Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ULUMUL AL-QURAN

Ilmu Nasikh dan Mansukh

Diajukan untuk memenuhi tugas dalam matakuliah Ulumul al-Quran

Dosen pengampu :

Drs. Hj. Khoirul umami, M.Ag

Disusun oleh:

M. Alby Muwaffil Hammam (07020322057)

Muhammad Sabiqul Hakim (07010322018)

Nuril Qomariyah (07040322123)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah singkat
ini adalah “Ilmu Nasikh dan Mansukh”. Makalah disusun untuk memenuhi tugas dari matakuliah
ulum al-Quran yang diampu oleh dosen Drs. Hj. Khoirul Umami, M.Ag.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata
kuliah ulumul quran yang telah membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan makalah
singkat ini. Selain itu, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu khusunya teman-teman seperjuangan yang telah mendukung penuh dalam
menyelesaikan makalah yang singkat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah singkat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat
makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat untuk kedepanya bagi penulis dan
pembaca. Apabila dalam kepenulisan ini terdapat kesalahan baik ejaan atau yang lain, untuk bisa
dimaklumi dan dimaafkan, mengingat manusia tidak luput dari lupa dan kesalahan. Diharapkan
adanya makalah ini, bisa membuat Bahan pengetahuan dalam memahami ilmu agama,
khususnya Ulumul quran.

Surabaya, 9 april 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER HALAMAN……………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………...!!

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….!!!

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah…………………………………………………………………...4


B. Rumusan masalah………………………………………………………………………....5
C. Tujuan kepenulisan………………………………………………………………………..5

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian nasikh dan mansukh…………………………………………………………..6.


B. Dalil-dalil adanya nasikh mansukh……………………………………………………... 8
C. Macam-macam dan pembagian nasikh mansukh………………………………………..10
D. Urgensi dalam mempelajari nasikh mansukh……………………………………………14

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Persoalan Nasikh Mansukh sejak abad ke-3 hijriah hingga saat ini memang masih
dalam perselisihan. Masalah yang diperselisihkannya menyangkut ada atau tidaknya
nasikh-mansukh dalam al-Qur’an. Akibat dari persoalan ini munculah kelompok yang
menyetujui dan yang menolaknya dengan berbagai argumentasi yang sangat beragam.
Untuk mengetahui bagaimana posisi masing-masing kelompok dan seberapa jauh
keshahihan argumentasinya dari tinjauan pemaknaan kontekstual.1
Dalam Ulumul al-Qur’an yang mengundang perdebatan para ulama adalah
mengenai nāsikh mansūkh. Perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan ada atau
tidak adanya ayat-ayat mansūkh (dihapus) dalam al-Qur’an, antara lain disebabkan
adanya ayat-ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lahirnya. Sebagian ulama
berpendapat bahwa di antara ayat-ayat tersebut, ada yang tidak bisa dikompromikan.
Oleh karena itu, mereka menerima teori nāsikh (penghapusan) dalam al-Qur’an.
Sebaliknya, bagi para ulama yang berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut keseluruhannya
bisa dikompromikan, tidak mengakui teori penghapusan itu
Banyak sekali kalangan-kalangan yang membincangkan masalah adanya nāsikh
mansūkh diantaranya kalangan ahli hukum Islam tradisional maupun kontemporer. Tidak
hanya diperbincangkan, namun keberadaannya dianggap begitu penting dalam
memahami dan menafsirkan hukum-hukum dalam al-Qur’an. Begitu pentingnya, bahkan
teori abrogation ini juga digunakan oleh para pakar hermeneutik dalam menghadapi ayat-
ayat hukum yang tampak kontradiktif, dengan dasar keyakinan bahwa tidak ada satupun
pertentangan dalam al-Qur’an.2 Serta banyak pendapat ulama lain mengenai nāsikh

1
Rahman, M. T. (1995). Nasikh Mansukh dalam Pemaknaan Kontekstual. Risalah, 33(2), 14-16.
2
Zainul Mun’im, Teori Nāsikh Mansūkh al-Qur’an sebagai Pembaharuan Hukum Islam
(StudiPemikiran Abdullah Ahmed An-Na’im dan Muhammad Syahrur), (Yogyakarta: UIN Kalijaga Yogyakarta, 2013),
2
.

4
mansūkh, namun sampai saat ini masalah-masalah nāsikh mansūkh masih menjadi
perdebatan. Belum terdapat kesepakatan terhadap masalah nāsikh mansūkh ini.
Pembahasan mengenai nāsikh mansūkh ini seolah tidak ada akhirnya, semakin banyak
pembahasan nāsikh mansūkh, semakin banyak pula perdebatan yang terjadi

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian nasikh mansukh dalam al-Quran ?
2. Sebutkan macam-macam dan pembagian nasakh ?
3. Apa urgensi dalam mempelajari nasikh dan mansukh ?

C. Tujuan kepenulisan
1. Mengetahui pengertian nasikh dan mansukh dalam al-Quran
2. Memahami macam-macam dan pembagian nasakh
3. Mendalami serta menerapkan nilai yang terkandung dalam nasikh dan mansukh

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian nasikh dan mansukh


Secara bahasa nasikh mempunyai dua arti, diantaranya naql dan izalah. Naql
berarti memindahahkan suatu keadaan dari yang satu kepada yang lain dengan
menetapkan dzatiyahnya. Seperti halnya perkataan “ aku menghapus atau menyalin
tulisan apabila aku memindahkan sesuatu didalamnya “. Penegertian ini senada dengan
al-Quran surah al-Jatsiyah ayat 29

‫ِاَّنا ُكَّنا َنْسَتْنِس ُخ َم ا ُكْنُتْم َتْع َم ُلْو َن‬

Yakni kami memindahkan amal-amal kalian pada lembaran-lembaran yang kemudian


dipindahkan pada selainya.
Nasakh juga bermakna izalah yakni menghilangkan sesuatu dan meniadakanya.
Sebagaimana matahari yang menghapus bayangan ketika matahari telah
menghilangkanya, dan aroma yang hilang meninggalkan bekas-bekas yang berlalu.
Makna ini senada dengan al-Quran

‫َفَيْنَس ُخ ُهّٰللا َم ا ُيْلِقى الَّش ْيٰط ُن ُثَّم ُيْح ِكُم ُهّٰللا ٰا ٰي ِتٖۗه َو ُهّٰللا َع ِلْيٌم َح ِكْيٌم‬
Yakni menghilangkan dan meniadakan godaan-godaan syaitan dan kedustaan yang dibuat
olehnya.3

Dalam bukunya Nur al-Din al-Tar yang berjudul Ulumul Qurani al-Karim,
menyebutkan bahwa al-nasikh secara bahasa mempunyai dua makna. Pertama;
membatalkan dan meniadakan, kedua; pemindahan. Sedangkan al-nasikh dalam

3
Musthafa al-Bagha dan Muhyiddin Mustawa, Al-Wadhih fi ulumil al-Quran, damaskus, Dar ulum al-Insaniyyah,
cetakan ke-2, hal 140

6
pengertian secara syar’i adalah menghilangkan/mengangkat hukum yang lama dengan
hukum yang baru. Dan beliau menyatakan bahwa ilmu al-nasikh sangat penting untuk
pembelajaran al-Quran. Karena Para imam berkata : bahwa tidak diperbolehkan bagi
seeeoarang untuk menafsirkan alquran tanpa mengetahui ilmu nasikh dan mansukh.
Sayyidina Ali bin abi thalib berkata pada sahabat qasy " apakah kamu mengerti nasikh
dan mansukh " beliau menjawab " hanya allah yang mengetahui. Kemudian sayyidina ali
berkata : binasalah kamu maka akan binasa.

Dalam pandangan lain nasakh mempunyai makna . Menggantikan (al-


tabdi>l),2sebagai terdapat dalam QS. al-Nah}l ayat101 yakni “ apabila kami mengganti
ayat yang satu dengan ayat yang lain “.4 Hal ini memberi pemahaman dalam konteks
ulum al-Quran, bahwa sesuatu yang diganti dapat merubah suatu hukum dan bacaan atau
salah satunya, sehingga menimbulkan pembaruan yang ditetapkan.

Sedangkan pengertian Mansukh adalah objek atau hukum yang dihapus, Menurut
Al-Qattan mencontohkan dengan mengambil permasalahan pengapusan hukum wasiat
oleh hukum warisan. Al-Qattan memberikan beberapa kriteria yakni : 1) hukum yang
dihapus harus berupa hukum syara’ ,sehingga jika hukum yang dihapus bukan merupakan
hukum syara’ seperti hukum yang berlaku di suatu Lembaga atau komunitas tertentu,
maka hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai nasikh Mansukh, 2) Dalil yang menghapus
adalah hukum syar’i yang dating setelahnya, sehingga Ketika terjadi kontradiksi antara
ayat tidak bisa dikatakan bahwa hukum yang datang lebih awal menghapus hukum yang
datang setelahnya, 3) hukum yang dihapus tidak dibatasi oleh waktu tertentu , sehingga
penghapusan hukum bukan disebabkan karena hukum yang awal telah habis waktunya
sehingga harus digantikan5

Ulama salaf ada yang menganggap bahwa takhsis adalah salah satu bentuk dari
nasakh, sehingga apabila terdapat ayat yang mentakhsis sebuah ayat yang sifatnya masih
umum, maka mereka mengatakan kalau ayat itu telah menasakh ayat yang sifatnya lebih
umum tersebut. Akan tetapi nasakh tidak sama dengan takhsis. Nasakh sebagaimana yang
telah dijelaskan yakni mengangkat hukum syara’ dengan sebab munculnya hukum baru.
4
DAINORI, Dainori. Nasikh Mansukh dalam Studi Ilmu Alquran. Jurnal Pemikiran dan Ilmu Keislaman, 2019, 2.1: hal
5
5
Aunur Rafiq el-Mazni, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta:Pustaka al-Kaustar, 2008), 286

7
Sedangkan takhsis adalah meringankan pemberlakuan hukum secara umum, sehingga
menjadi sebagianya saja. Berikutperbedaan antar nasakh dan takhsis, yakni

1. Takhsis adalah membatasi jumlah afradul ‘am, sedangkan nasakh membatalkan


hukum yang telah ada dan diganti dengan hukum yang baru.
2. Takhsis (mukhassis) bisa dengan kata-kata Qur’an dan hadis dengan dalil-dalil syara
yang lain seperti ijma qiyas juga dengan dalil akal, sedangkan nasakh hanya dengan
kata-kata saja.
3. Takhsis hanya masuk pada dalil Amm (umum). Sedangkan nasakh bisa masuk pada
dalil Amm maupun dalil Khass.
4. Takhsis hanya masuk pada hukum saja. Nasakh dapat masuk kepada hukum dan
membatalkan berita-berita dusta6

B. Dalil-dalil penunjukan adanya nasikh dan mansukh


1. Dalil Naql
Firman Allah SWT: "Apa saja ayat yang kami nasakhkan (hapuskan)..." (QS Al
Baqarah: 106). Makna kata “ayat” di dalam firman Allah ini adalah ayat Al-Qur’an,
sebagaimana penafsiran Salafush Shalih yang kami ketahui. Seperti riwayat dari Ibnu
Abbas, Mujahid, sahabat-sahabat Ibnu Mas’ud, Abul ‘Aliyah, Muhammad bin Ka’b
Al-Qurodhi, Adh-Dhahhak, ‘Atho’, As-Suddi, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, dan Ibnu
Katsir.
Adapun manafsirkan kata “ayat” pada firman Allah di atas dengan “mukjizat”,
sebagaimana dalam Tafsir Qur’an Al-Furqan, karya A Hassan, maka kami khawatir
itu merupakan tafsir bid’ah. Walaupun secara bahasa dibenarkan, namun
bertentangan dengan ijma’ ahli tafsir sebagaimana di atas.
Firman Allah: "Dan apabila Kami mengganti suatu ayat di tempat ayat yang lain."
(QS An Nahl: 101). Demikian juga ayat ini juga nyata menunjukkan adanya ayat Al-
Qur’an yang nasikh dan mansukh, bukan hanya nasikh saja! Ayat yang Allah jadikan
pengganti adalah nasikh, ayat yang digantikan adalah ayat mansukh. Dan ini sangat

6
Ajahari, M.Ag, Ulumul Quran (ilmu-ilmu Al-Quran), Yogyakarta: sleman, Aswaja Pressindo, cetakan pertama, hal
116

8
jelas, sebagaimana kita lihat. Adapun sebagian dari contoh-contoh ayat mansukh akan
kami sampaikan di bawah insya Allah. Lebih luas dapat dilihat dalam kitab-kitab
ushul fiqih.
2. Dalil Aql
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata, “Naskh boleh terjadi menurut
akal dan nyata terjadi menurut syari’at. Adapun bolehnya terjadi menurut akal, karena
segala perkara di tangan Allah, segala hukum (keputusan) milik-Nya, karena Dia
adalah Ar-Rabb (Sang Penguasa) Al-Malik (Sang Pemilik). Maka Dia berhak
mensyari’atkan bagi hamba-hamba-Nya apa yang dituntut oleh hikmah-Nya dan
rahmat-Nya. Apakah akal menolak jika Sang Pemilik memerintahkan kepada apa
yang Dia miliki dengan apa yang Dia kehendaki?"
3. Dalil Ijma’
Banyak ulama telah menyatakan adanya ijma’ tentang adanya naskh dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Al-Baji berkata, “Seluruh umat Islam berpendapat bolehnya/
mungkinnya naskh syari’at menurut akal dan syara’.” Al-Kamal Ibnul Humam
berkata, “Pengikut syari’at-syari’at telah sepakat atas bolehnya (naskh, secara akal)
dan terjadinya (secara syari’at)7
Meski demikian terdapat perbedaan diantara ulama mengenai nasikh dan
mansukh ini. Mayoritas ulama setuju akan adanya nasakh dalam al-Quran, terkecuali
dengan abu muslim al-asfihani yang bermadzab mu’tazilah yang menolak nasakh ini.
Dia mengatakan bahwa nasakh tidak terjadi pada syariat, sehingga menuai banyak
kritikan dari ulama seperti Muhammad khudari beik yang menyatakan bahwa
perbedaan antara kaum muslimin denganya hanya terjadi pada nasakh terhadap ayat-
ayat al-Quran saja. Ia memandang bahwa semua ayat al-Quran adalah muhkam,
sehingga tidak ada perubahan dalam firman Allah. Hal ini juga senada serta disetujui
oleh abu zahrah.
Imam as-Syafi’I mengakui adanya nasikh beliau mengemukakan dalam kitabnya
yang berjudul al-Risalah sebagai berikut Allah menurunkan atas mereka al-Kitab
sebagai penjelasan atas segala sesuatu dan merupakan petunjukkan serta rahmat, di
dalamnya Allah menyebutkan beberapa kewajiban yang tetap. Sedangkan yang lain ia

7
https://khazanah.republika.co.id/berita/lms4tr/nasikh-dan-mansukh

9
menasikhkan sebagai rahmat bagi hambanya dan sebagai penambahan atas nikmat
yang ia berikan kepada mereka. Disamping itu dalil-dalil di atas jelas bahwa nasikh
kitab/al-Quran memang ada terjadi dan itu merupakan salah satu cara menyesuaikan
syariat islam dalam menempuh perkembanganya untuk menyempurnakan pembinaan
hukum islam yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan bagi manusia.8

C. Macam-macam dan pembagian nasakh


1. Menasakh bacaan dan hukum secara bersamaan,
kesepakatan mengenai perkataan ulama' mengenai nasakh dan menunjukan pada
kejadian yang dialami oleh sayyidah 'aisyah bahwa beliau berkata " bahwa ayat Al
Quran menurunkan hukum mengenai Radha'ah (susuan) yang menyebabkanya mahram
sebanyak sepuluh kali, kemudian hukum tersebut di nasakh menjadi hanya lima kali baru
dikatakan mahram. Kemudian Rasulullah Wafat, dan mereka membaca sebagaimana
yang terdapat pada alquran. Hadis shohih yang diriwayatkan oleh imam muslim dan
selainya.
2. Menasakh hukum saja tanpa Merubah bacaanya.
Hal ini terjadi di berbagai ayat :
a. Mendahukukan Shadaqah di atas (sebelum bertemu) rasulullah SAW, firman Allah
SWT :
‫َیٰۤـ َأُّیَها ٱَّلِذ یَن َء اَم ُنۤو ۟ا ِإَذ ا َنٰـَج ۡی ُتُم ٱلَّرُسوَل َفَقِّد ُم و۟ا َبۡی َن َیَد ۡی َنۡج َو ٰى ُك ۡم َص َد َق ࣰۚة َذ ٰ ِلَك َخ ۡی ࣱر َّلُك ۡم َو َأۡط َهُۚر َفِإن َّلۡم‬
‫َتِج ُدو۟ا َفِإَّن ٱَهَّلل َغ ُفو ࣱر َّر ِح یٌم‬
(Surat Al-Mujadilah: 12)
Ayat tersebut di nasakh oleh ayat setelahnya yakni :

‫َء َأۡش َفۡق ُتۡم َأن ُتَقِّد ُم و۟ا َبۡی َن َیَد ۡی َنۡج َو ٰى ُك ۡم َص َد َقٰـ ࣲۚت َفِإۡذ َلۡم َتۡف َع ُلو۟ا َو َتاَب ٱُهَّلل َع َلۡی ُك ۡم َفَأِقیُم و۟ا ٱلَّص َلٰو َة َو َء اُتو۟ا‬
‫ٱلَّز َكٰو َة َو َأِط یُعو۟ا ٱَهَّلل َو َر ُسوَل ۚۥُه َو ٱُهَّلل َخ ِبیُۢر ِبَم ا َتۡع َم ُلوَن‬
(Surat Al-Mujadilah ayat 13)
Hal ini memberi pemahaman bahwa hukum yang terkandung pada ayat yang pertama di
nasakh dengan ayat yang kedua, tidak dengan bacaanya (tetap)

b. . Firman Allah SWT :


8
Dr. H. Nurdin, M.Ag, Ulumul Quran, Banda Aceh: Syiah kuala, CV.Bravo, hal 46

10
ࣲۖ‫َو َع َلى ٱَّلِذ یَن ُیِط یُقوَن ۥُه ِفۡد َی ࣱة َطَع اُم ِم ۡس ِكین‬
[Surat Al-Baqarah: 184]
Ayat ini dinasakh oleh ayat

‫َف ن َش ِهَد ِم نُك ُم ٱلَّشۡه َر َفۡل َیُصۡم ُۖه‬


‫َم‬
[Surat Al-Baqarah: 185]
Hal ini memberi pemahaman bahwa ayat yang terkandung pada ayat pertama dinasakh
oleh ayat kedua, dengan masih menetapkan redaksi lafadznya.

3. Menasakh bacaanya saja bukan hukumnya


Hal ini berdasarkan pada hadis yang shohih yang diriwayatkan oleh sahabat umar
bin khattab dan ubay bin ka'ab bahwa mereka berkata :
Laki-laki tua dan perempuan tua apabila berzina, maka rajamlah keduanya.
Dan engkau mengetahui Bahwa ayat ini tidak termaktub dalam mushaf dan juga tidak
pada perkataan imam qiraat. Akan tetapi hukumnya terkandung didalamnya masih ada
(ditetapkan) tidak di nasakh9

Selain dari macam-macam di atas nasakh mansukh juga dibagi menjadi 4 bagian,
diantaranya:

1. Nasakh al-Quran dengan Quran


Pada bagian ini telah disepakati atas kebolehanya. Dan hal ini terjadi pada pandangan
mereka yang mengatakan adanya nasakh, misalnya masa iddah bagi perempuan itu
lamanya satu tahun. Ayat iddah ini dinasikhkan oleh ayat lain. Masa iddah itu cukup
empat bulan sepuluh hari.

2. Nasakh alquran dengan sunnah


Nasakh ini ada dua macam :
a. Nasakh alquran dengan hadis ahad
Jumhur berpendapat alquran tidak boleh di nasakh dengan hadis ahad sebab alquran
adalah mutawatir dan menunjukan keyakinan, sedang hadis ahada adalah dzanni, masih
9
Abdul adzim az-zarqani, Manahilul irfan fi ulumil quran, lebanon : beirut, dar kutub al-Arabi, cetakan pertama, juz
2, hal 167

11
bersifat prasangka, disamping tidak sah pula menghapuskan yang ma'lum (jelas
diketahui) dengan madznun ( diduga )
b. . Nasakh Alquran dengan Hadis mutawatir
Nasakh semacam ini disetujui oleh imam malik, abu hanifah, dan ahmad dalam satu
riwayat. Sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Allah SWT berfirman :
‫ٰۤى‬
)٤( ‫ ) ِإۡن ُهَو ِإاَّل َو ۡح ࣱی ُیوَح ٰى‬٣ ( ‫َو َم ا َینِط ُق َع ِن ٱۡل َهَو‬

Allah Juga berfirman :

‫بِٱۡل َبِّیَنٰـِت َو ٱلُّز ُبِۗر َو َأنَز ۡل َنۤا ِإَلۡی َك ٱلِّذ ۡك َر ِلُتَبِّیَن ِللَّناِس َم ا ُنِّز َل ِإَلۡی ِهۡم َو َلَع َّلُهۡم َیَتَفَّك ُروَن‬

Dan nasakh itu macam dari bagian penjelasan, imam syafii dan Kaum
dzahiriyyah, imam ahmad dalam riwayat yang lain menolak nasakh bagian ini, karena
mereka berlandaskan dalil ayat Al-Quran surah al-Baqorah ayat 106

‫ۗۤا‬
‫َم ا َننَس ۡخ ِم ۡن َء اَیٍة َأۡو ُننِس َها َنۡأ ِت ِبَخ ۡی ࣲر ِّم ۡن َهۤا َأۡو ِم ۡث ِلَه َأَلۡم َتۡع َلۡم َأَّن ٱَهَّلل َع َلٰى ُك ِّل َش ۡی ࣲء َقِد یٌر‬

Dan sunnah Bukan/ tidak lebih baik daripada al-Quran dan tidak ada yang menyamainya.

3. Menasakh sunnah dengan Al-Quran


Bagian ini dibolehkan oleh mayoritas Ulama, sebagaimana contoh pada Arah kiblat
yang menghadap baitul maqdis yang telah ditetapkan pada sunnah, dan alquran tidak
menunjukan akan hal tersebut. Dan sunnah tersebut di nasakh oleh alquran Surah
albaqoroh ayat 144

‫َفَو ِّل َو ۡج َهَك َش ۡط َر ٱۡل َم ۡس ِج ِد ٱۡل َحَر اِۚم‬

Dan kewajiban puasa pada Hari Asyura yang telah ditetapkan pada sunnah, dan Al-Quran
tidak menunjukan hal tersebut. Kemudian sunnah tersebut di nasakh oleh Al-Quran pada
surah al-Baqoroh ayat 185

‫َف ن َش ِهَد ِم نُك ُم ٱلَّشۡه َر َفۡل َیُصۡم ُۖه‬


‫َم‬

12
Imam syafi'i menolak nasakh pada bagian ini dalam salah satu riwayatnya.
Menurutnya apa saja yang ditetapkan oleh sunnah tentu didukung oleh alquran, dan apa
yang telah ditetapkan oleh alquran tentu didukung oleh sunnah, hal ini karena antara
alquran dan sunnah harus senantiasa sejalan dan tidak bertentangan

4. Nasakh sunnah dengan sunnah


Dalam hal ini terdapat 4 kategori :
1. Nasakh Mutawatir dengan mutawatir
2. Nasakh Ahad dengan ahad
3. Nasakh Ahad dengan mutawatir
4. Nasakh Mutawatir dengan ahad

Tiga kategori pertama dibolehkan sedangkan yang terakhir terdapat perbedaan


pendapat seperti halnya nasakh al-Quran dengan hadis ahad yang tidak disepakati oleh
jumhur ulama. Adapun menasakh ijma' dengan ijma' kemudian qiyas dengan qiyas atau
menasakh dengan keduanya, maka menurut pendapat shahih tidak memperbolehkan.10

Berikut Pembagian surah al-Quran dari segi yang termasuk nasakh atau tidak
1. Surah yang didalamnya tidak terdapat ayat yang dinasakh maupun dimansukh, ada 43
surah diantaranya : Surah Al-Fatihah, yusuf, yasin, Al-Hujurat, ar-Rahman, al-Hadid,
shaf, al-Jum'ah, at-Tahrim, al-Mulk, al-Haqqah, Nuh, jin, Al-Mursalat, an-naba', an-
Nazi'at, al-Infithar, al-Muthaffifin, al-Insyiqaq, al-Buruj, al-Fajr, al-Balad, As-Syams,
Al-lail, ad-Dhuha, al-Insyirah, al-Qalam, al-Qadr, al-Bayyinah, al-Zalzalah, al-
Adiyat, al-Qori'ah, at-Takkasur, al-Humazah, al-Fiil, al-Quraisy, al- maun, al-
Kautsar, an-nasr, al-lahab, al-Ikhlas, al-Nas, al-Falaq,
Dalam surah al-Qadr, hibbah bin salam mencantumkan pada kitabnya
2. Surah yang didalamnya terdapat Ayat nasikh, Dan tidak ada mansukh.
Ada 6 surah, diantaranya : Al-Fath, al-Hasyr, al-Munafiqun, At-Taghabun, at-Talaq,
al-'ala.

10
Khallil Manna' Al-Qattan, mabahits fi ulumil quran, mesir: jumhuriyyah, maktabah wahbah, hal 229

13
3. Ayat yang didalamnya terdapat mansukh dan tidak ada nasikh, ada 40, diantaranya. ;
Al-An'am, al-A'raf, yunus, hud, ar-Ra'd, al-Hijr, an-Nahl, al-Isra, al-Kahfi, thaha, al-
Mu'minun, an-Naml, al-Qashas, al-Ankabut, ar-Rum, luqman, as-sajdah (madhoji'),
malaikat, as-Shaffat, sadd, az-Zumar, fussilat (mashobih), az-Zukhruf, ad-Dukhan, al-
Jatsiyah, al-Ahqof, Muhammad, al-Basiqat, an-najm, al-qamr, ar-Rahman, al-Ma'arij, al-
Muddasir, al-Qiyamah, al-Insan, abasa, at-Thariq, al-Ghasyiyah, at-Tin, al-Kafirun.
4. Ayat yang didalamnya terdapat atau terkumpul nasikh dan mansukh, ada 32
surah, diantaranya: Al-Baqoroh, ali-Imran, an-Nisa, al-Maidah, al-A'raf, al-Anfal, at-
Taubah, Ibrahim, an-Nahl, al-Isra', maryam, thaha, al-Anbiya, al-Hajj Al-Mu'Minun, an-
Nur, al-Furqan, as-Syuara', al-Ahzab, saba', al-Mu'min, as-Syura', al-Qital, ad-Dzariyat,
al-Thur, al-Waqi'ah, al-Mujadalah, al-Mumtahanah, al-Muzammil, al-Mudasiir, at-
Takwir, al-'asr11.

D. Fungsi dan Urgensi dalam mempelajari nasikh mansukh


Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, fungsi nasakh secara umum ada tiga yaitu:
Sebagai salah satu upaya interprestasi hukum sebagai penahapan dalam tasyri` untuk
pemberian kemudahan12.
1. Sebagai upaya interprestasi Hukum. Dalam upaya untuk melakukan interpretasi suatu
peraturan dalam syariat, baik al-Quran maupun hadits, setiap ketentuan hukum harus
jelas sehingga dapat diamalkan. Nasakh ini digunakan untuk menghadapi dua dalil
yang kontradiktif. Dalam hal ini harus ada upaya atau mengumpulkan dua dalil
hukum itu atau mengkhususkan dalil (taksis), ataupun untuk memperkuat salah
satunya (tarjih).
2. Sebagai penahapan dalam tasryi` Penahapan ini bertujuan untuk memperkenalkan
hukum secara bertahap kepada orang Arab pada permulaan Islam, sehingga
memungkinkan mereka yang menerimanya untuk menerapkan perintahperintah yang
dikandungnya secara bertahap. Jadi hukum itu tidak ditetapkan secara mendadak
(tiba-tiba/frontal) serta pada akhirnya tidak memberatkan subjek hukum yang
menyuruh atau melarang seseorang untuk menjalankan perintah atau larangan yang

11
Badruddin muhammad bin abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ulumil Quran, qahirah : Dar at-Turats, cetakan ke-3,
juz 2, hal 34
12
Nasir Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: LKiS, 2003), hlm. 149

14
ditetapkan. Adanya penahapan ini, menghendaki adanya pencabutan dan penggantian.
Contohnya mengenai penahapan larangan minum khamr. Semula orang Arab sudah
menyatu dengan minuman khamr, sehingga tidak mudah untuk menghapuskan begitu
saja. Oleh karena itu Allah SWT secara bijaksana menetapkan keharamannya secara
bertahap.
3. Sebagai pemberi kemudahan, hal ini menghendaki kemudahan dan kebaikan bagi
umat islam, sehingga mereka merasa nyaman dalam menjalankan syariat islam.

Sebagai umat islam, terlebih bagi pelajar agama seharusnya ikut andil dalam
memperjuangkan dalam rangka berjihad, jihad pada zaman modern ini diartikan
dengan belajar sungguh-sungguh khusunya dalam medalami ilmu agama (al-Quran).
Maka pada ilmu nasikh dan mansukh al-Quran menjadi keharusan apabila ingin
mendalami dan memahami al_Quran. Terjadinya penetapan nasakh didalamal-
Qur’an,sejumlahulama meyebutkan bahwa ada hikmah yang dapat diambil,
diantaranya:
1. Menunjukkan adanya konsep rububiyahsebab dengan nasakh dapat
membuktikan bahwa atas kuasa dan keesaan Allah lah syariat Islam dapat diubahserta
ditetapkan.
2. Sebagai bentuk ujian bagi kita untuk membuktikan dengan jelas golongan umat
yang
3. memilih taat pada syariat atau golongan umat yang memilih untuk
menentang.3.Menghendaki kebaikansekaligus menghilangkan kesulitan bagi seorang
hamba pada beberapa hukum guna kemaslahatan umat.Sebab ketika nasakh
tersebut berubah menjadi hukum yang semakin berat tentu akan ada penambahan
pahala didalamnya, sedangkan ketika nasakh berubah menjadi hukum yang
semakin ringan tentu ada keringanan didalamnya.
4. Bentuk perhatian dan kasih sayang Alloh pada kemaslahatan hamba-Nya, dimana
hal tersebut merupakan tujuan pokok adanya syariatagamaIslam Rahmatan lil'Alamin.
5. Dapat menaikkan tingkat iman kita kepada Allah SWT tentangkejadian apapun
yangtelah berlalu atas seizin-Nyadi dunia ini.13
13
Rahmalia, A., & Putra, R. P. (2022). NASIKH WA AL-MANSUKH. El-Mu'Jam. Jurnal Kajian Al Qur'an dan Al-Hadis,
2(1), hal 36

15
BAB 3
PENUTUP

16
A. Kesimpulan
Sesuai dengan pemaparan diatas, maka bisa disimpulkan bahwasanya pengertian
atau makna kata Nasikh Wa al-Mansukh sangat beragam yang dijelaskan oleh para ahli
fiqih ataupun ulama-ulama lain. Meskipun beragam, namun secara keseluruhan
bermakna sama yang pada intinya Nasikh yakni “sesuatu yang menghapus atau yang
membatalkan” yang berperan sebagai subjek. Sedang kata Mansukh yakni “sesuatu
yang dibatalkan atau dihapus” dan berperan sebagai objek. Dan proses penghapusan
tersebut disebut dengan Nasakh. Meskipun banyak ulama yang berbeda pendapat tentang
keabsahan Nasakh Wa al-Mansukh, mengingat pembagian dan macam-macam nasakh
yang dapat mempengaruhi perbedaan tersebut dan juga pemahaman ulama yang beragam.
Akan tetapi, semua itu tidak mempengaruhi kemurnian al-Quran yang tetap terjaga
karena Allah Sendiri yang menjaminya.
Banyak hikmah dan fungsi yang dapat diperoleh dari studi Nasakh dan
Mansukh yang kemudian dapat dimanfaatkan dengan mengamalkanya kepada orang lain
sebagai bentuk khidmah terhadap umat Nabi Muhammad SAW. Para khalayak umum,
khusunya para pengkaji ilmu agama juga dapat memperdalam pemahaman sehingga
menjadi lebih kuat iman kami dan yakin bahwa Allah SWT tidaklah akan menguji
seorang hamba-Nya di luar dari batas kemampuan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adzim Abdul az-zarqani, Manahilul irfan fi ulumil quran, lebanon : beirut, dar kutub al-Arabi,
cetakan pertama, juz 2.

Ajahari, M.Ag, Ulumul Quran (ilmu-ilmu Al-Quran), Yogyakarta: sleman, Aswaja Pressindo,
cetakan pertama.

Al-Bagha Musthafa dan Muhyiddin Mustawa, Al-Wadhih fi ulumil al-Quran, damaskus, Dar
ulum al-Insaniyyah, cetakan ke-2.

DAINORI, Dainori. Nasikh Mansukh dalam Studi Ilmu Alquran. Jurnal Pemikiran dan Ilmu
Keislaman, 2019, 2.1.

Dr. H. Nurdin, M.Ag, Ulumul Quran, Banda Aceh: Syiah kuala, CV.Bravo.

Hamid Nasir Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Qur`an, (Yogyakarta:
LKiS, 2003)

Manna' Khalli Al-Qattan, mabahits fi ulumil quran, mesir: jumhuriyyah, maktabah wahbah

Muhammad Badruddin bin abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ulumil Quran, qahirah : Dar at-
Turats, cetakan ke-3, juz 2,

Mun’im Zainul, Teori Nāsikh Mansūkh al-Qur’an sebagai Pembaharuan Hukum Islam
(StudiPemikiran Abdullah Ahmed An-Na’im dan Muhammad Syahrur), (Yogyakarta:
UIN Kalijaga Yogyakarta, 2013), 2

Rafiq Aunur el-Mazni, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Jakarta:Pustaka al-Kaustar, 2008.

Rahmalia, A., & Putra, R. P. (2022). NASIKH WA AL-MANSUKH. El-Mu'Jam. Jurnal Kajian
Al Qur'an dan Al-Hadis, 2(1).

Rahman, M. T. (1995). Nasikh Mansukh dalam Pemaknaan Kontekstual. Risalah, 33(2).

https://khazanah.republika.co.id/berita/lms4tr/nasikh-dan-mansukh

18

Anda mungkin juga menyukai