Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STUDI AL-QUR’AN DAN HADIST


SEMESTER GANJIL (1)

TENTANG
(ASBABUL WURUD DAN NASIKH WA MANSUKH HADIST )

Ditulis oleh:
RAFEL SATRIA
21010049

Dosen Pengampu:
AGUSWAN RASYID, Lc, MA, Ph.D

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS MUMAMMADIYAH SUMATERA BARAT ( UMSB )
TAHUN 1443/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Al-Qur’an, Hadits merupakan sumber hukum yang kedua dalam islam.
Fungsi hadits sendiri selain menjadi sumber hukum, juga berfungsi memperjelas,
merinci dan melengkapi kandungan didalam Al’quran. Padahal kikatnya ada dua fungsi
hadis, pertama hadis berfungsi sebagai sumber hukum Islam. kedua, hadis juga
berfungsi sebagai penjelas (bayyin) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am
(umum) ataupun mujmal (global).
“Dan kami turunkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu menjelaskan kapada
umat manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan supaya mereka
memikirkan.”.
Dari ayat ini sebuah pemahaman dapat didapatkan bahwa nabi dapat kita pahami
dari apa yang di sabdakan, dicontohkan lewat perbuatan dan taqrirnya. Maka dari itu,
dalam memahami Al-Qur’an terkadang kita membutuhkan hadits untuk memperjelas,
merinci dan memperluas kandungan-kandungan dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan begitu maka pemahaman dalam mempelajari sumber-sumber islam akan
semakin sempurna. Untuk memahami hadis secara baik, diperlukan suatu perangkat atau
metodologi. Salah satu alat bantu atau perangkatnya yaitu dengan memahami asbabul
wurud dan nasikh wa mansukh suatu hadis. Dengan mengetahui asbabul wurud serta
nasikh wa mansukh suatu hadis, maka akan timbul pemahaman yang baik terhadap hadis
dan tidak terjebak pada pemahaman yang saklek atau tekstual. Karena itu, dengan
memahami ilmu ini maka akan sangat membantu dalam mengetahui kondisi sosio-
historis sebuah hadis serta mengetahui apakah hadist tersebut sudah dihapuskan
hukumnya atau belum.
Ketika kita mencoba memahami suatu hadis, tidak cukup hanya melihat teks
hadisnya saja, khususnya ketika hadis itu mempunyai asbabul wurud atau hadist tersebut
sudah terhapus hukumnya, melainkan kita harus melihat konteksnya serta mengagali
lebih dalam lagi. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari
suatu hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa hadis itu
disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu
menyampaikannya, apakah ada hadist yang bertentangan yang datang setelahnya. Tanpa
memperhatikan ini semua seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan
memahami makna suatu Hadist, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang
keliru.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian asbabul wurud dan naskh wa mansukh?
2. Apa Urgensi asbabul wurud serta hikmah nasikh wa mansukh?
3. Apa macam-macam dan pembagian Asbabul wurud?
4. Apa macam-macam dan pembagian nasikh wa mansukh?

C. Maksud dan tujuan


1. Untuk mengetahui pengertian asbabul wurud dan nasikh wa mansukh.
2. Untuk memahami pentingnya asbabul wurud dan nasikh wa mansukh.
3. Untuk mengetahui sebab munculnya hadist
4. Untuk mengetahui ada hadist yang hapus hukumnya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabul Wurud dan Nasikh wa Mansukh.


Secara etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhafah yang berasal
dari kata asbab dan al-wurud. Kata “asbab” adalah bentuk jamak dari kata “sabab”.
Menurut ahli bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang artinya dijelaskan
sebagai segala yang menghubungakan satu benda dengan benda lainnya.
Sedangkan menurut istilah adalah “Segala sesuatu yang mengantarkan pada
tujuan”. Dan ada juga yang mendifinisikan dengan : suatu jalan menuju terbentuknya
suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam hukum itu. Sedangkan kata Wurud
merupakan bentuk isim masdar (kata benda abstrak) dari warada-yaridu yang berarti
datang atau sampai pada sesuatu, atau bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir1
Dengan demikian, secara sederhana asbabul wurud dapat diartikan sebagai
sebab-sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus
ilmu hadis, maka asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebabatau latar belakang
(background) munculnya suatu hadis.2
Sedangkan ilmu asbabul wurud yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi
shalallahu ‘alaihi wa salam menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan3
Dari beberapa pengertian tersebut dapat kita definisikan asbabul wurud sebagai
berikut: “ilmu yang menerangkan sebab-sebab dan masa Nabi menuturkan sabdanya,
atau ilmu yang mengkaji tentang hal-hal yang terjadi disaat hadits disampaikan, berupa
peristiwa atau pertanyaan yang hal ini dapatmembantu untuk menentukan maksud hadits
yang bersifat umum atau khusus,muthlaq atau muqoyyad atau untuk menentukan ada
tidaknya nashkh (penghapusan) dalam suatu hadits atau yang semisal dengan itu.
Adapun Naskh secara bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya berarti
“Izalatu alsyay’I waa’damuhu” (menghilangkan sesuatu dan mentiadakannya), yang

1
Munzier Suparta. Ilmu Hadits Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2008
2
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin. Asbabul Wurud Study Kritis Hadits Nabi.Yogyakarta:
PT. Pustaka Pelajar.2001
3
Muhammad Ahmad dan M.Mudzakir. Ulumul Hadis.Bandung: CV Pustaka Setia.2000
berarti “Naqlu al syay’I” (memindahkan dan menyalin sesuatu), berarti “Tabdil”
(penggantian), berarti “Tahwil” (pengalihan)4
Sedangkan Naskh secara istilah : mengangkat (mengahapus) hukum syara’
dengan dalil/khithab syara’ yang lain”. Definisi di atas apabila dijelaskan lagi dapat kita
tarik beberapa kesimpulan yakni :
a. Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan Mansukh
b. Naskh harus turun belakangan dari Mansukh
c. Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan ayat-ayat
kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan secara bersama 5 sedangkan
syarat kontradiksi adanya persamaan subjek, objek, waktu dan lain-lain.6
d. Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud juga
dengan ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh hukum yang diangkat atau
dihapus7
Dari definisi di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari; adanya
pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum yang telah ada, harus ada naskh
harus ada Mansukh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya. Dalam naskh
diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah hukum syara’, dalil pengahpusan
hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang kemudian dari kitab yang dimansukh,
dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu
tertentu8

B. Urgensi Asbabul wurud Hadis serta hikmah Nasikh wa Mansukh


Asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
memahami suatu hadis. Ada beberapa Urgensi mengetahui Asbabul Wurud antara lain:
1. Untuk menolong memahami dan menafsirkan al Hadist
2. Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syariat (hukum)

4
Imam Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an (Beirut : Dar al
Fikri, tth.), jilid II, hlm. 175.
5
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 177
6
Quraish Shihab, membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 143.
7
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 179
8
Manna Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 224
3. Untuk menentukan adanya takhsish terhadap suatu hadis yang ‘aam9
Berikut ini adalah beberapa fungsi diantara banyak fungsi dari asbab al-wurud
yang ada contoh hadisnya, yaitu:
1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum. Contoh dari fungsi
asbab al-wurud sebagai takhsis terhadap sesuatu yang masih bersifat umum dan juga
menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum, misalnya hadits:
‫ال ِة ا ْلقَائ ِِم‬
َ ‫ص‬َ ‫ْف ِم ْن‬ َ ‫الةُ ا ْلقَا ِع ِد‬
ِ ‫علَى النِص‬ َ ‫ص‬َ
Artinya: Sholat orang yang sambil duduk setengah pahalanya dari orangyang
yang sholatnya berdiri. (HR. Ahmad).
Asbab al-wurud dari hadits di atas adalah ketika penduduk Mandinah sedang
terjangkit suatu wabah penyakit. Kebanyakan para sahabat melakukan shalat sunnah
sambil duduk. Ketika itu Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui bahwa para
sahabat suka melakukan shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat.
Kemudian Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas. Mendengarkan sabda
Rasulullah para sahabat yang tidak sakit kemudian shalat sunnah dalam berdiri. Dari
asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata “shalat” (yang masih bersifat
umum pada hadis tersebut) adalah shalat sunnah (khusus).
Dan dari penjelasan tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh melakukan shalat
sunnah dalam keadaan duduk namun hanya akan mendapatkan pahala setengah apabila
dalam keadaan sehat. Tetapi apabila dalam keadaan sakit dan melakukan shalat dalam
keadaan duduk maka akan mendapatkan pahala penuh. Hal ini merupakan penjelasan
dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum shalat sunnah sambil sambil duduk.10
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat
sambil berdiri -mungkin karena sakit, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia
memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam
hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh,sebab ia termasuk
golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.
2. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.

9
Fatchur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadis.Bandung : Al Ma’arif.1974
10
Mudasir. Ilmu Hadis. Bandung :Pustaka Setia.2010
Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu nasikh
mansukh sebagaimana hadits berikut:
Hadist Pertama:
َ ‫أ َ ْف‬
‫ط َر ا ْلحَا ِج ُم َوا ْل َم ْح ُج ْو ُم‬
Artinya: “Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam”
Hadits kedua:
‫الَيُ ْفطِ ُر َم ْن قَا َء أ َ ْو َم ِن ا ْحتَلً َم َوالَ َم ِن ا ْحت َ َج َم‬
Artinya: Rasulullah bersabda: Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang
bermimpi kemudian keluar sperma dan orang yang berbekam.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama menyatakan
bahwa orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal puasanya. Sedangkan
hadits kedua menyatakan sebaliknya. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hazm, hadits
pertama sudah di-nasikh (dihapus) dengan hadits kedua. Karena hadits pertama lebih
awal datangnya dari hadits kedua.11
Adapun Hikmah adanya Nasakh dalam Al-Qur’an secara umum ialah sebagai
berikut:
1). Untuk menunjukkan bahwa syari’at agama islam adalah syari’at yang paling
sempurna. Karena itu, syari’at agama islam ini menasakh semua syariat dari agama
agama sebelum islam. Sebab, syari’at Islam ini telah mencakup semua kebutuhan
seluruh umat manusia dari segala periodenya, mulai dari Nabi Adam a.s. yang
kebutuhan-kebutuhannya masih sederhana hingga Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad
yang kebutuhan-kebutuhannya sudah banyak dan kompleks.
2). Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa
terpeliharadalam semua keadaan dan di sepanjang zaman.
3). Untuk menjaga agar perkembangan hukum Islam selalu relevan dengan
semua situasidan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang sederhana sampai ke
tingkatyang sempurna.
4). Untuk menguji orang mukallaf, apakah dengan adanya perubahan dan
penggantian- penggantian dari nasakh itu mereka tetap taat, setia mengamalkan hukum-
hukum Allah, atau dengan begitu lalu mereka ingkar dan membangkang?

11
Ibid
5). Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia
mengamalkanhukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah sampai yang sulit.
Sebab,semakin sulit menjalankan suatu peraturan Tuhan, akan semakin besar
manfaat,faedah dan pahalanya.
6). Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi umat Islam, sebab dalam
beberapa nasakh banyak yang memperingan beban dan memudahkan pengamalan guna
menikmati kebijaksanaan dan kemurahan Allah ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang12

C. Macam-macam dan Cara Mengetahui Asbabul Wurud Hadis


Untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya suatu hadis itu hanya dengan jalan
riwayat saja. Karena tidak ada jalan bagi logika.13Artinya, untuk memahami hadist atau
untuk mengetahui sebab munculnya tidak bisa dengan logika apalagi mengira-ngira. Jadi
seseorang harus menelusuri sejarah munculnya hadis tersebut, peristiwa apa yang
melatar belakangi, sebab munculnya hadis tersebut. Cara mengetahui asbab dari suatu
hadis adalah :
1. Asbab sudah tercantum dalam rangkaian hadis tersebut.
2. Asbab dari suatu hadis tersebut terdapat dalam hadis yang lain.
3. Asbab dari suatu hadis itu adalah informasi atau ahwal dari para sahabat yang
mengetahui munculnya hadis tersebut.
Menurut imam As-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikategorikan menjadi tiga
macam, yaitu:
1) Sebab yang berupa ayat al-Qur’an.
Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Rasulullah mengeluarkan
sabdanya. Contohnya antara lain:
ٰٰۤ ْ ُ
َ ْ ‫ول ِٕىكَ لَ ُه ُم‬
َ‫اال ْمنُ َوهُ ْم ُّم ْهت َد ُْون‬ ُ ‫ࣖ ا َلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْوا َولَ ْم َي ْل ِب‬
ُ ‫س ْْٓوا اِ ْي َمانَ ُه ْم ِبظل ٍم ا‬
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka
mendapat petunjuk.”14

12
Abdul Djalal. Ulumul Qur’an,… hal. 148
13
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalahul Hadits.Bandung: Al Ma’arif.1974.
14
Q.S Al-An’am: 82
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al
jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Rasulullah, Kemudian
memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut
adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-
Luqman: 13
‫اِنَّ الش ِْركَ لَظُ ْل ٌم عَظِ ْي ٌم‬
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.”
2). Sebab yang berupa Hadis
Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa
kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan
penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
“sesungguhnya Allah ta’ala memiliki para malaikat di bumi, yang dapat
berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR.
Hakim)15
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan,maka
mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Rasulullah
menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah.
Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata:
“Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti
masuk surga) tiga kali. Kemudian Rasulullah bertemu lagi dengan rombongan yang
membawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”.
Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka). Ketika
mendengar komentar Rasulullah yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya
rasul!, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap
jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut:
“wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar.

15
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia. 2013
Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah
ta’ala memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikatakan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim danalBaihaqi).16
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang
menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-
orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat
3). Sebab yang berupa perkaitanYang berkaitan dengan para pendengar
dikalangan sahabat sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat
Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah)
beliau pernah datang kepada Rasulullah
Seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”.Mendengar
pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini,yakni masjidil haram
itu lebih utama”. Rasulullah lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam
kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (MasjidAl-Haram Makkah), maka sudah
mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”
Kemudian Rasulullah, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al -
Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100.000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-
Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya)17
Contoh-contoh Hadis yang Memiliki Asbabul wurud Sebagaimana telah kita
pahami bahwa sebagian hadis Nabi dikemukakan oleh Nabi tanpa didahului oleh sebab
tertentu dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu. Bentuk sebab tertentu yang
menjadi latar belakang terjadinya hadis itu dapat berupa peristiwa secara khusus dan
dapat pula berupa suasana atau keadaan yang bersifat umum.

D. Macam-macam Nasikh dan Cara Mengetahuinya


Adapun Pedoman untuk mengetahui naskh dan Mansukh ada beberapa cara berikut :
1. Ada keterangan pegas pentransimisian yang jelas dari Rasulullah
2. Konsensus (Ijma) umat bahwa ayat ini naskh dan ayat Mansukh;
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan berdasarkan histori.

16
Endang Soetari. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka.2005
17
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin. Asbabul Wurud Study Kritis Hadits Nabi.Yogyakarta:
PT. Pustaka Pelajar.200
Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur’an
Naskh terbagi kedalam 3 bagian:
a. Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Para ulama yang mengakui adanya naskh
telah sepakat adanya naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan itupun telah terjadi
menurut mereka. Salah satu contohnya ayat ‘iddah satu tahun di-naskhan dengan ‘iddah
4 bulan 10 hari18
b. Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah. Naskh yang macam ini terbagi menjadi dua.
Pertama naskh Al-Qur’an dengan hadits ahad. Jumhur ulama berpendapat, hadits ahad
tidak bisa menaskhan Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah naskh yang mutawatir,
menunjukan keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya, sedangkan hadist ahad
adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula menghapus suatu yang sudah
diketahui dengan suatu yang sifat dugaan/diduga.19
c. Naskh sunnah dengan al-Qur’an. Jumhur ulama membolehkan naskh seperti
ini, salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul maqdis yang ditetapkan oleh
sunnah, kemudian ketetapan ini di nashkan oleh Al-Qur’an.20
d. Nash sunnah dengan sunnah, sunnah maca mini terbagi pada empat macam,
yaitu : Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan
sunnah ahad, naskh sunnah ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir
dengan sunnah ahad.21

18
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 228.
19
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 237.
20
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 229.
21
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 299.
BAB III
PENUTUP
B. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang kajian Asbabul Wurud dan Naskh wa
Mansukh, maka dapat disimpulakan bahwa :
1) Asbabul warud al-hadis merupakan konteks historisitas yang melatarbelakangi
munculnya suatu hadis. Ia dapat berupa peristiwa ataupertanyaan yang terjadi pada saat
hadis itu di sampaikan Rasulullah. Dengan lain ungkapan, asbabul wurud adalah faktor-
faktor yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis.
2) Urgensi mengetahui asbabul Wurud antara lain : Untuk menolong memahami dan
menafsirkan al Hadis, Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syariat (hukum),
Untuk menentukan adanyatakhsish terhadap suatu hadis yang ‘am
3) Cara mengetahui asbab dari suatu hadis adalah: Asbab sudah tercantum
dalamrangkaian hadis tersebut,asbab dari suatuhadis tersebut terdapat dalam hadis yang
lain,asbab dari suatu hadis ituadalah informasi atau ahwal dari para sahabat yang
mengetahui munculnya hadis tersebut.
4) Naskh adalah mengangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil atau khitab syara’
yang lain. Dalam Naskh diperlukan syarat, yaitu hukum yang Mansukh adalah syara’
dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian dari
khitab yang di Mansukh, dam khitab yang dihapus dan diangakat hukumnya tidak terikat
atau dibatasi dengan waktu tertentu. Dalam hal ini naskh dalam alqur’an dapat dibagi
tiga bagian, nash Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Naskh Al-Qur’an dengan sunnah dan
naskh alqur’an dengan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad .2000.Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia.
Ash-shiddieqy, M. Hasbi. 2013. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits .Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
Ismail , Syuhudi.1994. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al
Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal .Jakarta: PT. Bulan
Bintang.
Mudasir.2010.Ilmu Hadis.Bandung: CV.Pustaka Setia
Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim. 2001. Asbabul wurud Studi kritis
Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Rahman, Fatchur. 1974.Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung : Al Ma’arif. Sahrani,
Sohari.2010.Ulumul Hadits.Bogor : Ghalia Indonesia
Soetari, Endang.2005. Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar
Pustaka.
Solahudin, Agus & agus suyadi.2013.Ulumul Hadis. Bandung: CV. PustakaSetia
Suparta, Munzier. 2008.Ilmu Hadis. Jakarta: Raja Grafindo.Wijaya ,
Suwarta, dkk.2006. Asbabul Wurud Jakarta: Kalam Mulia

Anda mungkin juga menyukai