Anda di halaman 1dari 13

NASIKH DAN MANSUKH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Dr. Limmatus Sauda', M.Hum

Oleh : Kelompok 2
1. Abdul Rahmat
2. Asep Saepudin
3. Asep Saepul Muslim
4. Denden Syaripudin
5. Enung Nurlaela
6. Rahmat Komala
7. Tri Nanda Riadi

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT PESANTREN KH ABDUL CHALIM
2022 – 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahhiim.

Segala puji bagi Allah subahanahu wa ta’ala yang telah menurunkan Al-Qur’an
sebagai sumber segala ilmu. shalawat berserta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad
sallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menjelaskan pesan-pesan yang terkandung dalam
AlQur’an.

Alhamdulillah atas izin Allah dan pertolongan-Nya, kami (penyusun) dapat


menyelesaikan makalah yang berjudul “Nasikh dan Mansukh”. Makalah ini dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an yang diampu oleh Dr. Limmatus
Sauda' M.Hum.

Kami ( penulis ) menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
makalah ini. Dan kami memohon kepada Allah Ta’ala, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kaum Muslimin dan kepada teman-teman kami seperjuangan.

wassalaamu ‘alaikum warahmatullah wa barakaatuh.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Rasul
Allah (Nabi Muhammad SAW). Al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman hidup umat
islam dalam menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan akhirat. Prinsip kita
menjadikan Al- Qur’an sebagai pedoman hidup bukan hanya pada tahu dan paham
tentang isi dari kandungan namun juga pada pengetahuan dan pemahaman cara
mengkaji Al-Qur’an tersebut. Dalam pembahasan Al-Qur’an ini banyak sekali yang
harus dikupas secara mendalam salah satunya yaitu Nasikh dan Mansukh dalam Al-
Qur’an.

Nasakh ini merupakan mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’.
Dalam nasakh pula terbagi menjadi beberapa bagian. Dan juga ada ayat-ayat yang
dimansukh dengan yang lainnya. Dan pandangan ulama tentang nasikh dan
mansukh.

Untuk mengetahui penjelasan tersebut maka dalam makalah ini, kami (para
penulis) akan paparkan lebih dalam mengenai Nasikh dan Mansukh dalam Al-
Qur’an tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nasakh dan Mansukh ?
2. Apa saja pembagian Nasakh ?
3. Bagaimana pendapat para ulama tentang Nasikh dan Mansukh ?
4. Bagaimana contoh ayat Nasakh Mansukh?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Nasakh dan Mansukh.
2. Untuk mengetahui pembagian Nasakh.
3. Untuk menjelaskan pendapat para ulama tentang Nasakh.
4. Untuk mengetahui contoh ayat Nasakh Mansukh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Nasikh adalah isim fa’il (bentuk subyek) dari kata nasakha dan masdarnya
adalah naskh, terdapat beberapa arti kata naskh, diantaranya adalah al-izalah artinya
adalah “menghapus” dalam Al-Qur’an (QS.Al-Hajj: 52) disebutkan:

َ َ ُ ‫َّ ْ ٰ ُ َُّ ُ ْ ُ ه ُ ٰ ٰ َ ه‬ ْ ُ ‫َف َي ْن َس ُخ ه‬


٢٥ ۙ‫اّٰلل ع ِل ْي ٌم ح ِك ْي ٌم‬ ‫اّٰلل َما ُيل ِقى الشيطن ثم يح ِكم اّٰلل اي ِتهٖۗ و‬

Lalu, Allah menghapus apa yang dimasukkan setan itu, kemudian Allah
memantapkan ayat-ayat-Nya (dalam hati orang-orang beriman). Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana,

Diartikan juga at-tabdil artinya “menukar” sebagaimana disebutkan dalam (QS.


An-Nahl:101):

َ ْ ُ َ ْ َ َ ْ ُ ُ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َّ ْ ُ َ ُ َ ُ َ ُ َ ْ َ ُ ‫َ َ ََّ ْ َ ٰ َ ً َّ َ َ ٰ َ َّ ه‬
١٠١ ‫واِ ذا بدلنآ اية مكان اي ٍةۙواّٰلل اعلم ِبما ين ِزل قالوٓا ِانمآ انت مفت ٍرٖۗ بل اكَثرُم َ يعلمون‬

“dan apabila kami letakkan suatu ayat ditempat ayat yang lain sebagai
penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka
berkata: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja.” Bahkan
kebanyakan mereka tiada mengetahui.”

Dari segi etimologi, Naskh artinya menghilangkan, seperti perkataan:


Nasyakhat asy-syamsu adh-dhillla, artinya : “matahari menghilangkan kegelapan”
dan perkataan: nasakhatir rihu atsaral masyyi, artinya: “angin menghilangkan jejak
kaki” .1 Nasikh dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqh adalah membatalkan hukum
syar’i dengan dalil yang datang kemudian, yang menunjukan pembatalan, secara
tersurat atau tersirat, baik pembatalan secara keseluruhan ataupun pembatalan
sebagian, menurut keperluan yang ada. Atau melahirkan dalil yang datang kemudian
yang secara implisit menghapus pelaksanaan dalil yang lebih dulu. 2

Adapun menurut istilah dapat dikemukakan beberapa definisi sebagai berikut:


1. Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan adalah:

1
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, hal. 365
2
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh Alih Bahasa Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press,
1997), H. 391

3
“Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan kithab dalil syara’
yang lain”

2. Menurut Muhammad ‘Abd Adzim al-Zarqany


“Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain
yang datang kemudian”

Pengertian mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang dihapus atau


dihilangkan atau dipindah atau disalin atau dinukil. Sedangkan menurut istilah para
ulama, mansukh adalah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama,
yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dalil syara’ baru
yang datang kemudian.

Tegasnya dalam hukum mansukh ini adalah ketentuan syara’ pertama yang
telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi yang
menghendaki perubahan dan pergantian hukum.

B. Pembagian Nasikh
Sumber atau dalil-dalil syara’ ada dua yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW, maka ada empat jenis nasikh:

1. Nasikh Sunnah dengan Sunnah


Suatu hukum yang dasarnya Sunnah kemudian di nasikh dengan dalil syara’ dari
Sunnah juga. Contohnya larangan ziarah kubur yang di nasikh menjadi boleh.

2. Nasikh Sunnah dengan Al-Qur’an


Sunnah hukum yang telah ditetapkan dengan dalil Sunnah kemudian di nasikh atau
dihapus dengan dalil Al-Qur’an, seperti ayat tentang shalat yang semula menghadap
Baitul Maqdis diganti dengan menghadap ke kiblat3 setelah turun (QS. Al-Baqarah
ayat 144)

ْ ْ َ َ ْ َ َ ٰ ْ َ ً َ ْ َ ََّ َ ُ َ َ َ َّ َ ْ ُّ َ َ َ ْ َ
‫ىهاۖ ف َو ِل َوج َهك شط َر المس ِج ِد‬
ْ َ ‫قد ن ٰرى تقل َب َوج ِهك ِفى السما ِۤءِۚ فلنو ِلينك ِقبلة ترض‬
َ َْ
١١١ ... ٖۗ‫ام‬
ِ ‫الحر‬
“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu
kearah masjidil haram…”
3
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia. 2015), hal. 235

4
3. Nasikh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Ada beberapa pendapat ulama tentang nasikh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an ada
yang mengatakan tidak ada nasikh dan Mansukh dalam ayat-ayat Al-Qur’an karena
tidak ada yang batil dari Al-Qur’an, diantaranya adalah Abu Muslim al-Isfahani,
(QS. Fussilat ayat 42):

ْ َ ْ َ ْ ٌ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ ْ ْ َ َّ
١٥ ‫ن بي ِن يدي ِه وَ ِمن خل ِفهٖۗتن ِزيل ِمن ح ِكي ٍم ح ِمي ٍد‬
ْۢ ‫اطل ِم‬
ِ ‫َ يأ ِتي ِه الب‬
“yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang maha bijaksana lagi maha terpuji.”

Pendapat kedua mengatakan bahwa ada nasikh Mansukh dalam ayat-ayat Al-Qur’an
tetapi bukan menghapus atau membatalkan hukum, yang berarti hanya merubah
atau mengganti dan keduanya masih berlaku. Contoh (QS. Al-Anfal:65) yang
menjelaskan satu orang muslim harus bisa menghadapi 10 orang kafir, di nasikh
dengan ayat 66 yang menjelaskan bahwa satu orang muslim harus dapat
menghadapi dua orang kafir. Ayat 66 menasikh ayat sebelumnya akan tetapi bukan
menghapus kandungan ayat 65. Kedua ayat ini masih berlaku menyesuaikan dengan
kondisi dan situasi.

C. Pendapat Para Ulama Tentang Nasakh


Ada tidaknya nasakh dalam Al-Qur’an sejak dulu telah menjadi perdabatan
para ulama. Baik dari kalangan umat Islam sendiri ataupun non Muslim. Dalam hal
ini setidaknya terdapat 2 golongan utama yakni pro dan kontra.

A. Ulama yang sepakat terhadap Nasikh Mansukh


Jumhur ulama sepakat dan berpendapat bahwa Nasikh Mansukh secara akal
boleh dan nyata terjadi secara syar’i berdasarkan beberapa dalil. 4 Jumhur ulama yang
sepakat antara lain adalah:

1. Abu Ja’far an-Nahhas


Menurut Abu Ja’far al-Nahhas, dasar makna naskh ada dua,5 Pertama, dari
“‫”نسخت الشمس الظل‬, jika matahari menghilangkan atau menghapuskan bayangan dan
menggantikannya. Padangan makna nasakh ini adalah firman Allah Q.S. Al-Hajj

4
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, hal. 370
5
Abu Ja’far al-Nahhas, I’robu al-Qur’an (Beirut: Alam al-Kutub, 1988), hal. 357

5
ayat 52. Dan yang kedua, dari “‫( ”نسخت الكتاب نقلته من نسخته‬engkau me-nasakh
sebuah buku jika engkau memindahkan naskahnya). Dari makna inilah dibangun
konsep nasikh–mansukh.6

2. Jalaluddin as-Suyuti

Imam al-Suyuthi adalah tokoh ulama yang mendukung adanya nasikh–


mansukh dalam Al-Qur’an. Beliau memberikan definisi nasakh sebagai berikut:7
Pertama, nasakh bermakna al-izalah (menghapus/menghilangkan). Sebagaimana
Allah berfirman Q.S. Al-Hajj ayat 52. Kedua, nasakh bermakna al-tabdil
(perubahan, pemindahan dan pertukaran). Sebagaimana firman Allah Q.S. An-
Nahl ayat 101.

3. Manna’ Khalil al-Qatthan


Beliau salah satu tokoh yang menerima adanya nāsikh- mansūkh dalam Al-
Qur’an, dengan melontarkan beberapa kriteria secara tegas: “bahwa cara
mengetahui nāsikh mansūkh itu ada beberapa cara”. Yaitu: harus mengetahui dalil
secara jelas (sharih), harus ada (ijma’) kesepakatan umat terhadap persoalan mana
dalil yang nāsikh dan mana dalil yang mansūkh, dan mengetahui sejarah
orangorang mutaqaddimin dan orang-orang mutaakhirin. Beliau juga
menambahkan bahwa dalam masalah nāsikh mansūkh itu tidak ada kaitannya
dengan persoalan ijtihad, tidak mengandung peryataan dari ahli tafsir dan tidak ada
dalil yang dianggap samar bertentangan dengan dalil yang sudah jelas.8

4. Sayyid Qutub
Sayyid Qutub menilai bahwa beliau mengakui adanya nasakh dalam Al-
Qur’an. Ini dapat dilihat ketika beliau menafsirkan kandungan ayat 106 surat Al-
Baqarah. Dalam ayat tersebut beliau menilai sebagaimana Allah, menunjukkan
mukjizat rasul yang telah lalu, maupun mukjizat para rasul setelahnya. 9 Beliau juga
mengemukakan hal nāsikh yakni “peralihan” (ta’dil) sebagian perintah ataupun
ketentuan hukum seiring perkembangan masyarakat Muslim, secara khusus secara
konteks ayat tadi menyangkut tahwil al-Qiblah (peralihan Qiblah) ataupun
ketentuan hukum yang ada pada kitab yang terdahulu. Kenyataan demikian sering
digunakan oleh orangorang Yahudi untuk menyangsikan kebenaran Al-Qur’an.

6
Abu Ja’far al-Nahhas, I’robu al-Quran, hal. 359
7
Jalaluddin as-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an, hal. 463
8
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, hal. 368
9
Sayyid Qutub, Tafsir fi Dhilalil Qur’an (Beirut, Dar Syuruq, 1992), hal. 99

6
Bila dicermati, Qutub menggunakan dua term: ta’dil (pengalihan) dan nasikh
(penghapusan). Menurut Qutub, term pertama lebih digunakan untuk menunjukan
nasikh ketentuan hukum ayat al-Qur‟an dengan ketentuan hukum Al-Qur’an yang
lainnya, yakni: penghapusan hukum tasyri’ yang tidak sesama dengan Al-Qur’an,
penghapusan syari’at terdahulu dan penghapusan hukum takwini. Dengan ta’dil ia
melihat nasakh tidak sampai berakibat pada hapus dan difungsinya ketentuan
hukum pertama oleh ketentuan hukum kedua. Ketentuan hukum pada ayat yang
pertama masih berlaku, meski tidak lagi sepenuhnya. 10

5. M. Quraisy Syihab
Menurutnya, nāsikh dan mansūkh ini, sama seperti obat-obatan yang diberikan
oleh dokter pada pasien. Disini hukum-hukum yang diubah dimisalkan sebagai
obat, dan Nabi sebagai dokter. Disatu sisi, mempersamakan Nabi sebagai dokter
dan hukumhukum sebagai obat, memberikan kesan bahwa Nabi dapat mengubah
atau mengganti hukum-hukum tersebut, sebagaimana dokter mengganti obat-
obatnya. Pada sisi lain, mempersamakan hukum yang ditetapkan dengan obat
tentunya tidak mengharuskan dibuangnya obat-obat tersebut, walaupun telah tidak
sesuai dengan pasien tertentu, karena mungkin masih ada pasien lain yang
membutuhkannya.11 Adapun dalil yang dimaksudkan adalah:

a) Kehendak-kehendak Allah tidak dianalisa dengan kepentingan apapun, karena


Ia berhak memerintahkan sesuatu pada suatu waktu, lalu menghapus perintah
tersebut dengan melarangnya pada waktu yang berbeda. Allah lebih
mengetahui mashlahat-mashlahat bagi para hamba-Nya.

b) Nash-nash Al-Qur’an dan as-Sunnah jelas dalam menunjukkan nasakh boleh


dan nyata keberadaannya. Allah Swt berfirman dalam QS. An-Nahl 101 dan
QS. Al-Baqarah [2]: 106. Disebutkan dalam kitab ash-Shahih, dari Ibnu Abbas,
ia berkata; Umar pernah berkata bahwa orang yang paling ahli qiraah dan ynag
paling mengetahui hukum diantara kami adalah Ubay bin Ka’ab. Namun
kamimenginggalkan perkataannya karena ia pernah berkata, “Aku tidak pernah
meninggalkan apapun yang pernah aku dengar dari Rasulullah Saw., padahal
Allah Swt telah berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 106

10
Sayyid Qutub, Tafsir fi Dhilalil al-Qur’an , hal. 102
11
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an , (Bandung : Mizan. 1998), hal. 145

7
B. Ulama yang tidak sepakat terhadap Nasikh Mansukh
1. Abu Muslim Al-Ashfahani12
Salah satu tokoh mufassir muktazilah yang menilai bahwa nasakh dapat
diterima secara rasio namun secara syariat tidak boleh terjadi. Pendapat lain
menyatakan, nasakh secara khusus tidak boleh terjadi di dalam Al-Qur’an,
berdasarkan firman Allah Swt dalam QS. Fusshilat: 42. Artinya, hukum-hukum
Al-Qur’an sama sekali tidak dibatalkan dan ayat nasakh diartikan sebagai takhsis.

2. Muhammad Syahrur
Muhammad Syahrur menolak adanya konsep nāsikh dalam Al-Qur’an, selain
karena pemahaman tentang nasikh seperti itu merupakan produk dari pemerintahan
yang kejam, juga karena tidak ditemukan riwayat yang mengatakan bahwa nabi
Muhammad saw telah memerintah para sahabatnya untuk meletakkan suatu ayat
dari Al-Qur’an ditempat yang lain atas nama nasikh mansukh, demikian juga tidak
pernah sampai secara Mutawatir beliau mengisyaratkan atau menyebutkan hal
ini.13 Namun meskipun demikian bahwa Syahrur tetap mengakui keberadaan
konsep nasakh sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 106, menurut Syahrur
nasikh dalam ayat tersebut di atas adalah nasakh antara syariat-syariat samawi,
sebagaimana juga dapat dipahami dari surat An-Nahl ayat 101; kata “ayat” dalam
dua ayat tersebut di atas diartikan oleh Syahrur sebagai risalah samawi dan bukan
sejumlah ayat dalam Al-Qur’an sebagaimana yang di duga oleh sebagian orang-
orang. Setiap ayat menurut Syahrur memilki bidang area, dan setiap hukum
memiliki ruang untuk pengamalannya. Oleh karena itu tidak mungkin ada
pergantian ayat-ayat yang memuat syariat yang satu bagi rasul yang satu, tetapi
pasti terjadi pergantian syari’at di antara syari’at yang berbeda-beda dan rasul yang
datang berurutan.14

3. Kaum Yahudi
Pengingkaran terhadap nasakh dalam Al-Qur’an oleh orang-orang yahudi.
Mereka menganggap nasakh dengan arti bada’, yaitu munculnya sesuatu setelah

12
Muhammad bin Bahr, familiar dengan sebutan Abu Muslim Al-Asfahani berpaham muktazilah. Ia
merupakan salah satu mufassir dengan karyanya yang paling penting adalah Jami’ut Ta’wil di bidang
tafsir. Ia wafat pada tahun 322 H
13
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fikh Islam Kontemporer (Terj. Sahiron Syamsudin, Yogyakarta:
Elsaq, 2005), hal. 275.
14
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fikh Islam Kontemporer, hal. 192

8
sebelumnya tersembunyi. Maksud mereka, boleh jadi nasakh bukan karena suatu
hikmah, dan ini mustahil bagi Allah. Atau boleh jadi karena suatu hikmah yang
tampak dari sebelumnya tersembunyi sehingga mengharuskan adanya bada’
(muncul ide baru) dan adanya keteidaktahuan sebelumnya. Hal ini juga mustahil
bagi Allah. Nasakh juga ada pada teks-teks kitab taurat, seperti pengharaman
sejumlah hewan terhadapBani Israil setelah sebelumnya dihalalkan sebagaimana
disebutkan dalam QS. Imran: 93 dan QS. Al-An’am: 146. Disebutkan juga di
dalam kita Taurat bahwa Nabi Adam menikahkan saudara dengan saudarinya.
Allah mengharamkan aturan tersebut kepada Nabi Musa.15

4. Kaum Rafidhah
Mereka bersikap ekstrem dan terlalu meluas dalam menyebut nasakh.
Mereka menyatakan bahwa al-Bada’ (meuncul ide baru) berlaku bagi Allah.
Mereka berbanding terbalik dengan kaum Yahudi. Pendapat mereka ini didasarkan
pada sejumlah perkataan yang secara dusta dan bohong mereka nisbatkan kepada
sayyidina Ali. Juga berdasar firman Allah Swt dalam QS. Ar-Ra’d: 39. Artinya,
muncul ide bagi Allah untuk menetapkan sesuatu dan menghapus sesuatu.
Pemahaman seperti ini benar-benar tenggelam dalam kesesatan dan
menyelewengkan Al-Qur’an, karena makna ayat ini adalah Allah menghapus
sesuatu yang perlu dihapus dan menetapkan penggantinya ketika mashlahat
mengharuskan untuk menetapkan pengganti tersebut.

D. Contoh ayat-ayat Nasikh Mansukh


Contoh Pertama
ً َ ً َ
)١٤:٩ ، ‫ٱ ِنف ُروا ِخفافا َو ِثقاَ (التوبة‬
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat (QS.
At-Taubah, 9:41)
Ayat ini menasikhkan ayat yang berbunyi :
َ ْ َ َ َ َ ُ َ َ ََْ
)١٤١٩ ، ‫اء َوَ على ال َم ْرضى (التوبة‬
ِ ‫ف‬ ‫ع‬ ‫الض‬ ‫ى‬‫ل‬ ‫ليس ع‬
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-
orang yang sakit (QS. At-Taubah, 9:91)
ً َ َ َْ َ ُ ْ ْ َ َ
)١٤٩٩٩ ، ‫َو َما كان ال ُمؤ ِمنون ِلين ِف ُروا كافة (التوبة‬

15
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, hal. 369

9
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang) (QS. At-Taubah, 9:122)

Contoh Kedua
ََ ْ َ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ
)٥٤:٨ ، ‫ال ِإن َيك ْن ِمنك ْم ِعش ُرون ص ِاب ُرون َيغ ِل ُبوا ِمائت ْي ِن (االنفال‬
ِ ‫ال ِق‬
‫ت‬
Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh (QS. Al-Anfal, 8:65)
Ayat ini menasikhkan ayat yang berbunyi :
ْ ََ ُ َْ ٌ َ َ ٌَ ْ ُ ْ ْ ُ َ ْ َ ً ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ َُّ َ َ َ َ
)٥٤:: ، ‫اَآن خفف اّٰلل عنكم وع ِلم أن ِفيكم ضعفا ف ِإن يكن ِمنكم ِمائة ص ِابرة يغ ِلبوا ِمائتي ِن (االنفال‬

Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa
padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar ,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang (QS. Al-Anfal, 8:66)

Contoh Ketiga
َ
ْ
ُ ُُ ‫وُ َن في ال‬ُ ُ ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ً َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ َْ َ
ِ ‫و‬
ِ ‫ي‬ ِ ‫ك‬‫س‬ِ ‫م‬‫أ‬‫ف‬ ‫وا‬‫د‬‫ه‬ِ ‫ش‬ ‫ن‬‫إ‬ِ ‫ف‬ ‫م‬‫ك‬‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ة‬ ‫ع‬‫ب‬‫ر‬ ‫أ‬ ‫احشة ِمن ِنس ِائكم فاستش ِهدوا علي ِهن‬ ِ ‫اللاتي يأ ِتين الف‬
ِ ‫و‬
َ ْ َ َُّ َ َ ْ َ َ ُ ْ ْ َ ُ َ َ َ َ َ
َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ ََ َ َ َ ُ ْ َ َ
‫ان يأتِيا ِنها ِمنكم فآذوُما ف ِإن تابا وأصلَا‬ ِ ‫حتى يتوفاُن المو ِ أو يجعل اّٰلل لهن س ُِيلا ۞واللذ‬
ً َ َ َ ََّ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ
)٩:-:٤٩٨ ، ‫فأع ِرضوا عن ُهما ِإن اّٰلل كان ت َو ًابا َر ِحيما (النساء‬

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah
sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain
kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu,
maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertobat dan
memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
tobat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa, 4:15-16)
Ayat ini dinasikhkan oleh ayat dera bagi perempuan yang masih perawan dalam surat
An-Nur yang berbunyi sebagai berikut :

َْ َ ََ َ ْ َ َُ ُ ْ َ َ َ َُ َ
)٩:٤٩ ، ‫اح ٍد ِمن ُهما ِمائة جلد ٍة (النور‬
ِ ‫الز ِانية والز ِاني فاج ِلدوا كل و‬

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera (QS. An-Nur, 24:2)
Dera terhadap perempuan yang masih perawan, dan rajam bagi yang telah bersuami,
hal ini terdapat dalam sunnah. Bagi yang belum pernah nikah didera, dan bagi yang
sudah nikah harus dirajam.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Nasakh wa al-mansukh merupakan ilmu diantara ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an
2. Nasikh adalah isim fa’il (bentuk subyek) dari kata nasakha dan masdarnya adalah
naskh, terdapat beberapa arti kata naskh, diantaranya adalah al-izalah artinya adalah
“menghapus”. Adapun sacar istila adalah Mengangkat atau menghapus hukum
syara’ dengan khithab dalil syara’ yang lain”

3. Nasakh terbagi kedalam 4 bagian, yaitu :


a. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
b. Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah
c. Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an
d. Nasakh Sunnah dengan Sunnah
4. Pendapat Para Ulama Tentang Nasakh, Ada tidaknya nasakh dalam Al-Qur’an sejak
dulu telah menjadi perdebatan para ulama. Baik dari kalangan umat Islam sendiri
ataupun non Muslim. Dalam hal ini setidaknya terdapat 2 golongan utama yakni pro
dan kontra.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh Alih Bahasa Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press,
1997)
Abu Ja’far al-Nahhas, I’robu al-Quran (Beirut: Alam al-Kutub, 1988)
Jalaluddin as-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1429)
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, (Mesir, Maktabah Wahbah)
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fikh Islam Kontemporer (Terj. Sahiron Syamsudin, Yogyakarta:
Elsaq, 2005)
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an , (Bandung : Mizan. 1998)
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia. 2015)
Sayyid Qutub, Tafsir fi Dhilalil Qur’an (Beirut, Dar Syuruq, 1992)

12

Anda mungkin juga menyukai