetik di sini dapat kita terjemahkan menjadi
“kenabian”. Ilmu sosial, dengan paradigma profetis, harus melakukan
pembebasan seperti apa yang pernah dilakukan oleh para Nabi. Jika kita
perhatikan, sejarah Nabi-Nabi itu memiliki kadarkedalamaan ilmiah yang
tinggi, yaitu bagaimana cara kerja, pikir dan sikap mereka dalam
memahami realitas. Para Nabi melakukan “pembebasan sosial” (liberating)

4
di mana ketidakadilan dan penindasan begitu menghantui kehidupan
masyarakat. Pendasaran Ontologis disini dimaksudkan bahwa gerakan
profetik yang dilandasi iman merupakan hakikat perjuangan para Nabi
sebagaimana dijelaskan al- Qur’an. Sementara pendasaran
epistemologisnya bahwa gerakan profetik merupakan panggilan iman yang
bersumberkan pada perintah Allah yang tidak terbatas pada Nabi-Nabi
yang diturunkan Allah semata, tetapi juga harus diteruskan sampai saat ini.
Sedangkan penekanan axiologis didasarkan atas bahwa misi gerakan
profetik adalah mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan dari segala
bentuk penindasan, diskrimasi dan memperjuangkan keadilan menuju
egalitarianisme sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi.
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa Menurut
Kuntowijoyo Ilmu Sosial Profetik merupakan ilmu yang Tidak hanya
menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk
keaarah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Oleh
karena itu, ilmu sosial profetik tidak sekedar hanya mengubah perubahan,
tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik secara sengaja
memuat kandungan nilai-nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan
masyarakat. Dalam ilmu sosial profetik, Kontowijoyo menghendaki bahwa
kita harus secara sadar memilih arah, sebab dan subyek dari ilmu sosial
yang kita bangun.

B. Tipe-tipe Ilmu Sosial

a. Ilmu sosial konvensional

Ilmu sosial konvensional hadir sebagai bagian dari hasil zaman


pencerahan yang telah mlahirkann cara berpikir rasional dan empiris
yang berkontribusi besar bagi munculnya peradaban modern. Cara
berpikir baru ini berpengaruh besar terhadap kemajuan ilmu
pengetahuna dan teknologi yang melahirkan revolusi industri yang
telah berdampak pada terjadinya perubahan tatanan kelas-kelas sosial

5
dalam masyarakat barat yang sebelumnya didominasi oleh kelas-kelas
bangsawan. Dalam melakukan perannya sebagai pemain baru dalam
proses perubahan sosial kaum pemilik modal membutuhkan teori-teori
yang melegitimasi peran penting mereka dalam kehidupan sosial dan
ekonomi. Dalam hal teori konvensional awal, yaitu teori ekonomi
klasik yang mengenalkan konsep akumulasi kapital dan pasar bebas
mempunyai peran penting dalam proses awal perubahan. Dengan
demikian kemunculan teori-teori konvensional tidak dapatbdilepaskan
dari kepentingan kelas kapitalis. Teori sosial yang muncul pada
perkembangan masyarakat Eropa yang melegitimasi pertumbuhan dan
perkembangan kapitalisme juga mengalami perkembangan dari filsafat
moral yang bersifat abstrak dan spekulatif menjadi ilmi sosila yang
berbasis pada fakta sosial.

b. Ilmu Sosial Non Konvensional

Dalam ilmu sosial non konvensional , kajian ilmu sosial yang


dibangun dan dikembangkan tidak berada pada pengaruh kapitalisme.
Meskipun sama sama tidak menerima kapitalisme sebagai sebuah
tatanan masyarakat yang idela, teori-teori yang berada pada garis pikir
non konvensional tidak seragam. Teori-teorinini mempunyai
perbedaan yang mendasar dalam memandang sistem ideal masyarakat.
Perbedaanya adalah antara teori-teori yang dipengaruhi oleh cara
berpikir Marxis dan teori yang tidak berada pada garis pemikiran
Marxis. Teori yang berada pada garis pikir Marxis adalah teori yang
mengkritik langsung dominasi kapitalisme dalam peradaban manusia
yang dianggap sebagai sebuah sistem ekonomi yang ekploitatif
terhadap kelas yang tidak bermodal. Namun teori ini masih berada
dalam cara berpikir dengan teorinkonvensional, yaitu masih berpikir
pada zaman modern.

6
Selain itu ada juga empat tipe ilmu sosial tersebut adalah ilmu
sosial profesional, ilmu sosial publik, ilmu sosial kebijakan, dan ilmu
sosial kritis. Perkembangan ilmu sosial yang sehat di suatu negara
ditandai oleh keseimbangan yang saling melengkapi antar keempat tipe
ilmu sosial tersebut. Keseimbangan ini diperlukan untuk mencegah
terjadinya perkembangan berlebihan salah satu tipe dan mengorbankan
tipe ilmu sosial yang lain. “Over-professionalisation” di Amerika
Serikat dan “over-marketisation” di Rusia dalam ilmu sosial, misalnya,
berturut-turut mengorbankan perkembangan ilmu sosial publik dan
ilmu sosial profesional. Over-professionalisation menuntut setiap ahli
ilmu sosial memiliki tanggung jawab akademis dengan
membuktikannya lewat publikasi yang sebelumnya telah dinilai oleh
community of scholars di jurnal ilmiah. Sedangkan Over-marketisation
ditandai dengan pertanggungjawaban ahli ilmu sosial bukan kepada
community of scholars melainkan kepada pemberi pekerjaan penelitian
baik kalangan pemerintah maupun swasta.

Pencetus teori sosiologi publik, mengadvokasikan pentingnya


peran sosiologi bukan hanya dalam mendorong perkembangan ilmu
pengetahuan sosial melainkan juga dalam memberi sumbangan
berharga terhadap kemanusiaan dan peradaban. Ia mengembangkan
model pembagian kerja sosiologi untuk mencapai dua tujuan tersebut.
Model tersebut berisi pasangan ganda terdiri dari pasangan
pengetahuan (pairing knowledges) dan pasangan masyarakat (pairing
audiences).

Ahli ilmu sosial kebijakan juga memiliki penguasaan teori dan


metodologi sosial. Namun dasar legitimasi dan pertanggungjawaban
hasil penelitiannya ditentukan oleh pemberi pekerjaan baik kalangan
pemerintah maupun swasta. Otonomi ahli ilmu sosial ini sering
menjadi taruhan karena campur tangan mendalam pemberi pekerjaan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil penelitian. Ahli

7
ilmu sosial publik menguasai pengetahuan sosial refleksif, jenis
pengetahuan yang kualitasnya berbeda-beda antar satu ahli dengan ahli
yang lain. Pengetahuan mereka bisa saja melintasi penguasaan teori
dan metodologi atau sebaliknya sekedar pengetahuan berdasarkan akal
sehat atau common sense. Ahli ilmu sosial tipe ini dapat menyuarakan
pandangannya lewat publikasi di surat kabar harian, mingguan ataupun
buku yang dapat dicerna oleh masyarakat non akademis (traditional
public social scientists). Mereka juga dapat bekerja sama dengan
masyarakat mengorganisasi gerakan sosial ataupun pemberdayaan
ekonomi (organic public social scientists).

Dasar-dasar legitimasi dan pertanggungjawaban ahli ilmu sosial ini


ditentukan publik atau masyarakatnya. Ahli ilmu sosial kritis. Tugas
utama mereka adalah mempersoalkan asumsi, dasar-dasar teori dan
metodologi yang dikembangkan oleh ahli ilmu sosial profesional.
Itulah sebabnya perkembangan ilmu sosial yang dinamis selalu
mensyaratkan kehadiran ilmu sosial kritis. Karena dengan cara ini,
teori dan metodologi dapat diperbarui dan ditolak. Idealnya,
perkembangan ilmu sosial yang sehat di suatu negara ditandai oleh
keseimbangan dinamis antar keempat tipe ilmu sosial tersebut. Di
dalam keseimbangan ini, ilmu sosial profesional memainkan peran
penting sebagai tulang punggung perkembangan tipe ilmu sosial lain.

C. Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia


Dalam mempelajari ilmu sosial di Indonesia, kita perlu
memfokuskan perhatian pada kekuatan (forces) dan kecenderungan
(trends) perkembangan disiplin ilmu ini. Kekuatan menunjuk pada
dominasi salah satu atau beberapa tipe disiplin ilmu, sedangkan
kecenderungan, erat kaitannya dengan perkembangan signifikan dari
kekuatan tersebut. Kekuatan dan kecenderungan selalu berkaitan dalam
masyarakat moderen (Beck dan Beck-Gernsheim, 1995). Sebagai contoh,
tipe ilmu sosial apa yang paling mendominasi dan bagaimana

8
kecenderungannya di Indonesia. Dengan mempelajari kekuatan dan
kecenderungan ini, kita dapat menilai kesinambungan dan perubahan ilmu
sosial di Indonesia. Dalam kaitan ini, pertanyaan penting yang patut
diajukan adalah sebagai berikut. Apakah hubungan antar tipe-tipe ilmu
sosial tersebut tetap sama atau telah berubah? Bila hubungan tersebut
berubah maka perubahan ini dapat merembes dan memasuki wilayah
kegiatan produksi pengetahuan sosial. Bila perubahan ini signifikan, maka
akan terjadi perubahan mendasar pola-pola produksi keilmuan.
Perkembangan ilmu sosial di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan ilmu sosial yang ada di Barat. Selama ini
dikotomi barat dan timur menjadi salah satu hal yang menyebabkan
perkembangan ilmu sosial di Indonesia terkesan di dominasi oleh
pemikiran Barat. Barat selalu dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan
sedangkan timur sebagai pengguna ilmu pengetahuan itu yang secara tidak
sadar di doktrin oleh dunia Barat. Dalam sejarah perkembangan ilmu
sosial, Jerman, Perancis dan Spanyol masih dianggap sebagai negara-
negara sumber kekuatan utama ilmu sosial. Teori-teori Sosiologi banyak
mengacu kepada pemikiran Marx weber dan Durkheimyang selama
hidupnya tinggal di eropa. Secara tidak langsung pemikiran yang
diungkapkan tokoh-tokoh tersebut menjadi landasan bagi pemikir di asia
untuk mengapdosi dan mengembangkan ilmu sosial di asia. Ilmu sosial di
Indonesia terkesan juga lebih condong pada pemikiran barat. Ketidaktepan
teori yang ada di barat untuk membaca realita dan fenomena yang ada di
Indonesia turut andil dalam menambah ketidakmampuan untuk
menyelasikan suatu masalah. Para akadeimisi di Indonesia terkesan hanya
mengambil tanpa melihat apakah teori yang diambil pas untuk diterapkan
di Indonesia.
Perkembangan ilmu sosial di Indonesia dimulai saat kolonialisme
Belanda datang ke Indonesia, yaitu dikembangkannya ilmu Indologi yaitu
suatu ilmu yang sengaja dikembangkan dalam rangka memahami realitas
sosial-budaya masyarakat Indonesia demi kepentingan pihak kolonialisme

9
yakni agar terus bisa melanggengkan proses kolonialisme di bumi
Indonesia. Indologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang penduduk
dan masyarakat di Indonesia yang dicetuskan oleh dunia keilmuwan
Belanda dan Eropa Modern. Indologi mempunyai posisi yang sangat
penting dalam dinamika keilmuan. Yang melatar belakangi munculnya
indologi adalah iklmin intelektual yang berawal dari proses pasifikasi
daerah jajahan di Indonesia. Artinya, setelah peperangan dan penaklukan
atas sebagian besar wilayah Indonesia, rejim colonial memerlukan
pengetahuan yang lebih mendalam untuk memamahmi dan menguasai
masyarakat negeri jajahan. Untuk itu didirikan pusat kajian Indologi.
Beberapa cirri umum perkembangan ilmu sosial pada periode colonial
adalah :
1. Rezim colonial datang ke Indonesia tidak hanya membawa

perangkat birokrasi colonial, tetapi juga rejim ilmu

pengetahuan.

2. Sesuai dengan sifatnya, paradigm ilmu sosial versi indologi

“knowledge is power”, manakala kelompok disiplin itu kian

identik dengan ilmu negara yang mengabdikan dirinya untuk

kepentingan kekuasaan dan jika perlu ilmuan harus masuk ke

dalam birokrasi pemerintah colonial.

3. Ilmu sosial Indonesia generasi pertama ini, hamper terkecuali

terdiri dari para sarjana Belanda dari berbagai latar belakang

disiplin ilmu dan karya-karya mereka mampu melahirkan

sejumlah teori sosial yang masih berpengaruh sampe saat ini.

Perkembangan ilmu sosial di Indonesia pada periode


pascakolonial, setelah Indonesia meraih kemerdekaan rupanya meneruskan

10
tradisi yang telah dimulai oleh Indologi dalam arti menempatkan
pengetahuan tentang manusia dan masyarakat lebih untuk kepentingan
rezim politik yang berkuaasa daripada untuk memajukan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Perkembangan ilmu sosial di Indonesia tidak
terhindarkan dari pengaruh perubahan politik yang terjadi setelah tahun
1965, Indonesia memasuki suatu periode politik yanag mementingkan
pragmatism dan pembangunan ekonomi. Posisi ilmu sosial pada saat itu
semakin jauh tenggelam dalam paradigma pembangunan yang pada
tingkat internasional didominasi oleh teori – teori modernisasi yang
dikembangkan oleh ahli ilmu sosial positistik dari Amerika serikat.
Perkemabangan ilmu sosial di Indonesia pasca 1965 searah dengan
perubahan politikyang menekankan stabilitas dan strategi pembangunan
yang mementingkan pertumbuhan ekonomi. Jika pada sebelum
kemerdekaan perkembangan ilmu sosial hamper sepenuhnya menjadi
bagian dari strategi colonial untuk menaklukan penduduk jajahannya di
Indonesia, setelah kemerdekaan terjadi pergeseran pengaruh dari Belanda
ke Amerika serikat. Beberapa cirri umum perkembangan ilmu sosial pada
periode ini adalah :
1. Paradigm ilmu sosial pada periode ini pada dasarnya tidak

mengalami perubahan signifikan dengan pendahulunya yaitu

Indologi.

2. Asumsi dasar dapat disederhanakan dengan mengandaikan

bahwa kawasan non-Barat secara analitis sama seperti

kawasan-kawasan Barat sekaligus tidak sama.

3. Lebih berorientasi pada studi kawasan yang menjadi garapan

ilmuan sosial pada masa ini merupakan unit kajian yang dapat

ditarik parallel ke dalam orbit akademik sekaligus politik AS.

11
4. Konsep utama yang digunakan adalah Gemeinschaft-

Geselschaft, solidaritas mekanik dan organic, dan seterusnya.

5. Dari sudut pendekatan teoretis dan metodologinya, juga terjadi

beberapa pergeseran penting.

Ilmu sosial di masa Orde Baru ditandai oleh perkembangan yang


menggairahkan antar tipe-tipe ilmu sosial. Namun, perkembangan ini tidak
ditopang oleh hubungan yang erat antar mereka. Akibatnya semua tipe
ilmu sosial tidak mengalami penyempurnaan ataupun pembaruan. Era
Orde Baru juga ditandai, seperti dilaporkan oleh studi Evers dan Gerke,
oleh kecilnya internasionalisasi hasil studi ilmuwan sosial Indonesia. Di
masa kini, di era demokrasi, produksi pengetahuan sosial mengalami
“booming”. Perusahaan swasta dan organisasi politik dengan tujuan yang
berbeda memerlukan jasa lembaga survai pendapat umum. Lembaga donor
internasional memerlukan sarjana ilmu sosial untuk melakukan survai
guna membantu pemerintah membangun pemerintahan yang baik.
Barangkali sudah ratusan juta dolar Amerika Serikat dikucurkan untuk
mendatangkan sarjana ilmu sosial dari luar maupun dalam negeri untuk
meneliti, melatih, dan melaksanakan program “Good Governance”. Mass
media juga memerlukan sarjana ilmu sosial sebagai pakar untuk
membicarakan dan mendiskusikan persoalan-persoalan yang sedang
dihadapi oleh Indonesia. Setiap malam, penonton Indonesia dapat
menyaksikan perbincangan ini di hampir semua saluran televisi swasta.

Perkembangan ilmu sosial selama Orde Baru dan sesudahnya. Jadi


Istilah tersebut terlalu arbitrer dan pengertian semacam itu bisa dipahami
dalam arti, bahwa dalam banyak hal ia mencerminkan kelanjutan dari
perkembangan sebelumnya, tetapi pada saat yang sama beberapa cirri
pokonya sebagaimana masih tetap bertahan dan masih ada sampai
sekarang. Sampai pertengahan 1960an belum bisa berbicara mengenai

12
statistic perkembangan ilmu sosial Indonesia, baik mengenai profesi dan
komunitas ilmuan maupun lembaga peneliti dan pendidikan ilmu-ilmu
sosial yang lebih professional. Namun sejak awal Orde Baru terdapat
loncatan-loncatan penting mengenai ilmu sosial. Loncatan penting berupa
penyingkiran agenda redistribusi dalam studi agrarian, penggusuran
ilmuan sosial yang dicurigai dekat dengan kaum komunis. Beberapa cirri
umum perkembangan ilmu sosial pada periode ini adalah :
1. Kian berkembangya minat sarjana luar negeri untuk

mempelajari Indonesia.

2. Bersamaan dengan kecenderungan ini ada dua gejala yaitu

kembali generasi baru peneliti Belanda yang sudah tercerahkan

dalam paradigma baru dan timbulnya kesadaran baru di

kalangan sarjana Asia Tenggara tentang hubungan regional

antar negara di kawasan tersebut.

3. Tingginya kadar parokhial antardisiplin ilmu yang berbeda

dalam rumpunilmu sosial.

4. Ketidakselasan ilmu sosial yang semakin tidak terkendali

sehingga menimbulkan kebingungan.

5. Ilmu sosial semakin ahistoris dan parokhial.

Beberapa kronologi perkembangan ilmu sosial semasa Orde Baru :

1. Rapuhnya Landasan Filosofis keilmuan sosial


Landasan filosofis keilmuan yang mencakup komponen ontologi,
epistemologi, dan aksiologi dalam masa kekuasaan masa orde baru
mengalami beberapa penyakit. Dalam konteks ontologis objek kajian
keilmuan sosial pada era Orde baru sangat sukar untuk dianalisis
secara terbuka khususnya gejala stratifikasi sosial. Dari aspek

13
epistemology, di Indonesia perlu ada ilmuan sosial yang bertindak dari
sekedar menyusun ensiklopedia metode penelitian, melainkan mulai
memkirkan strategi metodologi. Sedangkan dalam aspek aksiologi
ilmu sosial pada masa orde baru lebih banyak dimanfaatkan untuk
menyenangkan penguasa dan mempertahankan kekuasaan.
2. Militer dan lembaga – lembaga yang dibentuk pemerintah menjadi
produsen pemikiran dalam ilmu sosial
3. Menyembunyikan fakta-fakta yang tidak disukai
Banyak fakta-fakta yang dapat dijadikan kajian ilmu sosial
disembunyikan oleh penguasa sehingga ketika masyarakat
memerlukan kepastian atas sebuah peristiwa sejarah, ilmu sosialtidak
dapat memberikan analisis untuk menjawab permasalahan.
4. Ciri khas ilmu sosial lebih bercorak kuantitatif dan ilmuan sosial tidak
berdaya
5. America Centris dan ilmuan tukang
D. Permasalahan Ilmu sosial di Indonesia
Banyak sekali permasalahan ilmu sosial yang ada di Indonesia
yang dimulai dari ketidakmampuan dan ketidakpercayaan ilmuwan,
akdemisi terhadap pemikiran orosinal yang bersumber dari masyarakat.
Ketidakpercayaan ini menjadi penyakit yang menggerogoti ilmuwan,
karena tanpa sadar memaksa peneliti untuk menggunakan, menduplikasi
teori-teori barat yang dianggap sebagai pusatnya ilmu. Teori sosial barat
memberi banyak pengaruh pada peta keilmuwan sosial di Indonesia.
Faktanya bahwa sebagian besar ilmu sosial dan humaniora di masyarakat
berkembang datang dari barat telah memunculkan masalah relevansi ilmu-
ilmu sosial bagi kebutuhan. Tokoh-tokoh Barat terkadang diposisikan
sebagai penemu, perintis beberapa teori sosial yang pada tahapannya
akhirnya ditanamkan dan digunakan di masyarakat non-Barat. Masyarakat
Intelektual Indonesia diposisikan sebagai konsumen yang selalu membeli
teori-teori pemikiran dari dunia Barat yang terkadang tidak sesuai dengan
kajian masyarakat di Indonesia.hegemoni teori sosial Barat menjadi suatu

14
keniscayaan karena perkembangan pengetahuan barat yang maju beberapa
langkah dibanding perkembangan ilmuwan di Indonesia.
Ilmu-ilmu sosial yang berkembang dan dipelajari di lembaga
pendidikan di Indonesia merupakan ilmu sosial yang dihasilkan oleh
sarjana Barat. Kuatnya pengaruh ilmu sosial Barat tersebut lebih lebih
disebabkan masalah internal intelektual-akademisi Indonesia. Mereka telah
terpuaskan dengan meniru apa yang berkembang di Barat, bahkan
intelektual Indonesia bekerja keras untuk menerpakan teknik yang
dipelajari dari buku-buku yang ditulis oleh sarjana amerika dan Eropa
dalam menjelaskan dan persoalan empiris atas masalah yang kebanyakan
dirumuskan oleh bangsa Barat. Ketergantungan terhadap teori barat
sebenarnya tidak hanya di Indonesia tetapi hampir kebanyakan negara di
Asia sangat tergantung pada teori Barat. Muncul juga ketergantungan
terhadap perspektif teori sosial Barat yang dilakukan oleh negara di Asia.
Kebergantungan intelektual dapat dilihat baik dalam struktur
kebergantungan akademis maupun dari relevansi ide-ide yang berlatar
asing. Kebergantungan akademis dapat diukur dari kesediaan relative dana
dunia pertama untuk riset, prestise yang dilekatkan pada publikasi jurnal
Amerika dan Inggris, kualitas tinggi pendidikan Universitas Barat dan
banyak indicator lainnya. Selain ketergantungan masih banyak sekali
masalah yang muncul dalam perkembangan ilmu sosial. Permasalahan
ilmu sosial diadaptasi dari pemikiran Syed Farid Alatas sebagai berikut :
1. Adanya bias eurosentris sehingga ide, model, pilihan masalah,

metofologi, teknik bahkan prioritas riset cenderung semata-

mata berasal dari Amerika , inggris, Perancis, dan Jerman.

2. Ada pengabaian umum terhadap tradisi filsafat dan sastra lokal.

3. Kurangnya kreativitas dan ketidakmampuan para ilmuan sosial

untuk melahirkan teori dan metode yang orisinal. Ada

15
kekurangan ide-ide orisinal yang menumbuhkan konsep baru,

teori baru, dan aliran pemikiran baru.

4. Mimesis terlihat dalam pengadobsian yang tidak kritis terhadap

ilmu sosial Barat.

5. Diskursus Eropa mengenai masyarakat non Barat cenderung

mengarah pada konstruksi esensialis yang mengonfirmasi

bahwa dirinya adalah kebalikan dari Eropa.

6. Tiadanya sudut pandang minoritas.

7. Adanya dominasi intelektual negara dunia ketiga oleh kekuatan

ilmu sosial Barat.

8. Telaah ilmu sosial dunia ketiga dianggap tidak penting

sebagian karena wataknya yang polemis dan retorik plus

konseptualisasi yang tidak memadai.

Beberapa permasalahan sosial menurut Syed Farid Alatas tersebut


menjadi cambuk bagi pengembangan ilmu sosial di dunia Timur. Ilmu sosial
tidak berkembang di dunia Timur sendiri terutama di Indonesia karena
dipengaruhi oleh psikologis dan perilaku dari kalangan dan akademisi yang
tidak fokus pada pengembangan keilmuwan. Kebanyakan ilmuwan merasa
telah banyak memberikan banyak suatu kenikmatan dalam bentuk teori.
Banyak ilmuwan di Indonesia ketika sudah menikmati jabatan struktural
menjadi lupa akan kewajiban untuk mengembangkan dan mencetak
pengetahuan baru yang berbasis pada kehidupan nyata masyarakat.

Dalam sejarah perkembangan ilmu sosial, Jerman, Perancis dan


Spanyol masih dianggap sebagai negara-negara sumber kekuatan utama ilmu
sosial. Teori-teori Sosiologi banyak mengacu kepada pemikiran Marx weber
dan Durkheimyang selama hidupnya tinggal di eropa. Secara tidak langsung

16
pemikiran yang diungkapkan tokoh-tokoh tersebut menjadi landasan bagi
pemikir di asia untuk mengapdosi dan mengembangkan ilmu sosial di asia.
Ilmu sosial di Indonesia terkesan juga lebih condong pada pemikiran barat.
Ketidaktepan teori yang ada di barat untuk membaca realita dan fenomena
yang ada di Indonesia turut andil dalam menambah ketidakmampuan untuk
menyelasikan suatu masalah. Para akadeimisi di Indonesia terkesan hanya
mengambil tanpa melihat apakah teori yang diambil pas untuk diterapkan di
Indonesia. Sehingga tidak mengerahankan apabila selama ini banyak
permasalahan yang menedera negara – negara asia khususnya Indonesia yang
tidak mampu di entaskan secara tuntas, bukan karena ketidakmampuan ahli
dan akademisi tetapi lebih pada kesalahan pembacaan masalah akibat
ketidaktepatan alat analisis yang dalam hal ini berupa teori. Diskurusus yang
berkembang selama ini menunjukan adanya hegemoni pemikiran Barat
terhadap Timur yang mana bagi akademisi di asia ingin menghentikan hegeoni
ini dengan memunculkan pemikiran alternatif. Dalam posisi ini akademisi di
Asia ingin bersanding sejajar dengan pemikiran-pemikiran Barat. Di Indonesia
sendiri diskursus mengenai pengemabangan teori ilmu sosial baru mulai
banyak diperbincangkan.

Proses merumuskan ilmu sosial alternatif terkendala banyak hal. Ilmu


soaial alternatif secara sederhana dapat dimaknai sebagai ilmu yang
membebaskan, ilmu sosial yang sesuai dengan corak masyarakat Indonesia
atau ilmu sosial yang tidak terkolonialisasi.kebutuhan terhadap lahirnya
ilmuan-ilmuan baru yang dapat menawarkan teori baru dalam menelisik
fenomena sosial mengalami kemandegan.

E. Konsep Ilmu Sosial Profetik Untuk Merespon Kemandegan Ilmu


Sosial

Ilmu Sosial Profetik dan tarbiyah siyasah mampu mengatasi


kemandegan ilmu. Tarbiyah memiliki makna yang sangat sentral bagi proses
transformasi masyarakat menuju masyarakat islami. Kegiatan tarbiyah

17
merupakan iktiar yang aksiomatik yang harus ada demi hadirnya umatsecara
umum, agar mampu membangun instrumen untuk mengajak kebaikan
(humanisme), memiliki kapasitas untuk mencegah kejahatan (liberasi), dan
mengokohkan keimanan pada Allah (Transendensi). Definisi tarbiyah menurut
beberapa kamus adalah bertambah dan berkembang, tumbuh dan berkembang,
dan memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga atau merawat,
dan memperhatikan. Dari ketiga definisi tersebut saling berkaitan.

a. Humanisme

Humanisme Dalam Ilmu Sosial Profetik, Humanisme adalah


definisi teoritis dari ‘Amar Ma’ruf yang diterjemahkan secara
operasional menjadi memanusiakan manusia, menghilangkan
“kebendaan”, ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia.
Humanisme yang dimaksudkan di sini sesuai dengan semangat
liberalisme Barat. Hanya saja perlu segera ditambahkan, jika
peradaban Barat lahir dan bertumpu pada humanisme antroposentris,
konsep humanisme Kuntowijoyo berakar pada humanisme teosentris.
Karenanya, humanisasi tidak dapat dipahami secara utuh tanpa
memahami konsep transendensi yang menjadi dasarnya. Humanisme
teosentris maksudnya manusia harus memusatkan diri pada Tuhan,
tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia sendiri. Artinya
keyakinan religious yang berakar pada pandangan teosentris, selalu
dikaitakn dengan amal, yaitu perbuatan atau tindakan manusia,
keduanya merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dipisahkan.
Humanisme-teosentris inilah yang merupakan nilai inti dari seluruh
ajaran islam. Menurut Ali Syari’ati, humanisme adalah ungkapan dari
sekumpulan nilai ilahiah yang ada dari diri manusia yang nmerupakan
petunjuk agama dalam kebudayaan dan moral manusia, yang tidak
berhasil dibuktikan adanya oleh ideologi-idelogi modern akibat
pengingkaran mereka terhadap agama.

18
Kuntowijoyo lalu mengusulkan humanisme teosentris sebagai
ganti humanisme antroposentris untuk mengangkat kembali martabat
manusia. Dengan konsep ini, manusia harus memusatkan diri pada
Tuhan, tapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia
(kemanusiaan) sendiri. Manusia saat ini telah melewati revolusi
industry tahap pertama dan memasuki revolusi industry tahap kedua
yang tidak hanya mengganti energi hidup dengan mekanik tapi sampai
pikiran manusiapun diganti dengan mesin-mesin. Kita sekarang
mengalami proses dehumanisasi, karena masyarakat industrial kita
jadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa wajah
kemanusiaan. Kita mengalami objektivitas ketika berada ditengah-
tengah mesin-mesin politik dan mesin-mesin pasar. Ketika mesin-
mesin sudah menguasai pikiran manusia, secara tidak sadar manusia
saat ini telah berhenti fungsinya sebagai manusia, tetapi tidak lain
beralih menjadi robot-robot yang tidak berfikir atau pikirannya
dikendalikan dan tidak berperasaan. Dalam tema umum humanisasi
dapat dilakukan penelitian tentang berbagai gejala sosial dan
pemecahannya, yaitu dehumanisasi (objektivitas teknologis, ekonomis,
budaya, atau negara), agresivitas kolektif, dan kriminalitas), dan
loniliness (spivatisasi, individuasi). Dehumanisasi terjadi antaranya
karena dipakainya teknologi (baik berupa alat-alat fisik maupun
metode). Masyarakat dalam dunia isdustri mudah sekali terjatuh,
kehilangan kemanusiaan. Perkembangan peradaban manusia tidak lagi
diukur dengan rasionalitas tapi transendensi.

Musuh humanisasi yang lain adalah agrevitas kolektif. Di


Indonesia saja banyak terjadi kerusuhan missal yang dialkukan oleh
manusia. Kerusuhan tersebut terjadi karena kekumuhan material yang
berkembang menjadi kekumuhan spiritual. Humanisasi berusaha untuk
mencegah agar kekumuhan materi tidak berkembang menjadi
kekumuhan spiritual. Humanisasi diperlukan karena masyarakat

19
sedang berada dalam tiga keadaan akut yaitu dehumanisasi
(obyektivasi teknologis, ekonomis, budaya dan negara), agresivitas
(agresivitas kolektif dan kriminalitas) dan loneliness (privatisasi,
individuasi).

b. Liberasi
Liberasi dalam Ilmu Sosial Profetik adalah definisi teoritis dari
Nahiy Mungkar yang diterjemahkan secara operasional menjadi
membebaskan manusia dari perbudakan. Secara etimologi, liberasi
berasal dari bahasa latin liberare yang artinya memerdekakan. Secara
istilah, liberasi dapat diartikan dengan pembebasan, semuanya dengan
konotasi yang mempunyai signifikansi sosial. Liberasi yang dimaksud
Kuntowijoyo dalam ilmu sosial profetik adalah dalam konteks ilmu,
yang didasari nilai-nilai luhur transendental. Menurut Kuntowijoyo
juga Liberasi merupakan usaha untuk membebaskan orang dari sistem
pengetahuan materialistic dari dominasi struktur. Nilai- nilai liberatif
dalam ilmu sosial profetik dipahami dan didudukkan dalam konteks
ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab profetik. Liberasi di sini
sesuai dengan prinsip sosialisme hanya saja Ilmu Sosial Profetik tidak
hendak menjadikan liberasinya sebagai ideologi sebagaimana
komunisme. Liberasi Ilmu Sosial Profetik adalah dalam konteks ilmu,
ilmu yang didasari nilai-nilai luhur transendental. Jika nilai-nilai
liberatif dalam teologi pembebasan dipahami dalam konteks ajaran
teologis, maka nilai-nilai liberatif dalam Ilmu Sosial Profetik dipahami
dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung
jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman
kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas
dan hegemoni kesadaran palsu. Lebih jauh, jika marxisme dengan
semangat liberatifnya justru menolak agama yang dipandangnya
konservatif, Ilmu Sosial Profetik justru mencari sandaran semangat
liberatifnya pada nilai-nilai profetik transendental dari agama yang

20
telah ditransformasikan menjadi ilmu yang obyektif-faktual.
Kuntowijoyo menggariskan empat sasaran liberasi, yaitu sistem
pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem politik yang
membelenggu manusia sehingga tidak dapat mengaktualisasikan
dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan mulia.

Tujuan liberasi dalam adalah pembebasan manusia dari


kekejaman kemiskinan struktural, keangkuhan teknologi, pemerasan
kelimpahan, dominasi struktur yang menindas, dan hegemoni
kesadaran palsu. Semangat liberatif ini dicari pada nilai- nilai profetik
transendental dari agama yang telah ditransformasikan menjadi ilmu
yang obyektif faktual. Liberasi perspektif yaitu mengambil semangat
dari teologi pembebasan, yang mempunyai empat sasaran utama, yaitu
liberasi dalam sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi, dan
sistem politik yang membelenggu manusia sehingga tidak dapat
mengaktualisasikan dirinya sebagi makhluk yang merdeka dan mulia.
Liberasi dalam sistem pengetahuan menurut Kuntowijoyo adalah
usaha-usaha untuk membebaskan orang dari sistem pengetahuan
materialistik, dari dominasi struktur karena dalam ajaran Islam tidak
mengenal adanya struktur atau perbedaan kelas sosial dalam
masyarakat. Ajaran Islam juga mengandung suatu moderasi, yaitu
kemitrasejajaran antara pria dan wanita dengan perspektif gender.
Menurut Kuntowijoyo, the great transformation bagi umat Islam saat
ini adalah transformasi sosial umat dari sistem sosial agraris menuju
sistem sosial industrial. Oleh karena itu pembebasan dari sistem sosial
yang membelenggu menjadi amat penting. Belenggu sistem sosial
berpengaruh dalam transformasi umat. Jika belenggu tidak dilepaskan,
maka umat Islam akan kesulitan dalam beradaptasi dengan
perkembangan dunia modern. Jika demikian, efek selanjutnya adalah
umat tidak akan pernah maju, akan terpinggirkan, hanya jalan di
tempat atau bahkan melangkah mundur. Persoalan umat Islam yang

21
semakin tren ke depan akan lebih banyak berkutat pada persoalan
sosial.

c. Transendensi
Transendensi merupakan dasar dari dua unsur yang lain.
Transendensi adalah definisi teoritis dari Yu’minuna billah yang
diterjemahkan secara operasional menjadi membawa manusia menuju
Tuhannya. Para penganjur ilmu-ilmu Profetik menekankan posisi
penting transendensi setelah humanisme dan liberasi. Transendensi
hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian
penting dari proses membangun peradaban. Transendensi
menempatkan agama (nilai-nilai Islam) pada kedudukan yang sangat
sentral dalam Ilmu Sosial Profetik. Transendensi adalah dasar dari
humanisasi dan liberasi. Transendensi memberi arah kemana dan untuk
tujuan apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Transendensi dalam
Ilmu Sosial Profetik di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi
praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai kritik. Dengan
kritik transendensi, kemajuan teknik dapat diarahkan untuk mengabdi
pada perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan pada
kehancurannya. Melalui kritik transendensi, masyarakat akan
dibebaskan dari kesadaran materialistik di mana posisi ekonomi
seseorang menentukan kesadarannya menuju kesadaran transendental.
Transendensi akan menjadi tolok ukur kemajuan dan kemunduran
manusia.
Tujuan transendensi adalah untuk menambahkan dimensi
transendental dalam kebudayaan, membersihkan diri dari arus
hedonisme, materialisme, dan budaya yang dekaden. Kita percaya
bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dengan
mengingat kembali dimensi transedental yang menjadi bagian sah dari
fitra kemanusian. Kita ingin merasakan kembali dunia sebagai rahmat
Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas dari ruang

22
dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Allah. Dimensi
transendental adalah bagian sah dari fitrah kemanusiaan sebagai
bentuk persentuhan dengan kebesaran Tuhan. Jika banyak yang
sepakat bahwa abad ke-21 adalah peradaban postmodernisme, maka
salah satu ciri dari postmodernisme adalah semakin menguatnya
spiritualisme, yang salah satu tandanya adalah dedifferentiation, yaitu
agama akan menyatu kembali dengan ‘dunia’.

23
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
 Ilmu Sosial Profetik merupakan ilmu yang Tidak hanya menjelaskan dan
mengubah fenomena sosial, tetapi juga sebuah ilmu yang memberi
petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh
siapa. Oleh karena itu, ilmu sosial profetik tidak sekedar hanya mengubah
perubahan, tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik secara
sengaja memuat kandungan nilai-nilai dari cita-cita perubahan yang
diidamkan masyarakat. Dalam ilmu sosial profetik, Kontowijoyo
menghendaki bahwa kita harus secara sadar memilih arah, sebab dan
subyek dari ilmu sosial yang kita bangun.
 Dalam sejarah perkembangan ilmu sosial, Jerman, Perancis dan Spanyol
masih dianggap sebagai negara-negara sumber kekuatan utama ilmu sosial.
Perkembangan ilmu sosial di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan ilmu sosial yang ada di Barat. Yang dimulai saat
kolonialisme Belanda datang ke Indonesia, yaitu dikembangkannya ilmu
Indologi yaitu suatu ilmu yang sengaja dikembangkan dalam rangka
memahami realitas sosial-budaya masyarakat Indonesia demi kepentingan
pihak kolonialisme.
 Permasalahan ilmu sosial yang ada di Indonesia yang dimulai dari
ketidakmampuan dan ketidakpercayaan ilmuwan, akdemisi terhadap
pemikiran orosinal yang bersumber dari masyarakat. Ketidakpercayaan
tersebut menjadi penyakit yang menggerogoti ilmuwan, karena tanpa sadar
memaksa peneliti untuk menggunakan, menduplikasi teori-teori barat yang
dianggap sebagai pusatnya ilmu.
 Ilmu sosial Profetik bertumpu pada tiga konsep kunci yaitu humanisasi,
liberasi dan transdensi. mengajak kebaikan (humanisasi), memiliki
kapasitas untuk mencegah kejahatan (liberasi), dan mengokohkan
keimanan pada Allah (Transendensi). Tiga konsep kunci tersebut dapat

24
digunakan untuk merespon kemandegan ilmu sosial akademik serta ilmu
sosial kritis yang dapat memberikan solusi atas berbagai persoalan yang
muncul pada masyarakat Indonesia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Nasiwan dan Yuyun.2016.Seri Teori-Teori sosial Indonesia.Yogyakarta : UNY


Press

Nasiwan.2014.Filsafat Ilmu sosial : Menuju Ilmu Sosial Profetik.Yogyakarta :


Fistrans institute

Kuntowijoyo.2004.Islam sebagai Ilmu. Jakarta : Mizan

Kuntowijoyo.1984.Islam sebagai suatu ide.Prisma Ekstra

Kuntowijoyo.2006.Islam sebagai Ilmu : Epistemologi, metodologi, dan


etika.Yogyakarta : Tiara Wacana

Ahcwan R.2006.Ilmu Sosial di Indonesia : Peluang, persoalaan dan tantangan.


Diakses pada tahun 2006 dari :

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/157-303-1-SM.pdf

Biografi dan Pemikiran Sosial Profetik Kuntowijoyo. Diakses dari :

http://digilib.uinsby.ac.id/14655/42/Bab%203.pdf

Heddy dan Putra. 2011.Paradigma Profetik : Mungkinkah? Perlukah?. diakses pada 10


Februari 2011 dari :

http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL%20UGM/paradigma%20profeti
k.pdf

Irwanto.2014.Pendekatan Ilmu Sosial Profetik dalam memahami makna ayat-ayat


Al-Quran. Diakses pada 1 Juni 2014 dari :

http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/LITERASI/article/download/401/316

26
Nasiwan dan Grendi.2012.Dari Diskursus Alternatif Menuju Indigeneousasi ilmu
Sosial Indonesia : Teoritisasi ‘prophetic political Education. Diakses
pada 2 September 2012 dari :

https://journal.uny.ac.id/index.php/sosia/article/view/3622/3098

27
LAMPIRAN

28

Anda mungkin juga menyukai