Disusun Oleh :
Kelompok 7
KELAS IF B1
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan rencana. Makalah yang berjudul “Nasikh Mansukh ” Ini sebagai pemenuhan
tugas dari Dosen Pembina Ulumul Qur’an.
Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang telah membantu
melancarkan pembuatan makalah yang berjudul “Nasikh Mansukh.”
A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................
C. Tujuan ...............................................................................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Nasikh Mansukh.
2. Mengetahui perbedaan dan persamaan Nasikh Mansukh.
3. Mengetahui macam-macam Nasikh.
4. Mengetahui pendapat ulama’ tentang Nasikh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nasikh Mansukh
1. Pengertian
Mansukh berasal dari kata naskh. Dari segi etimologi,
kata ini dipakai untuk beberapa pengertian:
a. Nasikh, dapat bermakna ‘izalah (menghilangkan).
b. Nasikh dapat bermakna tabdil (mengganti/menukar).
c. Nasikh dapat bermakna tahwil (memalingkan).
d. Nasikh dapat bermakna menukilkan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Diantara pengertian etimologi itu ada yang dibakukan menjadi
pengertian terminologis. Perbedaan tema yang ada antara ulama mutaqaddim
dengan ulama mutaakhkhir terkait pada sudut pandangan masing-masing dari segi
etimologis kata naskh itu.
Ulama mutaqaddim memberi batasan naskh sebagai dalil syar'i yang ditetapkan
kemudian, tidak hanya untuk ketentuan/hukum yang mencabut ketentuan/hukum
yang sudah berlaku sebelumnya, atau mengubah ketentuan/hukum yang
pertama yang dinyatakan berakhirnya masa pemberkuannya,
sejauh hukum tersebut tidak dinyatakan berlaku terus menerus, tapi juga mencakup
pengrtian pembatasan bagi suatu pengertian bebas (muthlaq). Juga dapat pengertian
pengkhususan (makhasshish) terhadap suatu pengertian umum ('am). Bahkan juga
pengertian juga pengertian pengecualian (istitsna).
Sebaliknya ulama mutaakhkhir memperciut batasan-batasan pengertian tersebut
untuk mempertajam perbedaan antara nasikh dan makhasshish, muqayyid, dan lain
sebagainya, sehingga pengertian naskh terbatas hanya untuk ketentuan hukum yang
datang kemudian, untuk mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan
pemberlakuan ketentuan hukum yang terdahulu sehingga ketentuan yang
yang diberlakukan ialah ketentuan yang ditetapkan terakhir dan menggantikan
ketentuan yang mendahuluinya.
Dari definisi diatas jelaslah bahwa naskh adalah penghapusan hukum yang
terdahulu oleh pembuat hukum (syar’i) dengan mendatangkan hukum yang baru, dan
komponen naskh terdiri dari; adanya pernyataan yang menunjukkan terjadi
pembatalan hukum yang telah ada, harus ada nāsikh, harus ada mansūkh dan harus
ada yang dibebani hukum atasnya. Mansūkh merupakan hukum yang diangkat atau
yang dihapus.
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak
ada dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat
yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 240)
َوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن أَرْ بَ َعةَ أَ ْشه ٍُر َو َع ْشرًا
ِ فَإ ِ َذا بَلَ ْغنَ أَ َجلَه َُّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما فَ َع ْلنَ فِي أَ ْنفُ ِس ِه َّن بِ ْال َم ْعر
[ ٢٣٤ : البقرة ]ُوف َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh menjadi
tiga macam, yaitu:
1. Penghapusan terhadap hukum dan bacaan secara bersamaan. Ayat-ayat yang
terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan tidak dibenarkan diamalkan.
Misalnya, riwayat Bukhari dan Muslim, yaitu hadits ‘Aisyah ra.
ٍ س َم ْعلُوْ َما
فَتُ ُوفِّ َي َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم.ت ِ ت َم ْعلُوْ َما
ٍ ت ي َُح ِّر ْمنَ فَنُ ِس ْخنَ بِ َخ ْم ٍ ض َعاَ َكانَ فِ ْي َما أُ ْن ِز َل َع َش ُر َر
)( َوه َُّن ِم َّما يُ ْق َرأُ ِمنَ ْالقُرْ أَ ِن.
“Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat al-Qur’an) adalah sepuluh isapan menyusu
yang diketahui, kemudian dinasakh oleh lima (isapan menyusu) yang diketahui. Setelah
Rasulullah wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagai bagian al-Qur’an.”
Maksudnya, mula-mula dua orang yang berlainan ibu sudah dianggap bersaudara
apabila salah seorang di antara keduanya menyusu kepada ibu salah seorang di antara
mereka sebanyak sepuluh isapan. Ketetapan sepuluh isapan kemudian
dināsikh menjadi lima isapan. Ayat tentang sepuluh atau lima isapan dalam menyusu
karena baik bacaannya maupun hukumnya telah dināsikh.
2. Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada.
Misalnya ayat tentang mendahulukan sedekah:
ْ َك َخ ْي ُر لَ ُك ْم َوا
َطهَ ُر فَإ ِ ْن لَ ْم ت َِج ُدوْ ا فَإ ِ َّن هللا َ ِص َدقَةً َذل َّ يَاَيُّهَا ْال ِذ ْينَ اَ َمنُوْ آ إِ َذا نَ َج ْيتُ ْم ال َّرسُوْ َل فَثَ ِّد ُموْ ا بَ ْينَ يَ َد
َ ي نَجْ َو ُك ْم
۱۲: [المجادلة.َّح ْي ٌم ِ َغفُوْ ُر ر
1. Orang Syi’ah Rafidah, Mereka sangat berlebihan dalam menetapkan nasakh dan
meluaskannya, mereka mandang konsep al-bada’ yakni suatu yang nampak jelas
setelah kabur (tidak jelas) adalah sebagai suatu hal yang sangat mungkin terjadi
bagi Allah SWT. Mereka sangat kontradiktif dengan orang Yahudi yang tidak
mengakui keberadaan nasakh. Kelompok Syi’ah Rafidah berargumentasi dengan
firman Allah SWT dalam ar-Ra’d [13]:39:
Artinya: “ Allah menghapuskan apa yang ia kehendaki dan menetapkan (apa
yang ia kehendaki).”
Menurut al-Qattan yang dikutip oleh Anwar, bahwa pendapat ini kurang tepat,
Allah menghapuskan sesuatu yang dipandang perlu dihapuskan dan menetapkan
penggantinya jika penetapannya mengandung maslahat.
Ayat di atas yang dijadikan landasan bagi Abu Muslim untuk menyatakan bahwa
nasakh Mansukh tidak ada dalam al-Qur,an, yang ada hanya ‘am- takhshis. Hal ini
menghindari pembatalan hukum yang telah diturunkan oleh Allah karena hal itu
mustahil. Jika ada pembatalan hukum maka akan memunculkan adanya
pemahaman, Allah tidak tahu kejadian yang akan datang, sehungga Dia perlu
mengganti/membatalkan suatu hukum dengan hukum yang lain. Jika pembatalan
hukum itu dilakukan oleh Allah, berarti Dia melakukan kesia-siaan dan permainan
belaka.
3. Pendapat Jumhur Ulama, kelompok ini mengakui adanya nasikh dan mansukh
dalam al-Qur’an dan tetap berlaku, (Mereka berpendapat bahwa Naskh adalah
suatu yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum Syara’
berdasarkan dalili-dalil, baik naqli ataupun aqli (Anwar,..54), Firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 106:
Artinya : “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Demikianlah makalah ini ditulis dengan segala keterbatasan yang ada. Penulis
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran dari
manapun datangnya selalu penulis terima dengan senang hati demi perbaikan
kedepan. Akhirnya, semoga pemikiran yang ada pada tulisan ini bisa menjadi
kontribusi pemikiran bagi pengembangan pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA