TENTANG
(SOSIOLOGIS)
Ditulis oleh:
RAFEL SATRIA
21010049
Dosen Pengampu:
Dr. SYAFLIN HALIM, MA
5. Tujuan Penulisan
A. Pengertian Sosiologi
Dalam mempelajari agama diperlukan berbagai macam pendekatan agar substansi
dari agama itu mudah dipahami. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini
adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin
Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan
kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama
itu, penelitian ilmu sosial, atau penelitian filosofis.
Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan
paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini
dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis,
melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan
kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan
merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman
sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan
diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie
Positive" karangan August Comte (1798-1857). Sebagai sebuah ilmu, sosiologi
merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran
ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.[1]
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat
dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan
tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula
kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu, Soerjono
Soekanto sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya
mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri
terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu
seharusnya berkembang dalam arti memberi arti petunjuk-petunjuk yang
menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama
tersebut. Di dalam ilm ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat
bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk
memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia.[2]
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta
berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena
sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan,
mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama
yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa
bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf
yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam
melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi
contoh yang lain. beberapa peristiwa tersebut baru bisa djawab dan sekaligus dapat
ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa
tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya
sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama. [3]
Sebuah contoh peristiwa jatuhnya Daulah Bani Umayah pada tahun 750 M dan
bangkitnya Daulah Bani Abbasiyah telah menarik perhatian banyak sejarawan Islam
klasik. Para sejarawan melihat bahwa kejadian itu unik dan menarik, karena bukan saja
merupakan pergantian dinasti tetapi lebih dari itu adalah pergantian struktur social dan
ideology. Maka, banyak sejarawan yang menilai bahwa kebangkitan Daulah Bani
Abbasiyah merupakan suatu revolusi dalam arti kata yang sebenarnya.
Richard Frye dalam sebuah artikelnya berjudul “The Abbasid Conspiracy and
Modern Revolutionary Theory” pada tahun 1952 menyatakan bahwa ciri-ciri yang
menyertai kebangkitan Daulah bani Abbasiyah ketika itu sama dengan ciri-ciri yang
menyertai revolusi di berbagai Negara di dunia modern sekarang ini. Fyre menggunakan
teori anatomi revolusi yang dikembangkan oleh Crane Brinton yang menyatakan bahwa
dari empat buah revolusi yang diamatinya, yaitu Inggris, Amerika, Perancis dan Rusia,
sedikitnya ada empat persamaan. Pertama, bahwa pada masa sebelum revolusi, ideology
yang sedang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat disebabkan oleh
kekecewaan dan penderitaan masyarakat yang ditimbulkan oleh ketimpangan-
ketimpangan dari ideology yang berkuasa itu. Kedua, mekanisme pemerintahannya tidak
efisien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan zaman. Ketiga, terjadinya penyeberangan kaum
intelektual dari mendukung ideology yang berkuasa kepada wawasan baru yang
ditawarkan oleh si pengeritik. Brinton menamakan hal ini dengan “The dissertion of the
intellectuals”. Keempat, bahwa revolusi itu umumnya bukan hanya dipelopori dan
digerakkan oleh orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan juga oleh sebagian
kau penguasa yang karena hal-hal tertentu merasa tidak puas dengan system yang ada. [4]
[1]
Wikipedia Bahasa Indonesia, Sosiologi, (online) diakses
melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi, tanggal akses, 28 November 2014.
[2]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
38-39.
[3]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…, hlm. 39.
[4]
M. Atho Mudzhar, Pendekatakan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,
(Yogyakarta: Pustaka Pelaja, 1998), hlm. 83.84
[5]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam; Aplikasi Sosiologi sebagai Cara
Pandang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 20-21.
[6]
Santribaralah, Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama, (online) diakses
melalui http://santriblarah.blogspot.com/2013/04/sejarah-perkembangan-sosiologi-
agama_9077.html, tanggal akses 28 November 2014.
[7]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , hlm. 21-22.
[8]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , hlm. 22-23.
[9]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , hlm. 27.
[10]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , 25.hlm.
[11]
Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai-nilai Kemasyarakatan, (Bandung:
Refika Aditama, 2009) , hlm. 46
[12]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… ,hlm. 34.
[13]
Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama; Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius
Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press, 2006), hlm. 115.
[14]
Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama…, hlm 115
[15]
Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama…, hlm. 116.
[16]
Sugiatmo, Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam, (online) diakses
melalui http://mrlungs.wordpress.com/2010/08/16/pendekatan-sosiologis/,
tanggal akses 28 November 2014.
[17]
Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama…, hlm. 116.
[18]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…, hlm. 40-41.
[19]
Atang Abd, Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 223.
[20]
Elizabeth K. Nottingham (penerjemah: Abdul Muis Naharong), Agama dan
Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996) ,
hlm. 39-40.
[21]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…, hlm. 41-42.
[22]
Elizabeth K. Nottingham (penerjemah: Abdul Muis Naharong), Agama dan
Masyaraka…, hlm, 36.
[23]
Elizabeth K. Nottingham (penerjemah: Abdul Muis Naharong), Agama dan
Masyarakat…, hlm. 36.
[24]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , , hlm. 185.
[25]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , hlm. 185.
[26]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , hlm. 186.
[27]
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam… , hlm. 186