Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

NASIKH DAN MANSUKH

MATA KULIAH : STUDI QURAN DAN HADITS


DOSEN PENGAMPU : Dr. MUHAMMAS SYAIFULLAH, M.Pd.I.
KELOMPOK 9 :
1. WAHIDAH : 221220083
2. SEPRUDIN : 221220075
3. KOMARONI : 221220091
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nasih dan Mansukh?
2. Apa saja syarat-syarat Nasakh?
3. Apa saja pembagian Nasakh?
4. Bagaimana ruang lingkup Nasakh?
5. Apa hikmah adanya Nasakh dalam Al-
Quran?
PENGERTIAN
NASIKH DAN MANSUKH
Dari segi etimologi, para ulama’ Ulumul Qur’an mengemukakan arti kata nasakh dalam beberapa

makna, diantaranya adalah menghilangkan, memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat

lain, mengganti atau menukar, membatalkan atau mengubah, dan pengalihan.. Nasakh dalam

istilah para ahli ilmu ushul fiqh adalah membatalkan hukum syar’i dengan dalil yang datang

kemudian, yang menunjukkan pembatalan, secara tersurat atau tersirat, baik pembatalan secara

keseluruhan ataupun pembatalan sebagian, menurut keperluan yang ada Usman. Ulumul Qur’an

(Yogyakarta: TERAS, 2009), hal. 256


Adapun menurut istilah dapat dikemukakan beberapa definisi sebagai berikut
1. Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan adalah:
“Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan khithab (dalil) syara’ yang lain”

2. Menurut Muhammad ‘Abd. Adzim al-Zarqaniy:


“Mengangkat / menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain yang datang kemudian”.
Academia.edu, “ Hadis Nasikh Mansukh” hal. 3
NASIKH DAN MANSUKH
Firman Allah SWT dalam surah al Baqarah ayat 106 tentang nasikh dan
mansukh yaitu:
‫علَ ٰى ك ُِل ش َْى ٍء قَدِير‬
َ ‫ٱَّلل‬ ِ ْ ‫س َها نَأ‬
َ َّ ‫ت بِ َخي ٍْر ِم ْن َها ٓ أ َ ْو ِمثْ ِل َها ٓ ۗ أَلَ ْم ت َ ْعلَ ْم أ َ َّن‬ ِ ‫س ْخ ِم ْن َءايَ ٍة أ َ ْو نُن‬
َ ‫َما نَن‬

106. ayat mana saja[81] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu?

Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh memiliki fungsi dan manfaat besar
bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha, mufasir dan ahli usul, agar pengetahuan
tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur, oleh sebab itu, terdapat banyak
asar (perkataan sahabat dan tabi'in) yang mendukung agar mengetahui
masalah ini.
NASIKH DAN MANSUKH
Mengenai nasakh, al Syatibi sebagaimana dikutip oleh Dr. M Quraish Shihab
menandaskan bahwa para ulama mutaqaddimin (ulama abad I hingga III H) memperluas
arti nasakh, mencakup hal-hal, yaitu :
1. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian
2. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang
datang kemudian
3. Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat sama
4. Penetapan syarat terhadap kukum terdahulu yang belum bersyarat.

Pengertian yang begitu luas dipersempit oleh para ulama yang datang kemudian
(muta'akhirin). Menurut mereka nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang datang
kemudian guna berlaku atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang
terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan
terakhir. Sedang mansukh menurut Syaikh Manna' adalah” hukum yang diangkat atau
yang dihapuskan”
Dalam buku Al Qur'an dan Tafsirnya Departemen Agama RI disebutkan bahwa” Nasakh
dalam arti mengangkat atau menghapuskan hukum syara' dengan dalil syara' . Nasikh
menemukan dalil syara' yang menghapus suatu hukum, dan mansukh adalah bukti
hukum syara' yang telah dihapus.
RUANG LINGKUP DAN SYARAT-SYARAT
NASAKH

Mengenai nasakh, Manna' Khalil al Qattan menyimpulkan bahwa nasakh


hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang dengan tegas dan
jelas dengan kalimat (khabar) yang bermakna 'amar(perintah) atau
nahyi(larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan masalah
akidah, zat Allah, sifat-sifat Allah, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari
kemudian, serta tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan
pokok-pokok ibadah dan muamalah. Hal itu karena semua syari'at ilahi
tidak lepas dari pokok-pokok tersebut. Sedang dalam masalah pokok(usul)
semua syari'at adalah sama.

Adapun syarat-syarat nasakh adalah :


1. Hukum yang mansukh adalah hukum syara'
Quran in Detail

2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar'i yang datang


lebih kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh
3. Khitab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak ditentukan
(dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum
akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Yang demikian tidak
nasakh.
PEMBAGIAN NASAKH

Umumnya para ulama membagi nasakh menjadi empat bagian, yaitu


nasakh sunnah dengan sunnah, nasakh sunnah dengan Al Qur'an,
nasakh Al Qur'an dengan Al Qur'an, dan nasakh Al Qur'an dengan
sunnah.berikut penjelasannya seperti yang terdapat dalam Al Qur'an 'an
dan tafsirnya.

1. Nasakh Sunnah Dengan Sunnah


Suatu hukum syara' yang dasarnya sunnah kemudian dinasakh atau
dihapus dengan dalil syara' dari sunnah juga. Contohnya adalah larangan
ziarah kubur yang dinasakh menjadi boleh. Hadisnya seperti yang
diriwayatkan At Tirmidzi” Dahulu aku melarang kamu berziarah kubur,
sekarang berziarahlah”.(Riwayat At Tirmidzi).
Quran in Detail

2. Nasakh Sunnah Dengan Al Qur'an


Suatu hukum yang telah ditetapkan dengan dalil sunnah kemudian
dinasakh dengan dalil Al Qur'an. Seperti shalat yang semula menghadap
Baitul Maqdis kemudian menjadi menghadap Ka'bah di Masjidil Haram
setelah turun ayat Al Qur'an surah Al Baqarah/2 ayat 144:
ْ‫ث َما ُكنتُم‬ ُْ ‫امْۚ َْو َحي‬ِْ ‫ك شَط َْر ٱل َمس ِج ِْد ٱل َح َر‬ َْ ‫ل َوج َه‬ ِْ ‫ضى َهاْۚ فَ َو‬َ ‫ك قِبلَةْ ْت َر‬ َْ َّ‫س َما ٓ ِْءْۖ فَلَنُ َو ِليَن‬ َْ ‫ب َوج ِه‬
َّ ‫ك فِى ٱل‬ َْ ُّ‫قَدْ ن ََرىْ تَقَل‬
َْ‫ع َّما َيع َملُون‬
َْ ْ‫ٱّللُ ِبغَ ِفل‬ ُّْ ‫ب لَ َيعلَ ُمونَْ أَنَّ ْهُ ٱل َح‬
َّْ ‫ق ِمن َّر ِب ِهمْْۗ َو َما‬ َْ َ ‫ن ٱلَّذِينَْ أُوتُواْ ٱل ِكت‬ َّْ ‫فَ َولُّواْ ُو ُجو َه ُكمْ شَط َرهُۥْۗ َو ِإ‬
PEMBAGIAN NASAKH

Artinya : sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke


langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana
saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.

3. Nasakh Al Qur'an dengan Al Qur'an


Hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil ayat Al Qur'an kemudian
dinasakh dengan dalil ayat Al Qur'an pula. Tentang hal ini terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mereka yang berpendapat
Quran in Detail

bahwa nasikh dan mansukh ada terdapat dalam ayat-ayat Al Qur'an,


berdasarkan surah Al Baqarah ayat 106. Menurut para ulama yang
menerima adanya nasikh mansukh dalam Al Qur'an ini, bahwa adanya
nasikh dan mansukh dalam Al Qur'an dapat diterima akal karena Allah
Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Penyayang, sehingga hukum yang
ringan pada mulanya memang perlu ditetapkan, dan kemudian perlu
diganti dengan hukum yang tidak ringan lagi setelah orang-orang Islam
menghadapi keadaan normal dan dipandang sudah mampu menghadapi
hukum yang tidak ringan lagi.
PEMBAGIAN NASAKH

4. Nasakh Al Qur'an dengan sunnah


Hukum yang didasarkan pada dalil ayat Al Qur'an dinasakh dengan dalil sunnah.
Jenis nasakh ini menurut Syaikh Manna' terbagi dua, yaitu:
1. Al Qur'an dengan hadits ahad.
Jumhur berpendapat, Al Qur'an tidak boleh dinasakh oleh hadis ahad, karena Al
Qur'an adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadis ahad zanni,
diduga, di samping tidak sah melacak sesuatu yang ma'lum (jelas diketahui)
dengan yang maznun (diduga)
2. Al Qur'an dengan hadis mutawatir.
Nasakh jenis ini dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam satu
Quran in Detail

riwayat, karena masing-masing keduanya adalah wahyu.


BENTUK – BENTUK NASAKH

Para ulama yang mengakui tentang adanya nasakh


mengemukakan ada tiga bentuk nasakh, yaitu:
1. Nasakh hukum sedang tilawahnya tetap
2. Nasakh Hukum dan Tilawah
3. Nasakh Tilawah Sedang Hukumnya Tetap
Quran in Detail
PENDAPAT ULAMA TENTANG NASAKH

1. Menerima Adanya Nasakh


Ulama-ulama yang menerima adanya nasakh berpendapat, nasakh
adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam
hukum-hukum syara'. Berdasarkan dalil-dalil sebagai
berikut; (1)perbuatan Allah tidak didasarkan pada alasan dan tujuan. Allah
bisa memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada
waktu yang lain. Karena hanya Dialah yang lebih mengetahui kepentingan
hamba-hamba-Nya.

2. Menolak Adanya Nasakh


Diantara yang menolak adanya nasakh adalah Abu Muslim al
Isfahani. Kemudian diikuti oleh para ulama mutaakhirin. Diantara alasan
mereka adalah; (1) sekiranya dalam Al Qur'an ada nasakh, maka berarti
Quran in Detail

dalam Al Qur'an ada yang salah atau batal. Sedang dalam Al Qur'an
dinyatakan tidak ada kebatalan(QS.41:42). (2) Dalil yang dijadikan alasan
nasakh perlu dibuat lebih lanjut. Kosakata”ayat” tidak hanya berarti ayat
Al Qur'an tetapi dapat berarti mu'jizat, dapat juga berarti kitab sebelum Al
Qur'an (Taurat, Zabur, dan Injil) disamping itu kata nasakh memiliki arti
yang bermacam-macam. Maka ‫ما ننسخ من اية‬dalam ayat 106 Surah Al
Baqarah dapat diartikan “kami menukilkan” atau “Kami memindahkan”
ayat Al Qur'an dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia.
BEBERAPA CONTOH TENTANG NASIKH DAN
MANSUKH

1. Al Suyuti menyebutkan beberapa contoh ayat nasikh dan mansukh


sebagaimana disebutkan dalam Mabahis fi 'Ulumul Qur'an(Studi ilmu-ilmu
Qur'an. Juga terdapat dalam Al Qur'an dan Tafsirnya, yaitu:
dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui. Disitulah wajah Allah maksudnya;
kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia
berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan
dengan Allah.

2. sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka


sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu
Quran in Detail

berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-


orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.
BEBERAPA CONTOH TENTANG NASIKH DAN
MANSUKH

Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan
menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke
Baitullah.
Menurut Syaikh Manna' ayat pertama tidak dinasakh karena berkenaan dengan
salat sunnah saat dalam perjalanan yang dilakukan di atas kendaraan, juga dalam
keadaan takut dan darurat. Dengan demikian, hukum ayat ini tetap berlaku,
sebagaimana dijelaskan dalam as-Sahihain. Sedang ayat kedua tentang salat fardu
lima waktu. Dan yang benar, ayat kedua ini menasakh perintah menghadap
ke Baitul Makdis yang ditetapkan dalam sunnah.

3. diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
Quran in Detail

kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang


bertakwa.(40)
Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta
orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.
Dikatakan, ayat ini mansukh oleh ayat tentang kewarisan An Nisa/4: ayat 11-12 dan
oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi “Sesungguhnya Allah
telah memberikan kepada setiap orang yang memiliki haknya, maka tidak ada
wasiat bagi ahli waris. ”
PENUTUP

1. Nasakh menemukan mengangkat atau menghapuskan hukum syara'


dengan dalil syara'. Nasikh menemukan dalil syara' yang menghapus
atau mengangkat suatu hukum, dan mansukh menemukan hukum
syara' yang telah dihapus atau diganti.
2. Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang dengan
tegas dan jelas maupun dengan kalimat berita (khabar) yang
bermakna 'amar(perintah) atau nahyi(larangan), tidak ada nasakh ayat
tentang akidah, zat Allah, sifat -sifat Allah, kitab-kitab-Nya, para rasul-
Nya dan hari kemudian, etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok
ibadah dan muamalah.
Quran in Detail

3. Para ulama berbeda pendapat tentang tidaknya nasikh mansukh


dalam Al Qur'an. Sedangkan hadis yang dinasakh oleh ayat Al Qur'an
jumhur ulama mengakui adanya hal tersebut. Dan ayat Al Qur'an yang
dinasakh oleh hadis para ulama pemesanan hal tersebut tidak ada.
REFERENSI

• Abu Zaid, Nasr Hamid, Tekstualitas Al Qur'an; Kritik Terhadap Ulumul Qur'an ,
Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, cet 4 2005
• Al Qattan, Manna' Khalil, Mabahis fi 'Ulumil Qur'an, diterj. Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu
Qur'an. Bogor: PT Pustaka Litera AntarNusa, cet 14, 20 11 .
• ————–, Pengantar studi ilmu Al Qur'an , diterj, H.Aunur Rafiq El Mazni, Jakarta:
Pustaka al Kautsar, cet 4, 2009
• Baidan, Nashruddin, Prof.Dr, wawasan baru ilmu tafsir , Yogyakarta: Pustaka pelajar, cet
I, 2005
• Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Tafsirnya , Jakarta: Lentera Abadi, 2010
• ————-, Al Qur'an dan Terjemahnya ,Jakarta:Proyek pengadaan kitab suci Al Qur'an,
1985

Quran in Detail

Shihab, M Quraish, Membumikan Al Qur'an , Bandung: Mizan, 1994


• ————, Wawasan al-Qur'an Bandung ; PT: Mizan Pustaka, 2007
• Tim Penyusun, Al Qur'an dan Terjemahnya ; Tafsir Al Qur'anul Karim,Medinah
Munawwarah : Mujamma Khadim Al Haramain Asy Syarifain al Malik Fahd li thiba'at al
Mush-haf asy Syarif, 1411 H
• Usman, M.Ag,Dr, Ulumul Qur'an , Yogyakarta:Teras, cet I, 2009

Anda mungkin juga menyukai