Anda di halaman 1dari 13

KONSEP NASIKH DAN MANSUKH

Anggi Ameilia Sari Rahma Putri


12851221004
Program Magister Tadris Matematika
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
anggiamel26@gmail.com

Abstrak
Salah satu hal mempelajari dan memahami nasikh dan mansukh merupakan hal
yang sangat penting dalam Ulumul Qur‟an. Beberapa ulama‟ saat memahami isi
kandungan dari Al-Qur‟an diketahui bahwa setiap ayat tidak memiliki
perbedaan,artinya tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Untuk
mempertegas pernyataan tersebut perlu untuk mengetahui penafsiran dari ayat al-
qur‟an yang terlihat bertentangan, maka lahirlah nasikh dan mansukh, serta dapat
mengetahui salah satu hikmah mempelajari nasikh dan mansukh.

Kata Kunci: Nasikh dan Mansukh

A. PENDAHULUAN
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur.
Pengangsuran ini dilakukan secara perlahan-lahan dengan teratur dan tidak
secara cepat. Dengan memperhatikan tentang turunnya Makiyyah dan
Madaniyyah, maka perlu untuk mengetahui langkah-langkah dan meneliti satu
persatunya dengan nasikh wa mansukh, yang dapat diketahui sebagai suatu cara
pengangsuran di dalam turunya sebuah wahyu.
Pengetahuan ini dapat memudahkan dalam menentukan yang terlebih
dahulu ataupun sebaliknya yang diterangkan di dalam Al-Qur‟an, dalam hal ini
dapat diketahui bahwa Al-Qur‟an dari Allah, serta Allah berhak untuk
menghapuskan ataupun menetapkan yang dikehendaki, tanpa campur tangan
orang lain.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Nasikh Mansukh
Secara etimologi nasikh mansukh berasal dari lafadz nasakha-yansukhu-
naskhun. Ada pula memiliki beberapa pengertian yaitu antara lain
penghilangan (Izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil), dan
pemindahan (naql) 1. Sesuatu yang menghilangkan, menggantikan, mengubah,
dan memindahkan disebut nasikh, sedangkan sesuatu yang dihilangkan
digantikan, diubah, dan dipindahkan disebut mansukh.
a) Izalah (menghilang), seperti dalam ayat berikut
Seperti firman Allah SWT: “fayanshakullahu ma yulqi asy-syaitanu
tsumna yuhkimullahuayatih(i) = maka Allah menghilangkan apa yang
setan nampakkan kemudian Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya)”. QS. Al-
Hajj [22] : 52.2
b) Tabdil
Seperti firman Allah SWT : “wa idza baddalna ayatan makana
ayatin= dan apabila kami mengganti atau menukar sesuatu ayat ditempat
suatu ayat yang lain” QS. An-Nahl [16]; 101
c) Tahwil, seperti tanasukh Al-Mawarits, artinya memalingkan pusaka dari
seseorang kepada orang lain3.
d) Naql, seperti nasakhtu Al-Kitaaba, yakni mengutip atau memindahkan isi
kitab tersebut berikut lafadz dan tulisannya. Sebagian ulama‟ menolak
makna keempat ini, dengan alasan bahwa si nasikh tidak dapat
mendatangkan lafadz yang di-mansukh itu, tetapi hanya mendatangkan
lafadz lain.

1
Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, “Studi Al-Qur‟an”, (Yogyakarta: Kalimedia,
2016) hal. 238
2
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, “ Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an”, (Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2014), hal. 138
3
Rosihon Anwar, “Ulum Al-Qur‟an”, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2010)hal. 164
Sedangkan menurut istilah nasikh wa mansukh adalah pengalihan atau
pemindahan hukum syara‟ dengan hukum syara‟ yang lain, yang datang
kemudian4. Dengan demikian ketentuan hukum yang datang kemudian, guna
mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang
terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan di
akhir. Berdasarkan ayat Al- Baqarah 106, yaitu
ِ ْ ‫س ْخ ِم ْه َءا يَ ٍة أ َ ْو وُىس َها وَأ‬
.﴾ٔٓ١﴿...............ٓ‫ت ِب َخي ٍْر َمىْ َها ٓ أ َ ْو ِمثْلَ َها‬ َ َ‫َما وَى‬
Artinya: Ayat mana saja yang kami nasakh-kan atau kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya…( QS Al Baqarah; 2,106)

2. Beberapa pendapat nasakh


a. Nasakh menurut jumhur ulama‟
Menurut jumhur ulama‟, nasakh secara nyata terjadi dalam
beberapa hukum syara‟ dan dapat diterima oleh akal, pendapat ini didasar
oleh dalili-dalil5. Yang pertama, semua perbuatan Allah tidak dibatasi
pada alasan dan tujuan tertentu. Seperti jika Allah melarang sesuatu pada
suatu waktu, maka allah juga bisa memerintah sesuatu pada suatu waktu
yang lain. Yang kedua, yaitu beberapa nasakh al-qur‟an dan hadit
diperbolehkan terjadi nasakh dan menunjukkan telah terjadinya nasakh
itu6. Seperti pada QS Al Baqarah; 2,106
ِ ْ ‫س ْخ ِم ْه َءا يَ ٍة أ َ ْو وُىس َها وَأ‬
.﴾ٔٓ١﴿...............ٓ ‫ت بِ َخي ٍْر َمىْ َها ٓ أ َ ْو ِمثْلَ َها‬ َ َ‫َما وَى‬
Artinya: Ayat mana saja yang kami nasakh-kan atau kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya…( QS Al Baqarah; 2,106)

4
Muhammad Gufron Rahmawati, “Ulumul Qur‟an Praktis dan Mudah”, (Yogyakarta:
Kalimedia, 2017), hal. 63
5
Abad Badruzzaman, “Ulumul Qur‟an”, (Malang: Madani Media, 2018), hal. 79
6
Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, “Studi….hal. 244
b. Nasakh menurut orang orang yahudi
Adanya nasakh orang yahudi terbagi menjadi 3 kelompok7 yaitu
yang pertama, kelompok Syam‟uniyah, nasakh tidak dapat terjadi baik
dipikirkan oleh akal dan kenyataan. Yang kedua, kelompok „Ananiyah,
nasakh mungkin terjadi meskipun dipikirkan lewat akal tetapi bukan
secara kenyataan, sedangkan yang ketiga yaitu kelompok „Isawiyah,
menurutnya nasakh mungkin terjadi baik secara akal maupun secara
kenyataan. Dari ketiga kelompok tersebut menolak adanya syariat islam
me-nasakh an agama yahudi, mereka berpendapat bahwa ini hanya untuk
orang Arab saja bukan untuk semua umat manusia.
c. Nasakh menurut orang-orang nasrani
Orang-orang nasrani mengingkari terjadinya nasakh secara akal
maupun secara kenyataan, sebagian hukum nasrani merupakan me-nasakh
dari agama yahudi8. Orang nasrani menyebut bahwa kitab perjanjian baru
(injil) merupakan penyempurna dari kitab sebelumnya yaitu kitab taurat,
bukan me-nasakh-nya.

3. Syarat, Rukun dan Pembagian Nasikh Mansukh


a. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pen-nasakh-an9:
1) Adat naskh adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan

hukum yang telah ada.

2) Nasikh yaitu dalil kemusian yang menghapus hukum yang telah ada.

Pada hakikatnya, nasikh yang membuat Allah, karena dialah yang

membuat hukum dan menghapusnya.

3) Mansukh yaitu hukum yang dibatalkan yang dihapuskan atau

dipindahkan.
7
Ibid., 76
8
Ibid.,,,77
9
Rosihon Anwar, “Ulum……..hal. 165
4) Mansukh „anh yaitu orang yang dibebani hukum
b. Rukun-rukun nasakh10:
1) Dalil atau ketentuan Nasikh harus terpisahdengan dalil/ketentuan
mansukhnya
2) Dalil nasikh harus lebih kuat atau sama kuat daripada dalil mansukh.
Sehingga dalil al-Qur‟an hanya bisa dimansukh oleh dalil Al-Qur‟an
atau hadits muttawattir, sebab kedudukannya sama-sama Qathi‟
3) Nasikh harus berupa dalil syara‟ dan yang di mansukh harus hukum
syara‟.
4) Ketentuan hukum yang di mansukh tidak dibatasi oleh waktu.

c. Pembagian Nasakh:
1) Nasakh Al-qur‟an dengan as-sunnah
Nasakh Al-qur‟an dengan as-sunnah, terbagi menjadi 2 macam
yakni nasakh Al-Qur‟an dengan hadits Ahad dan nasakh al-qur‟an
dengan hadits mutawatir11. Pada saat nasakh al-qur‟an dengan hadits
ahad tidak boleh terjadi menurut pendapat ulama‟jumhur, sebab
kedudukannya tidak sama. Al-qur‟an bersifat mutawattir dan memberi
kepastian (qathi’), sedangkan hadits ahad berlawanan dengan qathi’
yaitu zhanni yang tidak memberi sebuah kepastian.
Yang kedua yaitu nasakh al-qur‟an dengan hadits mutawattir,
memperbolehkan nasakh terjadi menurut riwayat Abu Hanifah, Imam
malik, karena sama-sama wahyu. Allah SWT berfirman:

ٌ ‫﴾ ا ْٕن ُه َى ا إَِّل َو َح‬۳﴿‫ع ِه ا ٌ ْل َه َى ي‬


﴾٤﴿ً‫ًٌٌ يُى َح‬ َ ‫َما يَ ْى ِط ُق‬
Artinya:
Dan tiadalah yang diucapkan nya menurut kemauan hawa
nafsunya.ucapannya itu hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(QS al-Najm, 53: 3-4).

10
Zen Amiruddi, ushul fiqih, (Surabaya: LEmbaga kajian Agama dan Filsafat, 2006) hal. 155
11
Abad Badruzzaman, “Ulumul Qur‟an”,… hal. 86
Menurut ayat diatas, nasakh salah satu bagian dari bayan
(keterangan, penjelas). Sedangkan, menurut imam as-syafi‟i, madzhab
zhahiri, dan imam ahmad tidak setuju dengan nasakh al-qur‟an dengan
hadits mutawattir, karena hadits tidak sebanding dengan al-qur‟an,
sehingga nasakh al-qur‟an hanya bisa deng al-qur‟an saja. Seperti dalil
ayat ini:
ِ ْ ‫س ْخ ِم ْه َءا يَ ٍة أ َ ْو وُىس َها وَأ‬
.﴾ٔٓ١﴿...............ٓ‫ت ِب َخي ٍْر َمىْ َها ٓ أ َ ْو ِمثْلَ َها‬ َ َ‫َما وَى‬
Artinya: Ayat mana saja yang kami nasakh-kan atau kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya…( QS Al Baqarah; 2,106)
2) Nasakh as-sunnah dengan al-qur‟an
Menurut beberapa ahli usul fiqih , nasakh yang seperti ini
memang benar-benar terjadi12, serta para ulama‟ jumhur
membolehkannya. Seperti: “ menghadap ke baitul al Muqaddas
sewaktu sholat, dalam hal ini ditetapkan oleh hadits (sunnah). Dalam
kalimat tersebut tidak dijelaskan oleh ayat al-qur‟an sehingga al-
qur‟an me-nasakh hal tersebut pada ayat:
ْ ‫ فَ َى ِّل َو ْج َه َك ش‬.‫ضى َها‬
‫َط َر ا ّ ْل َمس ِْجد‬ َ ‫ فَلَىُ َى ِالّيَىا َك قِ ْبلَةًت َْر‬.‫س َما ٓ ِء‬ َ ُّ‫قَدْو ََري تَقَل‬
‫ب َوجْ ِه َك فًِ ال ا‬
﴾ٔ٤٤ ﴿ .... ....‫ا ٌ ْل َح َر ِام‬
Artinya : Sungguh (kami ) sering melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu kearah masjidil haram ( QS Al-
Baqarah,2:144).
3) Nasakh as-sunnah dengan as-sunnah13
Menurit model ini terbagi menjadi 4 yaitu
1) Hadits mutawattir me-nasakh hadits mutawattir
2) Hadits ahad me-nasakh hadits ahad
3) Hadits ahad me-nasakh hadits mutawattir

12
Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, “Studi….hal. 251
13
Abad Badruzzaman, “Ulumul Qur‟an”,… hal. 88
4) Hadits mutawattir me-nasakh hadits ahad

4. Macam-macam nasikh dan mansukh


Macam-macam ini terbagi menjadi 4 dalam Al-qur‟an, berdasarkan
kejelasan dan cakupannya, yaitu :
a. Nasikh Sharih, yaitu secara jelas pada bagian ayat menghapus hukum
yang terdapat pada ayat yang terdahulu14. Pada surat Al-Anfal ayat 65
menjelaskan bahwa setiap satu orang mukmin melawan 10 orang kafir
saat berperang, akan tetapi menjadi satu orang mukmin melawan 2 orang
kafir saat berperang. Dimana sebelumnya pada ayat yang dimansukh
dijelaskan setiap orang mukmin melawan 10 orang kafir.
b. Nasikh Dhimmy, yaitu nasikh yang terdapat dua persoalan yang saling
bertentangan. Dan keduanya turun pada masalah yang sama dan diketahui
waktu turun permasalahn tersebut, maka ayat yang datang kemudian
menghapus ayat sebelumnya.
c. Nasikh Kully, yaitu orang yang mensyariatkan itu membatalkan hukum
syar‟i sebelumnya. Membatalkan secara keseluruhannya dengan
merangkaikan kepada setiap pribadi mukallaf15. Seperti masa iddah
seorang wanita yang ditinggalkan oleh suaminyaempat bulan sepuluh hari,
yang ayat ini me nask ayat sebelumnya yaitu satu tahun.
d. Nasakh Juz‟i, yaitu mensyariatkan hukum secara umum, meliputi seluruh
pribadi mukallaf, kemudian hukum ini dibatalkan dengan menisbahkan
kepada sebagian ifrad. Atau mensyariatkan hukum itu secara mutlak,
kemudian dibatalkan dengan menisbahkan kepada beberapa hal.

14
Rosihon Anwar, “Ulum……hal.180
15
Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, “Studi Al-Qur‟an”, (Yogyakarta: Kalimedia,
2016) hal. 245-248
Nasakh dalam Al-Qur‟an ada tiga macam berdasarkan segi bacaan dan
hukumnya yaitu:
a. Nasakh Tilawah dan Hukum
Terjadi lafadz dan makna yang telah permanen, akan tetapi kemudian
terjadi di-nasakh, terkait lafadz dan maknanya16. Seperti contoh para ulama;,
ketika dua anak berbeda ibu antara keduanya, menjadi saudara ketika salah
satu anak tersebut menyusu kepada ibu salah seorang yang diantara mereka 10
isapan, ketetapan ini di-nasakh menjadi 5 isapan. Ayat tersebut yang
membahas tentang ini tidak termaktub di mushaf baik bacaannya maupun
hukumnya yang sudah di-nasakh-nya.
b. Nasakh Hukum sedang tilawahnya tetap
Yaitu proses nasakh yang terjadi pada isi kandungan, yang tetap
memelihara dan mengakui keberadaan lafadz bacaan Al-Qur‟an. Seperti saat
ajakan orang kafir untuk menyembah berhala bagi kaum muslim dan
sebaliknya, telah dihapus oleh ayat qital. Akan tetapi, masih terdapat pada
Surah Al-Kafirun.
c. Nasakh Tilawah sedangkan hukumnya tetap
Saat ayat al-Qur‟an turun kepada nabi Muhammad kemudian bacaan
dan lafadz nya di nasakh, akan tetapi hukum yang ada di lafadz yang di-
nasakh masih tetap berlaku, seperti penghapusan ayat rajam, dimansuk-an
ayatnya tetapi hukumnya masih tetap berlaku.

5. Dasar-dasar penetapan Nasikh dan Mansukh


Dalam Manna Al-Qathan menetapkan tiga dasar untuk menegaskan
bahwa suatu ayat dikatakan nasikh (menghapus) ayat lain mansukh
(dihapus)17.

16
Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman,,,,, hal. 249-250
17
Rosihon Anwar, “Ulum Al-Qur‟an”, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2010)hal. 168-169
Ketiga dasar adalah:
a. Melalui petransmisian yang jelas dari nabi atau para sahabatnya, seperti
hadits,”kuntu naihaltukum „an ziyarat Al-qubur ala fa zuruha” , Aku
(dulu) melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah.
b. Melalui kesepakatan bahwa ayat ini nasikh dan ayat yang itu mansukh.
c. Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih dulu turun, sehingga disebut
nasikh, dan mana yang belakang turun disebut mansukh.

Al-Qathan menambahkan bahwa nasikh tidak bisa ditetapkan melalui


prosedur ijtihad, pendapat ahli tafsir, karena adanya kontradiksi antara
beberapa dalil bila dilihat dari lahirnya, atau belakangnya keislaman salah
seorang dari pembawa riwayat.

Dalam persoalan ini nasakh didasarkan pada penukilan yang jelas dari
rasulullah SAW, atau dari seorang sahabat mengatakan bahwa ini di nasakh
oleh yang ini. Bisa juga dilaksanakan dengan penelusuran historis yaitu
didapat kepastian bahwa ada dua dalil hukum yang bertentangan satu sama
lain tentang permasalah yang ditimbulkan, lalu diketahui dari keduanya mana
yang lebih dahulu dan yang terakhir untuk menentukan nasikh dan mansukh
nya. Tidak boleh nasakh hanya berdasar atas perkiraan.

Nasakh juga tidak boleh dipastikan keberadaanya lewat pengamatan


sekilas. Ketika terdapat dua persoalan yang bertolak belakang, maka tidak
bisa serta merta menyebut jika terdapat nasakh, sebab dalam penentuan
nasakh harus melalui penelusuran historis , bukan hanya pengamatan sekilas.

Nasakh tidak diperbolehkan berdasarkan pembawa riwayat. Jika terdapat


dua permasalah yang bertentangan antara keduanya, tidak dapat menentukan
nasakh berdasarkan kelahiran dari pembawa riwayat. Nasakh dapat ditentukan
berdasarkan kelahiran dalil itu sendiri.
6. Manfaat mempelajari Nasikh Mansukh
Meyakini adanya nasakh dalam Al-Qur‟an, mengandung beberapa
hikmah. Salah satu hikmah dalam syariat islam yaitu salah satu metode
pendidikan yang bijaksana, yakni adanya tadarruj dalam penetapan hukum
syara‟.meskipun kitatidak mengetahui hikamh dalam nasakh, bukan berarti
tidak memiliki hikmah, akan tetapi, tidak terdapat tuntutan untuk mengetahui
hikmah pada setiap hukum syara‟ yang Allah tetapkan. Dalam hal ini, usaha
untuk mengetahuinya untuk menambah keyakinan akan keagungan dan
kemuliaan Al-Qur‟an, bahwa Al-qur‟an merupakan shalih li kulli zaman wa
makan (tetap relevan untuk kapan dan dimanapun). Beberapa hikmah adanya
nasakh dalam al-qur‟an, seperti berikut ini:
a. Untuk mengetahui apakah umat islam masih taat saat terjadi perubahan
hukum18
b. Nasakh umumnya untuk memberi sebuah keringanan. Ayat yang sudah
di-nasakh tidak dihapus agar mengetahui nikmat keringan tersebut.
c. Menunjukkan sifat yang dimiliki oleh allah yaitu mengetahui semua
makhluknya baik secara keseluruhan maupun secara detailnya.
d. Menjaga Kemaslahatan Hambanya 19.
e. Dengan mengulas nasikh mansukh maka mengetahui sejarah dalam
pensyariatan hukum hukum islam. Karena jika kita mengetahui nasakh
maka perkembangan dalam hukum hukum islam kita tahu.
f. Dengan membahas nasakh, dapat mengetahui bahwa nabi Muhammad
bukan yang menyusun al-qur‟an, yang begitu tepat guna, sehingga
tepat pula jika terjadi keberlakuan ataupun penghapusan. Dengan
demikian dapat menegtahui bahwa penetapan hukum al-qur‟an
merupakan kehendak Allah SWT, bukan rekayasa otak manusia20.

18
Muhammad Gufron Rahmawati, “Ulumul Qur‟an…hal. 72
19
Rosihon Anwar, “Ulum Al-Qur‟an”,,,,,,,,, hal. 179
20
Abad Badruzzaman, “Ulumul Qur‟an”,… hal. 108-110
7. Ayat-Ayat Nasikh dan Mansukh
Diantara berikut ini terdapat ayat-ayat nasikh dan mansukh yaitu21 :
No Mansukh Nasikh Masalah
1 Al-Baqarah; 115 Al-Baqarah; 144 Kiblat shalat
2 Al-Baqarah; 178 Al-Maidah; 45 Qishas dan hukum
Dan Al-Isra‟; 33 pembebasan
3 Al-Baqarah; 183 Al-Baqarah; 187 Puasa Ramadhan
4 Al-Baqarah; 184 Al-Baqarah; 185 Fidyah atau menebus
puasa
5 Al-Baqarah;191 Al-Baqarah; 91 Membunuh mu suh di
Masjidil Haram
6 Al-Baqarah; 217 At-Taubah; 5 dan Berperang di jalan
36 Allah pada bulan suci
7 Al-Baqarah; 240 Al-Baqarah; 234 „iddah janda
(ditinggal mati suami)
8 Ali-„imran; 102 Al-Taghabun; 16 Taqwa kepada Allah
9 Al-Nisa‟; 8 Al-Nisa‟; 11 Bagian Warisan
10 Al-Nisa‟; 15-16 Al-Nur; 2 Hukum Berzina (Laki-
laki/ perempuan)
11 Al-Nisa‟; 88 Al-Nisa‟; 89 dan Jihad dan memerangi
Al-TAubah; 5 orang kafir
12 Al-Maidah; 106 Al-Thalaq; 2 Saksi
13 Al-Anfal; 25 Al-Anfal; 66 Memerangi orang
kafir
14 Al- Taubah; 39 Al-Taubah; 122 Berperang dengan
orang kafir
15 Al-Nur; 3 Al-Nur; 32 Perkawinan diantara

21
Muhammad Gufron Rahmawati, “Ulumul Qur‟an Praktis dan Mudah”, (Yogyakarta:
Kalimedia, 2017), hal. 72-74
pelaku zina
16 Al-Nur; 4 Al-Nur; 6 Menuduh perempuan
berzina tanpa saksi
17 Al-Nur; 58 Al-Nur; 59 Izin anak untuk masuk
kamar orang tua
18 Al-Ahzab; 52 Al-Ahzab; 50 Istri-istri Nabi
Muhammad SAW
19 Al-Mujadilah; 12 Al-Mujadilah; 13 Bersedekah pada
Rasulullah sebelum
mengadakan
pembicaraan
20 Al-Mumtahanah; 11 Al-Taubah; 1 Memberikan harta
rampasan pada orang
kafir untuk mengawini
istrinya
21 Al-Muzzammil; 1, 2 Al-Muzzammil; 20 Shalat malam

C. PENUTUP

Nasikh mansukh berasal dari lafadz nasakha-yansukhu-naskhun. Sesuatu yang


menghilangkan, menggantikan, mengubah, dan memindahkan disebut nasikh,
sedangkan sesuatu yang dihilangkan digantikan, diubah, dan dipindahkan disebut
mansukh. Terdapat banyak perbedaan tentang nasakh menurut para ulama‟, orang
yahudi, dan orang nasrani.

Nasakh memiliki berbagai macan baik dari kejelasan dan kecakupannya atau
dari segi bacaan dan hukumnya, yang terbagi lagi menajdi beberapa nasakh. Nasakh
ini juga terdapat penetapan dengan beberapa syarat serta rukun dari nasakh tersebut
dan contoh-contoh surat yang termasuk nasikh dan mansukh.dalam hal ini, dapat
memberikan hikmah dalam mempelajari nasikh mansukh yaitu bahwa penetapan
nasakh merupakan kehendak Allah dan bukan dari pemikiran manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin,Zen. 2006. “Ushul Fiqih”. (Surabaya: Lembaga kajian Agama dan


Filsafat)

Anwar,Rosihon. 2010. “Ulum Al-Qur’an”. (Bandung:CV Pustaka Setia)

Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi.2014. “ Ilmu-Ilmu Al-Qur’an”, (Semarang: PT


Pustaka Rizki Putra).

Badruzzaman, Abad. 2018. “Ulumul Qur’an”. (Malang: Madani Media).

Efendi,Nur dan Fathurrohman,Muhammad. 2016. “Studi Al-Qur’an”, (Yogyakarta:


Kalimedia)

Gufron, Muhammad dan Rahmawati. 2017. “Ulumul Qur’an Praktis dan Mudah”.
(Yogyakarta: Kalimedia)

Anda mungkin juga menyukai