MAKALAH
Dosen pengampu:
Hidayatullah, MA
disusun oleh:
Ichwan Ma’rifatullah
NIM: 191410036
Arief Rahman
NIM: 191410017
NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya kepada seluruh umat manusia, sehingga kita dapat merasakan iman dan islam.
Sholawat beserta salam tetap terlimpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yakni dengan
adanya agama islam.
Tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Nasaruddin Umar M.Ag selaku rektor institut PTIQ Jakarta yang telah
menyediakan berbagai fasilitas belajar kampus.
2. Ustadz Hidayatullah, MA selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan
yang sangat berarti bagi penyusunan makalah ini.
3. Rekan-rekan yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.
Penyusun menyadari bahwan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan dan
pengembangan makalah ini.
Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Makalah 1
C. Tujuan 1
BAB 11 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Nasikh dan Ruang Lingkupnya 2
B. Pembagian Nasakh 6
C. Bentuk-Bentuk Nasakh 9
D. Pendapat Ulama Tentang Nassakh 10
E. Beberapa Contoh Nasikh Mansukh 12
BAB III 14
PENUTUP 14
A. Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Nasikh wa Mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu Alquran yang
wajib diketahui oleh mujtahid, karenanya akan berakibat fatal apabila salah dalam
memahaminya pada konteks kekinian, karena itu mengatahui Nasikh wa Mansukh dalam
Alquran dijadikan syarat yang harus dipenuhi mujtahid dalam menentukan hukum.
Meskipun demikian, pendapat tentang konsep ini dalam ushul fiqih dan studi
qur’an masih dalam perdebatan dan menuai perbedaan pendapat di kalangan ulama. Oleh
karena itulah penulis akan mencoba mengulas dan membahas tentang Nasikh dan
Mansukh dengan mengkaji seputar definisi dan ruang lingkup An Naskh, urgensi dan
hikmah An Naskh, Pedoman mengetahui An Naskh, Kontroversi an Naskh dalam Alquran
beserta argumentasi pendapat para ulama (jumhur) tentang eksistensi nasikh dan mansukh
dalam Al Qur’an, juga pembagian dan macam-macam An Naskh dalam Alquran dalam
berbagai perspektif.
B. Rumusan Makalah
1. apa penegertian nasikh dan mansukh?
2. Jelaskan ruang lingkup dan syarat-syarat nasakh?
3. Jelaskan pembagian dan bentuk-bentuk nasakh?
4. Bagaimana pendapat ulama tantang nasakh?
C. Tujuan
1. mengetahui pengertian nasakh dan mansukh.
2. memahami ruang lingkup dan syarat-syarat nasakh.
3. Mengetahui pembagian dan bentuk-bentuk nasakh.
4. Mengetahui pendapat ulama tentang nasakh.
BAB 11
PEMBAHASAN
Suatu hukum yang telah ditetapkan dengan dalil sunnah kemudian dinasakh
dengan dalil Al Qur’an. Seperti shalat yang semula menghadap ke Baitul Maqdis
kemudian menjadi menghadap Ka’bah di Masjidil Haram setelah turun ayat Al Qur’an
surah Al Baqarah ayat 144.
ُ َ الم ْسجشد
الح َر ِام ۚ َو َح ْيث ِ َ اها ۚ َف َو ِّل َو ْج َه َك َش ْط َر َ َ ْ َ ً َ ْ َ َّ َ ِّ َ ُ َ َ
الس َم ِاء ۖ فلنولينك ُِقبلة ترض َّ ب َو ْجه َك ف َ َق ْد َن َرى َت َق ُّل
َ ي ِ ِ
َ َ َ َما ُك ْن ُت ْم َف َو ُّلوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َش ْط َر ُه ۚ َو َّإن الذ ْي َن أ ْو ُت ْوا الك َت
َ اب ل َي ْعل ُم ْو َن َّأن ُه
الح ُّق ِم ْن َرِّب ِه ْم ۚ َو َما هللا ِبغ ِافل
َّ
ِ ِ ُ
َع َّما َي ْع َمل ْون
Nasakh jenis ini, menurut Syaikh Manna’ Khalil Al Qattan, membagi dua, yaitu;
Imam As Suyuthi dalam bukunya Al Itqon fi Ulumul Quran merinci contoh contoh
ayat yang ternasakh.
Hal ini berdasarkan keterangan dalam as-Sahihain, berasal dari Salamah bin
Akwa, “ ketika turun Surah Al-Baqarah ayat 184, maka orang yang ingin tidak
berpuasa, ia membayar fidyah, sehingga turunlah ayat sesudahnya
yang menasakhkannya”.
Ibn Abbas berpendapat, ayat pertama adalah muhkam, tidak mansukh. Bukhari
meriwayatkan dari ‘Ata’, bahwa ia mendengar Ibn Abbas membaca: “Dan bagi mereka
yang kuat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, memberi
makan seorang miskin.” Ibn Abbas mengatakan, ayat ini tidak dimansukh, tetapi tetap
berlaku bagi mereka yang telah lanjut usia yang tidak lagi sanggup
berpuasa.Mereka boleh tidak berpuasa dengan memberikan makanan kepada
seorang miskin pada setiap harinya. Dengan demikian, maka makna yatikuwnahu
bukanlah yastatiyuwnahu (sanggup menjalankanya). Tetapi maknanya ialah “mereka
sanggup menjalankannya dengan sangat susah payah dan memaksakan diri”.
3. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 240
ُ َ َ َ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ً َ َّ
اح َعل ْيك ْم
َْ ً ً ون َأ ْز َو
اجا َو ِص َّية ألز َو ِاج ِه م متاعا ِإَل الحو ِل غ ْي ِإخر ٍاج ف ِإن خرجن فال جن
َ ُ َ َ َ ْ ُ َ ْ َّ َ َ ُ َ َّ َ
وال ِذين يتوفون ِم نك م ويذر
ُهللا َعز ٌيز َحكيم ُ يما َف َع ْل َن ف َأ ُنفسه َّن من َّم ْع ُروف َو
َ ف
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِي ِ
Artinya : “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah
hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi
jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat ma’ruf terhadap diri mereka. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS.Al-Baqarah 2:240).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ushuliyyun dan Fuqoha mendefinisikan an Naskh dengan arti “rof’u as syaari’
hukman syar’iyyan bi dalilin syar’iyyin mutaraakhin ‘anhu” yaitu pengangkatan
(penghapusan) oleh as Syaari’ (Allah Swt) terhadap hukum syara’ (yang lampau) dengan
dalil syara’ yang terbaru.
Adapun syarat-syarat nasakh yaitu:
a. Hukum yang di-naskh harus bersifat hukum syar’i
b. Dalil yang berfungsi menghapus hukum berupa khitab syar’i (wahyu ilahi) yang
muncul lebih akhir dari pada khitab yang di-naskh hukumnya.
c. Khitab yang dihapus hukumnya tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Apabila dibatasi
waktu maka hukum tersebut terhapus dengan habis masa waktunya dan tidak dianggap sebagai
naskh
Sebagian ulama juga memperluas syarat-syarat nasakh yang telah dijelaskan pada
pembahasan diatas.
Nasakh dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Nasakh sunnah dengan sunnah. (2) Nasakh
Sunnah dengan Al Qur’an. (3) Nasakh Al Qur’an dengan Al Qur’an. (4)Nasakh Al Qur’an
dengan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Al Karim
Al Bugha, M. (1996). Al Wadhih Fi Ulum Alqur'an. Damakus: Daar Al Ulum Al Insaniyah.
Al Qaththan, M. (T.T). Mabahis Fi 'Ulum Al Qur'an. Al Qahirah: Maktabah Wahbah.
Al Zarqani, M. (T.T). Manahili Al 'Irfan Fi 'Ulumi Al Qur'an. Beirut: Daru Al Fikri.
Badrudin Az Zarkasyi. (2006). Al Burhan Fi Ulum Al Qur'an. Kairo: Darul Hadits.
Baidan , N. (2005). Wawasan Baru Ilmu Tasir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rasihon Anwar . (2009). Pengantar 'Ulum Al Qur'an. Pustaka Setia.
Shihab, M. (1994). Membumikan Al Qur'an. Bandung: Mizan.
MAKALAH
AMTSAL AL QUR’AN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu
Tafsir Dosen Pengampu : Hidayatulah, MA.
Disusun oleh:
Ahmat Sulhan
Ibnu Agung Handoyo
M. Syamsuddin
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak
lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang. Makalah Ilmu Tafsir ini berjudul “
AMTSAL ALQUR’AN ”.
Kami selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada
Dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Tafsir bapak Hidyatullah , MA yang telah
memberikan kepercayaan untuk membuat makalah ini. Penyusun menyadari bahwan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca demi perbaikan dan pengembangan makalah ini.
Demikian makalah ini dibuat. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
kita semua.
Kelompok 10
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
..........................................................................................................1 DAFTAR ISI
.........................................................................................................................2 BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ..........................................................................................................3
b. Rumusan Masalah......................................................................................................3 c.
Tujuan Masalah..........................................................................................................3 BAB
II PEMBAHASAN
1. Pengertian Amtsal Al qur’an ....................................................................................5
2. Macam macam Amtsal Al qur’an ..............................................................................5 3.
Faedah faedah Amtsal Al qur’an ..............................................................................8 4.
Nilai pendidikan dalam Amtsal Al qur’an ................................................................9 BAB
III PENUTUP
a. Kesimpulan ...............................................................................................................13
b. Daftar Pustaka ...........................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Al-Qur’an memiliki cabang ilmu yang beraneka ragam di dalamnya, salah
satunya adalah amsal al-Qur’an, ilmu ini memuat perumpamaan-perumpamaan tentang
berbagai hal yang sarat dengan makna dan hikmah yang besar. Amsal al-Qur’an
merupakan penyampaian gagasan-gagasan dengan bahasa yang padat dan indah,
menghadirkan sesuatu yang abstrak seolah-olah dapat diindrakan oleh manusia, yang sulit
difahami dan dibayangkan menjadi hal yang mudah dicerna dan menjadi kongkrit. Hal ini
kemudian menjadi pelajaran besar bagi orang yang mau mengkajinya. Para pendidik di
kalangan Islam bisa menjadikan amsal al-Qur’an sebagai contoh yang sangat berharga
dalam dunia pendidikan baik dari segi tujuan, materi, metode maupun media yang
digunakan. Secara garis besar, amtsal al-Qur’an terbagi menjadi tiga, yaitu amsal
Musharrah, amsal Kaminah, dan amsal Mursalah. Dalam perkembangan ilmu tafsir, amsal
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan berfikir umat Islam
dalam mendalami dan memahami Al Qur’an. Ayat - ayat Al-Qur’an yang mengandung
amsal, mengandung manfaat dalam pendidikan dan juga kejiwaan. Selain itu amsal al-
Qur-an juga tidak sepi dari nilai-nilai psikologi baik psikologi umum maupun
psikologi pendidikan Islam. Makalah ini akan menyampaikan amsal al-Qur’an dalam
kaitannya dengan psikologi dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.
b. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa itu Amtsal Al qur’an ?
2. Apa saja macam macam Amtsal Al qur’an ?
3. Apa saja faedah dari Amtsal Al qur;an ?
4. Apa saja nilai pendidikan yan terkandung dalam Amstal Al qur’an ?
c. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perngertian dari Amtsal Alqur’an.
3
2. Untuk mengetahui macam macam Amtsal Al qur’an.
3. Untuk mengetahui faedah apa saja yang terkandung dalam Amtsal Al qur’an.
4. Untuk mengetahui nilai pendidikan yang terkandung dalam Amtsal Al qur’an.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
a) Amsal Musharrahah, yaitu perumpamaan yang jelas, didalamnya terdapat lafazh masal atau
sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amsal seperti ini banyak ditemukan dalam al Qur’an,
misalnya: dalam surat Ibrahim ayat 24-27, Allah SWT berfirman:
ِ بةِا م ِةاِطي
ِ ِ ِهاِث ِ ِصل ِ ِبِةِِأ ِطيِكِشِ ِجِرة
ِ ِ ِ ب ٌِِ ِتِوف
ِ سِمآا
ِ
ِءرِعِهاِفىِٱل
ِ ِ ِه ي
ِك ِل ِا لل
ِسِ ِِِمثِ لِكِ ِرِ ِمِتِل ِ أِ ِمِيتذِكروِن اِلِللنا ِ ِفِضِر
ِبِٱ ِ ِ
ِ ِٓ ِ ِِ ِن ِهاِكِلِحيِكل
ى إ
ِ ِ ل ِ ِِ ِها ِ ِنِربِ ذ
ب ِ ل ِل
ِِٱ ِ ِث ِ ِويِض ِر
ِبِٱ ِ ِل ِع ِلم
ِأؤتت
ِ
رِضِِماِ ِل ِ ِوِقِِٱِ ل ِ تِمنِف
ِة ِ ِ ِ ِر ِرِا ِهاِمنِق
ِٱِجتثةِكِشِجِرةِخبيث ِ ِمةِخبيث لِكِل ِ ِوِمث
ِ ِل ِل ِِِٱلحي
ِ وة ِ ِِ ِظ ِوفىِٱِلِءاِخِرةِ ِِويِض
ِلِٱ ِِ ِوي لِميِن
ٓ فع
ِءلِٱِ لل ِِماِيِشِا
ق ِ ِبِٱ ِل ِ ِمنواذيِ ِنِءا ِ تِٱِ ل ِل ِِِٱليثب
ِ ِٱلِدنيِا ِابِتِفِىِٱ ِل ِ ِوِلِٱلث
6
ُل إَۚ ى فاَۚ ها بَقَۚ ِۚنَۚ ۚ ِۚنَّهۥُ يَقُو
َ ب ْي َن ذَْۚ ك ر َعَۚ وا نٌۚۚ ِۚ ِۚر ض َ َوَۚ ۚل بَۚ رة َۚ َۚۚ ۚل َ ماُۚۚ واِل َۖك
َ ۚ َۚفٱفْۚ عَۚ ل
Artinya: Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar
dia menerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu." Musa
menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu" (QS. Albaqarah : 68).
ِۚ ِۚنَ َۚ ۚن
َۚف فلَۚ َۚ هٍرَ ُفإْۚ م يَۚ َۚۚ ِۚى َو َمن لَۚ س ِمن ْۚ يَۚ من َش ِۚر َب ِ ْمنه َ َُّن ۥُهْۚ طعَۚ ْمه
فلَۚ ُۚ واَۚ معَۚ ُهۥ َ َٱ ََّۚ ۚل َل ُمْبتَ ِۚلي ُكم ب ُِۚۚ جنُ ِود قَا َل إْۚ ِۚٱلُۚ و ُت بَۚ ص َل َطالَّما ف
ي ِ ِدهۦ ۚ َۚ
َ ِۚ فلَۚ َۚ ۚل ق ِۚ ِۚ ْمنهُ إ
ۚ َۚ
َ قَ الَۚۚ منُواِذي َن َءاَۚۚ َۚ و َز ُهۥ ُهَۚ و َوٱلَجاَّم ِالي ًل ِ ْمن ُهْۚ م
ْرفةًۚ َۚ َۚۚ ۚل َم ِن ٱ ْغتَۚ ِۚۚى إِ ِۚمن ٌۚ َۚۚ رةًَۚ كثِيْت ٌۚ
َ ف َش ِۚربُ واب َۚۚ ر َف ُغ َ
ئ ٍة قَۚ قُ وا ُۚ هم ُّمل نَۚ َۚۚ ظنُّو َن أِذي َن
ُۚ َۚ ۚ َۚ ۚ َۚ
َ ِب ٍۚة َغل ِۚليل ٱ ََّۚ ۚلل ِۚ َكم ِ من ف َۚ ًۚ
َ ئة َ ِف
نب م َ ْۚ َ ل ٱل جالب ُ ُۚ ت
ي ْوم نَا ٱللَۚ َۚ َۚ ۚل طاقَ ةَۚ ِۚ ِري َ َۚ َع َ َۚ َ ِۚ َ يَۚ َۚۚ و َ َو ُجن ِو ِدهۦ قا
ٱل َّصَۚۚ َۚ وٱ ََّۚ ۚللُۚ ِۚن ٱ ََّۚ ۚل ِلۚ ِۚذْۚ ِۚإب
7
sungai itu, orang-orang yang Telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan
kami pada hari Ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." orang-orang yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah
dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
5
Chirzin, Muhammad. Al –Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2003, ,
8
c. Menjauhkan dan menghindarkan, jika isi matsal berupa sesuatu yang dibenci
jiwa. Misalnya tentang larangan menggunjing, sebagaimana dalam al-Qur’an
Surat Al Hujarat (49) ayat 12
d. Untuk memuji orang yang diberi matsal. Seperti Firman Allah tentang para
sahabat, di dalam Al Qur‟an Surat Al Fath (48) ayat 29
e. Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk
oleh orang banyak. Misalnya matsal tentang keadaan orang dikaruniai
kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya sebagaimana
dalam al-Qur’an Surat al-A’raf (7) ayat 175 – 176.
f. Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikannasihat,
lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.
Allah banyak menyebut amtsal dalam al-Qur‟an untuk peringatan
danpelajaran.
g. Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat,
seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam ayat – ayat di atas
ُۚ َۚۚهْۚ م يَتَذَ َّكُرو َنَۚۚ عَۚ لَۚۚ ٍۚل ل ِۚن ِمن ُك ل ِۚ َمثَۚ ْۚ ر َءاقُ ْۚ ذَا ٱلَۚ ولَۚ قَ ْد َض َ ْربنَا ِللنَّا ِس فِى َه
Artinya: Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al-Qur’an ini
setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.
Dengan memperhatikan isi kandungan ayat di atas jelaslah bahwa akan
banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari perumpamaan-perumpamaan dalam
banyak hal khususnya dalam bidang pendidikan yaitu :
1) Mempermudah mengingat dan memahami sesuatu
Setiap hal yang dijadikan perumpamaan yang digunakan
dalam perumpamaan al-Qur’an, merupakan hal yang sering ditemukan
dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga manusia mudah
mengingatnya karena gambarannya sering ditemukan. Sesuatu yang lebih
sering
9
ditemukan, akan lebih mudah mengingatnya daripada hal yang
jarang ditemukan. Misalnya, Allah membuat perumpamaan kalimat yang
baik dengan “pohon yang baik”. Gambaran ”pohon yang baik”
sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. (Q.S. Ibrahim ayat 24-
25).
2) Melatih untuk biasa berfikir
Dengan perumpamaan dan perbandingan, pikiran manusia akan
terlatih untuk beranalogi agar mendapatkan kesimpulan yang benar. Jadi
dengan amstal akan dapat melatih berpikir manusia. Santrock dalam
bukunya psikologi pendidikan menyebutkan bahwa guru bukan hanya
memberikan informasi kepada fikiran anak didik akan tetapi guru juga
mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan
pengetahuan merenung dan berfikir secara kritis. Semangat untuk
membiasakan diri kita dan siswa yang kita didik untuk berfikir ternyata
telah jauh muncul dalam Islam sebelum para ahli Barat mengemukan
teori-teori mereka.7
3) Belajar memahami persoalan yang abstrak
Dengan amstal manusia diajak untuk memahami konsep yang
abstrak secara mudah dengan cara memperhatikan konsep yang lebih
konkret yang dapat diindrai. Penyebabnya pengertian-pengertian yang
abstrak itu tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika dituangkan dalam
bentuk indrawi yang lebih dekat dan mudah dipahami. Jadi amstal
berguna untuk mempermudah pemahaman manusia. Mislanya, Allah
membuat perumpamaan untuk keadaan orang yang menafkahkan hartanya
karena riya’ seperti tanah di atasbatu licin, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat yang mengakibatkan hanyutnya tanah yang ada di atas batu
licin itu. Oleh karena itu, dengan amstal akan mengetuk mata hati manusia
agar ia tersentuh dan terbuka pikirannya sehingga mampu memahami
ayat-ayat Allah. Tersentuh mata hati dan terbukanya pikiran manusia
merupakan kunci untuk dapat menerima hidayah Allah.
4) Memberikan motivasi melaksanakan kebaikan dan meninggalkan larangan
Pemberiaan contoh akan mendorong orang untuk berbuat sesuatu sesuai
7
Jhon W.Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo B.S, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
10
dengan contoh itu. Hal itu terjadi bila contoh itu merupakan sesuatu
yang disenangi jiwa. Misalnya Allah membuat tamtsil bagi keadaan
orang yang menafkahkan harta di jalan Allah akan diberikan kebaikan
yang banyak sekali, bahkan berlipat ganda. ”Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Begitu juga sebaliknya Pemberian tamsil akan mendorong
orang untuk tidak berbuat seperti yang ditamsilkan. Hal itu terjadi jika
yang ditamsilkan itu merupakan sesuatu yang dibenci oleh jiwa.
Contohnya, seperti firman Allah tentang larangan menggunjing sebagai
berikut:
”Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang diantara kamu memakan daging/bangkai saudaranya yang
sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya (Q.S. Al-
Hujurat:12)
5) Pemberian pujian
Pemberian amstal dimaksudkan untuk memuji orang yang
diberi tamstil tersebut, dalam dunia pendidikan pujian juga masuk
dalam reward. Makna ini diungkapkan dari firman Allah dalam memuji
para sahabat Nabi yang pada mulanya mereka hanya golongan minoritas
saja, kemudian tumbuh berkembang hingga keadaannya semakin kuat
dan mengagumkan hati karena kebesaran mereka.
6) Efektif dan efesien
Amstal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif
dalam memberikannasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan
lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebut amstal dalam al-
Qur’an untuk peringatan dan pelajaran. Kemudian bahasa yang digunakan
juga indah dan singkat, sehingga ini menjadi pelajaran untuk kita dalam
proses mendidik yaitu memberikan nasehat dengan menawarkan contoh
dengan bahasa yang indah dan dapat diterima oleh akal fikiran.
11
Demikian beberapa hal yang dapat ambil hikmah dari amstal al-Qur’an, jika
ingin melihat pendidikan sebagai suatu komponen yang lengkap yang terdiri dari
tujuan, metode, materi dan media yang digunakan, maka amstal al-Qur’an bisa
dijadikan rujukan. Misalnya dalam hal tujuan, maka amstal al-Qur’an salah satunya
bertujuan untuk membuat manusia berfikir sehingga akan menjadi lebih dewasa, dalam
hal materi amstal al-Qur’an mengandung pelajaran tentang keimanana, akhlak, ibadah,
sejarah dan keilmuan. Dalam hal metode, amstal al-Qur’an menyampaikan hal yang
abstrak dengan menghadirkan hal yang kongkrit (dalam perumpamaannya) sehingga
mudah difahami, selanjutnya tentang media yang digunakan amstal al-Qur’an
menghadirkan sesuatu yang nyata yang biasa dilihat atau ditemukan dalam kehidupan
sehari-sehari.
12
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Amsal merupakan kerangka yang menampilkan makna-makna
dalambentuk yang hidupndan jelas dalam pikiran, menyamakan hal yang ghaib
dengan yang hadir, yang abstrak dengan konkrit dan menganalogikan sesuatu dengan
hal yang serupa. Amsatl adalah salah satu gaya al-Qur’an dalam mengungkapkan
berbagai
penjelasan dan segi-segi kemukjizatan. Dengan adanya amsatl maka akan didapati
di dalam al- Qur’an makna yang lebih indah, menarik, dan menakjubkan. Faedah
mempelajari amstal yaitu, menampilkan sesuatu yang rasional dalam bentuk konkrit
yang dapat dirasakan indera manusia, sehingga akal mudah menerimanya.
Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak seakan akan sesuatu
yang tampak, menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan
yang padat, mendorong orang yang diberi mastal untuk berbuat sesuai dengan isi
mastal,menjauhkan dan menghindarkan, jika isi mastal berupa sesuatu yang dibenci
jiwa. Untuk memuji orang yang diberi mastal. Untuk menggambarkan sesuatu yang
mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak, dan Amstal lebih
berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam
memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam aspek pendidikan
amstal bisa dilihat dalam beberapa hal yang masuk dalam komponen pendidikan
yaitu: dari segi tujuan amstal bertujuan untuk membuat manusia berfikir, dalam hal
materi amstal al-Qur’an mengandung pelajaran tentang keimanan, akhlak, ibadah,
sejarah dan keilmuan. Dalam hal metode, amsal al-Qur’an menyampaikan hal yang
abstrak dengan menghadirkan hal yang konkrit (dalam perumpamaannya) sehingga
mudah difahami, selanjutnya tentang media yang digunakan amstal al-Qur’an
menghadirkan sesuatu yang nyata yang biasa dilihat atau ditemukan dalam
kehidupan sehari-sehari.
13
DAFTAR PUSTAKA
Syahidin. Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi. Jakarta: CV Misaka Galiza. 2001.
ILMU TAFSIR
“I’jaz Al-Quran”
Dosen Pembimbing :
Hidayatullah, M.A
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul : “I’JAZ AL-QURAN”
Penyusun menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Allah S.W.T dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penyusun menghaturkan rasahormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna baik
materi maupun penulisan. Namun demikian penulis sudah berupaya sebaik mungkin sehingga
dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karenanya penulis terbuka untuk menerima saran, usul
dan kritikan guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN 4
BAB 2 PEMBAHASAN 5
BAB 3 PENUTUP 17
A. KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan kitab suci umat muslim yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
baginda Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi umat muslim. Al-Quran merupakan
mukjizat nabi yang abdi, yang dimana tidak adanya perubahan satu kata pun dari semenjak
diturunkannya sampai saat ini.
I’jaz Al-Quran merupakan penampakan kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW.
dalam ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi mukjizat Nabi yang abadi, yaitu Al-
Qur’an. I’jazul Qur’an merupakan kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki Al-
Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun berkelompok-
kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang menyamainya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian I’jaz Al-Quran
2. Ragam dan contoh I’jaz Al-Quran
3. Mengapa perlu ada I’jaz AL-Quran?
4. Manfaat mengetahui I’jaz AL-Quran
C. Tujuan
1. Membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab Al-Quran itu
adalah benar-benar seorang Nabi/Rasul Allah.
2. Membuktikan bahwa kitab Alquran itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan
buatan Malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad SAW.
3. Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasan manusia, karena terbukti
pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu menandingi
Alquran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi I’jaz Al-Quran
Secara etimologi: kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang
mempunyai arti “ketidak berdayaan dan ketidakmampuaan”. Jika Kata i’jaz diambil dari kata
kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu dan ketidak
berdayaan Ini sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi.
ِ اب فَأُوا ِري سوءةَ أ
)31( َخ ْي (املائدة ِ ِ
َ ْ َ َ َ ت أَ ْن أَ ُك ْو َن مثْ َل َه َذاالْغَُر
ُ أ َْع َج َز
Artinya:
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan
mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)
Lebih jauh Al-Qaththan mendefinisikan I’jaz dengan:
ِ َجي ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ظها ِر عَ ْج ِز الْعَر ِ ِ ِ ِ إِظْهار ِص ْد ِق النَِّب.
ال بَ ْع َد ُه ْمَ ْ ب عَ ْن ُمعَج َزته اْخلَال َدة َوه َي اْل ُق ْرا ُن َوعَ ْج ِر اْأل َ َ صلَى هللاُ عَلَيْه َو َسلَّ َم فى َد ْع َوى ال ِِّر َسالَة ِِب
َ ِِّ ِِِ َُ
Artinya:
“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara
membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi
kemukjizatan Al-Qur'an.”
Jadi bisa di definisikan secara terminology I’jazul Qur’an: Penampakan kebenaran
kerasulan Nabi Muhammad SAW. dalam ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi
mukjizat nabi yang abadi, yaitu Al-Qur’an. I’jazul Qur’an merupakan kekuatan, keunggulan
dan keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara
terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang
menyamainya. Kadar kemukjizatan Al-Qur’an itu meliputi tiga aspek, yaitu : aspek bahasa
(sastra, badi’, balagah/ kefasihan), aspek ilmiah
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan
pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mukjizat.
Tambahan ta’ marbhuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalighah (superlatif).
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti
kenabiannya sebagai tantangan bagi orang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal
serupa, tetapi tidak melayani tantangan itu. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat
didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para
Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.
Atau Manna’ Al-Qhathan mendefinisikannya demikian:
ِضة ِ ِ أَمر خا ِر ٌق لِلْعادةِ م ْقرو ٌن ِِبلت.
َ َّح ِّد ْي َساِلٌ َع ِن اْملَُع َار
َ ُْ َ َ َ َ ُْ
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan
dapat ditandingi.”
B. Ragam dan Contohnya
1. I’jaz al-Lughawi
Al-Quran wujud hingga hari ini dalam bentuk mashaf. Dari segi nahwu, saraf dan
balaghah, semuanya begitu indah hingga berjaya memukau banyak hati-hati kepada Islam.
Pernahkah kedengaran ada yang mendakwa terdapat kesalahan ejaan atau tata bahasa dalam
al-Quran? Pastinya tidak. Inilah juga mukjizat utama al-Quran. Buktinya hingga kini tiada
makhluk pun mampu mendakwa al-Quran. Allah berfirman dalam surat Al Isra’ : 88
ٍ ض ُه ْم لِبَ ْع
ض ظَ ِه ًريا ِ
ُ نس َوٱ ْْلِ ُّن َعلَىۚ أَن ََيْتُواۚ ِبِِثْ ِل َه َذا ٱلْ ُق ْرءَ ِان ََل ََيْتُو َن ِبِِثْلهِۦ َولَ ْو َكا َن بَ ْع ِ ِ ْ قُل لَّئِ ِن
ُ ٱجتَ َم َعت ْٱْل
Yang bermaksud: Katakanlah, ”seandainya bangsa jin dan manusia sepakat berusaha
mendatangkan sesuatu yang serupa dengan al-qur’an yang merupakan mukjizat ini, niscaya
mereka tidak sanggup mendatangkan yang semisal dengan keindahan bahasanya, maknanya
dan hukumnya, walaupun mereka semua saling membantu dan saling bekerja sama untuk
mewujudkannya. ”
Dari segi kebahasaan (lughawi) dan kesastraannya al-Qur`an mempunyai gaya bahasa
yang khas yang sangat berbeda dengan bahasa masyarakat Arab, baik dari pemilihan huruf
dan kalimat yang keduanya mempunyai makna yang dalam. Usman bin Jinni(932-1002)
seorang pakar bahasa Arab -sebagaimana dituturkan Quraish Shihab- mengatakan bahwa
pemilihan kosa kata dalam bahasa Arab bukanlah suatu kebetulan melainkan mempunyai
nilai falsafah bahasa yang tinggi.
Kalimat-kalimat dalam al-Qur`an mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada
fenomena yang konkrit sehingga dapat dirasakan ruh dinamikanya, termasuk menundukkan
seluruh kata dalam suatu bahasa untuk setiap makna dan imajinasi yang digambarkannya.
Kehalusan bahasa dan uslub al-Qur`an yang menakjubkan terlihat dari balagoh dan
fasohahnya, baik yang konkrit maupun abstrak dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi
makna yang dituju sehingga dapat komunikatif antara Autor (Allah) dan penikmat (umat).
Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika
al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan
dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan
mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan
ghunnah (nasal). Dari paduan ini bacaan al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau
irama lagu yang mengagumkan.
Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik
yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini
dikarenakan al-Qur`an mempunyai purwakanti (asonasi) beragam sehingga tidak
menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi (18: 9-16) yang diakhiri vocal “a” dan diiringi
konsonan yang bervariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan
mengira Muhammad berpuisi.
Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat
Marmaduke -cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa al-Qur`an mempunyai simponi yang
tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis
dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan
lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi
psikologis seseorang.
Selain efek fonologi terhadap irama, juga penempatan huruf-huruf al-Qur`an tersebut
menimbulkan efek fonologi terhadap makna, contohnya sebagaimana dikutip Shihabuddin
Qulyubi dalam bukunya Najlah “Lughah al-Qur`an al-karim fi Juz ‘amma”, bunyi yang
didominasi oleh jenis konsonan frikatif (huruf sin) memberi kesan bisikan para pelaku
kejahatan dan tipuan, demikian pula pengulangan dan bacaan cepat huruf ra’ pada QS. An-
Naazi’at menggambarkan getaran bumi dan langit. Contoh lain dalam surat Al-Haqqah dan Al-
Qari’ah terkesan lambat tapi kuat, karena ayat ini mengandung makna pelajaran dan
peringatan tentang hari kiamat.
Dari pemilihan kata dan kalimat misalnya, al-Qur`an mempunyai sinonim dan
homonym yang sangat beragam. Contohnya kata yang berkaitan dengan perasaan cinta. علق
diungkapkan saat bertatap pandang atau mendengar kabar yang menyenangkan, kemudian
jika sudah ada perasaan untuk bertemu dan mendekat menggunakan ميل, seterusnya bila
sudah ada keinginan untuk menguasai dan memiliki dengan ungkapan مودة, tingkat berikutnya
محبة, dilanjutkan dengan خلة, lalu الصبابة, terus الهوى, dan bila sudah muncul pengorbanan
meskipun membahayakan diri sendiri namanya العشق, bila kadar cinta telah memenuhi ruang
hidupnya dan tidak ada yang lain maka menjadi التتيم, yang semua itu bila berujung pada tarap
tidak mampu mengendalikan diri, membedakan sesuatu maka disebut وليه. yang semua kata-
kata tersebut mempunyai porsi dan efek makna masing-masing.
Meminjam bahasanya Sihabuddin disebut lafal-lafal yang tepat makna artinya
pemilihan lafal-lafal tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing. Misalnya, dalam
menggambarkan kondisi yang tua renta (Zakaria) dalam QS. Maryam: 3-6, Wahanal ‘Azmu
minni bukan Wahanal lahmu minni. Juga Wasyta’alar-ra’su syaiba (uban itu telah memenuhi
kepala) bukan Wasyta’alas- syaibu fi ra’si (uban itu ada di kepala).
Selain itu keseimbangan redaksi Al-Qur`an telah membuat takjub para pemerhati
bahasa, baik keseimbangan dalam jumlah bilangan kata dengan antonimnya, jumlah bilangan
kata dengan sinonimnya, jumlah kata dengan penyebabnya, jumlah kata dengan akibatnya,
maupun keseimbangan-keseimbangan yang lain(khusus). Misalnya ( الحياةhidup) dan
( الموتmati) masing-masing sebanyak 145 kali. ( النفعmanfaat) dan ( الفسادkerusakan) sebanyak
50 kali dan seterusnya.
Kata dan sinonimnya misalnya, الحرثdan الزراعةsebanyak 14 kali, العقلdan النور
sebanyak 49 kali dan lain sebagainya. Kata dengan penyebabnya misalnya, ( االرسىtawanan)
dan ( الحربperang) sebanyak 6 kali, السالمdan ( الطيباتkebaiakan) sebanyak 60 kali dan lain-
lainnya. Kata dan akibatnya contohnya, ( الزكاةzakat) dan اليكات
( رberkah) sebanyak 32 kali,االنفاق
(infak) dan ( الرضاrida) sebanyak 73 kali.
Secara umum Said Aqil merangkum keistimewaan al-Qur`an sebagai berikut:
• Kelembutan al-Qur`an secara lafziyah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan
bahasa.
• Keserasian al-Qur`an baik untuk orang awam maupun cendekiawan.
• Sesuai dengan akal dan perasaan, yakni Al-Qur`an memberi doktrin pada akal dan hati,
serta merangkum kebenaran serta keindahan sekaligus.
• Keindahan sajian serta susunannya, seolah-olah suatu bingkai yang dapat memukau akal
dan memusatkan tanggapan dan perhatian.
• Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam bentuknya.
• Mencakup dan memenuhi persyaratan global(ijmali) dan terperinci (tafsily).
• Dapat memahami dengan melihat yang tersurat dan tersirat.
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah
mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik
sebelum dan seudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah
merambah jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan
penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni
sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki
kemampuan bahasa yang tidak bisa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir
atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh
selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika
dihadapkan dengan al-Quran.
Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti sedangkan mereka
mumpuni dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti pulalah kemukjizatan al-Quran
dalam segi bahasa dan sastra dan itu merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun
terhadap kaum-kaum selain mereka. Sebab dipahami bahwa apabila sebuah pekerjaan tidak
bisa dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentunya semakin jauh lagi
kemustahilan itu bisa dilakukan oleh mereka yang tidak ahli dibidangnya.
Al-Qur’an secara tegas menantang semua sastrawan dan para orator Arab untuk
menandingi ketinggian al-Qur’an, baik dari segi bahasa maupun susunannya. Namun tidak
seorangpun dari mereka yang menjawab tantangan al-Qur’an tersebut. Sebab al-Qur’an
memang berada di atas kemampuan manusia dan tidak mungkin untuk dapat ditandingi,
apalagi diungguli, karena al-Qur’an itu sendiri bukanlah perkataan atau kalam manusia.
2. I’jaz al-Tasyri’i (Kemukjizatan dari Segi Hukum)
Dalam sejarah kehidupannya, manusia telah banyak mengenal berbagai macam
doktrin, pandangan hidup, sistem dan perundang-undangan yang bertujuan membangun
hakikat kebahagiaan individu di dalam masyarakat. Namun tidak satupun daripadanya yang
dapat mencapai seperti yang dicapai al-Qur’an dalam kemukjizatan tasyri’-nya.
Tak kalah menakjubkan lagi ketika al-Qur`an berbicara tentang hukum (tasyri’) baik
yang bersifat individu, sosial (pidana, perdata, ekonomi serta politik) dan ibadah. Sepanjang
sejarah peradaban umat, manusia selalu berusaha membuat hukum-hukum yang mengatur
sekaligus sebagai landasan hidup mereka dalam kehidupan mereka. Namun demikian hukum-
hukum tersebut selalu direkonstruksi diamandement bahkan dihapuskan sesuai dengan
tingkat kemajuan intelekstualitas dan kebutuhan dalam kehidupan sosial yang semakin
kompleks. Perkara ini tak berlaku pada al-Qur`an. Hukum-hukum al-Qur`an selalu kontekstual
berlaku sepanjang hayat, dimanapun dan kapanpun karena al-Qur`an datang dari Zat yang
Maha Adil lagi Bijaksana.
Dalam menetapkan hukum al-Qur`an menggunakan cara-cara sebagai berikut;
Pertama, secara mujmal. Cara ini digunakan dalam banyak urusan ibadah yaitu
dengan menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula tentang mu’amalat badaniyah
al-Qur`an hanya mengungkapkan kaidah-kaidah secara kuliyah. sedangkang perinciannya
diserahkan pada as-Sunah dan ijtihad para mujtahid.
Kedua, hukum yang agak jelas dan terperinci. Misalnya hukum jihad, undang-undang
peranghubungan umat Islam dengan umat lain, hukum tawanan dan rampasan perang.
Seperti QS. al-Taubah 9:41:
َ َ َ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ ُ َ َّ
اَّلل ذ ِلك ْم خ ْْ ٌي لك ْم ِإن كنت ْم ت ْعل ُمون
ِ يل
َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ْانف ُروا خ َف ًافا َوث َقاال َو َج
ِ اهدوا ِبأمو ِالك م وأنف ِسكم ِ يف س ِب
ِ ِ ِ ِ
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah
kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui.”
Ketiga, jelas dan terpeinci. Diantara hukum-hukum ini adalah masalah hutang-piutang
QS. Al-Baqarah,2:282. Tentang makanan yang halal dan haram, QS. An-Nis` 4:29. Tentang
sumpah, QS. An-Nahl 16:94. Tentang perintah memelihara kehormatan wanita, diantara QS.
Al-Ahzab 33:59. dan perkawinan QS. An-Nisa` 4:22.
Yang menarik diantara hukum-hukum tersebut adalah bagaimana Tuhan memformat
setiap hukum atas dasar keadilan dan keseimbangan baik untuk jasmani dan rohani, individu
maupun sosial sekaligus ketuhanan. Misalnya shalat yang hukumnya wajib bagi setiap muslim
yang sudah aqil-balig dan tidak boleh ditinggalkan atau diganti dengan apapun.
Dari segi gerakan banyak penelitian yang ternyata gerakan shalat sangat
mempengaruhi saraf manusia, yang intinya kalau shalat dilakukan dengan benar dan khusuk
(konsentrasi) maka dapat menetralisir dari segala penyakit yang terkait dengan saraf,
kelumpuhan misalnya.
Juga shalat yang kusuk merupakan bentuk meditasi yang luar biasa, sehingga apabila
seseorang melakukan dengan baik maka jiwanya akan selamat dari goncangan-goncangan
yang mengakibatbatkan sters hingga gila.
Dalam konteks sosial shalat mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar seperti
dijelaskan dalam QS. Al-‘Ankabut 29:45:
Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-
ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3. I’Jaz ‘Ilmi
Di samping I'jaz Lughowi dan I'jaz Tasyri'i, Alquran juga memiliki i'jaz al-Ilmi. Di mana
ayat-ayat Alquran memberikan legitimasi terhadap teori-teori ilmuan modern karena
memang Alquran terkadang berbicara tentang alam semesta.
Salah satu teori ilmiah yang ternyata telah disinyalir oleh Alquran semenjak 1400
tahun yang silam adalah teori Big Bang. Di mana teori ini menegaskan bahwa eksistensi alam
semesta ini berawal dari ledakan besar (Big Bang) lalu lambat laun terbentuk cakrawala
seperti saat ini. Di dalam Alquran, peristiwa ini telah disebutkan, yaitu:
َ ُ ۡ ُ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ ࣰ َ َ َ ۡ َ ٰ ُ َ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۤ ُ َّ َ ۡ َ َ ی َّ ین َك َف ُر ۤو ۟ا َأ َّن
َ ) َأ َو َل ۡم َی َر َّٱلذ
(ٱلس َم ٰـ َو ٰ ِت وٱألرض كانتا رتقا ففتقنـهما وجعلنا ِمن ٱلما ِء كل شء ح أفل یؤ ِمنون ِ
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?
Ayat ini telah disampaikan jauh sebelum teori Big Bang muncul ke permukaan. Di
mana, pada saat itu masih belum ditemukan alat teknologi yang mampu mengungkap awal
proses penciptaan manusia. Namun, Alquran selaku pesan Tuhan menyampaikan hal itu kepada
manusia.
Begitu juga, temuan modern tentang tidak adanya oksigen di luar angkasa juga telah
disinyalir oleh Alquran surat al-An'am ayat 125 yang berbunyi:
ۤ
)ۚٱلس َما ِء
َّ صعَّ ُد فِی
َّ َضيِِّ ًقا َحَرجۚا َكأَََّّنَا ی
َ صدۚ َرهُۥ ِ ِ
َ ۚصدۚ َرهُۥ للۚإِسۚلَ ِم ۖۚ َوَمن یُِردۚ أَن یُضلَّهُۥ یَجۚ َعل
ِ
َ ۚٱَّللُ أَن یَهۚدیَهُۥ یَشۚ َرح َّ فَ َمن یُِرِد
ِ
ین ََل یُؤۚ ِمنُو َن
َ س َعلَى ٱلَّذ ِِّ ُٱَّلل
َ ۚٱلرج َّ ك یَجۚ َع ُل َ ِ( َك َذ ِل
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya
Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman.
Kata-kata "niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendaki langit" ini secara eksplisit menjelaskan bahwa kondisi luar angkasa kosong kurang
dari oksigen. Kondisi semacam itu kemudian dijadikan sebagai perumpamaan bagi mereka
yang dikehendaki sesat oleh Allah SWT.
4. I’jaz Tarbawi
Ijaz tarbawi hanya akan dibincangkan ketika membicangkan berkenaan ijaz tasyri‟i, Dr.
Mustafa Muslim dalam kitabnya Mabahith Fi Ijaz al-Quran membahagikan ijaz tasyri‟i kepada
tiga bahagian iaitu dari segi akidah, syariah dan akhlak. Al-Quran meletakkan akhlak pada
kedudukan yang tertinggi, ketiga-tiga perkara ini adalah saling berkait rapat. Manusia yang
mempunyai akidah yang benar iaitu mengesakan Allah s.w.t akan melaksanakan syariat yang
Allah s.w.t tetapkan dalam kehidupan seharian. Kesan daripada membenarkan dan
melaksanakan syariat Islam tersebut akan menjadikan manusia tersebut berakhlak mulia.
Hakikatnya manusia ditarbiyah secara langsung oleh Allah s.w.t melalui syariatNya di dalam
al-Quran.
Manna’ Khalil al-Qaththan dalam karyanya Mabahith Fi ulum al-Quran turut menyebut
secara umum berkenaan Ijaz Tarbawi, tidak membincangkan secara terperinci. Beliau
membincangkan di bawah topik mukjizat al-Quran dari aspek hukum. Baginya al-Quran
mengajar atau mendidik manusia untuk memiliki sifat misali yang dapat menjadi teladan.
Antaranya sabar, jujur, adil, ihsan, sopan santun, pemaaf dan merendah diri.
Daripada beberapa pandangan ini dapat disimpulkan bahawa Ijaz Tarbawi sangat
berkait rapat dengan Ijaz Tasyri’i. Ini kerana tujuan tasyri’ itu dilaksanakan adalah untuk
kemaslahatan dan juga membentuk akhlak yang baik. Ia sangat bertepatan dengan konsep
tarbiyah yang telah dijelaskan di atas.
Kehebatan mukjizat al-Quran yang dikurniakan kepada Rasulullah s.a.w ialah dari segi
maknawi antaranya ianya rasional dan dapat diterima akal fikiran. Al-Quran berbicara dengan
manusia sehingga menjadikan segala perkhabaran di dalam al-Quran sangat rasional sehingga
kini. Antara lain ia bersifat abadi, yakni kekal kehebatannya sehingga akhir zaman. Malah
semakin banyak kajian terhadap al-Quran dilakukan, maka semakin hebat tampak isi
kandungan dan relevensinya dengan kehidupan manusia.
Kalimah Tarbawi pula dinisbahkan kepada tarbiyyah (pendidikan). Di dalam tarbiyyah
tersebut terdapat pengajian dari segi akademik (Dirasah akadimiyyah) dan kaedah-
kaedah pentarbiyahan. Ibnu Miskawih mendefinisikan pendidikan dengan “ pendidikan adalah
adab. syariat dan melaksanakan tugas-tugas serta syariat-syriatnya sehingga menjadi tradisi
bagi anak.
C. Mengapa Perlu Ada I’jaz Al-Qur’an
Secara garis besarnya, i'jaz dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok, yaitu: Pertama,
mukjizat yang bersifat material inderawi lagi tak kekal, dan kedua, mukjizat immaterial, logis
lagi dapat dibuktikan sepanjang masa. Untuk lebih jelas akan dijelaskan dari kedua bagian
pokok berikut ini:
1. Mu’jizat material inderawi
Mukjizat para nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw semuanya merupakan jenis
”Mukjizat material inderawi”. Mukjizat yang dimiliki oleh para nabi tersebut, dapat langsung
disaksikan oleh mata telanjang atau dapat ditangkap oleh indera mata, tanpa perlu dianalisa.
Namun peristiwa tersebut hanya ada dan terbatas pada kaum (masyarakat) di mana seorang
nabi tersebut diutus. Pada dasarnya, keluarbiasaan yang diberikan Allah kepada para nabi
terdahulu tersebut merupakan jawaban atas tantangan yang dihadapkan kepada mereka oleh
pihak-pihak lawan, misalnya: perahu Nabi Nuh as. yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga
mampu bertahan dalam situasi dalam ombak dan gelombang yang sedemikian dahsyat; tidak
terbakarnya Nabi Ibrahim as. dengan dilemparkan dalam kobaran api yang sangat besar,
tongkat Nabi Musa as. beralih wujud menjadi ular, penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi
Isa as. terhadap berbagai macam penyakit atas izin Allah dan lain-lain. Semua mukjizat tersebut
hanya bersifat inderawi siapapun tidak bisa menolak, namun terbatas bagi masyarakat di tempat
para nabi menyampaikan risalahnya, dan berakhir dengan wafatnya nabi-nabi tersebut.
2. Mu’jizat immaterial logis dan kekal
Adapun mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw yaitu mu’jizat yang bersifat
immaterial logis dan kekal, yaitu berupa al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan bahwa Nabi
Muhammad diutus kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman.al-Quran sebagai bukti
kebenaran ajarannya, ia harus siap untuk disajikan kepada semua orang, kapanpun, tanpa
mengenal batas waktu, situasi, dan kondisi apapun. Hal ini seiring dengan berjalannya waktu
setiap manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Auguste Comte sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab tentang fase-fase
perkembangan pikiran manusia, yaitu: (1) Fase keagamaan, karena keterbatasan pengetahuan
manusia tentang menafsirkan tentang semua gejala yang terjadi, dikembalikan kepada
kekuasaan Tuhan atau jiwa yang tercipta dalam pikirannya masingmasing; (2) Fase metafisika,
semua fenomena atau kejadian dikembalikan pada awal kejadian, misalnya: manusia pada awal
kejadiannya; (3) Fase ilmiah, manusia dalam menafsirkan fenomena melalui pengamatan yang
teliti dan penelitian sehingga didapat sebuah kesimpulan tentang hukum alam yang mengatur
semua fenomena alam ini. Bila al-Qur’an tidak logis dan tidak dapat diteliti kebenarannya
melalui metode ilmiah maka membuat manusia ragu akannya atau akan ada yang mengatakan
bahwa al-Qur’an tidak berguna lagi tidak bisa dipakai pada saat ini. Hal ini tidak boleh terjadi
pada sebuah mu’jizat yang disiapkan untuk sekarang sampai akhir zaman.
Nabi Muhammad saw. Menggunakan Al-Qur’an untuk menantang orang-orang arab
yang pada saat itu berada pada tingkat fashahah dan balaghoh yang tinggi. Orang-orang arab
tidak berdaya menghadapinya. Hal ini karena Al-Qur’an memang diturunkan sebagai mukjizat.
Menurut akal sehat, suatu tantangan, apalagi ditujukan kepada para ahlinya,merupakan suatu
bentuk sikap yang sanga ekstrem. Karena seseorang yang berani mengajukan tantangan,
mestilah memiliki dua kemungkinan yang melanda dirinya: pertama, ia tidak normal atau gila;
kedua, ia memang benar-benar hebat, tahu kalau dia lebih unggul dari yang lain. Al-qur’an
datang menantang bangsa arab adalah bukti keunggulan dan kemukjizatannya.
Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan, kemukjizatan Al-Qur’an bagi bangsa-bangsa lain
juga tetap berlaku sepanjang massa, dan selalu ada dalam posisi tantangan yan tegar. Misteri-
misteri alam yang disingkap ilmu pengetahuan modern hanyalah Sebagian dari fenomena
hakikat-hakikat tinggi yang terkandung dalam misteri alam wujud,yang membuktikan adanya
Tuhan dan kemahakuasaan-NYA.
Sementara itu, Muhammad ‘Ali al-Shabuni menyatakan, bahwa maksud dari
kemukjizatan itu sebenarnya bukan pada kelemahan bangsa arab dalam menandingi Al-
Qur’an,karena setiap orang yang berakal sehat pasti tahu, kalau mereka pasti tidak akan
mampu. Maksud yang lebih penting adalah menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah benar,
kerasulan Muhammad adalah benar, demikian pula seluruh mukjizat para nabi terdahulu yang
melemahkan kaumnya. Tujuan yang paling tinggi adalah bahwa para rasul itu adalah benar dan
wahyu ysng diturunkan juga benar diturunkan oleh Dzat yang Mahabijaksana dan Mahatahu.
Kerasulan mereka adalah benar dan mukjizat itu adalah argumen-argumen dari Allah SWT
terhadap hamba-NYA. Sepertinya Allah SWT ingin menegaskan dengan mukjizat itu bahwa
rasul-rasul-Ku adalah benar dari Aku. Jadi, jelas kalau mukjizat itu bukan tandingan manusia
sama sekali.
D. Manfaat mengetahui I’jaz Al-Qur’an
Setelah mempelajari apa itu kemukjizatan Al-Qur’an, kita dapat memperoleh hikmah
yang dapat dipelajari. Beberapa hikmah dengan adanya kemukjizatan Al-Qur’an adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatkan iman dan ketakwaan kepada Allah
Dengan adanya Al-Qur’an sebagai mukjizat Allah, kita dapat lebih meyakini
kekusaan Allah SWT Juga memantapkan keimanan akan kebenaran Al-Qur’an dan kenabian
Nabi Muhammad SAW.
2. Meningkatkan kecintaan kepada Al-Qur’an
Kecintaan Al-Qur’an dapat diwujudkan dengan meningkatkan intensitas beribadah
membaca Al-Qur’an.
3. Selalu menggunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
Dengan meyakini kebenaran dan kemurnian Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT,
maka semakin yakin menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam menjalani hidup dan
menyelesaikan masalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi: kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang
mempunyai arti “ketidak berdayaan dan ketidakmampuaan”. Jadi bisa di definisikan secara
terminology I’jazul Qur’an: Penampakan kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. dalam
ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu Al-Qur’an.
Adanya I’jaz Al-Qur’an menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah benar, kerasulan
Muhammad adalah benar, demikian pula seluruh mukjizat para nabi terdahulu yang
melemahkan kaumnya. Tujuan yang paling tinggi adalah bahwa para rasul itu adalah benar dan
wahyu ysng diturunkan juga benar diturunkan oleh Dzat yang Mahabijaksana dan Mahatahu.
Adapun misteri-misteri alam yang disingkap ilmu pengetahuan modern hanyalah
Sebagian dari fenomena hakikat-hakikat tinggi yang terkandung dalam misteri alam
wujud,yang membuktikan adanya Tuhan dan kemahakuasaan-NYA.
DAFTAR PUSTAKA
al-Najjar, Zaghlul. 2003. Min Ayat Al-I'jaz Al-Ilmi Fi Al-Qur'an Al-Karim. Cairo : Maktabah al-
Shurouk al-Dauliah.
Drajat, Amroeni. 2017. Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Depok:Kencana.
Qaththan, Manna’ Khalil. 1973. Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Cet. III. Riyadh: Mansyurat al-
‘Asr al-Hadits.
Shihab, M. Quraish. 1997. Mukjizat Al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat, Ilmiah
Dan Pemberitaan Ghaib. Bandung : Mizan.
MAKALAH
MUNASABAH
DISUSUN OLEH :
Ahamad Fahrurrozi
Fadlil Muttaqin
Mohammad Afifur Rahman
penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.......................................................................................................
Rumusan Masalah..................................................................................................
Tujuan Makalah.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
Apa pengerian munasabah....................................................................................
Apa saja contoh munasabah yang ada di dalam alquran.......................................
Bagaimana cara mengetahui munasabah..............................................................
Ada berapa macam munasabah alquran...............................................................
Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran.......................
a. Latar belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah. yang sekaligus merupakan mukjizat, yang
diturunkan kepada Muhammad Saw. yang sampai kepada umat manusia dengan
cara al-tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian
termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada
permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan
sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung
kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa
pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan
kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari
kenyataan bahwa sistimatikan al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf
Utsmani sekarang tidak berdasarkan pada kronologis turunnya, itulah
sebabnya terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan
surat dalam al-Qur’an. Pendapat pertama, bahwa hal itu didasarkan pada
tauqifi dari Nabi.
b. rumusan masalah
1. Apa pengerian munasabah?
2. Apa saja contoh munasabah yang ada di dalam alquran?
3. Bagaimana cara mengetahui munasabah?
4. Ada berapa macam munasabah alquran?
5. Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran?
c. tujuan masalah
1. mengetahui apa pengerian munasabah
2. mengetahui contoh munasabah yang ada di dalam alquran
3. mengetahui cara mengetahui munasabah
4. mengetahui ada berapa macam munasabah alquran
5. mengetahui apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah
alquran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara etimologi berarti kecocokan, kesesuaian atau
kepantasan. Kata munasabah secara etimologi menurut as-Suyuthi berarti al-
Musakalah (keserupaan) dan dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan
menurut terminologi dapat difinisikan sebagai berikut, Menurut az-Zarkasyi,
munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan pada
akal, pasti akal itu menerimannya. Menurut Ibnu al-Araby, munasabah adalah
keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan
yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Menurut al-Biqai,
munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik
susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an baik ayat atau surat dengan surat.
M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-
kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surah
maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang
lainnya. Menurut Manna’ al-Qattan, munasabah adalah segala pertalian antara
kalimat dengan kalimat dalam satu ayat atau antara ayat dengan ayat dalam
banyak ayat atau antara surat dengan surat.
Dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang
mempelajari hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan
surat lainnya. Hubungan itu dapat berupa hubungan umum dengan khusus,
hubungan logis (‘aqli) atau hubungan konsekuensi logis seperti hubungan sebab
dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau berlawanan.
C. Macam-macam Munasabah
Dalam pembagian munasabah ini, para ulama juga berbeda pendapat
mengenai pengelompokkan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi
bagaimana seorang ulama tersebut memandang suatu ayat, dari segi berbeda.
Menurut Drs. H. A. Chaerudji Abd. Chalik dalam ‘Ulum Al-Qur’an (Jakarta :
Diadit Media, 2007), munasabah dapat dilihat dari dua segi, antara lain :
Dilihat dari segi sifatnya, terbagi menjadi dua, yaitu :
Munasabah antara awal surat dengan akhir surat. Misalnya, apa yang terdapat
dalam surat Al-Qashash. Surat ini dimulai dengan menceritakan nabi Musa,
menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diperolehnya, kemudian
menceritakan perlakuannya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki yang
sedang berkelahi. Kemudian Musa berdo’a ” Ya Tuhanku, demi nikmat yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi
penolong bagi orang-orang yang berdosa”. Kemudian surat ini diakhiri dengan
menghibur Nabi Muhammad SAW, bahwa ia akan keluar dari Mekah dan
dijanjikan akan kembali lagi ke Mekah, serta melarangnya menjadi penolong
bagi orang-orang kafir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Munasabah secara etimologi menurut as-Syuti, berarti al-Musyakalah
(keserupaan) dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminology,
ada tiga pengertian yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut az-
Zarkazi, menurut al-Biqai. Sedangkan Imam as-Syuyuti membagi tujuh macam
ilmu munasabah, yaitu: munasabah antar surat dengan surat sebelumnya;
munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya; munasabah antar bagian
suatu ayat; munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; munasabah
antar fasilah (pemisah) dan isi ayat; munasabah anatar awal surat dengan akhir
surat yang sama.
Macam-Macam Munasabah al-Qur’an: (1) Munasabah antara surah
dengan surah, (2) Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, (3)
Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya, (4) Munasabah
Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat, (5) Munasabah Antara Nama
Surat Dengan Tujuan Turunnya, (6) Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam
Satu Surah, (7) Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri, (8)
Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah, (9)
Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya, (10)
Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam
Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi
menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan
munasabah ini, yaitu: (1) Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat
yang menjadi objek pencarian. (2) Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai
dengan tujuan yang dibahas dalam surat. (3) Menentukan tingkatan-tingkatan
itu, apakah ada hubungannya atau tidak. (4) Dalam mengambil kesimpulannya,
hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan
tidak berlebihan.
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut: (1) Dapat
mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-
tema Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya.
(2) Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik
antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan
yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap
Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya. (3) Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa
Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta
persesuaian ayat/surat yang satu dengan yang lainnya. (4) Dapat membantu
dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat
dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.
Inilah al-Qur’an yang mutlak firman Allah. Keserasian ayat-ayatnya makin
menegaskan bahwa ia tidak tercampurkan tangan-tangan manusia hatta
manusia sekelas Nabi.
MAKALAH
MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tafsir
Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Definisi Makkiyah dan Madaniyah 3
B. Ciri-Ciri Surah Makkiyah 4
C. Ciri-Ciri Surah Madaniyah 5
D. Pedoman Menentukan Makkiyah & Madaniyah 6
E. Faidah Ilmu Makkiyah-Madaniyah 6
BAB III 8
PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara bahasan dalam ilmu Al Qur’an adalah pembahasan mengenai Makiyyah dan
Madaniyyah. Yaitu diantara surat-surat dalam Al Qur’an ada yang disebut sebagai surat
Makiyyah dan ada yang disebut sebagai surat Madaniyah. Misalnya surat Al An’am dan Al
A’raf adalah surat Makiyyah. Sedangkan Al Baqarah dan Al Imran adalah surat Madaniyyah.
Dengan mengenal dan mempelajari ilmu ini juga, kita akan mengetahui betapa besar
perhatian dan usaha para ulama dalam mempelajari serta menelaah Al Qur’anul Karim.
Karena para ulama memberikan perhatian yang sangat besar dalam menganalisa mana yang
surat atau ayat Makiyyah dan mana yang Madaniyyah. Mereka menganalisa ayat per ayat,
surat per surat, lalu mengurutkan dan mengelompokkannya berdasarkan waktu, tempat dan
mukhathab ayat atau surat tersebut diturunkan. Bukan hanya faktor waktu, tempat
dan mukhathab (sasaran pembicaran) ketika ayat diturunkan yang menjadi patokan
pengelompokan, namun terkadang mereka menggabungkan tiga faktor ini dalam pengurutan
dan pengelompokkan ayat dan surat. Semuanya dilakukan dengan sangat teliti dan
mendetail. Tentunya ini merupakan usaha yang berat dan besar yang telah dilakukan oleh
para ulama kita, rahimahumullah jami’an.
Abul Qasim Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaaburi berkata di dalam kitab at-
Tanbih ‘alaa Fadhli ‘Ulumul Qur’an, “Di antara yang paling mulia dari ulum Al-Qur’an adalah
ilmu tentang turunnya Al-Qur’an, sasarannya, tartib (urutan) ayat yang diturunkan di Makkah
dan di Madinah, apa yang diturunkan di Makkah tetapi hukumnya di Madinah, apa yang
diturunkan di Madinah tetapi hukumnya di Makkah, apa yang diturunkan di Makkah tetapi
untuk orangorang Madinah, apa yang diturunkan di Madinah tetapi untuk orang-orang
Makkah, apa yang mirip dengan Makki sementara ia Madani, dan apa yang mirip dengan
Madani sementara ia Makki, apa yang diturunkan di kota Juhfah, apa yang diturunkan di
Baitulmaqdis, apa yang diturunkan di Thaif, apa yang diturunkan di Hudaibiyah, apa yang
diturunkan di waktu malam, dan apa yang diturunkan di waktu siang, apa yang diturunkan
dengan diiringi malaikat dan apa yang diturunkan secara sendiri, ayat-ayat Madaniyyah tetapi
berada di dalam surat-surat Makkiyyah, ayat-ayat Makkiyyah tetapi berada di dalam surat-
surat Madaniyyah, apa yang dibawa dari Makkah ke Madinah, apa yang dibawa dari Madinah
ke Makkah, apa yang dibawa dari Madinah ke negeri Habasyah (Ethiopia), apa yang
diturunkan secara mujmal (global), dan apa yang diturunkan secara mufassar (diterangkan),
dan apa yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian mereka mengatakan bahwa itu
Madani dan sebagian yang lain mengatakan itu Makki.”
Inilah lima puluh macam, barangsiapa tidak mengetahuinya dan tidak dapat
membedakan di antara yang ada maka tidak halal baginya untuk berbicara tentang Kitabullah
Ta’ala (Al-Qur’an).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Makkiyah dan Madaniyyah ?
2. Apa Ciri-Ciri dari Surah Makkiyyah ?
3. Apa Ciri-Ciri dari Surah Madaniyah ?
4. Bagaimana pedoman menentukan Makkiyah dan Madaniyah?
5. Apa Faidah Ilmu Makkiyah-Madaniyah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Makkiyah dan Madaniyyah
2. Mengetahui ciri-ciri dari Surah Makiyyah
3. Mengetahui ciri-ciri dari Surah Madaniyah
4. Mengetahui pedoman menentukan Makkiyah dan Madaniyah
5. Mengetahui Faidah Ilmu Makkiyah-Madaniyah
BAB II
PEMBAHASAN
• Setiap surat yang terdapat kisah para Nabi dan umat terdahulu maka ia surat
Makiyyah kecuali Al Baqarah.
• Setiap surat yang terdapat kisah Nabi Adam dan iblis maka ia Makiyyah kecuali
Al Baqarah.
• Setiap surat yang dibuka dengan huruf tahajji seperti “alif laam miim”, “alif
laam raa”, “haa miim” dan semisalnya, adalah surat Makiyyah. Kecuali surat
yang dijuluki zahrawain, yaitu Al Baqarah dan Al Imran. Adapun surat Ar Ra’du
diperselisihkan apakah ia Madaniyyah atau Makiyyah.
• Dakwah kepada tauhid dan beribadah kepada Allah semata, menetapkan
risalah kerasulan, menetapkan hari kebangkitan dan ganjaran amalan,
penyebutan kabar tentang hari kiamat, neraka, surga, dan bantahan terhadap
kaum Musyrikin dengan logika Al Qur’an, serta ayat-ayat kauniyah.
• Penetapan landasan-landasan umum syariat serta akhlak-akhlak mulia serta
penyebutan akhlak-akhlak tercela serta kebiasaan-kebiasaan buruk kaum
Musyirikin.
• Kisah tentang para Nabi dan kaum terdahulu serta ganjaran bagi kaum
tersebut.
• Terdapat fawashil (susunan kalimat yang menyerupai sajak) yang pendek-
pendek namun dengan ungkapan yang kokoh namun istimewa yang mengena
di hati dan menguatkan serta memotivasi pendengarnya.
ُسى ابْنُ َمرْ يَ َم َرسُو ُل َّللاَّ ِ َو َك ِل َمتُه َ َّللا إِ ََّل ا ْل َح َّق إِنَّ َما ا ْل َمسِي ُح عِي َ ب ََل تَ ْغلُوا فِي دِينِكُ ْم َو ََل تَقُولُوا
ِ َّ علَى ِ يَا أَ ْه َل ا ْل ِكتَا
ُ َّ ح ِم ْنهُ فَآ ِمنُوا ِب اَّللَّ ِ َو ُرسُ ِل ِه َو ََل تَقُولُوا ثَ َالثَةٌ ا ْنتَ ُهوا َخي ًْرا لَكُ ْم ِإنَّ َما
َُّللا ِإلَهٌ َواحِ دٌ سُ ْب َحانَه ٌ أَ ْلقَاهَا ِإلَى َمرْ يَ َم َو ُرو
ًاَّلل َوكِيال َ
ِ َّ ِض َوكفَى ب َ ْ
ِ ْت َو َما فِي اْلر ِ س َم َاوا َ َ َ
َّ أن يَكو َن لهُ َولدٌ لهُ َما فِي ال ُ ْ َ
Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan
janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya
Al-Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan)
kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh
dari-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan itu) tiga," berhentilah (dari ucapan itu).
(Itu) lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa,
Mahasuci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara. (QS. Al-Nisa’ :
171).
ض ُّلوا
َ َمِن قَ ْب ُل َوأ
ْ ض ُّلوا
َ ْق َو ََل تَتَّ ِب ُعوا أَ ْه َوا َء قَ ْو ٍم قَد
ِ غي َْر ا ْل َح
َ ب ََل تَ ْغ ُلوا فِي دِي ِن ُك ْمِ ُقلْ َيا أَ ْه َل ا ْل ِكتَا
سبِي ِل
َّ س َوا ِء ال َ ضلُّوا
َ ع ْن َ ِيرا َو ً َكث
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas)
dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad)
dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari
jalan yang lurus". (QS. Al-Ma’idah : 77)
2. Untuk mengetahui secara global tarikh tasyri’ dari suatu hukum dan tahapan-tahapannya yang
sarat hikmah. Dari sinilah kemudian akan muncul semangat keislaman dan keimanan yang kuat
karena begitu bijaknya syariat Islam dalam mendidik masyarakat, bangsa dan individu-
individunya. Pemahaman atas perbedaan kategori antara ayat Makkiyah dan Madaniyyah akan
menyadarkan bahwa syariat Islam mengandung berbagai hikmah syariat Islam yang sangat agung.
3. Untuk semakin menguatkan kepercayaan atas validitas dan orisinalitas Al-Qur’an yang kita
terima dan selalu kita baca hari ini, yang terhindar dari perubahan dan penyelewengan redaksional
maupun hukum-hukumnya. Hal itu ditunjukkan dengan begitu perhatiannya umat Islam sepanjang
sejarahnya. Terbukti sejak dulu hingga sekarang umat Islam selalu mengkaji Al-Qur’an dari
berbagai aspek. Kajian itu mencakup mana ayat Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah dan yang
turun setelahnya; mana ayat Al-Qur’an yang turun di kota domisili Rasulullah SAW dan mana yang
turun dalam perjalanannya; mana ayat yang turun di siang hari dan mana yang turun di malam hari;
mana ayat yang turun di musim panas dan mana yang turun di musim dingin; mana ayat yang turun
di bumi dan mana yang turun di langit, serta hal-hal lainnya. Bila demikian komprehensifnya kajian
Al-Qur’an yang dilakukan oleh umat Islam sepanjang sejarah, maka akal sehat sangat tidak
menerima akan adanya orang yang mampu mengubah-ubah dan mempermainkannya. Sebab umat
Islam, ulama, selalu menjaga dan mengkajinya dari berbagai aspek secara komprehensif. (Az-
Zarqani, Manahilul ‘Irfan: I/95). Sunnatullah penjagaan umat Islam terhadap Al-Qur’an seperti itu
sudah sesuai dengan sunnatullah lainnya yang terekam jelas dalam firman Allah SWT: ُِإنَّا نَحْن
ِ ن ََّز ْلنَاArtinya, “Sungguh Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sungguh
َالذ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحافِظُون
Kami benar-benar memeliharanya,” (Surat Al-Hijr ayat 9). Walhasil, dengan memahami istilah
ayat Makiyyah dan ayat Madaniyyah, kita akan dapat memahami Al-Qur’an secara lebih baik,
meningkatkan keimanan, dan kecintaan kita terhadapnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada tiga pendapat tentang definisi Makkiyah dan Madaniyah
Pendapat pertama, menggunakan pendekatan waktu. Makiyyah adalah surat atau
ayat yang diturunkan sebelum hijrah walaupun bukan di Mekkah. Sedangkan Madaniyyah
adalah surat atau ayat yang diturunkan setelah hijrah walaupun bukan di Madinah.
Pendapat kedua, menggunakan pendekatan tempat. Makiyyah adalah surat atau
ayat yang diturunkan di Mekkah, sedangkan Madaniyyah adalah surat atau ayat yang
diturunkan di Madinah.
Pendapat ketiga, menggunakan pendekatan mukhathab (sasaran pembicaraan ayat).
Makiyyah adalah surat atau ayat yang ditujukan bagi penduduk Mekkah, sedangkan
Madaniyyah adalah surat atau ayat yang ditujukan bagi penduduk Madinah.
Untuk mengetahui dan menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada
dua cara utama :
Manhaj sima`i naqli ( metode pendengaran seperti apa adanya ) dan
Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan dan ijtihad ).
Cara sima’i naqli : didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat
menyaksikan turunnya wahyu. Atau dari para tabi`in yag menerima dan mendengar dari para
sahabat sebagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu.
Sebagian besar penentuan makki dan madani itu didasarkan pada cara pertama
Cara qiysi ijtihadi : didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apa bila dalam surah makki
terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau mengandung persitiwa madani, maka
dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan sebaliknya, bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri
makki, maka surah itu dinamakan surah makki
DAFTAR PUSTAKA
Al Quranul Karim
As-Suyuti, Abdurrahman Jalaluddin. 1951 Al-ltqon fi Ulumil Qur'an, Kairo : Musthafa al-Babi
al-Halabi
Al –Qattan, Manna. 1973 Mabahits fi 'Ulum al Qur'an. Beirut: Mansyurat al 'Ashr al hadits
Al-Suyuthi, Jalaluddin, 2009. Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân. Kairo: Maktabah Dar Al- Turats.
Al-Zarqani, Muhammad. 1995. Manâhil Al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân. Libanon: Dar Al- Kutub
Al-Arabi.
Al-Zarkasyi, Muhammad bin Bahâdir. 2001. Al- Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân. Beirut: Dar Al-
Fikr
Ash-shaabuuniy, Muhammad Ali,. 2001 At-Tibyaan Fii Uluumil Qur’an, Alih Bahasa oleh.
Muhammad Qodirun Nur, Jakarta: Pustaka Amani,
Tabrani, Hayati, Buku Ajar: ULUMUL QUR`AN (1). (2013) Jogjakarta : Darussalam Publishing