Anda di halaman 1dari 15

NASIKH DAN MANSUKH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul

Qur’an Dosen pengampu : Dr. Nihayatul Masykuroh, M. Si

Dr. Oom Mukarromah, M. Hum

Disusun oleh :

Muhamad Zulvan

Aulia 182320072

PROGRAM STUDI

PASCASARJANA EKONOMI

SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM

NEGERI

SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2018
KATA PENGANTAR 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan
 penyusunan makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga untuk kedepannya kami
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini dengan lebih baik.

Kami menyadari bahwa maklah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I : Pendahuluan.........................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................4
BAB II : Pembahasan........................................................................................................5
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh.............................................................................5
B. Syarat- Syarat Nasakh.............................................................................................6
C. Pembagian Nasakh..................................................................................................7
1. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an..................................................................7
2. Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah......................................................................8
3. Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an.......................................................................9
4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah...........................................................................9
D. Ruang Lingkup Nasakh.........................................................................................10
E. Hikmah adanya Nasakh dalam Al-Qur’an.............................................................10
BAB III : Kesimpulan......................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................................12
B. Saran......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalamullah yang merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai
kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Dari awal hingga akhir, Al-Qur'an
merupakan kesatuan utuh. Tak ada pertentangan satu dengan lainnya. Dalam Al-
Qur’an terkandung banyak hikmah dan
 pelajaran. Al-Qur’an memuat ayat yang mengandung hal-hal yang berhubungan
dengan keimanan, Ilmu pengetahuan, tentang cerita-cerita, seruan kepada uma
tmanusia untuk 
 beriman dan bertaqwa, memuat tentang ibadah, muamalah, dan lain lain.
Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, dalam penjelasan Al Qur’an ada
yang dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis besarnya saja, Ada yang
khusus, ada yang masih bersifat umum dan global. Ada ayat-ayat yang sepintas lalu
menunjukkan adanya gejala kontradiksi yang menurut Quraish Shihab para ulama
berbeda pendapat tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat tersebut. Sehingga timbul
pembahasan tentang
 Nasikh dan Mansukh.1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1) Apa pengertian Nasih dan Mansukh
2) Apa saja syarat-syarat Nasakh
3) Apa saja pembagian Nasakh?
4) Bagaimana ruang lingkup Nasakh?
5) Apa hikmah adanya Nasakh dalam Al-Quran?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
1) Untuk mengetahui Nasih dan Mansukh.
2) Untuk mengetahui syarat-syarat Nasakh.
3) Untuk mengetahui pembagian Nasakh.
4) Untuk mengetahui ruang lingkup Nasakh.
5) Untuk mengetahui hikmah adanya Nasakh dalam Al-Quran.

1
 M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 1994), hal. 143
4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Dari segi etimologi, para ulama’ Ulumul Qur’an mengemukakan arti kata
nasakh dalam beberapa makna, diantaranya adalah menghilangkan, memindahkan
sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain, mengganti atau menukar, membatalkan
atau mengubah, dan
 pengalihan.2. Nasakh dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqh adalah membatalkan
hukum syar’i dengan dalil yang datang kemudian, yang menunjukkan pembatalan, secara
tersurat atau tersirat, baik pembatalan secara keseluruhan ataupun pembatalan
sebagian, menurut keperluan yang ada. Atau: Melahirkan dalil yang dating kemudian
yang secara implisit menghapus pelaksanaan dalil yang lebih dulu.3
Adapun menurut istilah dapat dikemukakan beberapa definisi sebagai berikut:

1) Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan adalah:

  ‫ش ر‬ ‫خطاب‬  ‫ر‬‫ل‬ ‫لحكم‬ ‫فع‬
“Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan khithab (dalil) syara’
yang lain”

2) Menurut Muhammad ‘Abd. Adzim al-Zarqaniy:

‫ر‬‫تأ‬  ‫شر‬ ‫دلي‬  ‫ر‬ ‫ل‬  ‫لحكم‬  ‫فع‬


“Mengangkat / menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain yang
datang kemudian”.4

Para ulama mutaqaddimin  (abad I hingga abad III H) memperluas arti Nasikh
sehingga mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Pembatalan hukum yang ditetapkan terlebih dahulu terjadi oleh hukum
yang ditetapkan kemudian.
2) Pengecualian hukum yang bersifat oleh hukum yang bersifat khusus yang
datang kemudian.

2
 Usman. Ulumul Qur’an (Yogyakarta: TERAS, 2009), hal. 256
3
 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, alih bahasa Masdar Helmy, ( Bandung: Gema Risalah Press, 1997 ),
hlm. 391
4
 Academia.edu, “ Hadis Nasikh Mansukh” hal. 3, diakses dari
https://www.academia.edu/10078808/hadis_nasikh_mansukh/ pada tanggal 24 Oktober 2018

5
3) Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar.
4) Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.5

Hal yang demikian luas dipersempit oleh ulama’ yang datang kemudian
(mutaakhkhirin). Menurut mereka nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang datang
kemudian guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa
 pemberlakuan hukum yang terdahulu sehingga ketentuan hukum yang berlaku
adalah yang ditetapkan terakhir.6
Pengertian mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang
dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah
para ulama’, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang
pertama, yang
 belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang
datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama
yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi
yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum.7

B. Syarat- Syarat Nasakh


Dalam pembahasan mengenai ayat-ayat nasikh dan mansukh, perlu diketahui
syarat- syarat nasakh. Syarat-syarat nasakh yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Adanya mansukh (ayat yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang dihapus
itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat atau tidak
dibatasi dengan waktu tertentu. Sebab, bila terikat dengan waktu maka hukum
akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Karena itu, maka yang demikian itu
tidak dapat dinamakan dengan nasakh. Di samping itu, mansukh (ayat yang
dihapus) tidak 
 bersifat “ajeg” secara nashshi, dan ayat yang mansukh itu lebih dahulu
diturunkan daripada ayat yang nasikh (menghapus).
2. Adanya mansukh bih  (ayat yang digunakan untuk menghapus), dengan syarat,
datangnya dari Syari’ (Allah) atau dan Rasulullah s.a.w. sendiri yang bertugas

5
 Referensi Makalah ,” Diskursus Pendapat Ulama Tentang Nasikh” diakses dari
http://www.referensimakalah.com/2013/04/diskursus-pendapat-ulama-tentang-nasikh.html/ pada tanggal 24
Oktober 2018
6
 Muhammad Chirzin. Al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), hal. 40
7
 Abdul Djalal. Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012), hal. 122

6
menyampaikan wahyu dari Allah. Sebab penghapusan sesuatu hukum tidak
dapat dilakukan dengan menggunakan ijma’   (konsensus) ataupun qiyas (analogi).
3. Adanya nasikh (yang berhak menghapus), yaitu Allah. Kadang-kadang
ketentuan hukum yang dihapus itu berupa al-Qur’an dan kadang-kadang pula
berupa sunnah.
4. Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu ialah orang-orang yang
sudah aqil-baligh atau mukallaf), karena yang menjadi sasaran hukum yang
menghapus dan atau yang dihapus itu adalah tertuju kepada mereka.8

Sedang ‘Abd. ‘Azhim al-Zarqaniy mengemukakan, bahwa nasakh baru dapat


dilakukan apabila :
a. Adanya dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, dan tidak dapat
dikompromikan, serta tidak dapat diamalkan secara sekaligus dalam segala segi.
 b. Ketentuan hukum syara’ yang berlaku (menghapus) datangnya belakangan
daripada ketetapan hukum syara’ yang diangkat atau dihapus.
c. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut,
sehingga yang lebih dahulu diturunkan ditetapkan sebagai mansukh, dan yang
diturunkan kemudiannya sebagai nasikh.9

C. Pembagian Nasakh
Umumnya para ulama’ membagi Nasakh menjadi empat macam:10
1. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Ulama-ulama sepakat mengatakan ini diperbolehkan dan telah terjadi dalam
 pandangan mereka yang mendukung adanya naskh dalam Alquran. Misalnya ada
ayat tentang iddah empat bulan sepuluh hari yakni Q.S. al- Baqarah ayat 240:

  ‫ن‬ ‫ف‬ ‫رج‬     ‫إ‬‫ف‬  ‫غ‬   ‫ى‬ ‫ٱ‬  ‫ا‬‫ت‬ ‫جهم‬ ‫ز‬  ‫صية‬  ‫جا‬ ‫ز‬   ‫ذ‬    ‫ك‬  ‫وفو‬  ‫ت‬
‫ر‬    ‫ر‬ ‫حو‬   ‫ن‬ ‫ذ ٱ‬
 ‫كيم‬ ‫ٱ‬  ‫ر‬  ‫ن‬  ‫سهن‬  ‫ف‬    ‫ا‬ ‫ف‬    ‫ ف‬ ‫ا‬
Yang artinya:   ‫ن‬  ‫ ك‬  ‫ج‬
"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun

8
 Usman. Ulumul Qur’an….., hal. 262
9
 Academia.edu, “ Hadis Nasikh Mansukh” hal. 5, diakses dari
https://www.academia.edu/10078808/hadis_nasikh_mansukh/ pada tanggal 24 Oktober 2018
10
 Manna’ Khalil al-Qhaththan. Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: PT. Litera AntarNusa. Halim Jaya, 2009),hal. 334

Anda mungkin juga menyukai