Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI ISLAM

Kelompok 6:

1.Yusril

2.Liana

3.Sari Safitri

4.Nurma

Dosen Pembimbing : Dr .Apriana m.hum

Program Studi : Ekonomi Syariah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BATURAJA

TAHUN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas rahmat dan
karunia_nya,kami dapat menyelesaikan tugas makalah “METODE STUDI” berjudul.
“PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI ISLAM” dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Baturaja, 04 Juni 2022

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….

DAFTARISI ……………………………………………………...............

BABIPENDAHULUAN…..….………………………………………......

a. Latar Belakang …………………...……………………….......................


b. Rumusan Masalah …………….………………………………………….
c. Tujuan ……………………………………………………….…………....

BAB II PEMBAHASAN ………..….…...……………………………................

a. Pengertian sosiologi..................................................................……………………
b. Tokoh dan Perkembangan Sosiologi Sebagai Pengetahuan.....................................
c. Pendekatan Dalam Kerja Ilmiah Sosiologi .....................................................
d. Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Islam ........................................................

BABIIISIMPULAN ................…………………………………..............................

a. Simpulan ………………………...…………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Harus diakui bahwa saat ini, ilmu-ilmu keislaman tengah mengalami krisis yang akut. Krisis ilmu-
ilmu keislaman yang tengah terjadi selama ini sesungguhnya telah menghasilkan semacam irelevansi
antara ilmu-ilmu keislaman dengan realitas kontemporer. Ilmu-ilmu keislaman terlihat semarak
dalam forum-forum kajian, bahkan pengajian, namun ia hanya menyumbang sedikit bagi
pemberdayaan masyarakat.

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kasalehan
atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konseptual menunjukkan cara-
cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu
dapat dijawab manakala pemahaman logis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang
menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban
terhadap masalah yang timbul. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami
agama yang meliputi pendekatan teologis normatif, astronomis, sosiologis, psikologis, historis,
kebudayaan dan pendekatan filosofis. Hal ini perlu dilakukan karena melalui pendekatan tersebutlah
kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui
berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat,
tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal
ini tidak boleh terjadi. Berkenaan dengan ini, pemakalah akan menyajikan pembahasan mengenai
pendekatan sosiologis dalam studi Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud dengan sosiologi?
2. Bagaimana tokoh dan pertumbuhan sosiologi sebagai pengetahuan?
3. Bagaimana pendekatan dalam kerja ilmiah sosiologi?
4. Bagaimana pendekatan sosiologi dalam studi Islam?

5. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan bagaimana yang dimaksud dengan studi Islam.
2. Menjelaskan tokoh dan pertumbuhan sosiologi sebagai pengetahuan.
3. Memaparkan pendekatan dalam kerja ilmiah sosiologi.
4. Menjelaskan pendekatan sosiologi dalam studi Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi

Dalam mempelajari agama diperlukan berbagai macam pendekatan agar substansi dari agama itu
mudah dipahami. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran
sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama
itu, penelitian ilmu sosial, atau penelitian filosofis.

Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini.
Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama
bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang
sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah
Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti
ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang
berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Sebagai sebuah ilmu,
sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah
dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

B. Tokoh dan Perkembangan Sosiologi Sebagai Pengetahuan

Semua bidang inetelektual dibentuk oleh setting sosialnya. Hal ini terutama berlaku bagi sosiologi,
yang tak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosialnya sebagai
kajian pokok. Orang yang pertama kali menggagas sekaligus mempraktikkan sosiologi sebagai sebuah
disiplin ilmu yang mandiri adalah Ibn Khaldun.

1. Ibn Khaldun (1332 M)

Tokoh yang lahir di Tunisia, Afrika Utara, pada 27 Mei 1332 M atau 1 ramadhan 732 H ini hidup
dalm situasi konflik yang begitu keras antara Muslim tradisionalis, raionalis dan kaum sufi. Situasi
tidak harmonis dalam masyarakat di sekitarnya itulah yang mendorongnya untuk mempelajari
masyarakat secara serius. Dalam kajiannya, ia telah menghasilkan sejumlah karya sosiologi, seperti
kitab al-Ibar yang berisi sejarah umum dan universal masyarakat dan Muqaddimah (Prolegomena)
yang berisi pembahasan tentang sosiologi.

Ibn Khaldun telah merumuskan tentang model suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat
yang halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras. Model Khaldun mengenai tipe-tipe
sosial dan perubahan sosial diwarnai oleh warisan khusus dari pengalaman dunia gurun pasir di
Arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan suatu deskripsi historis mengenai masyarakat Arab,
namun untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang mengatur dinamika-
dinamika masyarakat dan proses-proses perubahan sosial secara keseluruhan.

Sebagian besar sosiolog memandang konstribusi Ibn Khaldun begitu kecil dalam sosiologi. Mereka
lebih mengakui Karl Marx dan august Comte sebagai orang yang paling berjasa bagi disiplin ilmu
baru ini. itulah makanya, rentetan panjang revolusi politik yang dihantarkan oleh Revolusi Perancis
1789 dan revolu yang berlangsung sepanjang abad ke-19 dipandang sebagai faktor yang paling besar
perannya dalam pembentukan sosiologi.

2. August Comte (1798-1857)

Di tangan Comte, sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu menjadi semakin jelas bentuknya. Comte
mengembangkan fisika atau yang pada tahun 1839 disebutkannya sosiologi. Penggunaan istilah fisika
social jelas menunjukkan bahwa Comte berupaya agar sosiologi meniru model “hard sciences”. Ilmu
baru ini, yang menurut pandangannya akhirnya akan menjadi ilmu dominan, adalah ilmu yang
mempelajari social statics (Statika social atau struktur social yang ada) dan social dynamics (dinamika
social atau perubahan social). Meski keduanya dimaksudkan untuk menemukan hukum-hukum
kehidupan social, ia merasa bahwa dinamika social lebih penting ketimbang statika social. Tekanan
pada perubahan sosial ini mencerminkan perhatiannya yang sangat besar terhadap reformasi sosial.

3. Karl marx (1818-1883)

Walaupun Marx bukanlah seorang sosiolog dan tak pernah manganggap dirinya sosiolog, bahkan
karyanya boleh dibilang terlalu luas untuk bisa dicakup dalam pengertian sosiolog, namun ada satu
teori sosiolog yang ditemukan dalam karyanya. Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat
kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat dasar manusia. Marx meyakini bahwa manusia pada
dasarnya produktif, artinya untuk bisa bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dengan alam.
Dengan bekerja semacam itu manusia menghasilkan makanan, pakaian, peralatan, perumahan, dan
kebutuhan lain yang memungkinkan mereka hidup. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang
memungkinkan

4. Emile Durkheim (1858-1917)


Durkheim mengembangkan masalah pokok sosiologi dan kemudian diujinya melalui studi empiris.
Dalam The Rule os Sosiological Method (1859/1982) ia menekankan bahwa tugas sosiologi adalah
mempelajari fakta-fakta sosial. Ia meyakini fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat
eksternal dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan dan struktur berskala luas ini – misalnya
hukum yang melembaga dan keyakinan moral bersama – dan pengaruhnya terhadap individu menjadi
sasaran studi banyak teoritisi di kemudian hari, termasuk Parsons.

5. Max Weber (1864-1920)

Weber memandang individu sebagai memiliki makna subjektif. Dengan asumsi ini bahwa tindakan
seorang individu dapat bermakna bagi dirinya dan dapat diakui oleh orang lain. dunia adalah dunia
makna bersama, di mana seseorang terus menerus membaca dan menyesuaikan diri dengan
penafsiran-penafsirannya mengenai orang lain dan memodifikasi tindakan-tindakannya sendiri
sebagai respon atas penilaiannya tterhadap konsekwensi-konsekwensi perbuatannya

6. Karl Mannheim (1893-1847)

Bagi Mannheim sosiologi pengetahuan adalah sebuah teori pengondisian social atau eksistensial
pengetahuan. Maksudnya, teori yang mengaitkan antara pengetahuan dan kondisi social masyarakat.
Mannheim sendiri adalah seorang ilmuwan sosial Jerman.

C. Pendekatan dalam kerja ilmiah sosiologi

1. Evolusionisme

Pendekatan ini memusatkan telaahnya pada mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul
dalam masyarakat yang berbeda. Titik tekan perhatiannya pada pertanyaan “apakah ada pola umum
perubahan yang bisa ditemukan dalam sebuah masyarakat?” misalnya “apakah pengaruh proses
industrialisasi terhadap keluarga di Negara berkembang akan sama dengan yang ditemui di Barat?”;
“apakah proses pemudarnya masyarakat tradisional sama untuk setiap bangsa dan Negara.

2. Interaksionalisme

Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada interaksi antar individu dan kelompok. Interaksi ini
terjadi bisa dengan mengunakan symbol-simbol atau isyarat. Kemudian, diperhatikan reaksi orang
terhadap makna dari symbol-simbol itu dan dihubungan benda-benda atau kejadian-kejadian yang
berlangsung. Dalam perspektif ini sering muncul pernyataannya bahwa suatu kata, benda atau
kejadian tidak bermakna apa-apa jika orang di masyarakat ini tidak sependapat bahwa hal itu
memiliki arti khusus, misalnya “lampu merah,hjau, dan kuning lalu lintas”.
3. Fungsionalisme

Dalam pendekatan ini, masyarakat dipandang sebagai satu jaringan kerja sama kelompok yang saling
membutuhkan satu sama lain dalam sebuah system yang harmonis, misalnya fenomena saling
ketergantungan antara “sekolah, anak didik dan orang tua keluarga”, keluarga berencana dengan
usaha meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan serta hubungan dengan mutu pendidikan” dan
sebagainya. Pendekatan ini didasarkan pada dua asumsi dasar:

4. Konflik

Pendekatan ini sebenarnya merupaka reaksi keras terhadap pendekatan fungsionalisme di atas.
Pendekatan konflik berpendapat, bahwa “masyarakat itu terikat kerja sama yang erat karena kekuatan
kelompok-kelompok atau kelas yang dominan”. Ia mewariskan sebuah ketegangan yang terus
menerus dalam sebuah fenomena setiap kelompok ingin mempertahankan dominasinya.

D. Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam

Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama, dapat dipahami, karena banyak sekali
ajaran agama yang bekaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhada masalah sosial
ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami
agamanya.

1. Perhatian Agama Islam Terhadap Masalah Sosial

Alasan besanya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial adalah:

a. Dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu
berkenaan dengan urusan muamalah.

b. Bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa
bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh
diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan
sebagaimana mestinya.

c. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari pada
ibadah yang bersifat persorangan. Karena itu salah yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih
tinggi nilainya daripada salat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding
dua puluh derajat.

d. Dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena
melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan msalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya
adalah dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.

e. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran
lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam hubungannya dengan ini misalnya membaca hadits yang
artinya sebagai berikut.

“Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan
Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang terus menerus salat malam dan terus
menerus berpuasa”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Aplikasi Sosiologi dalam Pengembangan Ilmu Keislaman

Bagi pengembangan ilmu-ilmu keislaman, sosiologi memiliki manfaat ganda, yakni:

a. Manfaat teoritis-epistimologi : bahwa sosiologi pengetahuan dapat membantu para pengkaji


ilmu-ilmu keislaman untuk memahami substansi ilmu dan mengembangkan paradigma di dalamnya,
sehingga ilmu bisa lebih dinamis.

b. Manfaat praktis sosiologis adalah bahwa sosiologi pengetahuan dapat memperkaya metode
penelitian ilmu-ilmu keislaman. Ilmu keislaman sudah selayaknya dilihat dengan berbagai cara (apa
saja boleh), asalkan semua cara itu dilakukan dengan bertanggung jawab dan dapat memperluas
perspektif para pengkaji.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

· Sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu
fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan,
mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut

· .Orang yang pertama kali menggagas sekaligus mempraktikkan sosiologi sebagai sebuah
disiplin ilmu yang mandiri adalah Ibn Khaldun kemudian dilanjtkan oleh August Comte, Karl Marx,
Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Mennheim.

· Pendekatan yang dilakukan dalam pendekatan studi Islam meliputi beberapa teori, yaitu
evolusionisme, interaksionalisme, fungsionalisme dan konflik.

· Kaitan antara pendeatan sosiologi dengan agama adalah: Pertama, agama telah membantu
mendorong terciptanya persetujuan mengenai isi dan kewajiban-kewajiban sosial tersebut dengan
memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan
menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka. Dalam peranan ini agama telah membantu
menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh. Kedua, terdapat alasan-alasan yang
kuat untuk mempercayai bahwa agama juga telah memainkan peranan vital dalam memberikan
kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat dan memperkuat adat-istiadat. Dalam hal ini
patut diketahui bahwa sikap mengagungkan dan rasa hormat, terutama yang berkaitan dengan adat
istiadat (moral) yang berlaku, berhubungan erat dengan perasaan-perasaan kagum yang ditimbulkan
oleh yang sakral itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 2012, Jakarta: Rajawali Pers.

M. Atho Mudzhar, Pendekatakan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,1998, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Muhyar Fanani, Metode Studi Islam; Aplikasi Sosiologi sebagai Cara Pandang, 2008, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai-nilai Kemasyarakatan, 2009, Bandung: Refika Aditama.

Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama; Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer, 2006,
Malang: UIN Malang Press.

Atang Abd, Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 2003 Bandung: Remaja Rosdakarya.

Elizabeth K. Nottingham (penerjemah: Abdul Muis Naharong), Agama dan Masyarakat; Suatu
Pengantar Sosiologi Agama, 1996, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai