Sosial di Indonesia”
Disusun Oleh :
Kelas A
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, saya panjatkan puji dan syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada saya. Tidak lupa saya
ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penulisan Makalah yang berjudul “Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Konsep Kunci Merespon Kemandegan Ilmu Sosial di Indonesia” ini hingga
tersusun dengan baik.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan harapan saya semoga
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Terlepas dari
semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah “Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Konsep Kunci Merespon Kemandegan Ilmu Sosial di Indonesia” ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun
ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya dan semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 23
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Di masa sekarang, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah maju dan
berkembang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan peradaban manusia
yang sudah telah mengalami pergesaran yang sangat signifikan dalam
berbagai bidang misalnya saja sosial, budaya, ekonomi, iptek dan lain
sebagainya. Dengan peradaban yang semakin pesat tersebut nantinya akan
menimbulkan Globaliasai. Maka dari itu haruslah manusia mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan global yang ada. Penyesuain diri
yang dilakukan oleh manusia bisa dilakukan dengan berbagai ajaran
agama. Agar realitas penyesuaian diri yang terjadi lebih dipahami maka
harus melakukan kolaborasi. Kolaborasi yang dilakukan yaitu dengan
pengolaborasian antara ajaran islam dan teori sosial. Di Indonesia sendiri
Teori-teori sosial kebanyakan masih di dominasi oleh pemikiran asing atau
pemikiran dari bangsa Barat. Teori sosial barat memberi banyak pengaruh
pada keilmuwan maupun akademisi sosial di Indonesia. Faktanya bahwa
sebagian besar ilmu sosial dan humaniora di masyarakat Indonesia pada
saat dulu sampai sekarang berkembang datang dari barat yang telah
memunculkan masalah relevansi ilmu-ilmu sosial dari berbagi kebutuhan.
Teori sosial yang di kolaborasikan dengan ajaran islam adalah teori –teori
yang berluang lingkup pada rekayasa untuk transformasi sosial.
Dengan hal tersebut muncullah sebuah ilmu yaitu Ilmu sosial
Profetik, atau ISP. Ilmu Sosial Profetik merupakan sebuah ilmu yang
Tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga
memberi petunjuk kearah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan
oleh siapa. Oleh karena itu, ilmu sosial profetik tidak sekedar hanya
mengubah perubahan, tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan
profetik secara sengaja memuat kandungan nilai-nilai dari cita-cita
perubahan yang diidamkan masyarakat. Dalam ilmu sosial profetik juga
1
menghendaki bahwa kita harus secara sadar memilih arah, sebab dan
subyek dari ilmu sosial yang kita bangun. Ilmu sosial Profetik tersebut
bertumpu pada tiga konsep kunci yaitu humanisasi, liberasi dan transdensi.
Tiga konsep kunci tersebut dapat digunakan untuk merespon kemandegan
ilmu sosial akademik serta ilmu sosial kritis yang dapat memberikan solusi
atas berbagai persoalan yang muncul pada masyarakat Indonesia.
b. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian ilmu sosial Profetik ?
2. Apa saja tipe-tipe ilmu sosial?
3. Bagaimana perkembangan ilmu sosial di Indonesia?
4. Bagaimana permasalahan ilmu sosial di Indonesia?
5. Bagaimana konsep ilmu sosial profetik untuk merespon kemandegan
ilmu sosial?
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu sosial profetik
2. Untuk mengetahui tipe-tipe ilmu sosial
3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu sosial di Indonesia
4. Untuk mengetahui permasalahan ilmu sosial di Indonesia
5. Untuk mengetahui konsep ilmu sosial profetik untuk merespon
kemandegan ilmu sosial
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dan teknologi akan makin penting. Pengetahuan dan teknologi adalah
kekuatan sejarah. Dalam kehidupan ini, ilmu-ilmu Islam sebagai sarana
memperbaiki kondisi umat. Kita hanya menyerahkan perkembangan
sejarah umat pada ilmu-ilmu normatif. Ilmu-ilmu sosial yang kita
kembangkan hanya membuat orang terasing dengan dirinya sendiri, atau
menjadikan orang asing dengan Islam. Itulah sebabnya karena ilmu yang
kita kembangkan adalah cangkokan, tidak berakar pada masyarakat. Ilmu-
ilmu itu juga menganut dikotomi yang jelas antara fakta dan nilai,
mempunyai bias positif seperti ilmu alam, dan seolah-olah ilmu sosial itu
bebas nilai, objektif, dan murni empiris. Kuntowijoyo menjelaskan, bahwa
dalam ilmu-ilmu yang terlahir dari akal budi manusia diawali dengan
filsafat, antroposentrisme, diferensiasi, hingga menjadi ilmu sekular.
Filsafat adalah awal berangkat ilmu-ilmu sekuler. Antroposentrisme
adalah konsekuensi logis dari penolakan atas wahyu. Di mana manusia
menjadi pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan, dan pengetahuan.
Kebenaran ilmu terletak pada ilmu sendiri. Maka jadilah apa yang
dinamakan dengan ilmu sekular, ilmu yang diklaim sebagai objektif, bebas
nilai, dan bebas dari kepentingan. Namun ternyata, ilmu itu telah
melampaui dirinya. Ilmu yang semula adalah ciptaan manusia berbalik
menjadi penguasa atas manusia. Ilmu menggantikan wahyu sebagai
pedoman kehidupan. Dalam ilmu dan agama, kiranya konsep mengenai
arah tujuan kehidupan manusia menempati posisi sentral dalam
mempertimbangkan budaya dan sosial.
Kata profetik berasal dari bahasa Inggris “prophet”, yang berarti
nabi. Makna profetik adalah mempunyai sifat atau ciri seperti nabi, atau
bersifat prediktif. Profetik di sini dapat kita terjemahkan menjadi
“kenabian”. Ilmu sosial, dengan paradigma profetis, harus melakukan
pembebasan seperti apa yang pernah dilakukan oleh para Nabi. Jika kita
perhatikan, sejarah Nabi-Nabi itu memiliki kadarkedalamaan ilmiah yang
tinggi, yaitu bagaimana cara kerja, pikir dan sikap mereka dalam
memahami realitas. Para Nabi melakukan “pembebasan sosial” (liberating)
4
di mana ketidakadilan dan penindasan begitu menghantui kehidupan
masyarakat. Pendasaran Ontologis disini dimaksudkan bahwa gerakan
profetik yang dilandasi iman merupakan hakikat perjuangan para Nabi
sebagaimana dijelaskan al- Qur’an. Sementara pendasaran
epistemologisnya bahwa gerakan profetik merupakan panggilan iman yang
bersumberkan pada perintah Allah yang tidak terbatas pada Nabi-Nabi
yang diturunkan Allah semata, tetapi juga harus diteruskan sampai saat ini.
Sedangkan penekanan axiologis didasarkan atas bahwa misi gerakan
profetik adalah mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan dari segala
bentuk penindasan, diskrimasi dan memperjuangkan keadilan menuju
egalitarianisme sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi.
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa Menurut
Kuntowijoyo Ilmu Sosial Profetik merupakan ilmu yang Tidak hanya
menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk
keaarah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Oleh
karena itu, ilmu sosial profetik tidak sekedar hanya mengubah perubahan,
tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik secara sengaja
memuat kandungan nilai-nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan
masyarakat. Dalam ilmu sosial profetik, Kontowijoyo menghendaki bahwa
kita harus secara sadar memilih arah, sebab dan subyek dari ilmu sosial
yang kita bangun.
5
dalam masyarakat barat yang sebelumnya didominasi oleh kelas-kelas
bangsawan. Dalam melakukan perannya sebagai pemain baru dalam
proses perubahan sosial kaum pemilik modal membutuhkan teori-teori
yang melegitimasi peran penting mereka dalam kehidupan sosial dan
ekonomi. Dalam hal teori konvensional awal, yaitu teori ekonomi
klasik yang mengenalkan konsep akumulasi kapital dan pasar bebas
mempunyai peran penting dalam proses awal perubahan. Dengan
demikian kemunculan teori-teori konvensional tidak dapatbdilepaskan
dari kepentingan kelas kapitalis. Teori sosial yang muncul pada
perkembangan masyarakat Eropa yang melegitimasi pertumbuhan dan
perkembangan kapitalisme juga mengalami perkembangan dari filsafat
moral yang bersifat abstrak dan spekulatif menjadi ilmi sosila yang
berbasis pada fakta sosial.
6
Selain itu ada juga empat tipe ilmu sosial tersebut adalah ilmu
sosial profesional, ilmu sosial publik, ilmu sosial kebijakan, dan ilmu
sosial kritis. Perkembangan ilmu sosial yang sehat di suatu negara
ditandai oleh keseimbangan yang saling melengkapi antar keempat tipe
ilmu sosial tersebut. Keseimbangan ini diperlukan untuk mencegah
terjadinya perkembangan berlebihan salah satu tipe dan mengorbankan
tipe ilmu sosial yang lain. “Over-professionalisation” di Amerika
Serikat dan “over-marketisation” di Rusia dalam ilmu sosial, misalnya,
berturut-turut mengorbankan perkembangan ilmu sosial publik dan
ilmu sosial profesional. Over-professionalisation menuntut setiap ahli
ilmu sosial memiliki tanggung jawab akademis dengan
membuktikannya lewat publikasi yang sebelumnya telah dinilai oleh
community of scholars di jurnal ilmiah. Sedangkan Over-marketisation
ditandai dengan pertanggungjawaban ahli ilmu sosial bukan kepada
community of scholars melainkan kepada pemberi pekerjaan penelitian
baik kalangan pemerintah maupun swasta.
7
ilmu sosial publik menguasai pengetahuan sosial refleksif, jenis
pengetahuan yang kualitasnya berbeda-beda antar satu ahli dengan ahli
yang lain. Pengetahuan mereka bisa saja melintasi penguasaan teori
dan metodologi atau sebaliknya sekedar pengetahuan berdasarkan akal
sehat atau common sense. Ahli ilmu sosial tipe ini dapat menyuarakan
pandangannya lewat publikasi di surat kabar harian, mingguan ataupun
buku yang dapat dicerna oleh masyarakat non akademis (traditional
public social scientists). Mereka juga dapat bekerja sama dengan
masyarakat mengorganisasi gerakan sosial ataupun pemberdayaan
ekonomi (organic public social scientists).
8
kecenderungannya di Indonesia. Dengan mempelajari kekuatan dan
kecenderungan ini, kita dapat menilai kesinambungan dan perubahan ilmu
sosial di Indonesia. Dalam kaitan ini, pertanyaan penting yang patut
diajukan adalah sebagai berikut. Apakah hubungan antar tipe-tipe ilmu
sosial tersebut tetap sama atau telah berubah? Bila hubungan tersebut
berubah maka perubahan ini dapat merembes dan memasuki wilayah
kegiatan produksi pengetahuan sosial. Bila perubahan ini signifikan, maka
akan terjadi perubahan mendasar pola-pola produksi keilmuan.
Perkembangan ilmu sosial di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan ilmu sosial yang ada di Barat. Selama ini
dikotomi barat dan timur menjadi salah satu hal yang menyebabkan
perkembangan ilmu sosial di Indonesia terkesan di dominasi oleh
pemikiran Barat. Barat selalu dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan
sedangkan timur sebagai pengguna ilmu pengetahuan itu yang secara tidak
sadar di doktrin oleh dunia Barat. Dalam sejarah perkembangan ilmu
sosial, Jerman, Perancis dan Spanyol masih dianggap sebagai negara-
negara sumber kekuatan utama ilmu sosial. Teori-teori Sosiologi banyak
mengacu kepada pemikiran Marx weber dan Durkheimyang selama
hidupnya tinggal di eropa. Secara tidak langsung pemikiran yang
diungkapkan tokoh-tokoh tersebut menjadi landasan bagi pemikir di asia
untuk mengapdosi dan mengembangkan ilmu sosial di asia. Ilmu sosial di
Indonesia terkesan juga lebih condong pada pemikiran barat. Ketidaktepan
teori yang ada di barat untuk membaca realita dan fenomena yang ada di
Indonesia turut andil dalam menambah ketidakmampuan untuk
menyelasikan suatu masalah. Para akadeimisi di Indonesia terkesan hanya
mengambil tanpa melihat apakah teori yang diambil pas untuk diterapkan
di Indonesia.
Perkembangan ilmu sosial di Indonesia dimulai saat kolonialisme
Belanda datang ke Indonesia, yaitu dikembangkannya ilmu Indologi yaitu
suatu ilmu yang sengaja dikembangkan dalam rangka memahami realitas
sosial-budaya masyarakat Indonesia demi kepentingan pihak kolonialisme
9
yakni agar terus bisa melanggengkan proses kolonialisme di bumi
Indonesia. Indologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang penduduk
dan masyarakat di Indonesia yang dicetuskan oleh dunia keilmuwan
Belanda dan Eropa Modern. Indologi mempunyai posisi yang sangat
penting dalam dinamika keilmuan. Yang melatar belakangi munculnya
indologi adalah iklmin intelektual yang berawal dari proses pasifikasi
daerah jajahan di Indonesia. Artinya, setelah peperangan dan penaklukan
atas sebagian besar wilayah Indonesia, rejim colonial memerlukan
pengetahuan yang lebih mendalam untuk memamahmi dan menguasai
masyarakat negeri jajahan. Untuk itu didirikan pusat kajian Indologi.
Beberapa cirri umum perkembangan ilmu sosial pada periode colonial
adalah :
1. Rezim colonial datang ke Indonesia tidak hanya membawa
pengetahuan.
10
tradisi yang telah dimulai oleh Indologi dalam arti menempatkan
pengetahuan tentang manusia dan masyarakat lebih untuk kepentingan
rezim politik yang berkuaasa daripada untuk memajukan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Perkembangan ilmu sosial di Indonesia tidak
terhindarkan dari pengaruh perubahan politik yang terjadi setelah tahun
1965, Indonesia memasuki suatu periode politik yanag mementingkan
pragmatism dan pembangunan ekonomi. Posisi ilmu sosial pada saat itu
semakin jauh tenggelam dalam paradigma pembangunan yang pada
tingkat internasional didominasi oleh teori – teori modernisasi yang
dikembangkan oleh ahli ilmu sosial positistik dari Amerika serikat.
Perkemabangan ilmu sosial di Indonesia pasca 1965 searah dengan
perubahan politikyang menekankan stabilitas dan strategi pembangunan
yang mementingkan pertumbuhan ekonomi. Jika pada sebelum
kemerdekaan perkembangan ilmu sosial hamper sepenuhnya menjadi
bagian dari strategi colonial untuk menaklukan penduduk jajahannya di
Indonesia, setelah kemerdekaan terjadi pergeseran pengaruh dari Belanda
ke Amerika serikat. Beberapa cirri umum perkembangan ilmu sosial pada
periode ini adalah :
1. Paradigm ilmu sosial pada periode ini pada dasarnya tidak
Indologi.
ilmuan sosial pada masa ini merupakan unit kajian yang dapat
11
4. Konsep utama yang digunakan adalah Gemeinschaft-
12
statistic perkembangan ilmu sosial Indonesia, baik mengenai profesi dan
komunitas ilmuan maupun lembaga peneliti dan pendidikan ilmu-ilmu
sosial yang lebih professional. Namun sejak awal Orde Baru terdapat
loncatan-loncatan penting mengenai ilmu sosial. Loncatan penting berupa
penyingkiran agenda redistribusi dalam studi agrarian, penggusuran
ilmuan sosial yang dicurigai dekat dengan kaum komunis. Beberapa cirri
umum perkembangan ilmu sosial pada periode ini adalah :
1. Kian berkembangya minat sarjana luar negeri untuk
mempelajari Indonesia.
13
epistemology, di Indonesia perlu ada ilmuan sosial yang bertindak dari
sekedar menyusun ensiklopedia metode penelitian, melainkan mulai
memkirkan strategi metodologi. Sedangkan dalam aspek aksiologi
ilmu sosial pada masa orde baru lebih banyak dimanfaatkan untuk
menyenangkan penguasa dan mempertahankan kekuasaan.
2. Militer dan lembaga – lembaga yang dibentuk pemerintah menjadi
produsen pemikiran dalam ilmu sosial
3. Menyembunyikan fakta-fakta yang tidak disukai
Banyak fakta-fakta yang dapat dijadikan kajian ilmu sosial
disembunyikan oleh penguasa sehingga ketika masyarakat
memerlukan kepastian atas sebuah peristiwa sejarah, ilmu sosialtidak
dapat memberikan analisis untuk menjawab permasalahan.
4. Ciri khas ilmu sosial lebih bercorak kuantitatif dan ilmuan sosial tidak
berdaya
5. America Centris dan ilmuan tukang
D. Permasalahan Ilmu sosial di Indonesia
Banyak sekali permasalahan ilmu sosial yang ada di Indonesia
yang dimulai dari ketidakmampuan dan ketidakpercayaan ilmuwan,
akdemisi terhadap pemikiran orosinal yang bersumber dari masyarakat.
Ketidakpercayaan ini menjadi penyakit yang menggerogoti ilmuwan,
karena tanpa sadar memaksa peneliti untuk menggunakan, menduplikasi
teori-teori barat yang dianggap sebagai pusatnya ilmu. Teori sosial barat
memberi banyak pengaruh pada peta keilmuwan sosial di Indonesia.
Faktanya bahwa sebagian besar ilmu sosial dan humaniora di masyarakat
berkembang datang dari barat telah memunculkan masalah relevansi ilmu-
ilmu sosial bagi kebutuhan. Tokoh-tokoh Barat terkadang diposisikan
sebagai penemu, perintis beberapa teori sosial yang pada tahapannya
akhirnya ditanamkan dan digunakan di masyarakat non-Barat. Masyarakat
Intelektual Indonesia diposisikan sebagai konsumen yang selalu membeli
teori-teori pemikiran dari dunia Barat yang terkadang tidak sesuai dengan
kajian masyarakat di Indonesia.hegemoni teori sosial Barat menjadi suatu
14
keniscayaan karena perkembangan pengetahuan barat yang maju beberapa
langkah dibanding perkembangan ilmuwan di Indonesia.
Ilmu-ilmu sosial yang berkembang dan dipelajari di lembaga
pendidikan di Indonesia merupakan ilmu sosial yang dihasilkan oleh
sarjana Barat. Kuatnya pengaruh ilmu sosial Barat tersebut lebih lebih
disebabkan masalah internal intelektual-akademisi Indonesia. Mereka telah
terpuaskan dengan meniru apa yang berkembang di Barat, bahkan
intelektual Indonesia bekerja keras untuk menerpakan teknik yang
dipelajari dari buku-buku yang ditulis oleh sarjana amerika dan Eropa
dalam menjelaskan dan persoalan empiris atas masalah yang kebanyakan
dirumuskan oleh bangsa Barat. Ketergantungan terhadap teori barat
sebenarnya tidak hanya di Indonesia tetapi hampir kebanyakan negara di
Asia sangat tergantung pada teori Barat. Muncul juga ketergantungan
terhadap perspektif teori sosial Barat yang dilakukan oleh negara di Asia.
Kebergantungan intelektual dapat dilihat baik dalam struktur
kebergantungan akademis maupun dari relevansi ide-ide yang berlatar
asing. Kebergantungan akademis dapat diukur dari kesediaan relative dana
dunia pertama untuk riset, prestise yang dilekatkan pada publikasi jurnal
Amerika dan Inggris, kualitas tinggi pendidikan Universitas Barat dan
banyak indicator lainnya. Selain ketergantungan masih banyak sekali
masalah yang muncul dalam perkembangan ilmu sosial. Permasalahan
ilmu sosial diadaptasi dari pemikiran Syed Farid Alatas sebagai berikut :
1. Adanya bias eurosentris sehingga ide, model, pilihan masalah,
15
kekurangan ide-ide orisinal yang menumbuhkan konsep baru,
16
pemikiran yang diungkapkan tokoh-tokoh tersebut menjadi landasan bagi
pemikir di asia untuk mengapdosi dan mengembangkan ilmu sosial di asia.
Ilmu sosial di Indonesia terkesan juga lebih condong pada pemikiran barat.
Ketidaktepan teori yang ada di barat untuk membaca realita dan fenomena
yang ada di Indonesia turut andil dalam menambah ketidakmampuan untuk
menyelasikan suatu masalah. Para akadeimisi di Indonesia terkesan hanya
mengambil tanpa melihat apakah teori yang diambil pas untuk diterapkan di
Indonesia. Sehingga tidak mengerahankan apabila selama ini banyak
permasalahan yang menedera negara – negara asia khususnya Indonesia yang
tidak mampu di entaskan secara tuntas, bukan karena ketidakmampuan ahli
dan akademisi tetapi lebih pada kesalahan pembacaan masalah akibat
ketidaktepatan alat analisis yang dalam hal ini berupa teori. Diskurusus yang
berkembang selama ini menunjukan adanya hegemoni pemikiran Barat
terhadap Timur yang mana bagi akademisi di asia ingin menghentikan hegeoni
ini dengan memunculkan pemikiran alternatif. Dalam posisi ini akademisi di
Asia ingin bersanding sejajar dengan pemikiran-pemikiran Barat. Di Indonesia
sendiri diskursus mengenai pengemabangan teori ilmu sosial baru mulai
banyak diperbincangkan.
17
merupakan iktiar yang aksiomatik yang harus ada demi hadirnya umatsecara
umum, agar mampu membangun instrumen untuk mengajak kebaikan
(humanisme), memiliki kapasitas untuk mencegah kejahatan (liberasi), dan
mengokohkan keimanan pada Allah (Transendensi). Definisi tarbiyah menurut
beberapa kamus adalah bertambah dan berkembang, tumbuh dan berkembang,
dan memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga atau merawat,
dan memperhatikan. Dari ketiga definisi tersebut saling berkaitan.
a. Humanisme
18
Kuntowijoyo lalu mengusulkan humanisme teosentris sebagai
ganti humanisme antroposentris untuk mengangkat kembali martabat
manusia. Dengan konsep ini, manusia harus memusatkan diri pada
Tuhan, tapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia
(kemanusiaan) sendiri. Manusia saat ini telah melewati revolusi
industry tahap pertama dan memasuki revolusi industry tahap kedua
yang tidak hanya mengganti energi hidup dengan mekanik tapi sampai
pikiran manusiapun diganti dengan mesin-mesin. Kita sekarang
mengalami proses dehumanisasi, karena masyarakat industrial kita
jadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa wajah
kemanusiaan. Kita mengalami objektivitas ketika berada ditengah-
tengah mesin-mesin politik dan mesin-mesin pasar. Ketika mesin-
mesin sudah menguasai pikiran manusia, secara tidak sadar manusia
saat ini telah berhenti fungsinya sebagai manusia, tetapi tidak lain
beralih menjadi robot-robot yang tidak berfikir atau pikirannya
dikendalikan dan tidak berperasaan. Dalam tema umum humanisasi
dapat dilakukan penelitian tentang berbagai gejala sosial dan
pemecahannya, yaitu dehumanisasi (objektivitas teknologis, ekonomis,
budaya, atau negara), agresivitas kolektif, dan kriminalitas), dan
loniliness (spivatisasi, individuasi). Dehumanisasi terjadi antaranya
karena dipakainya teknologi (baik berupa alat-alat fisik maupun
metode). Masyarakat dalam dunia isdustri mudah sekali terjatuh,
kehilangan kemanusiaan. Perkembangan peradaban manusia tidak lagi
diukur dengan rasionalitas tapi transendensi.
19
sedang berada dalam tiga keadaan akut yaitu dehumanisasi
(obyektivasi teknologis, ekonomis, budaya dan negara), agresivitas
(agresivitas kolektif dan kriminalitas) dan loneliness (privatisasi,
individuasi).
b. Liberasi
Liberasi dalam Ilmu Sosial Profetik adalah definisi teoritis dari
Nahiy Mungkar yang diterjemahkan secara operasional menjadi
membebaskan manusia dari perbudakan. Secara etimologi, liberasi
berasal dari bahasa latin liberare yang artinya memerdekakan. Secara
istilah, liberasi dapat diartikan dengan pembebasan, semuanya dengan
konotasi yang mempunyai signifikansi sosial. Liberasi yang dimaksud
Kuntowijoyo dalam ilmu sosial profetik adalah dalam konteks ilmu,
yang didasari nilai-nilai luhur transendental. Menurut Kuntowijoyo
juga Liberasi merupakan usaha untuk membebaskan orang dari sistem
pengetahuan materialistic dari dominasi struktur. Nilai- nilai liberatif
dalam ilmu sosial profetik dipahami dan didudukkan dalam konteks
ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab profetik. Liberasi di sini
sesuai dengan prinsip sosialisme hanya saja Ilmu Sosial Profetik tidak
hendak menjadikan liberasinya sebagai ideologi sebagaimana
komunisme. Liberasi Ilmu Sosial Profetik adalah dalam konteks ilmu,
ilmu yang didasari nilai-nilai luhur transendental. Jika nilai-nilai
liberatif dalam teologi pembebasan dipahami dalam konteks ajaran
teologis, maka nilai-nilai liberatif dalam Ilmu Sosial Profetik dipahami
dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung
jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman
kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas
dan hegemoni kesadaran palsu. Lebih jauh, jika marxisme dengan
semangat liberatifnya justru menolak agama yang dipandangnya
konservatif, Ilmu Sosial Profetik justru mencari sandaran semangat
liberatifnya pada nilai-nilai profetik transendental dari agama yang
20
telah ditransformasikan menjadi ilmu yang obyektif-faktual.
Kuntowijoyo menggariskan empat sasaran liberasi, yaitu sistem
pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem politik yang
membelenggu manusia sehingga tidak dapat mengaktualisasikan
dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan mulia.
21
semakin tren ke depan akan lebih banyak berkutat pada persoalan
sosial.
c. Transendensi
Transendensi merupakan dasar dari dua unsur yang lain.
Transendensi adalah definisi teoritis dari Yu’minuna billah yang
diterjemahkan secara operasional menjadi membawa manusia menuju
Tuhannya. Para penganjur ilmu-ilmu Profetik menekankan posisi
penting transendensi setelah humanisme dan liberasi. Transendensi
hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian
penting dari proses membangun peradaban. Transendensi
menempatkan agama (nilai-nilai Islam) pada kedudukan yang sangat
sentral dalam Ilmu Sosial Profetik. Transendensi adalah dasar dari
humanisasi dan liberasi. Transendensi memberi arah kemana dan untuk
tujuan apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Transendensi dalam
Ilmu Sosial Profetik di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi
praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai kritik. Dengan
kritik transendensi, kemajuan teknik dapat diarahkan untuk mengabdi
pada perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan pada
kehancurannya. Melalui kritik transendensi, masyarakat akan
dibebaskan dari kesadaran materialistik di mana posisi ekonomi
seseorang menentukan kesadarannya menuju kesadaran transendental.
Transendensi akan menjadi tolok ukur kemajuan dan kemunduran
manusia.
Tujuan transendensi adalah untuk menambahkan dimensi
transendental dalam kebudayaan, membersihkan diri dari arus
hedonisme, materialisme, dan budaya yang dekaden. Kita percaya
bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dengan
mengingat kembali dimensi transedental yang menjadi bagian sah dari
fitra kemanusian. Kita ingin merasakan kembali dunia sebagai rahmat
Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas dari ruang
22
dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Allah. Dimensi
transendental adalah bagian sah dari fitrah kemanusiaan sebagai
bentuk persentuhan dengan kebesaran Tuhan. Jika banyak yang
sepakat bahwa abad ke-21 adalah peradaban postmodernisme, maka
salah satu ciri dari postmodernisme adalah semakin menguatnya
spiritualisme, yang salah satu tandanya adalah dedifferentiation, yaitu
agama akan menyatu kembali dengan ‘dunia’.
23
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Ilmu Sosial Profetik merupakan ilmu yang Tidak hanya menjelaskan dan
mengubah fenomena sosial, tetapi juga sebuah ilmu yang memberi
petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh
siapa. Oleh karena itu, ilmu sosial profetik tidak sekedar hanya mengubah
perubahan, tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik secara
sengaja memuat kandungan nilai-nilai dari cita-cita perubahan yang
diidamkan masyarakat. Dalam ilmu sosial profetik, Kontowijoyo
menghendaki bahwa kita harus secara sadar memilih arah, sebab dan
subyek dari ilmu sosial yang kita bangun.
Dalam sejarah perkembangan ilmu sosial, Jerman, Perancis dan Spanyol
masih dianggap sebagai negara-negara sumber kekuatan utama ilmu sosial.
Perkembangan ilmu sosial di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan ilmu sosial yang ada di Barat. Yang dimulai saat
kolonialisme Belanda datang ke Indonesia, yaitu dikembangkannya ilmu
Indologi yaitu suatu ilmu yang sengaja dikembangkan dalam rangka
memahami realitas sosial-budaya masyarakat Indonesia demi kepentingan
pihak kolonialisme.
Permasalahan ilmu sosial yang ada di Indonesia yang dimulai dari
ketidakmampuan dan ketidakpercayaan ilmuwan, akdemisi terhadap
pemikiran orosinal yang bersumber dari masyarakat. Ketidakpercayaan
tersebut menjadi penyakit yang menggerogoti ilmuwan, karena tanpa sadar
memaksa peneliti untuk menggunakan, menduplikasi teori-teori barat yang
dianggap sebagai pusatnya ilmu.
Ilmu sosial Profetik bertumpu pada tiga konsep kunci yaitu humanisasi,
liberasi dan transdensi. mengajak kebaikan (humanisasi), memiliki
kapasitas untuk mencegah kejahatan (liberasi), dan mengokohkan
keimanan pada Allah (Transendensi). Tiga konsep kunci tersebut dapat
24
digunakan untuk merespon kemandegan ilmu sosial akademik serta ilmu
sosial kritis yang dapat memberikan solusi atas berbagai persoalan yang
muncul pada masyarakat Indonesia.
25
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/157-303-1-SM.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/14655/42/Bab%203.pdf
http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL%20UGM/paradigma%20profeti
k.pdf
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/LITERASI/article/download/401/316
26
Nasiwan dan Grendi.2012.Dari Diskursus Alternatif Menuju Indigeneousasi ilmu
Sosial Indonesia : Teoritisasi ‘prophetic political Education. Diakses
pada 2 September 2012 dari :
https://journal.uny.ac.id/index.php/sosia/article/view/3622/3098
27
LAMPIRAN
28