Anda di halaman 1dari 9

NASIKH MANSUKH

MAKALAH
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Qur’an

Dosen Pengampu :

Dr. Ahmad Subakir, M.Pd

Disusun Oleh:
ALFI MAWADDAH RAHMAWATI
20501002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI (IAIN KEDIRI)
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah menurunkan syari’at di dalam Al-quran kepada Nabi Muhammad
untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah, dan muamalah. Tentang
bidang ibadah dan mu’amalah memiliki prinsip yang sama yaitu bertujuan
membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan manusia.
Proses penurunan Al-quran secara berangsur-angsur tampak
mengindikasikan bahwa pesan-pesan yang terkandung di dalamnya selalu
bersentuhan dengan keberadaan umat yang memiliki ragam budaya dan selalu
mengalami perubahan dari masa ke masa. Hal ini dapat dilihat secara historis,
dimana al-Quran seringkali turun diiringi dengan sebab-sebab tertentu yang
disebut dengan Azbabun Nuzul, yang berkaitan dengan berbagai macam
persoalan. Meski begitu, tidak berarti terjadi perbedaan pesan antara satu ayat
dengan ayat lainnya.1
Hal ini menjadi asumsi dasar cara pandang para penafsir terhadap Al-
quran. Para penafsir berhusaha keras menyelesaikan persoalan makna ayat Al-
quran yang dipandang bertentangan dengan ayat lain.2 Maka dalam pembentukan
kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan, adanya Nasikh Mansukh terhadap
beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang sesuai dengan
tuntutan realitas zaman, waktu, dan kemaslahatan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian nasikh dan mansukh ?
2. Bagaimana ruang lingkup dan syarat nasikh mansukh ?
3. Bagaimana macam-macam nasikh dan mansukh ?
4. Bagaimana bentuk-bentuk nasikh dan mansuk ?
5. Bagaimana hikmah adanya nasikh dan mansukh ?
C. Tujuan
1. Bagaimana pengertian nasikh dan mansukh ?
2. Bagaimana ruang lingkup dan syarat nasikh mansukh ?
3. Bagaimana macam-macam nasikh dan mansukh ?
4. Bagaimana bentuk-bentuk nasikh dan mansuk ?
5. Bagaimana hikmah adanya nasikh dan mansukh ?
1
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung : Mizan. 2013) hal. 228
2
Mahmud Arief, Studi al-Qur’an Kontemporer, (Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana Yogya.
2002) hal 109

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh Mansukh


Dari segi etimologi, kata nasikh dalam beberapa arti, antara lain
pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah kewadah yang lain,
pengubahan dan sebagainya. Sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan,
dan sebagainya, dinamakan mansukh.
Dari segi terminologi, nasikh adalah hukum Syara’ atau dalil syara’ yang
menghapuskan atau mengubah hukum atau dalil syara’ yang terdahulu dan
menggantinya dengan ketentuan hukum yang baru yang di bawahnya. Nasikh itu
ialah Allah. Artinya, bahwa sebenarnya yang menghapus dan menggantikan
hukum-hukum syara’ itu adalah Allah. Sedangkan Mansukh adalah hukum syara’
yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan
dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang
kemudian.3
Dari defenisi diatas jelaslah bahwa komponen nasikh mansukh terdiri dari
adanya pernyataan yang menunjukkan terjadi pembatalan hukum yang telah ada,
harus ada nasikh, harus ada mansukh dan harus ada yang dibebani hukum
atasnya. Mansukh merupakan hukum yang diangkat atau yang dihapus.4

B. Ruang Lingkup dan Syarat Nasikh Mansukh


Munculnya pemikiran nasikh mansukh pada dasarnya adalah sebagai
respon terhadap adanya teks-teks dalam Al-Qur’an yang secara lahiriyah tampak
adanya pertentangan di antara teks-teks tersebut. Sehingga teori nasikh mansukh
dioperasikan dengan menilai ayat-ayat al-Qur’an yang diwahyukan terdahulu
dihapuskan oleh ayat-ayat yang diwahyukan kemudian.
Pandangan mengenai nasikh dan mansuk juga bermacam-macam.
Menurut Abu Muslim al-Isfihani berpendapat bahwa, tidak terdapat nasakh dalam
al-Qur’an. Hal ini terdapat dua alasan. Alasan pertama, seandainya ada nasakh
maka telah terjadi pembatalan hukum dalam al-Qur’an. Kedua, hukum al-Qur’an
bersifat tetap sampai hari kiamat. Kemudian menurut jumhur ulama’meyakini
bahwa ada nasikh mansukh didalam al-qur’an. sebagaimana Allah berfirman:

ْ ‫ى ُك ِل ش‬
‫َيءٍ قَدِير‬ ِ ْ ‫س ْخ ِم ْن آيَ ٍة أ َ ْو نُن ِس َها نَأ‬
َ َ‫ت بِ َخي ٍْر ِم ْن َها أ َ ْو ِمثْ ِل َها أَلَ ْم ت َ ْعلَ ْم أ َ َّن ّللا‬
َ َ‫عل‬ َ ‫َما نَن‬
3
Abdul Djalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hal 120
4
Abdul haris, Nasikh dan Mansukh dalam Alquran, (Tajdid, Vol. XIII No. 1, 2014), hal 205-
206

2
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang
membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang
yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya,
seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).” (QS. Al-
Baqarah: 106)
Mengenai ruang lingkup nasikh mansukh, Manna’ Khalil al Qattan
mengemukakan bahwa nasikh mansukh hanya terjadi pada perintah dan larangan,
baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan
dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna ‘amar(perintah) atau
nahyi(larangan). Sedang dalam masalah pokok(usul) semua syari’at adalah
sama.5
Firman Allah dalam QS Asy Syuura ayat 13
‫سى‬ َ ‫سى َو ِّعي‬ َ ‫ِّيم َو ُمو‬ َ ‫ص ْينَا بِّ ِّه إِّب َْراه‬َّ ‫صى بِّ ِّه نُوحا ً َوالَّذِّي أ َ ْو َح ْينَا إِّلَيْكَ َو َما َو‬ َّ ‫ين َما َو‬ ِّ َ‫ع لَ ُكم ِّمن‬
ِّ ‫الد‬ َ ‫ش ََر‬
َّ ‫أ َ ْن أَقِّي ُموا الدِّينَ َو ََل تَتَفَ َّرقُوا فِّي ِّه َكب َُر َعلَى ْال ُم ْش ِّركِّينَ َما تَ ْدعُو ُه ْم إِّلَ ْي ِّه‬
‫َّللاُ يَجْ تَبِّي إِّلَ ْي ِّه َمن يَشَا ُء َويَ ْهدِّي إِّلَ ْي ِّه‬
ُ‫َمن يُنِّيب‬

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
Tegakkanlah agama, dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.”

Adapun syarat-syarat nasikh mansukh adalah :

a. Hukum yang mansukh adalah hukum syara’


b. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih
kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh
c. Khitab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat(dibatasi)
dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan
berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Yang demikian tidak
dinamakan nasikh.6

C. Macam-Macam Nasikh dan Mansukh


Adapun macam-macam nasikh dan mansukh ada 4, yaitu :7
1. Al-Quran dinasikhkan dengan Al-Quran

5
Dr. Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta:Teras, cet.1, 2009), hal 255
6
Manna’Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an, (Jakarta:pustaka Al Kautsar Cet ke-
4), hal 284
7
Mana’ Al -Qaththan, Pembahasan Ilmu Al-Quran 2 (Jakarta: PT Rineka Cipta 1995), hal.
36-37

3
Ulama Sepakat Mengatakan ini diperbolehkan. Contohnya ayat yang
menerangkan mengenai masa idah. Masa iddah bagi perempuan itu lamanya
satu tahun. Ayat iddah ini ternasikhkan oleh ayat lain. Masa iddah itu cukup
empat bulan sepuluh hari.
Aturan pertama turun mematok masa iddah 12 bulan (Al-Baqarah: 240) lalu
beberapa waktu kemudian turun ayat susulan yang menyatakan, bahwa masa
tunggu cukup empat bulan sepuluh hari yang diglobalkan menjadi 130 hari
terhitung setelah hari kematian suami (Al-Baqarah:234).
2. Al-Quran dinasikhkan dengan Sunnah
Ayat tentang wasiat terhadap kedua orang tua dan kerabat telah dihapus
hukumnya dengan hadis Nabi: “Ketahuilah bahwa tidak ada wasiat terhadap
ahli waris”. contoh lain ayat tentang, “hukum cambuk (jilid) bagi perempuan
dan laki-laki yang berzina dengan seratus kali cambuk” di-nasakh oleh hadis
tentang rajam” pelaku zina.
Namun dalam praktiknya al-qur’an boleh di nasikh kan dengan sunnah atau
hadis yang muttawatir, tidak boleh ahad. karena Al-Quran itu mutawatir,
harus diyakini. Sedangkan hadist ahad masih diragukan.
3. Sunnah dinasikhkan dengan Al-Quran
Ini diperbolehkan menurut jumhur. Contoh hadis Nabi yang menyatakan,
“Menghadap ke Baitul Maqdis ketika shalat selama 16 sampai 17 bulan”
(HR. al-Bukhari). Kemudian, ketentuan ini dihapus oleh al-Qur’an surat al-
Baqarah : 144 yang menyerukan untuk menghadap ke Baitullah (Mekkah).
Allah swt berfirman:
‫َط َر ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام‬
ْ ‫ضاهَا فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش‬ َ ‫س َماء فَلَنُ َو ِليَنَّكَ قِ ْبلَةً ت َْر‬
َّ ‫ب َوجْ ِهكَ فِي ال‬ َ ُّ‫قَ ْد ن ََرى تَقَل‬
َ ‫َط َرهُ َوإِ َّن الَّذِينَ أ ُ ْوتُواْ ْال ِكت‬
‫َاب لَيَ ْعلَ ُمونَ أَنَّهُ ْال َح ُّق ِمن ََّّبِ ِه ْم‬ ْ ‫ْث َما ُكنت ُ ْم فَ َولُّواْ ُو ُج ِو َه ُك ْم ش‬ ُ ‫َو َحي‬
َ‫ع َّما يَ ْع َملُون‬
َ ‫َو َما ّللاُ بِغَافِ ٍل‬
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.”
4. Sunnah dinasikhkan dengan Sunnah
Contoh Sunnah yang di-nasakh dengan Sunnah adalah seperti larangan

4
berziarah kubur pada waktu permulaan Islam. Kemudian Rasul dengan
hadisnya yang lain membolehkan ziarah kubur setelah masyarakat
mengetahui hakikat ziarah kubur. (HR. Muslim).
‫ار ِة ا ْلقُبُ ْو ِرأ َ ََل َف ُز ُر ْو َها (رواه مسلم‬
َ ‫ُك ْنتُ نَ َه ْيت ُ ُك ْم ع َْن ِز َي‬
“Dulu Aku (Nabi) melarang kalian untuk berziarah kubur sekarang ber-
ziarah kuburlah kamu.”

D. Bentuk-bentuk Nasikh dan Mansukh


Berikut dibawah ini adalah bentuk-bentuk nasikhdan mansuk, sebagai berikut :8
1. Nasikh tilawah dan hukumnya sekaligus.
Contoh : ayat yang menyatakan 10 kali penyusuan mengharamkan
pernikahan. Aisyah berkata:

‫سو ُل‬ ٍ ‫ِخنَ بِخ َْم ٍس َم ْعلُو َما‬


َ ِ‫ت فَت ُ ُوف‬
ُ ََّ ‫ي‬ ٍ ‫ت َم ْعلُو َما‬
ْ ‫ت يُ َح ِر ْمنَ ث ُ َّم نُس‬ ٍ ‫ضعَا‬ َ ََّ ‫آن َع ْش ُر‬ ِ ‫َكانَ فِي َما أ ُ ْن ِز َل ِمنَ ْالقُ ْر‬
ِ ‫سلَّ َم َوه َُّن فِي َما يُ ْق َرأ ُ ِمنَ ْالقُ ْر‬
‫آن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫اللَّ ِه‬.
Dahulu di dalam apa yang telah diturunkan di antara Al-Qur’an adalah:
“Sepuluh kali penyusuan yang diketahui, mengharamkan”, kemudian itu
dinaskh (dihapuskan) dengan: “Lima kali penyusuan yang diketahui”.
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan itu termasuk
yang dibaca di antara Al-Qur’an.
2. Nasikh tilawah namun tetapnya hukum.
Contoh jenis nasikh ini adalah ayat rajam. Umar bin Al-Khathab berkata,
"Sesungguhnya aku khawatir, zaman akan panjang terhadap manusia
sehingga seseorang akan berkata: “Kita tidak mendapati rajm di dalam kitab
Allah”, sehingga mereka menjadi sesat dengan sebab meninggalkan satu
kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Ingatlah, sesungguhnya rajam
adalah haq atas orang yang berzina dan dia telah menikah, jika bukti telah
tegak, atau ada kehamilan, atau ada pengakuan.” Sufyan berkata,
“Demikianlah yang aku ingat. Ingatlah, Rasulullah SAW telah melakukan
rajam, dan kita telah melakukan rajam setelah beliau.”
Adapun lafazh ayat rajam, disebutkan oleh sebagian riwayat dengan bunyi;
"Laki-laki yang tua (maksudnya yang sudah menikah) dan wanita yang tua
(maksudnya yang sudah menikah) jika berzina, maka rajamlah keduanya
sungguh-sungguh, sebagai hukuman yang mengandung pelajaran dari Allah,
dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."

8
Abu Anwar, Sebuah Pengantar Ulum Al-quran (Bekasi: Media Grafika, 2002), hal 53

5
3. Nasikh hukumnya dan tetap tilawahnya.
Contohnya firman Allah:

َ َ‫علَى ْال ِقت َا ِل ِإن َي ُكن ِمن ُك ْم ِع ْش ُرون‬


‫صا ِب ُرونَ َي ْغ ِلبُواْ ِمئَتَي ِْن‬ َ َ‫ض ْال ُمؤْ ِمنِين‬ ِ ‫ي َح ِر‬ ُّ ‫َيا أَيُّ َها النَّ ِب‬
َ‫َو ِإن َي ُكن ِمن ُكم ِمئ َة َي ْغ ِلبُواْ أ َ ْلفا ً ِمنَ الَّذِينَ َكفَ ُرواْ ِبأَنَّ ُه ْم قَ ْوم الَّ َي ْف َق ُهون‬
"Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika
ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang
sabar) diantaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-
orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti."
(QS Al Anfal: 65)
Ayat ini menunjukkan kewajiban bersabarnya 20 umat Islam berperang
menghadapi 200 orang-orang kafir. Dan bersabarnya 100 umat Islam
berperang menghadapi 1.000 orang-orang kafir.
Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah selanjutnya:
‫صا ِب َرة يَ ْغ ِلبُواْ ِمئَتَي ِْن َو ِإن يَ ُكن‬ َ ‫ع ِل َم أ َ َّن فِي ُك ْم‬
َ ‫ض ْعفا ً فَإِن يَ ُكن ِمن ُكم ِمئ َة‬ َ ‫عن ُك ْم َو‬ َ ُ‫ف ّللا‬ َ َّ‫اآلنَ َخف‬
َّ ‫ِمن ُك ْم أ َ ْلف يَ ْغ ِلبُواْ أ َ ْلفَي ِْن ِبإِذْ ِن ّللاِ َوّللاُ َم َع ال‬
َ‫صا ِب ِرين‬
"Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui
padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang
yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika
diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
(QS Al Anfal: 66).

E. Hikmah Nasikh Mansukh


1. Menjaga kemaslahatan hamba.
2. Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan
seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang
kemudian di hapus.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab apabila ketentuan
nasikh lebih berat daripada ketentuan mansukh, berarti mengandung
konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika ketentuan dalam nasikh
lebih mudah daripada ketentuan mansukh, itu berarti kemudahan bagi umat.9

9
Rosihon Anwar, Ulum Al-quran (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal 179

6
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa :
1. Pengertian dari nasikh adalah dalil atau hukum syara’ yang menghapuskan
hukum sebelumnya. Sedangkan mansukh adalah dalil atau hukum syara’
yang menghapus.
2. Mengenai ruang lingkup, nasikh mansukh hanya terjadi pada dalil yang
bersifat larangan dan perintah. Mengenai pendapat tentang adanya nasikh
dan mansuk juga ada perbedaan, ada yang meyakini dan ada pula yang
tidak. Kemudian untuk syarat-syaratnya adalah hukum yang mansukh
adalah hukum syara’, dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab
syar’i yang datang lebih awal, Khitab yang dihapuskan atau diangkat
hukumnya tidak terikat(dibatasi) dengan waktu
3. Macam-macam nasikh mansukh ada 4, yaitu : Al-Quran dinasikhkan
dengan Al-Quran, Al-Quran dinasikhkan dengan Sunnah, Sunnah
dinasikhkan dengan Al-Quran, Sunnah dinasikhkan dengan Sunnah.
4. Bentuk-bentuk nasikh mansukh ada 3 : Nasikh tilawah dan hukumnya
sekaligus, Nasikh tilawah namun tetapnya hukum, Nasikh hukumnya dan
tetap tilawahnya.
5. Hikmah adanya nasikh dan mansukh sejatinya adalah untuk kemaslahatan
umat.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al –Qaththan, Manna’. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Quran 2. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Al-Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an. Jakarta: pustaka Al Kautsar

Cet ke-4.

Anwar, Abu. 2002. Sebuah Pengantar Ulum Al-quran. Bekasi: Media Grafika.

Anwar, Rosihon. 2008. Ulum Al-quran. Bandung: CV Pustaka Setia.

Arief, Mahmud. 2002. Studi al-Qur’an Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Tiara

Wacana Yogya.

Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu.

Dr. Usman. 2009. Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Teras, cet.1.

Haris, Abdul. 2014. Nasikh dan Mansukh dalam Alquran, Tajdid, Vol. XIII No. 1

Shihab, M. Quraish. 2013. Membumikan al-Quran. Bandung : Mizan.

Anda mungkin juga menyukai